Anda di halaman 1dari 19

MODUL KBK DOSEN

KASUS ELIMINASI (URINARI)


BLOK ILMU DASAR KEPERAWATAN I SEMESTER I REGULER
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKKU

I. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep kebutuhan Eliminasi (urinari) sebagai salah satu
bagian penting dalam kebutuhan dasar manusia dan mampu melaksanakan asuhan
keperawatan dengan kebutuhan eliminasi.

II. Tujuan Khusus


1. Mampu menjelaskan anatomi fisiologi terkait kebutuhan eliminasi.
2. Mampu menjelaskan mekanisme eliminasi (urinari).
3. Mampu mengidentifikasi gangguan - gangguan kebutuhan eliminasi (urinari).
4. Mampu menyebutkan tanda dan gejala dengan gangguan kebutuhan eliminasi.
5. Mampu melakukan pengkajian terhadap gangguan kebutuhan eliminasi.
6. Mampu melakukan tindakan untuk pemenuhan kebutuhan eliminasi (urinari) pasien.
7. Mampu mengidentifikasi evaluasi keperawatan terhadap gangguan kebutuhan eliminasi
(urinari).

III. Anatomi Fisiologi


Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal,
kandung kemih dan uretra.
1. Ginjal
Ginjal merupakan organ retroperitoneal (di belakang selaput perut), terdiri atas
ginjal sebelah kanan dan kiri dari tulang punggung. Ginjal adalah organ berbentuk seperti
kacang, berwarna merah tua, panjangnya sekitar 12,5 cm, tebal 2,5 cm. Setiap ginjal
memiliki berat antara 125 – 175 gram pada laki-laki dan 115 – 155 gram pada
perempuan. Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, posisi ginjal kanan lebih
rendah daripada ginjal kiri karena diatas ginjal kanan terdapat hati. Setiap ginjal
diselubungi oleh 3 lapisan jaringan ikat, yaitu:
a. Facial renal, pembungkus terluar yang mempertahankan posisi organ.
b. Lemak parineal, jaringan yang membantali ginjal dan membantu organ tetap pada
posisinya.
c. Kapsul fibrosa, membran halus transparan yang langsung membungkus ginjal dan
dapat dengan mudah dilepas.
Ginjal berperan sebagai pengatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh
serta penyaring darah untuk dibuang dalam bentuk urin sebagai zat sisa yang tidak
diperlukan oleh tubuh dan menahannya agar tidak bercampur dengan zat-zat yang
dibutuhkan oleh tubuh. Pada bagian ginjal terdapat nefron (berjumlah kurang lebih satu
juta atau 1 - 4 juta) yang merupakan unit dari struktur ginjal, dimana melalui nefron inilah
urin disalurkan ke dalam bagian pelvis ginjal, kemudian disalurkan melalui ureter ke
kandung kemih. Selain itu, ginjal juga memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Pengeluaran zat sisa organik
Ginjal mensekresi urea, asam urat, kreatinin dan produk penguraian
hemoglobin dan hormon.
b. Pengaturan keseimbangan asam - basa tubuh
Ginjal mengendalikan ekskresi ion hydrogen (H+), bikarbonat (HCO3-), dan
ammonium (NH4-) serta memproduksi urin asam atau basa, tergantung pada
kebutuhan tubuh. Asam (H+) disekresikan oleh sel-sel tubulus ginjal kedalam filtrate,
kemudian dilakukan pendaparan terutama oleh ion-ion fosfat serta ammonia. Fosfat
terdapat dalam filtrate glomerulus dan ammonia dihasilkan oleh sel-sel tubulus ginjal
serta disekresikan kedalam cairan tubuler. Melalui proses pendamparan, ginjal dapat
mengeksresikan sejumlah besar asam dalam bentuk yang terikat tanpa menurunkan
lebih lanjut nilai pH urin.
c. Pengaturan konsentrasi ion-ion penting
Ginjal mengeksresi ion natrium, kalium, kalsium, sulfat dan fosfat. Eksresi
ion – ion ini seimbang dengan asupan dan ekskresinya melalui rute lain, seperti
saluran gastrointestinal atau kulit.
d. Pengaturan produksi sel darah merah
Ginjal melepas eritropoitin yang mengatur produksi sel darah merah dalam
sumsum tulang.
e. Pengaturan tekanan darah
Enzim akan mengubah rennin menjadi angiotensin I yang diubah menjadi
angiotensin II, yaitu senyawa vasokontriktor paling kuat. Vasokontriksi menyebaban
peningkatan tekanan darah. Aldesteron disekresikan oleh korteks adrenal sebagai
reaksi terhadap stimulasi oleh kelenjar hipofisis dan pelepasan ACTH sebagai reaksi
terhadap perfusi yang jelek , akibatnya adalah peningkatan tekanan darah.
f. Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam amino darah
Ginjal melalui ekskresi glikosa dan asam amino berlebih, bertanggungjawab
atas konsentrasi nutrient dalam darah.
g. Pengeluaran zat beracun
Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat – obatan atau
zat kimia asing lain dari tubuh.
2. Ureter
Ureter adalah perpanjangan tubulur berpasangan dan berotot dari pelvis ginjal
yang merentang sampai kandung kemih. Setiap ureter panjangnya antara 25-30 vm dan
berdiameter 4-6 cm. Saluran ini menyempit di 3 tempat:
a. Di titik asal ureter pada pelvis ginjal
b. Di titik saat melewati pinggiran pelvis
c. Di titik pertemuannya dengan kandung kemih
Dinding ureter terdiri dari 3 lapisan jaringan, yaitu lapisan terluar adalah lapisan
fibrosa. Bagian tengah adalah muskularis longtudinal ke arah dalam dan otot polos
sirkular ke arah dalam dan otot polos sirkular ke arah luar. Lapisan terdalam adalah
epitelium mukosa yang mensekresi selaput mukus pelindung.
3. Kandung Kemih
Kandung kemih (buli-buli – bladder) merupakan sebuah kantong yang terdiri
atas otot halus, berfungsi menampung urine. Pada kandung kemih terdapat beberapa
lapisan jaringan otot yang paling dalam, memanjang ditengah, dan melingkar yang
disebut sebagai destrusor, berfungsi untuk mengeluarkan urine bila terjadi kontraksi.
Pada dasar kandung kemih terdapat lapisan tengah jaringan otot berbentuk lingkaran
bagian dalam atau disebut otot lingkar yang berfungsi menjaga saluran antara kandung
kemih dan uretra, sehingga uretra dapat menyalurkan urin dari kandung kemih keluar.
Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan motoris ke otot
lingkar bagian dalam diatur oleh sistem simpatis. Akibat dari rangsangan ini, otot lingkar
menjadi kendor dan terjadi kontraksi sfingter bagian dalam sehingga urine tetap tinggal
dalam kandung kemih. Sistem parasimpatis menyalurkan rangsangan motoris kandung
kemih dan rangsangan penghalang ke bagian dalamotot lingkar. Rangsangan ini dapat
menyebabkan terjadinya kontraksi otot destrusor dan kendurnya sfingter.
4. Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi menyalurkan urin ke luar. Pada pria,
uretra digunakan sebagai tempat pengaliran urin dan sistem reproduksi, berukuran
panjang 13,7-16,2 cm, serta terdiri atas tiga bagian, yaitu prostat, selaput (membran) dan
bagian yang berongga (ruang). Sedangkan pada wanita, uretra memiliki panjang 3,7-6,2
cm dan hanya berfungsi sebagai tempat menyalurkan urin ke bagian luar tubuh.
Saluran perkemihan dilapisi oleh membran mukosa, dimulai dari meatus uretra
hingga ginjal. Meskipun mikroorganisme secara normal tidak ada yang bisa melewati
uretra bagian bawah, namun pada keadaan patologis yang terus menerus membran
mukosa ini dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan beberapa patogen.

IV. Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi (Urinari)


A. Proses Pembentukan Urin
Glomerulus berfungsi sebagai ultra filtrasi, pada simpai bowmen berfungsi untuk
menampung hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan
kembali dari zat-zat yang sudah disaring pada glomerulus, sisa cairan akan diteruskan ke
ginjal terus berlanjut ke ureter. Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk
kedalam ginjal. Darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian
plasma darah. Tahap – tahap pembentukan urin, adalah sebagai berikut:
1. Penyaringan (Filtrasi)
Filtrasi darah terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena permukaan
aferent lebih besar dari permukaan aferent maka terjadi penyerapan darah,
sedangkan sebagian yang tersaring adalah cairan darah kecuali protein. Cairan yang
tersaring ditampung oleh simpai bowman yang terdiri dari glukosa, air, sodium,
klorida, sulfat, bikarbonat dan lain-lain, kemudian diteruskan keseluruh ginjal.
Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air.
Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan onkotik dari cairan didalam
bowman space merupakan kekuatan untuk proses filtrasi. Normalnya tekanan
onkotik di bowman space tidak ada karena molekul protein yang medium – besar
tidak tersaring. Normalnya komponen seluler dan protein plasma tetap didalam
darah, sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring.
2. Penyerapan (Absorbsi)
Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar
dari filtared solute. Kecepatan dan kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus
renal tidak sama. Pada umumnya tubulus proksimal bertanggung jawab untuk
mereabsorbsi ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang lain. Paling tidak 60%
kandungan yang tersaring di reabsorbsi sebelum cairan meninggalkan tubulus
proksimal. Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel termasuk glukosa, asam
amino, fosfat, sulfat, dan organik anion.
3. Penyerapan kembali (Reabsorbsi)
Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99%
filtrat glomerulus akan di reabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal
dan terjadi penambahan zat – zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal.
Substansi yang masih berguna seperti glukosa, dan asam amino dikembalikan ke
darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam
urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan
150 g glukosa. Sebagian besar dari zat – zat ini direabsorbsi beberapa kali.
Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder
yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat –
zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi, sebaliknya, konsentasi zat –
zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03’,
dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada
tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam amino meresap melalui peristiwa difusi,
sedangkan air melalui peristiwa osmosis. Reabsorbsi air terjadi pada tubulus
proksimal dan tubulus distal.
4. Augmentasi (Pengumpulan)
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai
terjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter
adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan substansi lain, misalnya pigmen
empedu yang berfungsi memberi warna dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme
adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini
sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2,H2O, NHS,
zat warna empedu, dan asam urat.
Karbondioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat
makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak, dan protein. Kedua senyawa
tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat
sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan pH)
dalam darah. Demikian juga H2O digunakan untuk kebutuhan, misalnya pelarut.
B. Proses Berkemih
Berkemih (mictio, mycturition, voiding atau urination) adalah proses
pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Proses ini dimulai dengan terkumpulnya
urine dalam vesika urinaria yang merangsang saraf-saraf sensorik dalam dinding vesika
urinaria (bagian resptor). Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila berisi
kurang lebih 250-450 cc (pada orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak). Menurut
Virgiawan (2008) juga mengartikan bahwa miksi (mikturisi) adalah proses pengeluaran
urin sebagai gerak refleks yang dapat dikendalikan (dirangsang/dihambat) oleh sistem
persarafan dimana gerakannya dilakukan oleh kontraksi otot perut yang menambah
tekanan intra abdominalis, dan organ lain yang menekan kandung kencing sehingga
membantu mengosongkan urin.
Pertambahan volume urin menimbulkan tekanan intra vesicalis meningkat dan
menyebabkan keregangan dinding vesicalis (m.destrusor), sinyal-sinyal miksi ke pusat
saraf lebih tinggi (pusat kencing) untuk diteruskan kembali ke saraf saraf spinal dan
menimbulkan refleks spinal melalui N. Pelvicus serta menimbulkan perasaan tegang pada
vesica urinaria sehingga akibatnya menimbulkan permulaan perasaan ingin berkemih.
C. Karakteristik Urin
Rata – rata dalam satu hari pengeluaran urine ± 1 – 2 liter, tapi berbeda – beda
sesuai dengan jumlah cairan yang masuk. Warnanya bening oranye pucat tanpa
endapan, baunya tajam, reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata – rata 6.
1. Komposisi
Komposisi urin terdiri dari air (96%) dan sisanya adalah larutan (4%). Zat
terlarut tersebut terdiri dari:
a. Zat buangan meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari katabolisme
asam nukleat, dan kreatinin dari proses penguraian kreatinin fosfat dalam
jaringan otot.
b. Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah.
c. Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah konstituen
normal dalam jumlah kecil.
d. Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium, amonium, sulfat, fosfat, kalsium, dan
magnnesium.
e. Hormon atau katabolit hormon ada secara normal dalam urin.
f. Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin, atau enzim secara
normal ditemukan dalam jumlah kecil.
g. Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah merah, sejumlah besar
badan keton, zat kapur (terbentuk saat zat mengeras dalam tubulus dan
dikeluarkan), dan batu ginjal atau kalkuli.
2. Sifat Fisik
a. Warna
Urin encer berwarna kuning pucat, dan kuning pekat jika kental. Urin
segar biasanya jernih dan menjadi keruh jika didiamkan.
b. Bau
Urin memiliki bau yang khas dan cenderung berbau ammonia jika
didiamkan. Bau ini dapat bervariasi sesuai dengan diet. Pada diabetes yang tidak
terkontrol, aseton menghasilkan bau manis pada urin.
c. Asiditas atau alkalinitas
pH urin bervariasi antara 4,8 sampai 7,5 dan biasanya sekitar 6,0 tetapi
juga bergantung pada diet. Ingesti makanan yang berprotein tinggi akan
meningkatkan asiditas, sementara diet sayuran meningkatkan alkalinitas.
d. Berat jenis
Berat jenis urin berkisar antara 1,001 sampai 1,035, bergantung pada
konsentrasi urin.
D. Masalah Kebutuhan Eliminasi(Urinari)
1. Retensi Urine
Retensi urin merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan isinya, sehingga
menyebabkan distensi dari vesika urinaria. Retensi urin juga merupakan keadaan
dimana seseorang mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.
Kandungan urin normal dalam vesika urinaria adalah sebesar 250-450 ml, dan
sampai batas jumlah tersebut urine merangsang refleks untuk berkemih. Pada saat
keadaan distensi, vesika urinaria dapat menampung sebanyak 3000-4000 ml urine.
Tanda-tanda klinis pada retensi urin:
1. Ketidaknyamanan daerah pubis.
2. Distensi vesika urinaria dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
3. Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50 ml).
4. Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya.
5. Meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih.
6. Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih.
Penyebab retensi urine adalah sebagai berikut:
a. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis vesika urinaria.
b. Trauma sumsum tulang belakang.
c. Tekanan uretra yang tinggi disebabkan oleh otot destrusor yang lemah.
d. Sfingter yang kuat.
e. Sumbatan (struktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat).
2. Inkontinensia Urine
Inkontinensia urin adalah ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara
atau menetap untuk mengontrol eksresi urine. Secara umum, penyebab dari
inkontinensia adalah proses penuaan, pembesaran kelenjar prostat, penurunan
kesadaran, dan penggunaan obat narkotik atau sedatif.
a. Inkontinensia Dorongan
Inkontinensia dorongan merupakan keadaan dimana seseorang
mengalami pengeluaran urine tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa
dorongan yang kuat untuk berkemih, sering miksi lebih dari 2 jam sehari, dan
spasme kandung kemih. Kemungkinan penyebab:
1) Penurunan kapasitas kandung kemih.
2) Iritasi pada reseptor rangsangan kandung kemih yang menyebabkan
spasme (infeksi saluran kemih).
3) Minum alkohol atau kafein.
4) Peningkatan cairan.
5) Peningkatan konsentrasi urine.
6) Distensi kandung kemih yang berlebihan.
b. Inkontinensia Total
Inkontinensia total merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine yang terus menerus dan tidak dapat diperkirakan.
Kemungkinan penyebabnya adalah disfungsi neurologis, kontraksi independen
dan refleks destrusor karena pembedahan, trauma atau penyakit yang
mempengaruhi saraf medula spinalis, fistula, dan neuropati. Adapun tanda dan
gejala inkontinensia total adalah sebagai berikut:
1) Aliran konstan yang terjadi pada saat tidak diperkirakan.
2) Tidak ada distensi kandung kemih.
3) Nokturia.
4) Pengobatan inkontinensia tidak berhasil.
c. Inkontinensia Stress
Inkontinensia stress merupakan keadaan seseorang yang mengalami
kehilangan urine kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan
abdomen. Kemungkinan penyebab adalah perubahan degeneratif pada otot
pelvis dan struktur penunjang yang berhubungan dengan penuaan, tekanan
intraabdominal tinggi (obesitas), distensi kandung kemih, otot pelvis dan struktur
penunjang lemah. Adapun tanda dan gejala dari inkontinensia stress adalah:
1) Adanya urine menetes dengan peningkatan tekanan abdomen.
2) Adanya dorongan berkemih.
3) Sering miksi (lebih dari 2 jam sekali).
d. Inkontinensia Refleks
Inkontinensia refleks merupakan keadaan dimana seseorang
mengalami pengeluaran urine yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang
dapat diperkirakan bila volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu.
Kemungkinan penyebabnya adalah kerusakan neurologis (lesi medulla spinalis).
Adapun tanda dan gejala inkontinensia refleks adalah sebagai berikut:
1) Tidak ada dorongan untuk berkemih.
2) Merasa bahwa kandung kemih penuh.
3) Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada interval teratur.
e. Inkontinensia Fungsional
Inkontinensia fungsional adalah keadaan seseorang yang mengalami
pengeluaran urine tanpa disadari dantidak dapat diperkirakan. Kemungkinan
penyebab adalah kerusakan neurologis (lesi medulla spinalis). Adapun tanda
dan gejala dari inkontinensia fungsional adalah sebagai berikut:
1) Adanya dorongan untuk berkemih.
2) Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urine.
3. Enuresis
Enuresis merupakan ketidakseimbangan menahan kemih (mengompol)
diakibatkan tidak mampu mengontrol sfingter eksterna. Enuresis biasa terjadi pada
anak atau orang jompo, umumnya malam hari. Faktor penyebab enuresis adalah:
1) Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari kondisi normal.
2) Anak-anak yang tidurnya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi keinginan
berkemh tidak diketahui, yang mengakibatkan terlambatnya bangun tidur untuk
ke kamar mandi.
3) Vesika urinari peka rangsang dan seterusnya tidak dapat menampung urine
dalam jumlah besar.
4) Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah (misalnya persaingan
dengan saudara kandung).
5) Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatasi
kebiasaannya tanpa dibantu untuk mendidiknya.
6) Infeksi saluran kemih atau perubahanfisikatau neurologis sistem perkemihan.
7) Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral, atau makanan pedas.
8) Anak yang takut gelap pada saat ke kamar mandi.
4. Ureterotomi
Ureterotomi adalah tindakan operasi dengan jalan membuat stoma pada
dinding perut untuk drainase urine. Operasi ini dilakukan karena adanya penyakit
atau disfungsi pada kandung kemih.
E. Pengkajian Keperawatan Kebutuhan Eliminasi (Urinari)
1. Kebiasaaan berkemih
Frekuensi berkemih bergantung kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang
berkemih setiap hari waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu berkemih
malam hari.
2. Pola berkemih
a. Frekuensi berkemih
Frekuensi berkemih menentukan berapa kali individu berkemih dalam
waktu 24 jam. Meningkatnya frekuensi berkemih dikarenakan meningkatnya
jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa tekanan asupan cairan
dapat diakibatkan ileh sistitis. Frekuensi yang tinggi dijumpai pada keadaan
stress dan hamil.
b. Urgensi
Urgensi adalah perasaan seseorang untuk berkemih, takut mengalami
inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umumnya, anak kecil memiliki
kemampuan yang buruk dalam mengontrol sfingter eksternal dan perasaan
segera ingin berkemih biasanya terjadi pada mereka.
c. Disuria
Keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih. Keadaan demikian
dapat ditemukan pada striktur uretra, infeksi saluran kemih, trauma pada vesika
urinaria, dan uretra.
d. Poliuria
Keadaan produksi urine yang abnormal dalam jumlah besar tanpa
adanya peningkatan asupan cairan. Keadaan demikian dapat terjadi pada
penyakit diabetes melitus, defisiensi ADH, dan penyakit ginjal kronis.
e. Urinaria supresi
Keadaan produksi urine yang berhenti secara mendadak. Bila produksi
kurang dari 100 ml/hari dapat dikatakan sebagai anuria, tetapi bila produksinya
antara 100-500 ml/hari dapat dikatakan sebagai oliguria. Kondisi demikian dapat
ditemukan pada penyakit ginjal, kegagalan jantung,luka bakar, dan renjatan
(syok). Secara normal, produksi urin oleh ginjal pada orang dewasa memeiliki
kecepatan 60-120 ml/jam (720-1.440 ml/hari).
f. Volume urin
Volume urin menentukan beberapa jumlah urin yang dikeluarkan dalam
waktu 24 jam. Berdasarkan usia, volume urin normal dapat ditentukan:
No Usia Jumlah/ hari
1 1 - 2 hari 15 – 60 ml
2 3 - 10 hari 100 – 300 ml
3 10 - 2 bulan 250 – 400 ml
4 2 bulan – 1 tahun 400 – 500 ml
5 1 - 3 tahun 500 – 600 ml
6 3 - 5 tahun 600 – 700 ml
7 5 - 8 tahun 700 – 1000 ml
8 8 - 14 tahun 800 – 1400 ml
9 14 tahun – dewasa 1500 ml
10 Dewasa tua ≤ 1500 ml

3. Faktor yang mempengaruhi buang air kecil


a. Diet dan asupan.
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi
output atau jumlah urine. Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine
yang dibentuk. Sedangkan kopi dapat meningkatkan pembentukan urine.
b. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
eliminasi, dalam kaitannya dengan ketersediaan fasilitas toilet.
c. Stres psikologis
Meningkatnya stress dapat mengakibatkan seringnya frekuensi
keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan
berkemih dan jumlah urine yang di produksi.
d. Tingkat aktivitas
Eliminasi urin membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk
fungsi sfringter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan
pengontrolan berkemih menuruk dan kemampuan tonus otot didaptkan dengan
beraktivitas.
e. Respon Keinginan Awal untuk Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat
menyebabkan urine banyak tertahan di dalam vesika urinaria sehingga
mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine.
f. Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dapat mempengaruhi pola
berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak-anak yang lebih memiliki
kecenderungan untuk mengalami kesulitan mengontrol buang air kecil. Namun,
dengan bertambahnya usia kemampuan untuk mengontrol buang air kecil
meningkat.
g. Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit tertentu dapat mempengaruhi produksi urine, seperti
diabetes melitus.
h. Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine,
seperti adanya kultur masyarakat yang melarang untuk buang air kecil di tempat
tertentu.
i. Kebiasaan
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet dapat mengalami
kesulitan untuk berkemih dengan melalui urinal atau pot urine bila dalam
keadaan sakit.
j. Tonus otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses
berkemih adalah kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat
berperan dalam kontraksi pengontrolan pengeluaran urine.
k. Pembedahan
Pembedahan menurunkan filtrasi glomerulus yang dapat menyebabkan
penurunan jumlah produksi urine karena dampak dari pemberian obat anestesi.
l. Pengobatan
Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan jumlah
urine. Misalnya pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan
pemberian obat antikolinergik atau antihipertensi menyebabkan retensi urine.
m. Pemeriksaaan Diagnostik
Prosedur diagnostik yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan
saluran kemih seperti intravenous pyelogram (IVP), dengan membatasi jumlah
asupan dapat mempengaruhi produksi urine. Kemudian, tindakan sistokopi dapat
menimbulkan edema lokal pada uretra yang mengganggu pengeluaran urine.
4. Keadaan urin
No Keadaan Normal Interpretasi
1 Warna Kekuning-kuningan Urine berwarna orange gelap
menunjukan adanya pengaruh
obat, sedangkan warna merah
dan kuning kecoklatan
mengindikasikan adanya penyakit.
2 Bau Aromatik Bau menyengat merupakan
indikasi adanya masalah seperti
infeksi atau penggunaan obat
tertentu.
3 Berat Jenis 1,010 – 1,030 Menunjukan adanya konsentrasi
urine.
4 Kejernihan Terang dan transparan Adanya kekeruhan karena mukus
atau pus.
5 pH Sedikit asam (4,5-7,5) Menunjukan keseimbangan asam-
basa, bila bersifat alkali
menunjukan adanya aktivitas
bakteri.
6 Protein Molekul protein yang Pada kondisi kerusakan ginjal,
besar seperti: albumin, molekul tersebut dapat melewati
fibrinogen, atau globulin saringan masuk ke urine.
tidak dapat disaring
melalui ginjal - urine
7 Darah Tak tampak jelas Hematuria menunjukan trauma
atau penyakit pada saluran kemih
bagian bawah.
8 Glukosa Apabila menetap terjadi pada
pasien diabetes mellitus.

5. Tanda klinis
Tanda klinis gangguan eliminasi urin seperti tanda retensi urine,
inkontinensia urin, enuresis, dan lain-lain.

F. Intervensi Keperawatan
Tujuan dari intervensi keperawatan yang dilakukan adalah untuk memahami arti
eliminasi urin, membantu mengosongkan kandung kemih secara penuh, mencegah
infeksi, mempertahankan integritas kulit dan mencegah kerusakan kulit, memberikan rasa
nyaman dan mengembalikan fungsi kandung kemih,memberikan asupan cairan secara
tepat, serta memulihkan self esteem atau mencegah tekanan emosional. Adapun rencana
tindakan yang dilakukan adalah:
1. Monitor / observasi perubahan faktor, tanda gejala terhadap masalah perubahan
eliminasi urin, retensi dan inkontinensia.
2. Kurangi faktor yang mempengaruhi atau penyebab masalah.
3. Monitor terus perubahan retensi urin.
4. Lakukan katerisasi urin.
Berikut ini merupakan beberapa rencana intervensi yang dapat dilakukan
terhadap masalah atau gangguan pada kebutuhan eliminasi urinari sebagai berikut:
1. Retensi Urine
Latih teknik pengosongan kandung kemih, seperti:
a. Teknik Manuver valsava (meregangkan abdomen), yaitu mengontraksikan otot
abdomen dengan mengejan atau tahan napas selama mengejan.
b. Teknik Manuver Crede, yaitu dengan cara menempatkan kepalan tangan
dibawah area umbilikal dan tekan hingga kuat ke bawah dan ke arah arkus pelvis
hingga pengosongan sempurna.
2. Inkontinensia Dorongan
a. Pertahankan hidrasi secara optimal.
b. Ajarkan untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih dengan cara menentukan
volume kemih setiapkali melakukannya, menganjurkan untuk menahan selama
mungkin, dan menghindari seringnya berkemih yang merupakan kebiasaan.
c. Ajarkan pola berkemih terencana (mengatasi kontraksi kandung kemih).
d. Anjurkan berkemih saat terjaga seperti setelah makan, latihan fisik, mandi dll.
e. Anjurkan untuk menahan sampai waktu berkemih.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam mengatasi iritasi kandung kemih.
3. Inkontinensia Total
a. Pertahankan jumlah cairan dan berkemih.
b. Rencanakan program katerisasi intermiten bila ada indikasi, bila gagal
pertimbangkan pemasangan kateter indweeling.
4. Inkontinensia Stres
Kurangi faktor penyebab seperti kehilangan jaringan atau tonus otot:
a. Ajarkan mengidentifikasi otot dasar pelvis dan kekuatan serta kelemahannya
saat melakukan latihan (kegel sebanyak 25x, setiap latihan 4-6 set setiap hari).
b. Bayangkan menghentikan aliran urin, kencangkan otot belakang dan depan
dalam waktu 10 detik, kemudian lepaskan atau rileks, ulangi hingga 10x.
Kurangi faktor penyebab seperti meningkatnya tekanan abdomen, dengan:
a. Latih untuk menghindari duduk lama.
b. Latih untuk sering berkemih sedikitnya tiap 2 jam.
5. Inkontinensia Refleks
a. Ketuk supra pubis secara dalam, tajam, berulang.
b. Catat jumlah asupan dan pengeluaran.
c. Jadwalkan program katerisasi pada saat tertentu.
6. Inkontinensia Fungsional
a. Tingkatkan faktor yang berperan dalam kontinen seperti: pertahankan hidrasi
optimal (berikan asupan cairan 200-300 ml/hari bila tidak ada kontraindikasi, atur
jarak minum setiap 2 jam, kurangi asupan cairan pada malam hari, kurangi
minum kopi, teh, jus anggur yang berdampak diuretik), pertahankannutrisi yang
adekuat, berikan motivasi kemampuan mengontrol kandung kemih.
b. Jelaskan cara mengenali perubahan urin yang abnormal seperti adanya
peningkatan mukosa, darah dalam urin dan perubahan warna.
c. Ajarkan cara memantau adanya tanda dan gejala ISK, seperti peningkatan suhu,
nyeri saat berkemih, mual atau muntah, dan perubahan keadaan urin.
G. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan terhadap gangguan kebutuhan eliminasi urin secara
umum dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam:
1. Miksi secara normal, ditunjukan dengan kemampuan pasien berkemih sesuai dengan
asupan cairan dan pasien mampu berkemih tanpa menggunakan obat.
2. Mengosongkan kandung kemih, ditunjukan dengan berkurangnya distensi, volume
urin residu, dan lancarnya kepatenan drainase.
3. Mencegah infeksi, ditunjukan dengan tidak adanya infeksi, tidak ditemukan adanya
disuria, urgensi, frekuensi, dan rasa terbakar.
4. Mempertahankan integritas kulit.
5. Memberikan rasa nyaman, ditunjukan dengan berkurangnya disuria, tidak ada
distensi kandung kemih, dan ekspresi senang.
6. Melakukan bleder training, ditunjukan dengan berkurangnya inkontinensia dan
mampu berkemih di saat ingin berkemih.

V. Berpikir Kritis
A. Studi Kasus
Tn. A (50 th) masuk ke RS dengan keluhan sulit buang air kecil sejak 3 minggu
sebelum masuk RS. Pasien mengeluh bila mau buang air kecil harus mengedan terlebih
dahulu dan menimbulkan rasa nyeri pada daerah kemaluannya. Pasien juga mengatakan
sering BAK di malam hari walaupun tidak banyak minum pada sore harinya. Pancaran
kencingnya melemah dan terkadang menetes. Pasien merokok sejak remaja namun
sudah berhenti 10 tahun lalu karena suka batuk – batuk, tidak pernah minum alkohol.
Setelah perawat melakukan pemeriksaan fisik didapatkan GCS M6V5E4, TD 120/80
mmHg, Nadi 88x/mnt, RR 24x/mnt, takipnea (-), hasil USG, buli-buli dengan kesan.
Dokter mendiagnosa bahwa Tn.A menderita Benigna Prostate Hiperplasia (BPH).
B. Pertanyaan Terkait
1. Jelaskan anatomi fisiologi sistem perkemihan dan persarafannya!
2. Identifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi eliminasi (urinari) !
3. Diskusikan mengenai Benigna Prostate Hiperplasia (BPH)!
4. Identifikasi masalah kesehatan terkait kebutuhan eliminasi (urinari)!
5. Jelaskan proses pengkajian pemenuhan kebutuhan eliminasi (urinari)!
6. Diskusikan diagnosa keperawatan yang sesuai bagi klien yang mengalami gangguan
eliminasi (urinari)!
7. Identifikasi tujuan dan kriteria hasil untuk pemenuhan kebutuhan eliminasi (urinari)!
8. Diskusikan intervensi keperawatan yang diperlukan terkait masalah – masalah
kebutuhan eliminasi (urinari)!
9. Identifikasi prosedur evaluasi terkait eliminasi (urinari)!

VI. Keterampilan Klinik


Pemberian Kompres Hangat

VII. Evaluasi
1. Penyaringan yang terjadi pada ginjal terjadi di .....................
a. Glomerulus
b. Tubulus proksimal
c. Lengkung henle
d. Capsula bowmen
e. Nefron
2. Berikut ini merupakan beberapa fungsi ginjal ..............
(1) Mengekskresikan sisa – sisa metabolisme, zat racun dan obat – obatan.
(2) Mengatur produksi sel darah merah
(3) Pengatur keseimbangan asam dan basa.
(4) Tempat menyalurkan urin keluar
3. Proses penyerapan substansi yang tersaring seperti glukosa, asam amino, fosfat, sulfat,
dan organik anion merupakan tahap pembuntukan urin ..................
a. Filtrasi
b. Absorbsi
c. Reabsorbsi
d. Augmentasi
e. Retensi
4. Berikut ini merupakan tanda dan gejala dari inkontinensia stress adalah ............
(1) Adanya urine menetes dengan peningkatan tekanan abdomen
(2) Adanya dorongan berkemih
(3) Sering miksi (lebih dari 2 jam sekali)
(4) Distensi vesika urinaria dan ketidaksanggupan untuk berkemih
5. Anak – anak dan lanjut usia sering mengalami kesulitan terhadap kemampuannya untuk
mengontrol buang air kecil, hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh faktor ...............
a. Kebiasaaan
b. Sosiokultural
c. Diet dan asupan
d. Tingkat perkembangan
e. Kondisi penyakit
6. Volume urin normal yang dikeluarkan untuk usia dewasa per hari kurang lebih adalah .....
a. 250 – 400 ml
b. 400 – 500 ml
c. 1500 ml
d. 2500 ml
e. >2500 ml
Soal untuk No 7 - 10
Nn. F (19 th) mengeluh nyeri pada area suprapubik, menurut pengakuannya bahwa ia
tidak BAK selama 2 hari, dan merasa tidak nyaman di daerah pubis, tampak ada distensi
blass dan nyeri tekan.
7. Gejala – gejala yang ditunjukan Nn.F kemungkinan menunjukan ................
a. Inkontinensia urine
b. Retensi urine
c. Disuria
d. Poliuria
e. Anuria
8. Tindakan keperawatan yang tepat untuk mengatasi masalah diatas adalah ................
a. Anjurkan perbanyak minum air hangat setiap bangun tidur
b. Lakukan kompres hangat dan dingin secara bergantian
c. Lakukan penekanan pada suprapubik untuk mendorong urine keluar
d. Latihan toilet training
e. Kolaborasi pemasangan kondom kateter
9. Evaluasi yang dapat dilakukan pada kasus diatas adalah ..............
(1) Nyeri hilang atau berkurang
(2) Tanda – tanda infeksi hilang
(3) Merasa nyaman dan tidak ada distensi kandung kemih
(4) Nafsu makan bertambah
10. Ketidakseimbangan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan tidak mampu
mengontrol sfingter eksterna disebut .............
a. Enuresis
b. Retensi urin
c. Disuria
d. Urgency
e. Anuria

VIII. Daftar Pustaka


Alimul, Aziz. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia “Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan”. Jakarta: Salemba Medika.
Guyton, Arthur. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddarth
Vol. 3. Jakarta: EGC.
Towarto, Wartonal. 2007. Kebutuhan Dasar & Proses Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
Salemba Medika.
William, Ganong. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai