Anda di halaman 1dari 35

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.102

Akuntansi untuk penjual

1. Pengakuan dan Pengukuran

a. Pada saat perolehan, asset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar

biaya perolehan.

b. Pengukuran asset murabahah setelah perolehan adalah sebagai berikut :

1) Jika murabahah pesanan mengikat :

a) Dinilai sebesar biaya perolehan dan,

b) Jika terjadi penurunan nilai asset karena usang, rusak, atau kondisi

lainnya sebelum diserahkan ke nasabah, penurunan nilai tersebut

diakui sebagai beban dan mengurangi nilai asset.

2) Jika murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak

mengikat:

a) Dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat

direalisasi, mana yang lebih rendah dan,

b) Jika nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya

perolehan, selisihnya diakui sebagai kerugian.

c. Potongan pembelian asset murabahah diakui sebagai berikut :

1) Pengurang biaya perolehan asset murabahah, jika terjadi sebelum akad

murabahah.

7
8

2) Kewajiban kepada pembeli, jika terjadi setelah akad murabahah dan

sesuai akad yang disepakati menjadi hak pembeli.

3) Tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi setelah akad

murabahah dan sesuai akad yang menjadi hak penjual, atau

4) Pendapatan operasi lain, jika terjadi setelah akad murabahah dan tidak

diperjanjikan dalam akad.

d. Kewajiban penjual kepada pembeli atas pengembalian potongan

pembelian akan tereleminasi pada saat :

1) Dilakukan pembayaran kepada pembeli sebesar jumlah potongan

setelah dikurangi dengan biaya pengembalian, atau

2) Dipindahkan sebagai dana kebajikan, jika pembeli sudah tidak dapat

dijangkau oleh penjual.

e. Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui sebesar biaya

perolehan asset murabahah ditambah keuntungan yang disepakati. Pada

akhir periode laporan keuangan, piutang murabahah dinilai sebesar nilai

bersih yang dapat direalisasi, yaitu saldo piutang dikurangi penyisihan

kerugian piutang.

f. Keuntungan murabahah diakui :

1) Pada saat terjadinya penyerahan barang, jika dilakukan secara tunai

atau secara tangguh yang tidak melebihi satu tahun, atau

2) Selama periode akad sesuai dengan tingkat risiko dan upaya untuk

merealisasikan keuntungan tersebut, untuk transaksi tangguh lebih dari

satu tahun.
9

g. Pengakuan keuntungan yang dilakukan secara proporsional atas jumlah

piutang yang berhasil ditagih dengan mengalikan persentase keuntungan

terhadap jumlah piutang yang berhasil ditagih. Persentase keuntungan

dihitung dengan perbandingan antara marjin dan biaya perolehan asset

murabahah.

h. Potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan kepada pembeli

yang melunasi tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang disepakati

diakui sebagai pengurang keuntungan murabahah.

i. Pemberian potongan pelunasan piutang murabahah dapat dilakukan

dengan menggunakan salah satu metode berikut ini :

1) Diberikan pada saat pelunasan, yaitu penjual mengurangi piutang

murabahah dan keuntungan murabahah, atau

2) Diberikan setelah pelunasan, yaitu penjual menerima pelunasan

piutang dari pembeli dan kemudian membayarkan potongan

pelunasannya kepada pembeli.

j. Potongan angsuran murabahah diakui sebagai berikut :

1) Jika disebabkan oleh pembeli yang membayar secara tepat waktu,

diakui sebagai pengurang keuntungan murabahah.

2) Jika disebabkan oleh penurunan kemampuan pembayaran pembeli

akan diakui sebagai beban.

k. Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai

dengan akad, dan denda yang diterima diakui sebagai bagian dana

kebajikan.
10

l. Pengakuan dan pengukuran uang muka adalah sebagai berikut :

1) Uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang

diterima.

2) Pada saat barang jadi dibeli oleh pembeli, maka uang muka diakui

sebagai pembayaran piutang, dan

3) Jika barang batal dibeli oleh pembeli, uang muka dikembalikan kepada

pembeli setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah

dikeluarkan oleh penjual.

2. Penyajian

a. Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat

direalisasikan, yaitu saldo piutang murabahah dikurangi penyisihan

kerugian piutang.

b. Marjin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra

account) piutang murabahah.

c. Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra

account) utang murabahah.

3. Pengungkapan

Bank syariah sebagai penjual mengungkapkan hal-hal yang terkait

dengan transaksi murabahah, tetapi tidak terbatas pada :

a. Harga perolehan asset murabahah.

b. Janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai

kewajiban atau bukan, dan


11

c. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No.101 tentang Penyajian

Laporan Keuangan Syariah.

Nasabah sebagai pembeli mengungkapkan hal-hal yang terkait

dengan transaksi murabahah, tetapi tidak terbatas pada :

a. Nilai tunai asset yang diperoleh dari transaksi murabahah.

b. Jangka waktu murabahah tangguh.

c. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No.101 tentang Penyajian

Laporan Keuangan Syariah.

B. Penetapan Marjin Keuntungan Murabahah

Menurut Adiwarman (2010 : 279), bank syariah menerapkan marjin

keuntungan terhadap produk-produk pembiayaaan yang berbasis Natural

Certainty Contracts (NCC), yakni akad bisnis yang memberikan kepastian

pembayaran, baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing), seperti

pembiayaan murabahah, ijarah, ijarah muntahia bit tamlik, salam, dan istishna’.

Yang dimaksud dengan referensi marjin keuntungan adalah marjin keuntungan

yang ditetapkan dalam rapat ALCO (Asset Liability Comitee) Bank Syariah.

Penetapan marjin keuntungan pembiayaan berdasarkan rekomendasi, usul dan

saran dari Tim ALCO Bank Syariah, dengan mempertimbangkan beberapa hal

berikut :

1. Direct Competitor’s Market Rate (DCMR)

Yang dimaksud dengan Direct Competitor’s Market Rate (DCMR) adalah

tingkat marjin keuntungan rata-rata perbankan syariah, atau tingkat marjin


12

keuntungan rata-rata beberapa bank syariah yang ditetapkan dalam rapat

ALCO sebagai kelompok kompetitor langsung, atau tingkat marjin

keuntungan bank syariah tertentu yang ditetapkan dalam rapat ALCO sebagai

kompetitor langsung terdekat.

2. Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR)

Yang dimaksud dengan Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR) adalah

tingkat suku bunga rata-rata perbankan konvensional, atau tingkat rata-rata

suku bunga beberapa bank konvensional yang dalam rapat ALCO ditetapkan

sebagai kelompok kompetitor tidak langsung, atau tingkat rata-rata suku

bunga bank konvensional tertentu yang dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai

kompetitor tidak langsung yang terdekat.

3. Expected Competitive Return for Investors (ECRI)

Yang dimaksud dengan Expected Competitive Return for Investors (ECRI)

adalah target bagi hasil kompetitif yang diharapkan dapat diberikan kepada

dana pihak ketiga.

4. Acquiring Cost

Yang dimaksud dengan Acquiring cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh

bank yang langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak

ketiga.

5. Overhead Cost

Yang dimaksud dengan Overhead Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh

bank yang tidak langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak

ketiga.
13

Beban operasional merupakan beban yang dapat dikeluarkan untuk

mendukung kegiatan operasional bank baik secara langsung maupun tidak. Beban

operasional itu terdiri dari beban tenaga kerja, beban umum dan administrasi,

beban penyisihan kerugian aktiva produktif, beban bonus giro wadiah, dan lain

sebagainya.

Piutang murabahah adalah tagihan yang timbul dari transaksi jual beli

berdasarkan akad murabahah, dengan kata lain piutang murabahah menunjukkan

jumlah pembiayaan murabahah yang disalurkan oleh bank syariah.

Bank syariah harus tidak hanya menjadikan tingkat suku bunga sebagai

rujukan dalam penentuan harga jual (pokok + marjin) produk murabahah. Cara

penetapan marjin yang hanya mengacu pada suku bunga merupakan langkah sesat

sekaligus menyesatkan dan lebih berat lagi dapat merusak reputasi bank syariah.

Dalam praktiknya, barangkali tingginya margin yang diambil oleh pihak bank

syariah adalah untuk mengantisipasi naiknya suku di pasar atau inflasi. Sehingga

kalau terjadi kenaikan suku bunga yang besar, maka bank syariah tidak

mengalami kerugian secara riil, namun demikian apabila suku bunga di pasar

tetap stabil atau bahkan turun, maka marjin murabahah akan lebih besar

dibandingkan dengan tingkat bunga pada bank konvensional.

Dengan menetapkan marjin keuntungan murabahah yang tinggi ini,

secara tidak langsung bahkan akan dapat menyebabkan inflasi yang lebih besar

dari pada yang disebabkan oleh suku bunga. Oleh sebab itu, perlu dicari format

atau formula yang tetap, agar nilai penjualan dengan murabahah tidak mengacu

pada sikap mengantisipasi kenaikan suku bunga selama masa pembayaran cicilan,
14

karena mengkaitkan marjin keuntungan murabahah dengan bunga perbankan

konvensional, baik diatasnya maupun dibawahnya, tetaplah bukan cara yang baik.

Sebaiknya, penetapan harga jual murabahah dapat dilakukan dengan

cara Rasulullah ketika berdagang. Dalam menentukan harga penjualan, Rasul

secara transparan menjelaskan berapa harga belinya, berapa biaya yang telah

dikeluarkan untuk setiap komoditas dan berapa keuntungan wajar yang

diinginkan. Cara yang dilakukan Rasulullah ini dapat dipakai sebagai salah satu

metode bank syariah dalam menentukan harga jual produk murabahah.

Demikian juga jika semakin besar target volume pembiayaan, maka

semakin tinggi peluang memperoleh keuntungan. Hal penting yang perlu diingat

dan dicatat, hasil perhitungan marjin yang dicantumkan dalam kontrak

murabahah dinyatakan dalam angka nominal, bukan bentuk persentasenya.

Apabila marjin harga jual bank syariah lebih tinggi dari bunga pinjaman

bank kionvensional maka dapat dilakukan beberapa peninjauan, yaitu pertama,

terhadap tingkat keuntungan, kedua terhadap proyeksi biaya operasi, dan ketiga

terhadap target volume pembiayaan. Dengan kata lain marjin harga jual bank

syariah harus selalu bersaing (lebih murah) dari bunga pinjaman bank

konvensional. Semakin murah harga jual yang ditawarkan bank syariah dapat

merupakan suatu petunjuk bahwa bank syariah tersebut beroperasi dengan efisien.

Dengan harga jual pembiayaan murabahah yang relatif murah akan mendorong

sektor riil untuk lebih berkembang lagi.

Penetapan marjin keuntungan bagi bank syariah memiliki banyak faktor

yang akan menjadi pertimbangan bank dalam menentukan besaran marjin yang
15

harus dibebankan pada suatu pembiayaan. Tampaknya dalam pembiayaan

murabahah, faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan marjin adalah

kebutuhan bank syariah untuk memperoleh keuntungan riil, inflasi, suku bunga

berjalan, kebijakan moneter, bahkan suku bunga luar negeri, serta marketabilitas

barang-barang murabahah, dan tidak terlepas dari itu adalah tingkat laba yang

diharapkan dari barang-barang tersebut.

Kalau melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan marjin

tersebut tidak berbeda dengan penetapan suku bunga pada bank konvensional.

Bank konvensional dalam mengambil suku bunga bank ditetapkan berdasarkan

faktor kebutuhan bank untuk mendapatkan keuntungan riil, demikian pula

tergantung pada inflasi, ketidakpastian tingkat inflasi di masa datang, preferensi

likuiditas serta permintaan akan pinjaman, kebijakan moneter, dan suku bunga

luar negeri. Penggunaan suatu metode yang mengaitkan marjin dengan tingkat

persentase tertentu seolah menyatakan kalau marjin tidak ada bedanya dengan

suatu tingkat bunga.

C. Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Murabahah

Menurut Rizal dkk (2009 : 185-200) contoh transaksi jual beli murabahah sebagai

berikut :

Pada tanggal 5 januari 20XA, PT HANIYA melakukan negosiasi dengan Bank

Murni Syariah untuk memperoleh fasilitas murabahah dengan pesanan untuk

pembelian kendaraan sebuah mobil dengan recana sebagai berikut.

Harga Barang Rp 100 juta


Uang Muka Rp 10 juta (10% dari harga barang)
16

Pembiayaan oleh bank Rp 90 juta


Marjin Rp 18 juta (20% dari pembiayaan oleh bank)
harga Jual Rp 118 juta (harga barang plus marjin)
Jangka Waktu 24 Bulan
Biaya Administrasi 1% dari pembiayaan oleh bank

Teknis perhitungan yang diperlukan dalam transaksi murabahah antara lain

adalah:

1. Perhitungan penentuan marjin murabahah

Dalam praktis perbankan, biasanya marjin dihitung dengan

menggunakan metode anuitas, makin lama jangka waktu pembiayaan, maka

makin besar marjin yang dikenakan pada nasabah. Dalam diskusi ekonomi

syariah, pembolehan konsep tersebut dikarenakan konsep anuitas hanya

digunakan sebagai dasar perhitungan marjin. Setelah marjin ditentukan, nilai

marjin tersebut bersifat tetap dan tidak berubah kendati terjadi keterlambatan

pembayaran oleh nasabah. Hal ini juga disebutkan dalam PSAK No.102

bahwa akad murabahah memperkenankan penawaran harga yang berbeda

untuk cara pembayaran yang berbeda sebelum akad murabahah dilakukan.

Namun, jika akad tersebut telah disepakati, maka hanya ada satu harga yang

digunakan (PSAK No.102 paragraf 9).

2. Perhitungan angsuran per bulan dan pendapatan yang diakui

Angsuran per bulan bersifat merata dan tetap sepanjang masa pelunasan.

Perhitungan angsuran dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut.

Total piutang – Uang muka


Angsuran per bulan =
Jumlah bulan pelunasan
17

Misalkan, dengan menggunakan data murabahah dengan pesanan di atas

(Total piutang Rp 118 juta, uang muka Rp 10 juta, jangka waktu 24 bulan),

maka:

Angsuran per bulan = (Total piutang – Uang muka)/Jumlah bulan pelunasan

= (Rp 118.000.000 – Rp 10.000.000)/24

= Rp 108.000.000/24

= Rp 4.500.000

3. Perhitungan pendapatan marjin yang diakui saat jatuh tempo atau pembayaran

angsuran

Setiap tanggal jatuh tempo, bank syariah akan mengakui adanya pendapatan

marjin. Besarnya pendapatan marjin yang diakui bergantung pada alternatif

pendekatan yang digunakan. Bila bank menggunakan pendekatan

proporsional, maka besarnya marjin setiap bulan adalah sama, sedangkan bila

menggunakan pendekatan tabel anuitas, maka marjin pada bulan pertama akan

lebih besar dibanding dengan bulan kedua dan seterusnya. Bedasarkan PSAK

No.102, pendekatan yang disarankan adalah pendekatan proporsional, yaitu

proporsional terhadap jumlah piutang yang berhasil ditagih dengan

mengalikan persentase keuntungan terhadap jumlah piutang yang berhasil

ditagih (PSAK No.102 paragraf 24). Adapun persentase keuntungan dapat

dihitung dari :

a. Perhitungan persentase keuntungan dari perbandingan marjin dengan biaya

perolehan
18

Dalam PSAK No.102 paragraf 24 disebutkan bahwa persentase keuntungan

dihitung dengan perbandingan antara marjin dan biaya perolehan aset

murabahah. Aplikasi perhitungan pendekatan ini adalah sebagai berikut.

Total marjin
Persentase keuntungan = X 100%
Biaya perolehan aset murabahah diluar uang muka nasabah

Rp 18.000.000
= X 100%
Rp 90.000.000

= 20%

Marjin per bulan = 20% x Biaya perolehan per bulan

Penggunaan persentase keuntungan dari perbandingan marjin dengan biaya

perolehan aset murabahah tidaklah praktis untuk diterapkan terutama dalam

melakukan perhitungan marjin yang diakui oleh bank pada saat adanya

angsuran oleh nasabah. Untuk itu perhitungan persentase keuntungan

sebaiknya diambil dari perbandingan marjin dengan total piutang diluar uang

muka yang telah dibayar nasabah.

b. Perhitungan persentase keuntungan dari perbandingan marjin dengan total

piutang

Perhitungan persentase keuntungan dari perbandingan marjin dengan total

piutang adalah sebagai berikut ditunjukkan oleh rumus berikut.

Total Marjin
Persentase keuntungan = X 100%
Total Piutang Bersih
19

Rp 18.000.000
= X 100%
Rp 108.000.000

= 16,6666667 %

Penggunaan pendekatan ini akan sangat membantu dalam hal perhitungan

marjin per bulan yang dihitung proporsional terhadap jumlah yang dibayar.

Marjin per bulan = Persentase keuntungan x Angsuran per bulan

= 16,6666667 % x Rp 4.500.000

= Rp 750.000

Pokok per bulan = Angsuran per bulan – Marjin per bulan

= Rp 4.500.000 – Rp 750.000

= Rp 3.750.000

Dengan demikian, untuk setiap pembayaran angsuran sebesar Rp 4.500.000 per

bulan, terkandung didalamnya marjin sebesar Rp 750.000 dan pokok sebesar Rp

3.750.000.

Berdasarkan perhitungan angsuran, pokok dan marjin per bulan di atas, bank

selanjutnya menyiapkan skedul pembayaran murabahah untuk PT Haniya

seperti terlihat pada tabel 2.1.


20

Tabel 2.1

Jadwal Pembayaran Murabahah PT Haniya

Angsuran per Bulan


No. Tanggal Jatuh Tempo (Rp) Pokok (Rp) Marjin (Rp)
1 10 Feb 20XA 4,500,000 3,750,000 750,000
2 10 Mar 20XA 4,500,000 3,750,000 750,000
3 10 Apr 20XA 4,500,000 3,750,000 750,000
4 10 Mei 20XA 4,500,000 3,750,000 750,000
5 10 Jun 20XA 4,500,000 3,750,000 750,000
6 10 Jul 20XA 4,500,000 3,750,000 750,000
7 10 Agt 20XA 4,500,000 3,750,000 750,000
8 10 Sep 20XA 4,500,000 3,750,000 750,000
9 10 Okt 20XA 4,500,000 3,750,000 750,000
10 10 Nov 20XA 4,500,000 3,750,000 750,000
11 10 Des 20XA 4,500,000 3,750,000 750,000
12 10 Jan 20XB 4,500,000 3,750,000 750,000
13 10 Feb 20XB 4,500,000 3,750,000 750,000
14 10 Mar 20XB 4,500,000 3,750,000 750,000
15 10 Apr 20XB 4,500,000 3,750,000 750,000
16 10 Mei 20XB 4,500,000 3,750,000 750,000
17 10 Jun 20XB 4,500,000 3,750,000 750,000
18 10 Jul 20XB 4,500,000 3,750,000 750,000
19 10 Agt 20XB 4,500,000 3,750,000 750,000
20 10 Sep 20XB 4,500,000 3,750,000 750,000
21 10 Okt 20XB 4,500,000 3,750,000 750,000
22 10 Nov 20XB 4,500,000 3,750,000 750,000
23 10 Des 20XB 4,500,000 3,750,000 750,000
24 10 Jan 20XC 4,500,000 3,750,000 750,000
TOTAL 108,000,000 90,000,000 18,000,000
Sumber: Rizal Yahya dkk, 2009: 189

4. Akuntansi Transaksi Murabahah

a. Saat negosiasi

Pada waktu negosiasi, bank syariah tidak melakukan jurnal apa pun mengingat

negosiasi tersebut belum memilki implikasi terhadap posisi keuangan bank

syariah.
21

b. Pengakuan uang muka

Berdasarkan PSAK No.102 paragraf 30 disebutkan bahwa uang muka diakui

sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima. Dalam praktek

perbankan, terdapat tiga macam alternatif mekanisme perlakuan uang muka.

Pertama, dengan mendebit langsung uang muka yang disepakati tersebut;

kedua,memblokir rekening nasabah sebesar nilai yang disepakati, dan ketiga,

uang muka dipegang dan dibayar langsung oleh nasabah kepada pemasok.

Berikut akan dibahas alternatif mendebit langsung rekening nasabah sebesar

uang muka yang disepakati. Alternatif mendebit langsung rekening nasabah

sebesar uang muka yang disepakati ini merupakan contoh yang digunakan

dalam Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah (PAPSI). Sekiranya yang

digunakan adalah kebijakan pendebitan langsung untuk mengakui adanya

uang muka, saldo rekening nasabah langsung berkurang sebesar nilai uang

muka yang disepakati.

05/01/XA Db. Rekening tabungan murabahah PT Haniya Rp 10 juta

Kr. Uang muka Rp 10 juta

c. Pembelian barang pesanan

Pembelian barang pesanan dapat dilakukan dengan dua alternatif, yaitu (1)

bank membeli sendiri barang yang dipesan, dan (2) bank mewakilkan kepada

nasabah pembeli membeli barang yang dipesan atas nama bank syariah.

Dalam hal ini alternatif mewakilkan kepada nasabah merupakan hal yang

umum diterapkan oleh perbankan syariah.


22

Alternatif pembelian sendiri oleh bank merupakan contoh yang digunakan

dalam Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah (PAPSI). Dalam pembelian

sendiri oleh bank dapat dilakukan dengan membeli secara tunai kepada

pemasok atau membeli secara kredit kepada pemasok. Berikut akan dibahas

pembelian barang pesanan yang dilakukan oleh bank.

Alternatif 1a: Membeli langsung barang secara tunai kepada pemasok

Misalkan pada tanggal 7 Januari 20XA, untuk keperluan transaksi murabahah

dengan PT Haniya, BMS melakukan pembelian barang pesanan PT Haniya

kepada pemasok “Z” senilai Rp 100 juta secara tunai. Jurnal untuk mencatat

transaksi tersebut adalah sebagai berikut.

07/1/XA Db. Persediaan aset murabahah Rp 100 juta

Kr. Kas/Rekening nasabah-pemasok Rp 100 juta

Alternatif 1b: Membeli langsung barang secara kredit kepada pemasok

Misalkan pada tanggal 7 Januari 20XA, untuk keperluan transaksi murabahah

dengan PT Haniya, BMS melakukan pembelian barang pesanan PT Haniya

kepada pemasok “Z” senilai Rp 100 juta secara kredit. Jurnal untuk mencatat

transaksi tersebut adalah sebagai berikut.

Db. Persediaan aset murabahah Rp 100 juta

Kr. Utang pada pemasok Rp 100 juta

Jurnal saat pelunasan utang pada pemasok adalah sebagai berikut.

Db. Utang pada pemasok Rp 100 juta

Kr. Kas/Rekening pemasok Rp 100 juta

d. Saat akad murabahah tidak jadi disepakati


23

Berdasarkan PSAK No.102 paragraf 30 disebutkan bahwa jika barang batal

dibeli oleh pembeli, maka uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah

diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh penjual.

Misalkan pada tanggal 10 Januari 20XA, nasabah pembeli membatalkan

rencana pembeliannya dan meminta kembali uang muka yang telah didebit

oleh bank syariah. Atas pembatalan rencana pembelian tersebut, bank syariah

memotong uang muka sebesar Rp 1.000.000 untuk mengganti biaya-biaya

yang telah dikeluarkan oleh bank syariah dalam rangka pengadaan barang dan

rugi yang ditanggung karena membatalkan pembelian pada pemasok. Jurnal

pengembalian uang muka tersebut adalah sebagai berikut.

Db. Uang muka Rp 10.000.000

Kr. Pendapatan operasional Rp 1.000.000

Kr. Kas Rp 9.000.000

e. Saat akad murabahah disepakati

Tanggal 10/1/20XA, PT Haniya menandatangani akad murabahah

sebagaimana yang telah dinegosiasikan tanggal 5 Januari 20XA. Pada saat

akad murabahah jadi disepakati tersebut terdapat beberapa transaksi yang

perlu dicatat, yaitu (1) penjualan murabahah oleh bank kepada PT Haniya, (2)

pengakuan uang muka sebagai bagian pelunasan piutang murabahah, dan (3)

pengakuan pendapatan administrasi dan penerimaan lain atas biaya yang

dibebankan kepada nasabah pembiayaan.

1) Pencatatan penjualan murabahah


24

Berdasarkan PSAK No.102 paragraf 22, piutang murabahah diakui sebesar

biaya perolehan aset murabahah ditambah keuntungan yang disepakati.

Adapun jurnalnya adalah sebagai berikut:

10/1/XA Db. Piutang murabahah Rp 118 juta

Kr. Persediaan aset murabahah Rp 100 juta

Kr. Marjin murabahah yang ditangguhkan Rp 18 juta

2) Pencatatan uang muka sebagai bagian pelunasan murabahah

Berdasarkan PSAK No.102 paragraf 30, disebutkan bahwa jika barang jadi

dibeli oleh pembeli (akad jual beli disepakati), uang muka diakui sebagai

pembayaran piutang. Pengakuan uang muka sebagai bagian pelunasan piutang

murabahah dilakukan sesuai dengan metode pencatatan uang muka sebelum

akad murabahah disepakati. Untuk uang muka yang sebelumnya diakui

dengan mendebit rekening nasabah, jurnal pengakuan uang muka sebagai

bagian pelunasan piutang murabahah adalah sebagai berikut.

10/1/XA Db. Uang muka Rp 10.000.000

Kr. Piutang murabahah Rp 10.000.000

3) Pencataat biaya-biaya yang ditanggung nasabah

Sehubungan dengan pembiayaan yang diberikan, pada umumnya bank

membebankan beberapa jenis biaya kepada nasabah. Biaya-biaya tersebut

antara lain biaya administrasi, biaya materai, biaya notaris, biaya asuransi.

Misalkan dalam transaksi murabahah PT Haniya, nasabah dikenakan biaya-

biaya sebagai berikut.

Biaya administrasi Rp 900.000


Biaya materai Rp 30.000
25

Biaya notaries Rp 225.000 (0,25% dari pembiyaan oleh bank)


Biaya asuransi jiwa Rp 378.000 (0,21%x2tahun x pembiayaan oleh bank)
Jurnal terhadap transaksi di atas adalah sebagai berikut.
10/1/XA Db. Rekening nasabah- PT Haniya Rp 1.533.000

Kr. Pendapatan administarsi Rp 900.000

Kr. Persediaan materai Rp 30.000

Kr. Rekening notaries Rp 225.000

Kr. Rekening perusahaan asuransi Rp 378.000

f. Pembayaran angsuran dan pengakuan keuntungan murabahah

Pengakuan keuntungan murabahah dibedakan berdasarkan waktu pelunasan

piutang murabahah, yaitu dalam masa satu tahun atau lebih. Jika murabahah

dilakuka secara tunai atau tangguh yang tidak melebihi satu tahun, maka

keuntungan murabahah dilakukan secara tunai (PSAK No.102 paragraf 23a).

Jika murabahah dilakukan dengan transaksi tangguh lebih dari satu tahun,

terdapat beberapa alternatif metode pengakuan yang sesuai dengan

karakteristik resiko dan upaya transaksi murabahahnya (PSAK No.102

paragraf 23b). Beberapa metode tersebut adalah sebagai berikut.

1) Keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah. Metode ini

diterapkan untuk murabahah tangguh yang resiko penagihan kas dari

piutang murabahah dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya

relatif rendah.

2) Keuntungan diakui proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih

dari piutang murabahah. Metode ini diterapkan untuk transaksi

murabahah tangguh yang resiko piutang tidak tertagih relatif besar


26

dan/atau beban untuk mengelola dan menagih piutang tersebut relatif besar

juga.

3) Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih.

Metode ini diterapkan untuk transaksi murabahah tangguh dimana resiko

piutang tidak tertagih dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya

cukup besar. Dalam praktik ini jarang dipakai karena transaksi murabahah

tangguh mungkin tidak terjadi bila tidak ada kepastian yang memadai akan

penagihan kasnya.

Dalam perbankan, praktik akuntansi yang cenderung digunakan dalam hal

pengakuan keuntungan adalah alternatif yang terdapat pada paragraf 23b butir

(2), yaitu pengakuan keuntungan proporsional dengan besaran kas yang

berhasil ditagih. Hal ini disebabkan karena nasabah cenderung melunasi

piutang dalam jangka waktu lebih satu tahun. Selain itu, dengan menggunakan

prinsip konservatisma, bank cenderung menilai tinggi terhadap resiko piutang

murabahah tidak tertagih. Berikut akan dibahas praktik akuntansi metode

pengakuan keuntungan proporsional dengan besar kas yang berhasil ditagih.

Misalnya, dalam kasus piutang murabahah PT Haniya, bank memilih untuk

menggunakan metode pengakuan keuntungan proporsional terhadap kas yang

berhasil ditagih. Seiring berjalannya waktu, realisasi pembayarannya yang

dibandingkan dengan skedul pembayarannya, ditunjukkan pada tabel berikut.


27

Tabel 2.2

Jadwal dan Realisasi Pembayaran Angsuran Murabahah PT Haniya

Tanggal Angsuran per Pokok Marjin Tanggal Jumlah yang


No. Jatuh Tempo Bulan (Rp) (Rp) (Rp) Pembayaran Dibayar
1 10/02/XA 4,500,000 3,750,000 750,000 10/02/XA 4,500,000
2 10/03/XA 4,500,000 3,750,000 750,000 20/03/XA 4,500,000
10/04/XA 2,000,000
3 10/04/XA 4,500,000 3,750,000 750,000
15/04/XA 2,500,000
4 10/05/XA 4,500,000 3,750,000 750,000 30/05/XA 4,500,000 plus denda
Pelunasan dini
5 10/06/XA 4,500,000 3,750,000 750,000 10/06/XA (Rp 90,000,000)
minus potongan
Sumber: Rizal Yahya dkk, 2009: 195

Berdasarkan skedul di atas, terdapat beberapa pola pembayaran oleh

nasabah. Pola pembayaran tersebut adalah sebagai berikut.

1. Pembayaran angsuran dilakukan pada waktu tanggal jatuh tempo. Pola ini

ditunjukkan oleh pembayaran pada bulan Februari.

2. Pembayaran angsuran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo tanpa

dikenakan denda. Pola ini ditunjukkan oleh pembayaran pada bulan Maret.

3. Pembayaran angsuran dilakukan sebagian pada waktu tanggal jatuh tempo

dan sebagian lagi setelah jatuh tempo tanpa dikenakan denda. Pola ini

ditunjukkan oleh pembayaran pada bulan April.

4. Pembayaran angsuran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo dengan

pengenaan denda keterlambatan. Pola ini ditunjukkan oleh pembayaran

pada bulan Mei.

5. Pembayaran untuk melunasi piutang lebih awal dari waktu yang

ditentukan (pelunasan dini). Pola ini ditunjukkan oleh pembayaran pada

bulan Juni.
28

1) Pembayaran angsuran dilakukan pada waktu tanggal jatuh tempo

Misalkan pada saat jatuh tempo tanggal 10 Februari, nasabah membayar

angsuran sebesar Rp 4.500.000. Dengan menggunakan perhitungan kasus

dan jadwal pembayaran pada tabel 2.2, pada angsuran nasabah per bulan

Rp 4.500.000, terdapat pendapatan marjin sebesar Rp 750.000, maka

jurnal untuk transaksi tersebut adalah sebagai berikut.

10/2/XA Db. Kas/Rekening nasabah –

PT Haniya Rp 4.500.000

Kr. Piutang murabahah Rp 4.500.000

Db. Marjin murabahah yang

ditangguhkan Rp 750.000

Kr. Pendapatan marjin murabahah Rp 750.000

2) Pembayaran angsuran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo tanpa

dikenakan denda

Misalkan pada pembayaran bulan Maret, hingga tanggal jatuh tempo, bank

belum menerima pembayaran angsuran dari nasabah. Pembayaran

angsuran baru dilakukan oleh nasabah pada tanggal 20 Maret, sebesar Rp

4.500.000. Karena nasabah memberi alasan yang dapat diterima, bank

menoleransi keterlambatan tersebut dan tidak mengenakan denda. Jurnal

untuk transaksi tersebut adalah sebagai berikut.

10/3/XA Db. Piutang murabahah jatuh

tempo Rp 4.500.000

Kr. Piutang murabahah Rp 4.500.000


29

Db. Marjin murabahah yang

ditangguhkan Rp 750.000

Kr. Pendapatan marjin murabahah –

akrual Rp 750.000

20/3/XA Db. Kas/Rekening nasabah –

PT Haniya Rp 4.500.000

Kr. Piutang murabahah jatuh tempo Rp 4.500.000

Db. Pendapatan marjin murabahah –

akrual Rp 750.000

Kr. Pendapatan marjin murabahah Rp 750.000

Pada pendapatan marjin murabahah yang pemisahannya masih bersifat

akrual dan kas dalam buku ini lebih bersifat praktis untuk keperluan bagi

hasil yang hanya menggunakan pendapatan berwujud kas.

Dalam praktik perbankan, beberapa bank belum mengakui pendapatan

marjin murabahah akrual tersebut sebagai pendapatan untuk dilaporkan

dalam laporan laba rugi. Akan tetapi, tetap dilaporkan dalam neraca seperti

halnya marjin murabahah ditangguhkan sebagai pengurang piutang.

3) Pembayaran angsuran dilakukan sebagian pada waktu tanggal jatuh

tempo dan sebagian lagi setelah jatuh tempo tanpa dikenakan denda

Misalkan pada tanggal 10 April (tanggal jatuh tempo), ketika bank hendak

mendebit rekening nasabah, didapati tidak terdapat dana yang cukup di

rekening PT Haniya untuk membayar angsuran bulan April. Saldo

rekening yang tersedia hanya Rp 2.025.000 dan BMS maksimal hanya


30

dapat mendebit rekening sebesar Rp 2.000.000. Maka jurnal yang

diperlukan adalah sebagai berikut.

10/4/XA Db. Kas/Rekening nasabah –

PT Haniya Rp 2.000.000

Db. Piutang murabahah jatuh tempo Rp 2.500.000

Kr. Piutang murabahah Rp 4.500.000

Db. Marjin murabahah yang

ditangguhkan Rp 750.000

Kr. Pendapatan marjin murabahah Rp 333.333*

Kr. Pendapatan marjin murabahah – akrual Rp 416.667**

* Pendapatan marjin murabahah =

Persentase keuntungan x Angsuran yang dibayar

= 16.6666% x 2.000.000 = Rp 333.333

** Pendapatan marjin murabahah akrual =

Marjin murabahah ditangguhkan – Pendapatan marjin murabahah

= Rp 750.000 – Rp 333.333 = Rp 416.667

Misalkan pada tanggal 15 April, PT Haniya membayar kekurangan

pembayaran angsurannya (Rp 4.500.000 – Rp 2.000.000). BMS

memaklumi alasan keterlambatan pembayaran bulan April sehingga tidak

dikenakan denda. Jurnal pembayaran tersebut adalah sebagai berikut.

15/4/XA Db. Rekening nasabah – PT Haniya Rp 2.500.000

Kr. Piutang murabahah jatuh tempo Rp 2.500.000


31

Db. Pendapatan marjin murabahah –

Akrual Rp 416.667

Kr. Pendapatan marjin murabahah Rp 416.667

4) Pembayaran angsuran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo dengan

pengenaan denda keterlambatan

Misalkan hingga tanggal 10 Juni, PT Haniya tidak memenuhi kewajiban

pembayaran angsurannya untuk bulan Mei dan Juni. PT Haniya baru

membayar kewajibannya pada tanggal 30 Juni 20XA sebesar Rp

9.000.000. Karena ketidakdisiplinannya, BMS mengenakan denda

terhadap PT Haniya sebagaimana yang telah disepakati dalam akad, yaitu

sebesar 10% dari total pendapatan marjin akrual yang tertunggak. PT

Haniya mengakui ketidakdisiplinannya dan bersedia membayarnya. Semua

pembayaran dilakukan pada tanggal 30 Juni 20XA. Maka jurnal selama

bulan Mei dan Juni adalah sebagai berikut.

10/5/XA Db. Piutang murabahah jatuh tempo Rp 4.500.000

Kr. Piutang murabahah Rp 4.500.000

Db. Marjin murabahah yang

ditangguhkan Rp 750.000

Kr. Pendapatan marjin murabahah –

Akrual Rp 750.000

25/7/XA Db. Kas/ Rekening nasabah –

PT Haniya Rp 4.500.000

Kr. Piutang murabahah jatuh tempo Rp 4.500.000


32

Db. Pendapatan marjin murabahah –

akrual Rp 750.000

Kr. Pendapatan marjin murabahah Rp 750.000

25/7/XA Db. Rekening nasabah – PT Haniya Rp 75.000

Kr. Rekening dana kebijakan Rp 75.000*

*Dana kebijakan = 10% x Total marjin akrual

= 10% x 750.000 = 75.000

5) Pembayaran untuk melunasi piutang lebih awal dari waktu yang

ditentukan (pelunasan dini)

Misalkan pada tanggal 10 Juni 20XA, PT Haniya bermaksud melunasi sisa

kewajibannya dengan nilai buku Rp 90.000.000 yang terdiri atas pokok

pembiayaan sebesar Rp 75.000.000 dan marjin yang ditangguhkan sebesar

Rp 15.000.000. Disepakati pada saat pelunasan bahwa potongan pelunasan

akan diberikan sebesar 80% dari sisa marjin murabahah yang masih

ditangguhkan. Besarnya potongan pelunasan dan marjin murabahah yang

akan menjadi pendapatan marjin murabahah adalah sebagai berikut.

Marjin yang ditangguhkan = Rp 15.000.000

Potongan pelunasan = 80% x Rp 15.000.000

= Rp 12.000.000

Pendapatan marjin murabahah = Marjin yang ditangguhkan – potongan

pelunasan

= Rp 15.000.000 – Rp 12.000.000

= Rp 3.000.000
33

Jurnal potongan diberikan pada saat pelunasan

10/6/XA Db. Kas/Rekening nasabah –

PT Haniya Rp 78.000.000

Db. Marjin murabahah yang

ditangguhkan Rp 12.000.000

Kr. Piutang murabahah Rp 90.000.000

Db. Marjin murabahah yang

ditangguhkan Rp 3.000.000

Kr. Pendapatan marjin murabahah Rp 3.000.000

Jurnal potongan diberikan setelah pelunasan

05/6/XA Db. Kas/Rekening nasabah –

PT Haniya Rp 90.000.000

Kr. Piutang murabahah Rp 90.000.000

Db. Marjin murabahah yang

ditangguhkan Rp 15.000.000

Kr. Pendapatan marjin murabahah Rp 15.000.000

Db. Pendapatan marjin murabahah Rp 12.000.000

Kr. Kas/Rekening nasabah –PT Haniya Rp 12.000.000

D. Pembiayaan Murabahah

1. Pengertian Murabahah

Bentuk-bentuk akad jual beli dalam fiqih muamalah Islamiah terbilang

sangat banyak sekali, murabahah di antaranya yang merupakan salah satu jenis
34

jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam

pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah.

Pengertian murabahah menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 04/DSN-

MUI/IV/2000 :

Murabahah merupakan produk yang paling populer dalam praktek


pembiayaan pada perbankan syariah. Selain mudah perhitungannya,
baik bagi nasabah ataupun manajemen bank, produk ini memiliki
beberapa kesamaan (yang bukan prinsipil) dengan sistem kredit pada
perbankan konvensional. Meskipun demikian, secara prinsip,
murabahah sangat jauh berbeda dengan suku bunga dalam perbankan
konvensional.
Melihat praktek pembiayaan murabahah, tidak ditemukan adanya unsur
bunga, namun hanya marjin sebagai tambahan atas harga pokok
pembelian, sehingga tidak bertentangan dengan syariah. Namun
demikian tetap dibutuhkan sebuah fatwa untuk menjawab pertanyaan
masyarakat tentang pembiayaan murabahah, sekaligus sebagai legalitas
syar’i atas operasional yang dijalankan.

Dari segi bahasa, murabahah berasal dari kata ridhu (keuntungan), yaitu

transaksi jual beli dimana bank tersebut menyebutkan jumlah keuntungan. Bank

bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual beli

adalah harga beli bank ditambah dengan keuntungan (marjin). Dalam

bermurabahah kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu

pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah

disepakati, tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Apabila terjadi

perubahan masa, akad tersebut menjadi batal. Cara pembayaran dan jangka

waktunya disepakati bersama bisa secara lumpsum ataupun secara angsuran.

Menurut Muhammad Syafi’i (2001 : 101) :

Ba’I al-murabahah adalah Jual Beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam ba’I al-murabahah,
penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan
suatu tingat keuntungan sebagai tambahannya.
35

Menurut Heri Sudarsono (2004 : 62) :

Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati antara pihak bank dan nasabah. Dalam
murabahah, penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada
pembeli, kemudian ia mensyaratkan atas laba dalam jumlah tertentu.

Menurut Slamet Wiyono (2005 : 81) :

“Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan

harga perolehan dan keuntungan (marjin) yang disepakati oleh penjual

dan pembeli.”

Menurut Sunarto Zulkifli (2007 : 40) :

Bai’ al-Murabahah adalah prinsip bai’ (jual-beli) dimana harga jualnya


terdiri dari harga pokok barang ditambah nilai keuntungan (ribh) yang
disepakati. Pada Murabahah, penyerahan barang dilakukan pada saat
transaksi sementara pembayarannya dilakukan secara tunai, tangguh,
ataupun dicicil.

Menurut PSAK 102 Paragraf 5 (Revisi 2008) :

“Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar

biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual

harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada

pembeli.”

Menurut Muhammad (2005 : 213) :

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga


perolehan dan keuntungan (marjin) yang disepakati oleh penjual dan
pembeli. Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa
pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan
pembelian barang setelah ada pesanan dari nasabah.

2. Landasan Hukum

Landasan syariah dari pembiayaan Murabahah terdapat dalam Surat an–

Nisa ayat 29 yang artinya :


36

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu

dengan cara yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama

suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri.

Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu”.

Landasan lain tentang Murabahah tertera dalam Al-Qur’an surat al-

Baqarah ayat 275 yang artinya :

“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya

orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka

berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual

beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari tuhannya,

lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan

urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu

menghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”.

3. Rukun, Syarat dan Skema Murabahah

Murabahah merupakan suatu transaksi jual beli, dengan demikian

rukun-rukunnya pun sama dengan rukun jual beli, yaitu :

a. Sighat, yaitu ijab dan Qabul.

b. Ada orang yang berakad.

c. Al-ma’qud alaih yaitu barang yang diperjual belikan.

d. Harga barang yang diperjual belikan.

Sedangkan yang menjadi syarat-syarat dari murabahah, menurut

Muhammad Syafi’i (2001 : 102) yaitu :

a. Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah.


37

b. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang telah ditetapkan.

c. Kontrak harus bebas riba.

d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang

sesudah pembelian.

e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,

misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.

Secara prinsip jika syarat dalam (a), (d), atau (e) tidak dipenuhi, maka

pembeli memiliki pilihan :

1) Melanjutkan pembelian seperti apa adanya.

2) Kembali pada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang

dijual.

3) Membatalkan kontrak.

Jual beli secara Murabahah di atas hanya untuk barang atau produk yang

telah dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi dan berkontrak.

Bila produk tersebut tidak dimiliki penjual, sistem yang digunakan adalah

Murabahah kepada pemesan pembelian (murabahah KPP), hal ini dinamakan

demikian karena si penjual semata-mata mengadakan barang untuk memenuhi

kebutuhan si pembeli yang memesannya.


38

Adapun skema Bai’al-Murabahah yaitu :

Skema Bai’al-Murabahah

1. Negosiasi & Persyaratan

2. Akad Jual Beli

BANK 6. Bayar NASABAH

5. Terima
Barang &
Dokumen
3. Beli Barang SUPPLIER 4. Kirim
PENJUAL

Dari skema diatas dapat dijelaskan apabila bank selaku penjual dan

nasabah selaku pembeli ingin melakukan transaksi murabahah dibutuhkan

persyaratan yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak. persyaratan tersebut

antara lain adanya penjual, pembeli, akad jual beli, harga barang, dan barang.

Penjual dan pembeli melakukan transaksi jual beli maka terjadilah akad jual beli,

penjual dalam hal ini bank membeli barang yang telah dipesan dari supplier

penjual lalu dikirim kepada pembeli (nasabah). Setelah nasabah tersebut

menerima barang beserta dokumen maka pembeli harus membayar sesuai harga

yang telah disepakati diawal akad, penjual (bank) menerima pembayaran

diberikan oleh nasabah maka dengan demikian terjadilah akad Murabahah.


39

4. Jenis-Jenis Murabahah

Menurut Sofyan (2005 : 93) Murabahah dapat dikategorikan dalam :

a. Murabahah tanpa pesanan artinya ada yang beli atau tidak, bank syariah

menyediakan barang, contohnya : bank syariah menyediakan mobil

sebagai persediaan.

b. Murabahah berdasarkan pesanan artinya bank syariah baru akan

melakukan transaksi jual beli apabila ada yang pesan, contohnya : pak

imbron memesan rumah kepada bank syariah untuk anaknya. Murabahah

berdasarkan pesanan dapat dikategorikan dalam :

1) Sifatnya mengikat artinya murabahah berdasarkan pesanan tersebut

mengikat untuk dibeli oleh nasabah sebagai pemesan, contohnya :

bank syariah mengikat pak imbron sebagai pemesan yang benar-benar

untuk membeli rumah yang sudah dipesannya.

2) Sifatnya tidak mengikat artinya walaupun nasabah telah melakukan

pemesanan barang, namun nasabah tidak terikat untuk membeli barang

tersebut. Contohnya : pak imbron membeli rumah kepada bank syariah

tanpa terikat sebagai pembeli.

5. Manfaat dan Resiko Pembiayaan Murabahah

a. Manfaat Murabahah

Sesuai dengan sifat bisnis atau tijarah, transaksi murabahah

memiliki beberapa manfaat, demikian juga resiko yang harus diantisipasi.

Pembiayaan Murabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah.

Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga
40

beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem

murabahah juga sangat sederhana, hal tersebut memudahkan penanganan

administrasinya di bank syariah.

Di antara kemungkinan resiko yang harus diantisipasi antara lain:

1) Default atau kelalaian; nasabah sengaja tidak membayar angsuran.

2) Fluktuasi harga komparatif; ini terjadi bila harga suatu barang di pasar

naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa

mengubah harga jual-beli tersebut.

3) Penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah

karena beberapa sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan

sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu, sebaiknya

dilindungi oleh asuransi. Kemungkinan lain karena nasabah merasa

spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang ia pesan. Bila bank

telah menandatangani kontrak pembelian dengan penjualnya, barang

tersebut akan menjadi milik bank. Dengan demikian bank memiliki

resiko untuk menjualnya kepada pihak lain.

4) Dijual; karena murabahah bersifat jual-beli dengan hutang, maka

ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah.

Nasabah bebas melakukan apapun terhadap asset miliknya tersebut

termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi demikian, resiko untuk default

akan besar.
41

E. Penelitian Terdahulu

1. Akhmad Khabibi (2009) dalam penelitiannya mengevaluasi atas penerapan

akuntansi Murabahah pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Berdasarkan

penelitiannya itu disimpulkan bahwa aplikasi akuntansi murabahah pada PT.

Bank Muamalat Indonesia, Tbk terutama pada ayat jurnalnya telah sesuai

dengan PSAK No.59 dan PAPSI. Namun pada cara perhitungan pengakuan

pendapatan marjin murabahah terdapat perbedaan yang mendasar dengan

PSAK No.59. PSAK No.59 menghendaki pengakuan marjin secara

proporsional sesuai dengan pembayaran, sedangkan PT. Bank Syariah

Muamalat Indonesia, Tbk menggunakan metode bunga efektif untuk

mengakui marjin murabahah.

2. Nella Anisa Ridwan (2010) dalam penelitiannya mengevaluasi perlakuan atas

pembiayaan murabahah pada PT. Bank Syariah Mandiri, Tbk. Berdasarkan

penelitiannya itu disimpulkan bahwa evaluasi mengenai pembiayaan

murabahah pada Bank Syariah Mandiri telah sesuai pada PSAK No.102. Hal

ini terbukti dari, perlakuan akuntansi seperti : pengukuran, pengakuan,

penyajian, pengungkapan pembiayaan murabahah, khususnya dilihat dari

penerapan jurnal-jurnal pembukuan pencairan, angsuran, diskon, potongan

dan denda, pada kasus murabahah di Bank Syariah Mandiri yang sesuai

dengan PSAK No.102 yang berlaku sekarang.

Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang penetapan marjin dalam pembiayaan murabahah pada PT Bank

Muamalat Indonesia, Tbk.

Anda mungkin juga menyukai