OLEH
KELOMPOK I :
1
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan karunia,
rahmatdan hidayat-Nya yang berupa kesehatan, sehingga makalah yang berjudul “Fraktur” dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini di susun sebagai tugas kelompok Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah
II. Kami berusaha menyusun makalah ini dengan segala kemampuan, namun kami menyadari
bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan baik dari segi penulisan maupun segi
penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan saya terima dengan
senang hati demi perbaikan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini bisa memberikan informasi mengenai Stroke Hemoragik dan
bermanfaat bagi para pembacanya. Atas perhatian dan kesempatan yang diberikan untuk
membuat makalah ini kami ucapkan terimakasih.
Penulis
2
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................................5
B. Rumusan Masalah............................................................................................................6
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................................6
D. Manfaat Penulisan............................................................................................................7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Definisi.............................................................................................................................8
B. Etiologi.............................................................................................................................8
C. Patofisiologi.....................................................................................................................9
D. Gejala Klinis....................................................................................................................10
E. Komplikasi.......................................................................................................................11
F. Pemeriksaan Penunjang...................................................................................................13
G. Penatalaksanaan...............................................................................................................14
H. Konsep Asuhan Keperawatan..........................................................................................18
BAB III KASUS
A. Pengkajian........................................................................................................................32
B. Diagnosa Keperawatan....................................................................................................41
C. Intervensi Keperawatan...................................................................................................41
D. Implementasi Keperawatan..............................................................................................43
E. Evaluasi Keperawatan......................................................................................................48
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
A. Simpulan..........................................................................................................................54
B. Saran................................................................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur plateau tibia atau fraktur tibia proximal disebut juga bumper fracture.
Fraktur tibia proximal biasanya terjadi akibat trauma langsung dari arah samping lutut
dengan kaki yang masih terfiksasi ke tanah. Trauma kaki atau tungkai bawah akan
memberikan suatu gangguan pada kaki dan pergelangan kaki yang meliputi tulang tibia,
fibula, maleolus, metatarsal, palang kaki, dan jaringan lunak pada kaki oleh berbagai
keadaan yang meliputi cidera akibat trauma (Helmi, 2012). Tindakan bedah dari fraktur
tibia plateau yang biasanya terjadi displaced akan dilakukan tindakan Open Reduction
Internal Fixation (ORIF). Tindakan bedah ini dilakukan untuk memposisikan kembali
tulang dan fiksasi internal yang dilakukan menggunakan fiksasi screw and plated yang
dipasang pada area yang mengalami cidera yang bertujuan untuk menyangga tulang agar
tetap pada posisinya. Tindakan ini bertujuan untuk pengobatan fraktur tibia plateau yang
memfasilitasi penyembuhan yang benar dari tulang dan mencegah kemungkinan masalah
yang akan terjadi di kemudian hari. Open Reduction Internal Fixation (ORIF) merupakan
reposisi secara operatif yang diikuti dengan fiksasi interna. Fiksasi interna yang dipakai
biasanya berupa plate and screw. Keuntungan ORIF adalah tercapainya reposisi yang
sempurna dan fiksasi yang kokoh sehingga pascaoperasi tidak perlu lagi dipasang gips
dan mobilisasi segera bisa dilakukan. Kerugiannya adalah adanya resiko infeksi tulang
4
(Sjamsuhidajat & Jong, 2010). Masalah yang sering kali ditimbulkan pada pasien pasca
bedah ORIF yakni nyeri, pasien post ORIF biasanya merasakan nyeri, terutama pada saat
bergerak (Kneale, 2011). Selain itu pasien juga dapat mengalami gangguan mobilitas
yang menyebabkan keterbatasan gerak sendi, kelelahan yang menyebabkan kelemahan
otot, serta perubahan ukuran bentuk seperti oedema/bengkak dan fungsi tubuh yang dapat
mengubah sistem tubuh yang biasanya terjadi akibat proses pembedahan (Ropyanto,
2013).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
5
5. Untuk mengetahui bagaimana komplikasi fraktur.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah yaitu untuk memberi pengetahuan pada
pembaca dan menjelaskan apa yang dimaksud dengan fraktur, penyebab fraktur,
pastofisiologi fraktur, gejala klinis fraktur, pemeriksaan diagnostic fraktur,
penatalaksanaan fraktur, komplikasi fraktur, dan konsep dasar asuhan keperawatan
fraktur.
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
B. Penyebab / Etiologi
Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai
cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.
Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
7
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat
tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula
atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-
berbaris dalam jarak jauh.
c. Fraktur petologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
C. Patofisiologi
Fraktur atau patah tulang sering terjadi karena berbagai penyebab langsung, tidak
langsung, akibat tarikan otot yaitu karena trauma tenaga fisik seperti kecelakaan
kendaraan motor, jatuh, olah raga, exercise yang kuat, maupun karena penyakit pada
tulang seperti osteoporosis, tumor tulang, infeksi juga dapat menyebabkan rusaknya
kontinuitas tulang sehingga terjadilah fraktur tertutup ataupun terbuka. Akibat fraktur
tertutup atau terbuka terdapat gejala yang dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri,
deformitas, krepitasi, bengkak, peningkatan temperatur local, pergerakan abnormal,
kehilangan fungsi, perdarahan sianosis, adanya spasme otot. Setelah terjadinya fraktur
akan terjadi proses penyembuhan yang merupakan proses biologis alami yang akan
terjadi setiap patah tulang. Pada permulaan akan terjadi pendarahan dalam jaringan yang
cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah tulang.
Hematoma dibungkus dengan jaringan lunak disekitar yaitu periosteum dan otot.
Pada tahap ini terjadi inflamasi pembengkakan dan nyeri. Dalam sekitar 5 hari akan
terjadi tahap yang kedua yaitu proliferasi sel dimana hematoma akan menjadi medium
pertumbuhan sel jaringan fibrosis dan vaskuler sehingga hematoma akan berubah
menjadi jaringan fibrosis dengan kapiler di dalamnya. Sel-sel akan aktif tumbuh ke arah
fragmen tulang, sehingga fragmen tulang semakin menempel.
Kemudian akan tumbuh sel jaringan mesenkim yang bersifat osteogenik. Sel ini
akan berubah menjadi sel kondroblast yang membentuk koroid yang merupakan bahan
dasar tulang rawan sedangkan tempat yang jauh dari patahan tulang yang
vaskularisasinya relatif banyak, sel ini berubah menjadi osteoblast dan membentuk
osteoid yang merupakan bahan dasar tulang. Tahap yang ketiga adalah pembentukan
8
kalus dimana osteoblast membentuk tulang lunak (kalus), lapisan terus meluas dan
menebal, bertemu dengan lapisan kalus dari fragmen lainnya dan akan menyatu. Tahap
yang keempat adalah konsolidasi dimana kalus mengeras dan terjadi proses konsolidasi
fraktur terasa menyatu, secara bertahap akan terjadi tulang matur. Tahap yang kelima
adalah remodeling yang merupakan tahap akhir meliputi pengambilan jaringan mati dan
reorganisasi tulang baru kesusunan structural sebelumnya.
Ada beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien fraktur yaitu
reposisi, imobilisasi yang meliputi pemasangan gips, bidai, traksi. Tindakan lain berupa
pembedahan yaitu ORIF dan OREF. Akibat dari penatalaksanaan ini yaitu nyeri,
perdarahan, adanya luka post operasi, peningkatan suhu tubuh, pasien bertanya-tanya
tentang pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan, kelemahan dan kehilangan
fungsi.
D. Gejala Klinis
Manifestasi klinik dari faktur ,menurut Brunner and Suddarth,(2002)
Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah yang di rancang utuk
meminimalkan gerakan antar fregmen tulang
Setelah terjadi faraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap rigid seperti normalnya.
Pergeseran fragmen tulang pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui membandingkan ekstermitas
yang normal dengan ekstermitas yang tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melingkupi satu samalain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi)
Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (uji krepitus
dapat mengaibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
9
Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma dari
pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam
atau hari setelah cidera.
Menurut Santoso Herman (2000:153) manifestasi klinik dari fraktur adalah:
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi,
hematoma, dan edema.
Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah.
Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat
diatas dan dibawah tempat fraktur.
Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.
E. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005) antara lain:
I. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah
eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias menyebabkan penurunan
oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi
pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena
katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam
lemak dan memudahkan terjasinya globula lemak pada aliran darah.
Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang
dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan
ukuran kompartement otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat,
10
penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi
kompatement otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai
masalah (misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada nadi, CRT
menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan
Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. f. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya
Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001).
II. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union, delayed
union, dan non union.
Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka penyembuhan tulang ditandai
dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan kecepatan
yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union merupakankegagalan
fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk
menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di tandai
11
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
(Price dan Wilson, 2006).
a. Foto rotgen
Untuk mengetahui lokasi dan luasnya ftraktur atau trauma yang terjadi pada tulang.
Hasil yang ditemukan pada pemeriksaan tampak gambar patahan tulang.
b. CT-Scan
Untuk melihat rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan
tumor jaringan tulang atau cidera ligamen atau tendon.
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging)
Untuk melihat abnormalitas (misalkan : Tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak
melalui tulang) jaringan lunak seperti tendon, otot, tulang rawan.
d. Angiografi
Untuk melihat struktur vascular dimana sangat bermanfaat untuk mengkaji perfusi
arteri.
e. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk melihat kadar hemoglobin. Hasil yang ditemukan biasanya lebih rendah bila
terjadi pendarahan karena trauma.
f. Pemeriksaan sel darah putih
Untuk melihat kehilangan sel padasisi luka dan respon inflamasi terhadsp cedera.
Hasil yang ditemukan pada pemeriksaan yaitu leukositosis.
G. Terapi / Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan pada pasien dengan fraktur yaitu :
a. Tindakan konservatif
Rekognisi (Pengenalan )
12
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa
dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri
sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas
integritas rangka.
Imobilisasi
Adalah mempertahankan reposisi selama masa penyembuhan patah tulang
misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan
kedudukan yang baik.
Rehabilitasi
Adalah proses pemulihan kembali fungsi tulang yang dapat dilakukan dengan
fisio therapy aktif dan pasif.
Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Gips merupakan alat imobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak sesuai kontur
tubuh dimana gips ini dipasang. Tujuan pemakaian gips adalah untuk
mengimobilisasi bagian tubuh dalam posisi tertentu dan memberikan tekanan
yang merata pada jaringan lunak yang terdapat didalamnya.
Jenis-jenis gips :
1) Gips lengan pendek, memanjang dari bawah siku sampai lipatan telapak
tangan, melingkar erat didasar ibu jari.
2) Gips lengan panjang, memanjang setinggi lipat ketiak sampai disebelah
proksimal lipatan telapak tangan.
13
3) Gips tungkai pendek, memanjang dari bawah lutut sampai dasar jari kaki.
4) Gips tungkai pendek, memanjang dari perbatasan sepertitiga atas dan tengah
paha sampai dasar jari kaki.
5) Gips berjalan, gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat.
6) Gips tubuh, melingkar di batang tubuh.
7) Gips spika,melibatkan sebagian tubuh dan satu atau dua ekstremitas
8) Gips spika bahu, jaket tubuh yang melingkari batang tubuh bahu dan siku
9) Gips spika pinggul, melingkari batang tubuh dan satu ektremitas bawah.
Traksi
Adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan untuk
meminimalkan spasme otot ; untuk mereduksi, mensejajarkan dan
mengimobilisasi fraktur, traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang
diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik. Secara umum traksi dilakukan
dengan menempatkan beban dengan tali pada ektremitas pasien. Tempat tarikan
disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang
tulang yang patah.
Jenis-jenis traksi :
1) Traksi kulit buck
Traksi yang paling sederhana ini paling tepat bila dipasang pada anak muda
untuk jangka waktu yang pendek. Indikasi yang paling sering untuk jenis
traksi ini adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum
lutut tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut.
2) Traksi kulit Bryant
Sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang
paha.
3) Traksi rangka seimbang
Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah
tulangpada korpus femoralis orang dewasa, mempergunakan traksi skeletal
dengan beberapa katrol dan bantalan khusus.
4) Traksi Russell
14
Traksi Russell ini biasanya digunakan untuk fraktur panggul dimana paha
akan disokong oleh bebat.
Secara umum traksi ada dua macam yaitu :
1. Skin traction yaitu tarikan pada kulit
2. Skeletal traction yaitu tarikan pada tulang
Pada skin traction menggunakan pita[jarang digunakan karena dapat
merusak kulit] tujuannya untuk menurunkan nyeri akibat spasme otot,
pemberat digunakan untuk mencegah kerusakan kulit.Beban pada skin
traction maksimal 5 kilogram.
b. Tindakan Operatif
a. ORIF (Open Reduction with Internal fixation)
Merupakan tindakan insisi pada tempat yang mengalami cedera dan ditentukan
sepanjang bidang anatomic menuju tempat yang mengalami fraktur.
Keuntungannya yaitu reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
Indikasi dari ORIF :
(1) Fraktur yanmg tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi.
Misalnya : Fraktur talus, fraktur collom femur.
(2) Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
Misalnya : fraktur avulasi, fraktur dislokasi
(3) Fraktur yang dapat direposisi sulit dipertahankan
Misalkan : fraktur pergelangan kaki
(4) Fraktur intra-articuler
Misalnya : fraktur patela
2. Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan melaporkan
rasa nyeri, dan tampak meringis.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot ditandai
dengan pasien terlihat lambat saat bergerak, pasien telihat mengalami keterbatasan
kemampuan untuk melakukan ketrampilan motorik kasar
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan histamin ditandai
dengan bengkak dan kemerahan pada kulit
Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel ditandai
dengan warna kulit pucat
Resiko Infeksi berhubungan dengan patahnya tulang dan pemasangan traksi
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan prosedur pengobatan ditandai dengan
mengeluhkan penampilan.
18
3. Rencana Asuhan Keperawatan ( Terlampir )
4. Evaluasi (Terlampir)
kelelahan.
8. Pantau asupan nutrisi 9. Untuk meningkatkan status
pasien untuk memenuhi nutrisi pasien
kebutuhan energy
pasien.
9. Konsultasi dengan ahli
10. Agar klien berani
gizi untuk meningkatkan
memulai aktivitas
21
status nutrisi pasien.
11. Agar klien bisa melatih
pergerakannya
Exercise Promotion
10. Motivasi pasien untuk
memulai aktivitas.
12. Untuk mengetahui
11. Anjurkan pasien untuk
apakah aktivitas yang
melanjutkan latihan dilakukan terlalu berat
aktivitas. atau tidak.
12. Pantau respon pasien
saat latihan aktivitas.
25
kebersihan diri, berpakaian,
toileting, dan makan
7. Berikan bantuan sampai
pasien dapat melakukan
perawatan diri mandiri
8. Bantu pasien untuk
menerima ketergantungan
26
BAB III
KASUS
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. INFORMASI UMUM
Hari/Tanggal Pengkajian: Selasa/ 9 Maret 2021
Waktu: 15:00 WITA
RIWAYAT KESEHATAN
Diagnosa Medis: Open frakture of right tibia and fibula GA 2 post debridement, closed fracture proximal
humerus.
27
Riwayat Kesehatan Saat Ini : Keluhan saat ini pasien mengeluh nyeri, Pasien mengatakan takut untuk bergerak,
saat bergerak pasien mengeluh nyeri skala 6
Riwayat Alergi: paien mengatakan tidak memiliki alergi obat, makanan, minuman, lingkungan maupun
binatang.
Riwayat Penyakit: pasien mengatakan tidak memeliki riwayat penyakit menurun maupun penyakit
menular
Faktor Resiko:
2. DATA BIO-PSIKO-SOSIAL-SPIRITUAL
OKSIGENASI
Data Subjektif: pasien mengeluh nyeri pada kaki kanan saat bergerak
Data Objektif
Inspeksi : Status oksigenasi baik, pemeriksaan jantung paru, simetris, vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-, S1 dan S2
tunggal, Kesadaran composmentis, GCS E4M5V6
Auskultasi : -
Perkusi : -
Palpasi : -
SIRKULASI
Data Subjektif : pasien mengatakan tidak ada keluhan batuk
Data Objektif
Inspeksi : RR : 20 x/mnt
Palpasi : -
Perkusi :
Data Objektif
Inspeksi : klien tampak dalam melakukan pola eliminasi dikarenakan mengalami nyeri
Palpasi : tidak ada distensi kandung kemih, nyeri tekan tidak ada.
Perkusi : -
Auskultasi : -
SENSORI
Fisik
Nyeri P : nyeri
Q: nyeri dirasakan seperti berdenyut- denyut
R: nyeri di rasakan di daerah kaki kanan
S: skala nyeri 6 (0-10)
T: nyeri dirasakan saat beraktivitas , nyeri hilsng timbul
Penglihatan : pasien dapat melihat dengan baik
Pengecapan : pasien dapat merasakan dengan baik
Pendengaran : pasien dapat mendengarkan dengan baik
CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Intake Output
Data Objektif: organ reproduksi tampak bersih, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan.
MEKANISME KOPING
Pasien mengatakan jika ada masalah selalu menceritakan dengan keluarganya dan menggambil keputusan
melalui musyawarah keluarga.
KONSEP DIRI
a. Physical Self : pasien mengatakan sebelum sakit, pasien selalu bersyukur akan diberikan kesembuhan
pada dirinya, sedangkan pada saat sakit pasien merasa sedih dengan keadaan dirinya dan berharap
dapat segera pulang dengan kesembuhan.
b. Personal Self: keluarga pasien mengatakan sebelum sakit keluarga pasien selalu berinteraksi dengan
baik kepada lingkungan, sedangkan pada saat sakit pasien hanya tampak berdiam diri di tempat tidur.
FUNGSI PERAN
Keluarga mengatakan tidak ada masalah ketika berinteraksi dengan lingkungan , sebelum sakit pasien aktif
melakukan kegiatan di banjar seperti gotong royong, ngayah dan keluarga mengatakan pasien berperan
33
sebagai ayah.
INTERDEPENDENSI
Keluarga mengatakan sebelum sakit pasien selalu memenuhi kebutuhanya sendiri seperti makan,
mandi, berpakaian dan lain-lain, sedangkan saat sakit dalam memenuhin kebutuhan sehari-hari
pasien tampak dibantu.
3. ANALISA DATA
N TANGGAL DATA PENYEBAB MASALAH
O
- Pasien mengatakan
Luka terbuka di
takut untuk bergerak,
kaki kanan, luka
saat bergerak pasien
mengeluh nyeri skala 6
lecet di kaki kiri
DO :
34
- RR : 20x/mnt
- TD : 110/70 mmHg
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Hari/ No Rencana Keperawatan
tanggal Dx Tujuan Dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1.
36
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari/TangNo Dx Jam Tindakan Keperawatan Respon Pasien Ttd
gal
Selasa , 91 08.00 mengidentifikasi,lokasi,karakteristik,durasi,frO:pasien mengatakan
Maret ekuensi,kualitas,intensitas nyeri nyeri di kaki
2021 kanan
S: Skala nyeri 6
S : Pasien
mengatakan
belum ada yang
09.00
mampu
mengidentifikasi faktor yang memperberat memperingan
dan memperingan nyeri nyerinya
O : Pasien tampak
meringis dan
gelisah
S: Pasien mengatakan
rasa nyeri sedikit
berkurang setelah
di berikan terapi
music
O: Pasien tampak
11.00 menikmati music
yang di putar
memberikan teknik nonfarmakologi untuk S:Pasien mengatakan
mengurangi rasa nyeri ( Terapi music ) tidak suka cahaya
yang terang
37
O: Pasien ampak
menutup matanya
sambal merintih
S: Pasien bersedia
untuk menerima
penjelasan
O: Pasien tampak
kooperatif
S:Pasien mengatakan
nyeri berkurang
setelah minum
obat
13.00 O: Pasien tampak
sedikit meringis
18.00
S : Pasien
mengatakan nyeri
berkurang pada
09.00
saat diam dn tidak
mengidentifikasi faktor yang memperberat banyak bergerak
dan memperingan nyeri
O:Pasien tampak
sedikit meringis
S: Pasien mengatakan
rasa nyeri sedikit
berkurang setelah
39
di berikan terapi
music
O: Pasien tampak
menikmati music
11.00 yang di putar
S:Pasien mengatakan
memberikan teknik nonfarmakologi untuk menyukai suasana
mengurangi rasa nyeri ( Terapi music ) ruangan sekarang
O: Pasien tampak
nyaman dengan
suasana
ruanganya
sekarang
S: Pasien bersedia
untuk menerima
penjelasan
O: Pasien tampak
kooperatif
S:Pasien mengatakan
nyeri berkurang
13.00 setelah minum
obat
O: Pasien tampak
mengontrol lingkungan yang memperberat sedikit meringis
rasa nyeri (memberikan Suasana ruangan
yang nyaman)
40
18.00
19.00
E. EVALUASI KEPERAWATAN
NO Hari/Tanggal No Jam Evaluasi Paraf
Dx
41
1. Rabu, 10 Maret 1 19.00 S : pasien mengatakan nyeri nya
2021 sudah sedikit menurun dari 6
menjadi 4
42
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini akan diuraikan kesenjangan-kesenjangan yang terjadi antara teori dan
kasus nyata yang ditemukan saat memberikan asuhan keperawatan pada Tn. A dengan diagnosa
medis : Open frakture of right tibia and fibula GA 2 post debridement, closed fracture proximal
humerus.
. Pembahasan ini akan di bahas sesuai dengan proses keperawatan mulai dari pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implemantasi, dan evaluasi
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa
medis.
b. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri pada area yang mengalami patah tulang.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang sebelumnya
sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker tulang atau
menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu, klien
diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik
serta penyakit diabetes menghambat penyembuhan tulang.
Tn. A, 61 tahun, Pasien dirawat dengan riwayat jatuh dari pohon duren dengan
ketinggian ± 5 meter. Pasien mampu menceritakan kejadian jatuh, tidak langsung
jatuh ke bawah, tetapi pasien menimpa dahan dan terjatuh pada sisi kanan membentur
tanah. Pasien tampak adanya luka terbuka di kaki kanan, luka lecet di kaki kiri dan
memar pada tangan kanan. Saat ini pasien sudah terpasang arm sling pada tangan
43
kanan, pasien post debridement dan terpasang perban elastis dengan backslab pada
kaki kanan. Pasien tidak ada riwayat hipertensi dan DM.
Keluhan saat ini pasien mengeluh nyeri. Status oksigenasi baik, pemeriksaan
jantung paru, simetris, vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-, S1 dan S2 tunggal. Tanda
vital RR : 20 x/mnt, TD 110/70 mmHg, N 84 x/mnt, S 36,8 0C pasien stabil. Akral
hangat, intake nutrisi adekuat, eliminasi BAB (-) 2 hari, BAK via kondom kateter.
Kaki dan tangan kanan pasien di imobilisasi, pasien mampu melakukan mobilisasi
aktif, kekuatan otot ----/5555 (ekstremitas atas) dan ----/5555 (ekstremitas bawah).
Kaki kanan teraba lebih hangat dibanding kaki kiri dan kaki kanan tampak lebih besar
dibanding kaki kiri. Pengkajian risiko jatuh skala 45 (risiko sedang). Pasien
mengatakan takut untuk bergerak, saat bergerak pasien mengeluh nyeri skala 6 dan
saat tidak melakukan gerakan skala 4. Kesadaran composmentis E4M5V6. Hasil
radiologi thoraks dan shoulder AP/LAT kesan terdapat fraktur collum cirrurgicum os
humerus kanan, radiologi cruris AP/LAT kesan fraktur komplit 1/3 proximal os fibula
kanan. Pasien pro ORIF.
Diagnosis medis : Open frakture of right tibia and fibula GA 2 post debridement,
closed fracture proximal humerus. Hasil pemeriksaan laboratorium :BDarah
Lengkap : 12,1 g/dl/37%/19.800/µL/232.000/µL
B. Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan melaporkan rasa nyeri,
dan tampak meringis.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot ditandai dengan
pasien terlihat lambat saat bergerak, pasien telihat mengalami keterbatasan kemampuan
untuk melakukan ketrampilan motorik kasar
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan histamin ditandai dengan
bengkak dan kemerahan pada kulit
Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel ditandai dengan warna kulit
pucat
Resiko Infeksi berhubungan dengan patahnya tulang dan pemasangan traksi
44
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan prosedur pengobatan ditandai dengan
mengeluhkan penampilan.
C. INTERVENSI
1. Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
2. Observasi aspek nonverbal terhadap nyeri yang dirasakan klien
3. Ajarkan tentang teknik non farmakologi : napas dalam, relaksasi, distraksi dan kompres
panas atau dingin
4. Posisikan klien dalam posisi senyaman mungkin.
5. Berikan “Health Education” pada klien mengenai nyeri , seperi penyebab nyeri, berapa
lama nyeri yang dirasakan, dan tindakan antisipasi terhadap nyeri yang dirasakan klien.
6. Berikan terapi analgetik jika diindikasikan
D. IMPLEMENTASI
Berdasarkan teori, implementasi disusun berdasarkan diagnosa keperwatan yang
ditegakan serta berorientasi pada pasien dan tindakan keperawatan yang direncanakan.
Implementasi pada Tn.A tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan praktek nyata.
Dimana pada kasus nyata , implementasi di lakukan sesuai dengan diagnosa dan intervensi
yang telah ditetapkan berdasarkan teori seperti: Diagnosan Nyeri kronis , tindakan yang di
lakukan:
Mengkaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi , Mengobservasi aspek nonverbal terhadap nyeri yang
dirasakan klien, mengAjarkan tentang teknik non farmakologi : napas dalam, relaksasi,
distraksi dan kompres panas atau dingin
Memberikan Posisi klien dalam posisi senyaman mungkin, memBerikan “Health
Education” pada klien mengenai nyeri , seperi penyebab nyeri, berapa lama nyeri yang
dirasakan, dan tindakan antisipasi terhadap nyeri yang dirasakan klien, memBerikan terapi
analgetik jika diindikasikan
45
E. EVALUASI
Sebagai tahap akhir dari proses keperawatan setelah melakukan pengkajian, merumuskan
diagnosa keperawatan, menetapkan perencanaan dan implementasi. Catatan perkembangan
dilakukan sebagai bentuk evaluasi menggunakan (SOAP).
Evaluasi pada Tn. A sesuai dengan hasil implementasi yang dibuat pada kriteria obyektif
yang ditetapkan. Dalam evaluasi untuk diagnosa nyeri kronis belum teratasi dan melanjutkan
intervensi. Dari tahap ini, penulis mendapatkan fakta bahwa tidak semua kriteria evaluasi
dapat di capai selama pasien dirawat di Rumah Sakit, semuanya membutuhkan waktu,
proses, kemauan, ketaatan pasien dalam mengikuti perawatan dan pengobatan.
46
BAB V
PENUTUP
F. Simpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya.
Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan
bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2002).
Fraktur atau patah tulang sering terjadi karena berbagai penyebab langsung, tidak
langsung, akibat tarikan otot yaitu karena trauma tenaga fisik seperti kecelakaan kendaraan
motor, jatuh, olah raga, exercise yang kuat, maupun karena penyakit pada tulang seperti
osteoporosis, tumor tulang, infeksi juga dapat menyebabkan rusaknya kontinuitas tulang
sehingga terjadilah fraktur tertutup ataupun terbuka. Akibat fraktur tertutup atau terbuka
terdapat gejala yang dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri, deformitas, krepitasi, bengkak,
peningkatan temperatur local, pergerakan abnormal, kehilangan fungsi, perdarahan sianosis,
adanya spasme otot. Setelah terjadinya fraktur akan terjadi proses penyembuhan yang
merupakan proses biologis alami yang akan terjadi setiap patah tulang. Pada permulaan akan
terjadi pendarahan dalam jaringan yang cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada
tempat patah tulang
G. Saran
Sebagai tenaga kesehatan, perawat harus menerapkan 5 tahapan keperawatan yaitu :
Pengkajian, Diagnosa, Intervensi, Implementasi, Evaluasi. Pada klien dengan masalah
kesehatan fraktur, perawat harus melakukan tahapan pengkajian hingga evaluasi secara
komprehensif, sehingga dapat memberikan Asuhan Keperawatan yang tepat untuk klien.
47
DAFTAR PUSTAKA
48