Anda di halaman 1dari 3

PPN untuk perusahaan retail dan perusahaan lainnya

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai
dari barang atau jasa dalam setiap proses produksi maupun distribusi. PPN dibebankan atas
transaksi jual beli barang atau jasa yang dilakukan oleh Wajib Pajak Badan yang telah
terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
197 Tahun 2013 terdapat aturan yang mengatur tentang penyesuaian batasan omset
pengusaha kecil untuk dikenakan PPN. Adapun batasan omset yang dimaksud adalah sebesar
Rp 4,8 milyar. Perusahaan retail yang memiliki omset di bawah Rp 4,8 milyar dalam satu
tahun tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP), sehingga tidak wajib memungut, menyetir, dan melaporkan PPN dan PPnBM yang
terutang atas penyerahan BKP atau JKP yang dilakukannya.

Perusahaan retail yang tergolong sebagai PKP (nilai omset per tahun lebih dari R4,8 milyar)
berkewajiban untuk membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan BKP atau JKP. Faktur
pajak yang dimaksud dapat berupa bon konstan, faktur penjualan, cash register, karcis,
kuitansi, atau tanda bukti penyerahan atau penyerahan lainnya yang sejenis. Dengan
karakteristik perusahaan retail yang memiliki jumlah transaksi penyerahan barang yang relatif
banyak namun dengan nilai relatif kecil menyebabkan perusahaan retail akan mengalami
kesulitan apabila diperlakukan sama seperti PKP lainnya dalam pembuatan dan pengelolaan
faktur pajak. Oleh karena itu, perusahaan retail dapat mengikuti aturan khusus yang
memungkinkan untuk menerbitkan faktur pajak tanpa mencantumkan identitas pembeli serta
nama dan tanda tangan penjual dalam setiap transaksinya. Hal ini sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam Pasal 20 Ayat (1) PP Nomor I tahun 2012.

Dalam sistem with holding tax, pihak ketiga diberikan kepercayaan untuk melaksanakan
kewajiban memotong atau memungut pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada
penerima penghasilan sekaligus menyetorkannya ke kas negara. Dalam keberlangsungannya,
perusahaan retail skala besar juga tidak terlepas dari urusan pemotongan dan pemungutan
Pajak Penghasilan (PPh) secara with holding. Misalnya, untuk pembayaran kepada penyedia
jasa legal, akuntansi, dan lain sebagainya.

Perusahaan retail harus memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah imbalan bruto tidak
termasuk PPN yang dibayarkan kepada penerima jasa. Perusahaan retail juga harus
memotong PPh pasar 21 atas pembayaran gaji kepada karyawan yang besar penghasilannya
telah melebihi batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar Rp54 juta per tahunnya.
Selain itu, ada juga pemotongan PPh Pasal 4 Ayat (2) atas pembayaran biaya sewa gudang
dan toko sebesar 10% dari jumlah bruto biaya sewa.

Belakang ini, perusahaan retail seperti mini market juga menyediakan layanan layaknya kafe,
yang menyediakan berbagai jenis makanan dan minuman, serta menyediakan tempat atau
ruangan bagi pelanggannya untuk menikmati makanan atau minuman yang disajikan. Mini
market dengan layanan tersebut masuk dalam kategori convenience store, sehingga akan
digolongkan sebagai kafetaria. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, convenience store digolongkan sebagai wajib
pajak restoran. Dengan demikian, atas penjualan berbagai makan dan minumal yang dijual
oleh convenience store tersebut dikenakan pajak restoran, serta tidak lagi dikenakan PPN. Hal
ini sesuai dengan ketentuan dalam UU PPN Pasal 4A Ayat 2.

Semua perusahaan baik itu berbentuk perusahaan perorangan, badan usaha, ataupun badan
hukum, apabila telah memiliki NPWP maka sudah melekat kewajiban perpajakan pada
perusahaan tersebut. Hal ini tercantum dalam Pasal 3 ayat 1 Undang-undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali
Diubah Terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 (“UU No.6/1983”), yang
menyatakan bahwa:

”Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas,
dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang
Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.”

Setiap perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), wajib
melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN merupakan suatu pajak yang
dikenakan atas konsumsi dalam negeri oleh pribadi, badan atau pemerintah. Setiap
penyerahan barang atau jasa kena pajak yang dilakukan di dalam wilayah negara Republik
Indonesia seperti transaksi jual beli, impor dan ekspor, wajib dipungut PPN. Tarif PPN untuk
penyerahan barang atau jasa kena pajak di dalam negeri seperti transaksi jual-beli dan impor
adalah sebesar 10%, sedangkan untuk ekspor adalah sebesar 0%.
Pengenaan PPN adalah dengan cara mengalikan tarif dengan harga jual untuk barang atau
penggantian untuk jasa. Setiap perusahaan yang melakukan penyerahan barang atau jasa kena
pajak wajib menerbitkan faktur pajak yang merupakan bukti pungutan PPN dengan
menggunakan aplikasi E-Faktur.

https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/bisnis-ritel

https://www.easybiz.id/pajak-perusahaan-tiap-bulan/

Anda mungkin juga menyukai