Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH PRAKTIKUM

STUDI KASUS FARMASI RUMAH SAKIT DAN KLINIK


“GANGGUAN SALURAN KEMIH DAN GINEKOLOGI”
(KANKER SERVIKS)

DOSEN PENGAMPU : Wiwin Herdwiani, M.Sc., Apt.

Oleh :
ANGKATAN 34 / KELOMPOK A1.2

AFDHILA RIFDA NAUFALIN 1720343720


AFIFAH NUR AZHAR 1720343721

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

I. DEFINISI
Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Serviks
merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan
berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum.
Kanker serviks merupakan gangguan pertumbuhan seluler dan merupakan
kelompok penyakit yang dimanifestasikan dengan gagalnya untuk mengontrol
proliferasi dan maturasi sel pada jaringan serviks. Kanker serviks biasanya
menyerang wanita berusia 35 - 55 tahun, 90% dari kanker serviks berasal dari sel
kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju kedalam Rahim.
(Sarjadi, 2001)

II. PATOFISIOLOGI
Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan intraepitel,
berubah menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker serviks setelah 10 tahun
atau lebih. Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya berkembang melalui
beberapa stadium displasia (ringan, sedang dan berat) menjadi karsinoma insitu
dan akhirnya invasif. Berdasarkan karsinogenesis umum, proses perubahan
menjadi kanker diakibatkan oleh adanya mutasi gen pengendali siklus sel. Gen
pengendali tersebut adalah onkogen, tumor supresor gene, dan repair genes.
Onkogen dan tumor supresor gen mempunyai efek yang berlawanan dalam
karsinogenesis, dimana onkogen memperantarai timbulnya transformasi maligna,
sedangkan tumor supresor gen akan menghambat perkembangan tumor yang diatur
oleh gen yang terlibat dalam pertumbuhan sel. Meskipun kanker invasive
berkembang melalui perubahan intraepitel, tidak semua perubahan ini progres
menjadi invasif. Lesi preinvasif akan mengalami regresi secara spontan sebanyak 3
- 35%. Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi
yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS)
berkisar antara 1– 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu
menjadi invasif adalah 3 – 20 tahun.
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya
perubahan displasia yang perlahan -lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat
muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma
mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan
hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk
preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses
keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang
eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks,
jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan
atau vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel
basal zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan
gen pada molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat
serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga terjadi keganasan (Suryohudoyo,
1998; Debbie, 1998). Berbagai jenis protein diekspresikan oleh HPV yang pada
dasarnya merupakan pendukung siklus hidup alami virus tersebut. Protein tersebut
adalah E1, E2, E4, E5, E6, dan E7 yang merupakan segmen open reading frame
(ORF). Di tingkat seluler, infeksi HPV pada fase laten bersifat epigenetic.
Pada infeksi fase laten, terjadi terjadi ekspresi E1 dan E2 yang menstimulus
ekspresi terutama terutama L1 selain L2 yang berfungsi pada replikasi dan
perakitan virus baru. Virus baru tersebut menginfeksi kembali sel epitel serviks. Di
samping itu, pada infeksi fase laten ini muncul reaksi imun tipe lambat dengan
terbentuknya antibodi E1 dan E2 yang mengakibatkan penurunan ekspresi E1 dan
E2. Penurunan ekspresi E1 dan E2 dan jumlah HPV lebih dari ± 50.000 virion per
sel dapat mendorong terjadinya integrasi antara DNA virus dengan DNA sel
penjamu untuk kemudian infeksi HPV memasuki fase aktif (Djoerban, 2000).
Ekspresi E1 dan E2 rendah hilang pada pos integrasi ini menstimulus ekspresi
onkoprotein E6 dan E7. Selain itu, dalam karsinogenesis kanker serviks terinfeksi
HPV, protein 53 (p53) sebagai supresor tumor diduga paling banyak berperan.
Fungsi p53 wild type sebagai negative control cell cycle dan guardian of genom
mengalami degradasi karena membentuk kompleks p53-E6 atau mutasi p53.
Kompleks p53-E6 dan p53 mutan adalah stabil, sedangkan p53 wild type adalah
labil dan hanya bertahan 20-30 menit. Apabila terjadi degradasi fungsi p53 maka
proses karsinogenesis berjalan tanpa kontrol oleh p53. Oleh karena itu, p53 juga
dapat dipakai sebagai indikator prognosis molekuler untuk menilai baik
perkembangan lesi pre-kanker maupun keberhasilan terapi kanker serviks
(Kaufman et al, 2000). Dengan demikian dapatlah diasumsikan bahwa pada kanker
serviks terinfeksi HPV terjadi peningkatan kompleks p53-E6. Dengan pernyataan
lain, terjadi penurunan p53 pada kanker serviks terinfeksi HPV. Dan, seharusnya
p53 dapat dipakai indikator molekuler untuk menentukan prognosis kanker serviks.
Bila pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah
bening pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka
eksterna dan kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke
kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada aorta. Secara hematogen, tempat
penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan
supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak (Prayetni, 1997).

III. DETEKSI DINI


Deteksi lesi pra kanker terdiri dari berbagai metode :
1. Papsmear (konvensional atau liquid-base cytology/LBC ),
2. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA),
3. Inspeksi Visual Lugoliodin (VILI),
4. Test DNA HPV (genotyping / hybrid capture)

IV. KLASIFIKASI
FIGO Deskripsi Kategori TNM
I Karsinoma terbatas pada serviks T1
IA Karsinoma hanya dapat didiagnosis secara T1a
mikroskopik
IA1 Invasi stroma dalamnya < 3 mm dan lebarnya < 7 mm T1a1
IA2 Invasi stroma dalamnya 3-5 mm dan lebarnya < 7 mm T1a2
IB Secara klinis tumor dapat diidentifikasi pada serviks T1b
atau massa tumor lebih besar dari 1A2
IB1 Secara klinis lesi ukuran <4 cm T1b1
IB2 Secara klinis lesi ukuran >4 cm T1b2
II Tumor telah menginvasi vagina tapi tidak mencapai T2
1/3 distal vagina atau dinding panggul
IIA Tanpa invasi parametrium T2a
IIA1 Lesi yang tampak < 4 cm T2a1
IIA2 Lesi yang tampak > 4 cm T2a2
IIB Dengan invasi parametrium T2b
III Tumor menginvasi sampai dinding pelvis dan atau T3
menginfiltrasi sampai 1/3 distal vagina dan atau
menyebabkan hidronefrosis atau gagal ginjal
IIIA Tumor hanya menginfiltrasi 1/3 distal vagina T3a
IIIB Tumor sudah menginvasi dinding panggul T3b
IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kencing atau T4a
rektum
IVB Metastasis jauh T4b

V. MANIFESTASI KLINIK
Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan. Getah yang keluar
dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang
dialami sehabis senggama (disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala
karsinoma serviks (75-80%).
Tanda yang lebih klasik adalah perdarahan bercak yang berulang, atau
perdarahan bercak setelah bersetubuh atau membersihkan vagina. Dengan makin
tumbuhnya penyakit, tanda menjadi semakin jelas. Perdarahan menjadi semakin
banyak, lebih sering, dan berlangsung lebih lama. Namun, terkadang keadaan ini
diartikan penderita sebagai perdarahan yang sering dan banyak. Juga dapat
dijumpai sekret vagina yang berbau terutama dengan massa nekrosis lanjut.
Nekrosis terjadi karena pertumbuhan tumor yang cepat tidak diimbangi dengan
pertumbuhan pembuluh darah (angiogenesis) agar mendapat aliran darah yang
cukup. Nekrosis ini menimbulkan bau yang tidak sedap dan reaksi peradangan non
spesifik.
Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama akan
lebih sering terjadi, juga di luar sanggama (perdarahan spontan). Perdarahan
spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III),
terutama pada tumor yang bersifat eksofitik.pada wanita usia lanjut yang sudah
tidak melayani suami secara seksual, atau janda yang sudah mati haid (menopause)
bilamana mengidap kanker serviks sering terlambat datang meminta pertolongan.
Perdarahan spontan saat berdefekasi terjadi akibat tergesernya tumor eksofitik dari
serviks oleh skibala, memaksa mereka datang ke dokter. Adanya perdarahan
spontan pervaginam saat berdefekasi, perlu dicurigai adanya karsinoma serviks
tingkat lanjut. Adanya bau busuk yang khas memperkuat dugaan adanya
karsinoma. Anemia akan menyertai sebagai akibat dari perdarahan pervaginam
yang berulang. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf, memerlukan
pembiusan umum untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam yang cermat,
khususnya pada lumen vagina yang sempit dan dinding sklerotik yang meradang.
Gejala lain yang dapat timbul adalah gejala-gejala yang disebabkan oleh metastasis
jauh. Sebelum tingkat akhir (terminal stage), penderita meninggal akibat
perdarahan yang eksesif, kegagalan faal ginjal (CRF= Chronic Renal Failure)
akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang
menyebabkan obstruksi total. Membuat diagnosa karsinoma serviks uterus yang
sudah agak lanjut tidaklah sulit. Yang menjadi masalah ialah, bagaimana
mendiagnosis dalam tingkat yang sangat awal, misalnya pada tingkat pra-invasif,
lebih baik jika dapat menangkapnya dalam tingkat pra-maligna
(displasia/diskariosis serviks).
Hasil pemeriksaan sitologi eksploratif dari ekto dan endo-serviks yang positif
tidak boleh dianggap diagnosis pasti. Diagnosis harus dapat dipastikan dengan
pemeriksaan histopatologik dari jaringan yang diperoleh dengan melakukan biopsi.

VI. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan yang dianjurkan untuk membantu menegakkan diagnosis dan
mengetahui penyebaran kanker serviks yaitu :
a. Sitologi. Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes papanicolaous (tes PAP)
sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya
melebihi 90% bila dilakukan dengan baik. Sitologi adalah cara Skrining sel -
sel serviks yang tampak sehat dan tanpa gejala untuk kemudian diseleksi.
Kanker hanya dapat didiagnosis secara histologik.
b. Kolposkopi. Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan
kolposkopi, suatu alat yang dapat disamakan dengan sebuah mikroskop
bertenaga rendah dengan sumber cahaya didalamnya (pembesaran 6 - 40 kali).
Kalau pemeriksaan sitologi menilai perubahan morfologi sel - sel yang
mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan pola epitel dan
vascular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan perubahan
metabolik yang terjadi di jaringan serviks.
c. Biopsi. Biopsi dilakukan didaerah abnormal jika SSP (sistem saraf pusat)
terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SSP tidak terlihat seluruhnya atau
hanya terlihat sebagian kelainan didalam kanalis serviskalis tidak dapat dinilai,
maka contoh jaringan diambil secara konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan
tepat dan alat biopsy harus tajam sehingga harus diawetkan dalam larutan
formalin 10%.
   
VII.TERAPI
 TERAPI FARMAKOLOGI :
Keputusan terapi untuk kanker serviks berdasarkan: ukuran tumor; stadium
atau tingkat keparahan kanker; faktor personal seperti usia, dan jika ingin memiliki
anak; dan keadaan kesehatan wanita pada keseluruhan. Pilihan terapi untuk kanker
serviks meliputi (NCI, 2013) :
1. Pembedahan
Kanker serviks yang terdeteksi dini umumnya diatasi dengan operasi. Jenis
operasi yang dilakukan berdasarkan pertimbangan dokter mengenai stadium dan
ukuran kanker. Ada beberapa jenis operasi untuk pengobatan kanker serviks.
Beberapa pengobatan melibatkan pengangkatan rahim (histerektomi). Daftar ini
mencangkup beberapa jenis operasi yang paling umum di lakukan pada pengobatan
kanker serviks.
a. Cryosurgery
Sebuah probe metal yang di dinginkan dengan nitrogen cair dimasukkan ke
dalam vagina dan leher rahim.Cara ini dapat membunuh sel-sel abnormal
dengan cara membekukanya. Cryosurgery digunakan untuk mengobati kanker
serviks yang hanya ada di dalam leher rahim (stadium 0), bukan kanker invasif
yang telah menyebar keluar leher rahim.
b. Bedah Laser
Cara ini menggunakan sebuah sinar laser untuk membakar sel - sel atau
menghapus sebagian kecil jaringan sel rahim untuk dipelajari. Pembedahan
laser hanya di gunakan sebagai pengobatan kanker serviks pra-invasif (stadium
0).
c. Konisasi
Sepotong jaringan berbentuk kerucut akan di angkat dari leher rahim.
Pemotongan dilakukan menggunakan pisau bedah, laser atau kawat tipis yang
di panaskan oleh listrik. Pendekatan ini dapat digunakan untuk menemukan
atau mengobati kanker serviks tahap awal(stadium 0 atau 1).
d. Histerektomi
- Histerektomi sederhana
Cara kerja metode ini adalah mengangkat rahim, tetapi tidak mencangkup
jaringan yang berada didekatnya. Histerektomi digunakan untuk mengobati
beberapa kanker serviks stadium awal (stadium 1) dan mengobati kanker
stadium prakanker (stadium 0) jika sel-sel kanker ditemukan pada batas tepi
konisasi.
- Histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul. Pada
operasi ini, dokter bedah akan mengangkat seluruh rahim, jaringan di
dekatnya, vagina bagian atas yang berbatasan dengan leher rahim, dan
beberapa kelenjar getah bening yang berada di daerah panggul.
e. Trachlektomi
Metode ini meliputi pengangkatan serviks dan bagian atas vagina,
kemudian meletakkannya pada jahitan berbentuk kantong yang bertindak
sebagai pembukaan leher rahim didalam rahim. Kelenjar getah bening di
dekatnya juga di angkat. Resiko terjadinya kekambuhan kanker sesudah
pengobatan ini cukup rendah.
f. Ekstenterasi Panggul
Selain mengambil semua organ dan jaringan vagina dan perut, pada
operasi jenis ini juga dilakukan pengangkatan kandung kemih, vagina, dubur
dan sebagian usus besar. Operasi ini dilakukan saat kanker serviks kambuh
kembali setelah pengobatan sebelumnya. Diperlukan waktu enam bulan atau
lebih untuk pulih dari operasi radikal ini.
2. Terapi radiasi
Terapi penyinaran (radiasi atau radioterapi) efektif untuk mengobati kanker
invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan
sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan
pertumbuhannya. Efek samping dari radioterapi adalah iritasi rektum dan
vagina, kerusakan kandung kemih dan rektum serta tidak berfungsinya
ovarium.
3. Kemoterapi
REGIMEN KEMOTERAPI UNTUK KANKER SERVIKS KAMBUHAN ATAU YANG TELAH BERMETASTASE
(NCCN, 2016)

Lini pertama terapi Lini pertama terapi Terapi lini kedua


kombinasi agen tunggal
Cisplatin/paclitaxel/bevacizumab Cisplatin Bevacizumab
Cisplatin/paclitaxel Carboplatin Albumin-paclitaxel
Topotecan/paclitaxel/bevacizumab Paclitaxel Docitaxel
Carboplatin/paclitaxel 5-FU
Carboplatin/paclitaxel/bevacizumab Gemcitabine
Cisplatin/topotecan Ifosfamide
Topotecan /paclitaxel Irinotecan
Cisplatin/gemcitabine Mytomycin
Pemetrexed
Topotecan
Vinorelbine

Carboplatin kombinasi atau kemoradiasi nonplatinum merupakan pilihan


untuk pasien yang mungkin tidak mentolerir Cisplatin dengan kemoradiasi.
Cisplatin/paclitaxel atau carboplatine/paclitaxel kurang beracun dan lebih mudah
diberikan daripada cisplatin/topotecan. Banyak dokter menggunakan carboplatin/
paclitaxel karena kemudahan pemberian dan tolerabilitasnya. Berdasarkan
penelitian sebelumnya cisplatin/paclitaxel atau carboplatin/paclitaxel telah menjadi
pengobatan sistemik yang paling banyak untuk kanker serviks yang bermetastase
atau berulang. Dalam pengobatan kanker serviks, obat yang paling sering
menyebabkan reaksi yang merugikan termasuk carboplatin, cisplatin, docetaxel,
liposomal doxorubicin dan paclitaxel (NCCN, 2017).
Kemoterapi agen tunggal digunakan untuk menangani pasien dengan
metastasis ekstrapelvis sebagaimana juga digunakan pada tumor kambuhan yang
sebelumnya telah ditangani dengan operasi atau radiasi. Cisplatin telah menjadi
agen yang paling banyak diteliti dan telah memperlihatkan respon klinik yang
paling konsisten. Kombinasi paling aktif pada terapi kanker serviks semuanya
mengandung Cisplatin (NCCN, 2013).
Ada tiga kemungkinan tujuan penggunaan kemoterapi untuk treatment,
pertama sebagai penyembuhan (kuratif). Jika dimungkinkan, kemoterapi digunakan
untuk penyembuhan, yang artinya kanker dapat hilang dan tidak kembali lagi.
Kedua sebagai kontrol jika penyembuhan tidak mungkin, tujuannya dapat dengan
mengontrol pertumbuhan dan perkembangan penyakit dengan mengurangi sel
kanker atau menghentikan pertumbuhan dan penyebarannya sehingga dapat
membantu pasien kanker merasa lebih baik dan dapat hidup lebih lama. Ketiga
palliatif yaitu ketika kanker berada pada advance stage, obat–obat kemoterapi
dapat digunakan untuk menghilangkan gejala/ symptom yang disebabkan oleh
kanker. Tujuan dari kemoterapi paliatif adalah meningkatkan quality of life namun
tidak menyembuhkan penyakit itu sendiri (American Cancer Society, 2017)
Terkadang kemoterapi diberikan bersama agen lain atau kombinasi dengan
terapi lain, yang sering disebut kemoterapi adjuvan dan kemoterapi neoadjuvan.
Kemoterapi adjuvan adalah obat kemoterapi yang diberikan setelah pembedahan
untuk menghilangkan sel kanker yang mungkin masih tertinggal dan tidak nampak.
Kemoterapi neoadjuvan adalah obat kemoterapi yang diberikan sebelum terapi
kanker utama (misalnya pembedahan atau radiasi) dengan tujuan untuk membunuh
sel kanker besar sehingga mempermudah dihilangkan dengan pembedahan atau
radiasi. Kemoterapi neoadjuvan dapat juga membunuh sisa kecil sel tumor yang
tidak nampak pada scan atau X-rays (American Cancer Society, 2017).
Jenis-jenis obat kemoterapi dibagi menjadi beberapa golongan menurut
American Cancer Society, 2017 :
1. Alkylating Agent
Bekerja dengan menjaga perkembangbiakan sel dengan cara merusak DNA-
nya. Obat ini bekerja di semua fase siklus sel dan digunakan untuk mengobati
banyak kanker yang berbeda, termasuk kanker paru-paru, payudara, dan ovarium
serta leukemia, limfoma, penyakit Hodgkin, multiple myeloma, dan sarkoma.
Karena obat ini merusak DNA, mereka dapat mempengaruhi sel-sel sumsum tulang
dengan membuat sel-sel darah baru. Dalam kasus yang jarang terjadi, hal ini dapat
menyebabkan leukemia. Risiko leukemia dari agen alkylating adalah "tergantung
dosis," yang berarti bahwa risiko kecil dengan dosis yang lebih rendah, tetapi dapat
meningkat dengan peningkatan dosis. Risiko leukemia setelah mendapatkan agen
alkylating tertinggi sekitar 5-10 tahun setelah pengobatan. Contohnya :
Altretamine,Busulfan,Carboplatin,Carmustine,Chlorambucil,Cisplatin,Cyclophosp
hamide,Dacarbazine,Lomustine,Melphalan,Oxalaplatin,Temozolomide,Thiotepa.
2. Antimetabolit
Antimetabolit mengganggu pertumbuhan DNA dan RNA dengan cara subtitusi
pada penghambatan pembentukan RNA dan DNA normal. Agen ini merusak sel-
sel selama fase kromosom sel sedang disalin. Umumnya digunakan untuk
mengobati leukemia, kanker payudara, ovarium, dan saluran usus, serta jenis
kanker lainnya.
Contohnya:5-fluorouracil (5-FU),6-mercaptopurine (6-MP),
Capecitabine(Xeloda®), Cytarabine(Ara C®), Floxuridine, Fludarabine,
Gemcitabine (Gemzar®), Hydroxyurea, Methotrexate, Pemetrexed (Alimta®).
3. Antibiotik antitumor
Anthracycline adalah antibiotik antitumor yang mengganggu enzim yang terlibat
dalam replikasi DNA. Obat ini bekerja di semua fase siklus sel.Mereka banyak
digunakan untuk berbagai jenis kanker. Contohnya adalah Daunorubicin,
Doxorubicin (Adriamycin®) , Epirubicin, Idarubicin. Antitumor antibiotik lain
yang bukan golongan antrasiklin misalnya Actinomycin-D, Bleomycin,
Mitomycin-C, Mitoxantrone.
4. Inhibitor Topoisomerase
Golongan ini bekerja dengan mengganggu enzim topoisomerase yang membantu
memisahkan untai DNA sehingga mereka dapat disalin, contoh obat inhibitor
topoisomerase I yaitu Topotecan dan Irinotecan. Contoh obat inhibitor
topoisomerse II yaitu Etoposide, Teniposide, dan Mitoxantron.
5. Inhibitor Mitosis
Inhibitor mitosis kebanyakan adalah alkaloid tumbuhan dan komponen lain yang
merupakan derivat dari produk alam. Obat-obat ini dapat menghentikan mitosis
dan menghambat enzim untuk membuat protein yang dibutuhkan sel untuk
bereproduksi. Obat-obat golongan ini bekerjapada fase M dari siklus sel.
Contohnya : Docetaxel, Estramustine, Ixabepilone, Paclitaxel, Vinblastine,
Vincristine, Vinorelbine
6. Kortikosteroid
Steroid adalah hormon alami dan obat yang menyerupai hormon yang berguna
untuk mengobati beberapa jenis kanker. Karena dapat digunakan untuk membunuh
sel kanker atau memperlambat pertumbuhan sel kanker,maka obat golongan ini
dapat dikategorikan sebagai obat kemoterapi.Contohnya adalah Prednisolon,
Metilprednisolon, dan Deksametason.
7. Golongan lain
Obat golongan lain sering kali menimbulkan efek samping yang lebih sedikit
dibandingkan dengan obat kemoterapi yang biasa digunakan, karena obat – obat
golongan ini ditarget bekerja hanya pada sel kanker dan tidak banyak berpengaruh
pada sel normal.
a. Targeted therapy
Telah dilakukan banyak penelitian tentang kerja bagian sel kanker untuk
menciptakan obat baru yang menyerang sel-sel kanker lebih spesifik dibandingkan
obat kemoterapi konvensional. Contohnya adalah Imatinib,Gefitinib, Sunitinib, dan
Bortezomib.
b. Imunoterapi
Beberapa obat yang diberikan pada pasien kanker untuk meningkatkan
sistem imunnya untuk menyerang sel kanker. Contoh : monoklonal antibody terapi
(Rituzimab danAlemtuzumab), imunoterapi yang tidak spesifik dan adjuvant
(BCG,IL-2 dan Interferon alfa), dan vaksin kanker (Provenge® untuk kanker
prostat).

 TERAPI NON FARMAKOLOGI :


a. Dengan melakukan radiasi internal setelah dilakukan kemoterapi
b. Tidak terlalu sering mencuci vagina dengan antiseptik, apalagi tanpa indikasi
dan saran dari dokter.
c. Menjauhi rokok, karena kandungan nikotin dalam rokok pun bisa
mengakibatkan kanker serviks (leher rahim).
d. Diet rendah lemak, karena wanita yang banyak mengkonsumsi lemak akan
jauh lebih berisiko terkena kanker endometrium.
e. Jangan melakukan seks dengan berganti-ganti pasangan.
f. Menjaga kebersihan organ intim dan mengganti pakaian dalam secara teratur.
BAB II
KASUS

Pertanyaan : Lakukan Analisa Problem Pengobatan menggunakan metode SOAP, FARM,


atau PAM
Kasus data RM
BAB III
PEMBAHASAN

FORM DATA BASE PASIEN


UNTUK ANALISIS PENGGUNAAN OBAT

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. RL No Rek Medik :-
Umur : 57 Tahun Dokter yg merawat :-
Jenis Kelamin : Wanita
BB/TB : 49 kg/150 cm
Alamat : Jln Arjuna 58 Solo
Pendidikan : S1
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Karyawati
Riwayat masuk RS : Pasien masuk ke rumah sakit, kondisi setengah sadar, lemas dan
merasa nyeri yang sangat di rahim dan dadanya. Pasien memiliki
keluhan perdarahan pada jalan rahim serta kesulitan bernafas, batuk-
batuk dan mengeluarkan darah. Sebelumnya ditahun yang sama pasien
pernah mengikuti serangkaian khemoterapi untuk kanker serviks yang
dideritanya. Dokter mendiagnosa saat ini Ny. RL, terkena Ca cervic IV
A+, anemia, suspect metastase paru.
Diagnosis : Kanker Cervis suspect Metastase Paru
Riwayat penyakit : Ca Cervics
Riwayat alergi :-
Riwayat Sosial :
Kegiatan Keterangan
Pola makan/diet : tidak
Vegetarian tidak
Merokok tidak
Meminum Alkohol tidak
Meminum Obat herbal
Keluhan / Tanda Umum :
Subyektif & Objektif
Tanggal Subyektif Obyektif
01/03/2017 Nyeri perut, Mual, Demam, TD: 120/80 mmHg
Lemas Suhu: suhu badan terus
meningkat
02/03/2017 Nyeri perut, Mual, Demam, TD: 140/100 mmHg
Lemas Suhu: suhu badan terus
meningkat

Hasil Pemeriksaan Laboratorium :


Parameter Normal 16/10 17/10 18/10 19/10 20/10
Leukosit 3500-10000 5550 (N) 8770(N) - - -
Hemoglobin 11.0-16.5% 6.7(↓) 6(↓) - - -
Hematokrit 35.0-50.0 % 26(↓) 26.3(↓) - - -
Trombosit 150000-390000 /uL 201000(N) 237000(N) - - -
Glukosa Random 60-110 mg/dl 94(N) - - - -
Ureum/BUN 10-50 mg/dl 77.70(↑) 86.7(↑) 108.3(↑) - 91.5(↑)
Creatinine 0.7-1.5 mg/dl 3,18(↑) 3,68(↑) 3,68(↑) - 3,88(↑)
SGOT 11-41 U/I 4 (↓) - - - -
SGPT 10-41 U/I 6(↓) - - - -
Albumin 3.5-5.5 g/dl 1.28(↓) - - - 2.35(↓)
Na 135-145 mmol/L 132(↓) - - - -
Potassium/K 3.5-5.0 mmol/L 3.64(N) - - - -
Chlorida/Cl 98-106 mmol/L 106(N) - - - -
p.H 7.35-7.45 7.46(↑) - - - -
p.CO2 35-45 32.0(↓) - - - -
p.O2 80-100 118.4(↑) - - - -
HCO3 21-28 22.9(N) - - - -
O2 saturate >95% 98.9(N) - - - -
Base excess (-)3-(+)3 (-)1(N) - - - -

Riwayat penyakit dan pengobatan :


Diagnosis Tanggal/Tahun Nama Obat
Ca cervic IVA + anemia, 01/03/2017 Infus RL 20 tpm
suspect metastasis paru Carboplatin 9 AUC
Doxetaxel 500 mg
Dexamethason 1 vial
Ranitidin 1x1
Sangobion 1x1
Asam Folat 1x1
Parasetamol 3x1
02/03/2017 Infus RL 20 tpm
Carboplatin 9 AUC
Doxetaxel 500 mg
Dexamethason 1 vial
Ranitidin 1x1
Sangobion 1x1
Asam Folat 1x1
Parasetamol 3x1
Obat yang digunakan saat ini :
Rute
No Nama Obat Indikasi Obat Dosis Interaksi Efek Samping Obat Outcome Terapi
Pemberian
1 Infus RL 20 Rehidrasi 20 tpm intravena Keseimbangan
- -
tpm cairan
2 Carboplatin 9 Kanker serviks 450 mg intravena - trombositopenia,leucopenianeutropeni Berkurangnya
AUC a, mielosupresi, peningkatan SCr, gejala dan sel pada
mual& muntah, diare, konstipasi,nyeri kanker
abdomen, penurunan BB, kekurangan
elektrolit
3 Doxetaxel Kanker serviks 500 mg intravena - neutropenia, demam, reaksi kulit, Kurangnya gejala
retensi cairan, ggn GI, efek neurologi, pada kanker
alopesia, astenia, mukositis, mialgia,
mual & muntah
4 Dexametason Antiemetik 5 mg/ml intravena - mengantuk, mulut kering, keluhan Berkurang/
lambung, retensi air & elektrolit, ggn. hilangnya gejala
muskuloskeletal, mata, metabolik & mual dan muntah
endokrin. yang dialami pasien
akibat kemoterapi
5 Ranitidin Tukak lambung 1x1 peroral - sakit kepala, pusing, hipersensitif, Asam lambung
ruam kulit menurun
6 Sangobion Anemia 1x1 peroral - - Mengatasi anemia
7 Asam folat Anemia 1x1 peroral - - Mengatasi anemia
8 Parasetamol Demam 3x1 peroral - gangguan pada hati dan ginjal Mengatasi demam

Assessment :
Problem
No Subyektif Obyektif Terapi Analisis DRP
Medik
1 Ca cervic Nyeri yang sangat
Stadium IV dirahim, perdarahan -
Sebagai kombinasi lini pertama untuk
A+ pada jalan rahim
kanker stadium IV. Namun perlu
Carboplatin penurunan dosis Carboplatin karena
Suspect Nyeri yang sangat di P.O2 : 118.4 (↑)
dan pasien mengalami gangguan fungsi Overdose
metastase paru dada, kesulitan P.CO2 : 32.0 (↓)
Doxetaxel ginjal dan penurunan dosis Doxetaxel
bernafas, batuk-batuk, Rotgent dada:
karena pasien mengalami gangguan
dan mengeluarkan benjolan dan
fungsi hati.
darah, kaki tidak bisa bercak perdarahan
digerakkan pada paru
Demam, nyeri perut, Suhu : 41oC (↑) Parasetamol Untuk mengatasi demam -
mual, muntah Ranitidin Tidak ada indikasi pasien mengalami Pengobatan
tanpa indikasi
peningkatan asam lambung.
Dexamethason Digunakan tunggal atau kombinasi
-
untuk penanganan mual dan muntah
akibat kemoterapi
2 Anemia Lemas, letih, pucat Hb : 6% (↓) Sangobion dan Kadar hemoglobin <7% sehingga Pemilihan obat
Hct : 26,3% (↓) asam folat diperlukan tranfusi PRC tidak tepat
5 Kekurangan Lemas Na: 132 mmol/l (↓) Infus RL 20 Menstabilkan keseimbangan elektrolit -
elektrolit tpm pada dehidrasi
7 - Albumin : 2,35 g/dl - Menunjukkan adanya gangguan pada Indikasi tanpa
(↓) fungsi hati obat
SGPT : 6 U/l (↓)
SGOT : 4 U/l (↓)
8 - BUN : 91.5 mg/dl - Menunjukkan adanya gangguan pada Indikasi tanpa
(↑) fungsi ginjal obat
Cr: 3.88 mg/dl (↑)
Care plan :
1. Penggunaan Carboplatin dan Doxetaxel tetap dilanjutkan karena merupakan
kombinasi lini pertama untuk kanker serviks stadium IV dimana terjadi mentastase
paru. Pada kasus diatas pasien menderita gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan
kadar Scr yang tinggi, adanya gangguan ginjal dapat menyebabkan keterlambatan
ekskresi obat dan metabolisme agen kemoterapi sehingga dapat menyebabkan
peningkatan toksisitas sistemik maka dari itu perlu dilakukan penurunan dosis
Carboplatin. Dosis Carboplatin diberikan berdasarkan AUC (Area Under the plasma
Curve) dengan menggunakan formula Calvert. Semakin tinggi AUC dapat
meningkatkan toksisitas.

(Ivy et al., 2010)


Pasien juga mengalami kelainan pada hati sehingga dosis doxetaxel perlu diturunkan.
Rumus penghitungan dosis carboplatin pada kasus pasien dengan gangguan
fungsi ginjal :

kg/m2 {BMI normal}

= 12.37 ml/min

 Formula Calvert
Dosis Carboplatin = Target AUC (mg/ml/min) x {𝐺𝐹𝑅 (𝑚𝑙⁄min)+25}
= 4 AUC (mg/ml/min) x {12.37(𝑚𝑙⁄min)+25}= 149,48 mg

Sediaan Carboplatin 1 vial = 450 mg/45 ml dan 150mg/15 ml


Sediaan yang diberikan = = 14,94 ml ≈ 0.99 vial

Rumus penghitungan dosis doxetaxel pada kasus pasien dengan kerusakan


gangguan hati 60-100 mg/m2

Jadi dosis Doxetaxel = 60 mg/m2 x 1,43 m2 = 85, 73 mg


2. Dexamethason tetap diberikan sebagai terapi untuk penanganan mual, muntah dan
penurunan nafsu makan akibat kemoterapi, dapat digunakan tunggal atau kombinasi
dengan antiemetik lain. Pemberian kortikosteroid tidak boleh lebih dari 2 minggu.
Kombinasi untuk mual muntah kemoterapi direkomendasikan digunakan bersama 5
- HT3 antagonis (ondansentron). Dosis ondansetron yang dapat digunakan adalah 8
mg IV untuk emetik berat dan sedang. Dexamethason efektif untuk mencegah emesis
akut pada pasien yang menggunakan cisplatin dan antikanker lain. Dosis awal
ondansentron 8 mg inj IV lambat atau infus selama 15 menit segera sebelum
kemoterapi dilanjutkan dengan 8 mg tiap 12 jam sampai dengan 5 hari atau 8 mg
secara oral 1-2 jam sebelum kemoterapi diikuti 8 mg secara oral tiap 12 jam sampai
dengan 5 hari.
3. Ranitidin dihentikan karena pasien tidak terdapat indikasi adanya peningkatan asam
lambung.
4. Direkomendasikan konsumsi obat naproxen 250 mg 3x sehari secara peroral untuk
mengatasi nyeri perut yang diakibatkan karena penyakit dan terapi kanker serviks nya.
5. Parasetamol tetap diberikan karena demam pasien terus meningkat.
6. Agen kemoterapi menyebabkan efek samping yang merugikan seperti nefrotoksisitas,
namun kerusakan ginjal biasanya terjadi secara reversibel sehingga untuk
memaksimalkan perfusi renal direkomendasikan pemberian N-asetil sistein PO 600
mg setiap 12 jam dalam 4 dosis.
7. Infus RL tetap digunakan untuk mengembalikan elektrolit yang hilang akibat
dehidrasi dan akibat efek samping yang ditimbulkan oleh kemoterapi.
8. Kadar hemoglobin pasien <7 g/dl sehingga diperlukan tranfusi PRC untuk mengatasi
anemia. Tranfusi PRC direkomendasikan untuk diberikan minimum 2 jam dan
maksimum 4 jam dengan dosis 3mg/kgBB (akan menaikkan Hb 1 g/dL atau 10
ml/kgBB akan menaikkan hematokrit 10%) hingga tercapai 10 mg/dL. Kemudian
setelah tercapai, transfusi PRC dihentikan dan dapat diberikan suplemen penambah
darah seperti sangobion atau asam folat.
9. Pasien mengalami hipoalbumin yang ditunjukkan dengan penurunan albumin
sehingga direkomendasikan untuk diberikan terapi transfusi albumin hingga kadar
albumin sudah mencapai nilai normal (3,5-5 g/dl). Karena kurangnya albumin dalam
tubuh mengakibatkan obat tidak dapat diikat oleh albumin untuk di metabolisme dan
di keluarkan, maka jika ketersediaan albumin kurang dalam tubuh akan menyebabkan
toksisitas. Perlu dilakukan monitoring agar tidak terjadi hiperalbumin.
10. Pemberian oksigen direkomendasikan untuk mengurangi sesak nafas dan disarankan
pada metastase paru dilakukan modifikasi dan adaptasi aktifitas dan dapat dilakukan
radiasi paliatif. Terapi oksigenasi dilakukan hingga mencapai tekanan oksigen normal
yaitu 80-100 mmHg.
11. Pemberian curcuma 3 x sehari 1 tablet direkomendasikan sebagai suplemen untuk
memelihara fungsi hati.

Monitoring :
 Hidrasi pasien
 Efek samping dari kemoterapi  mual-muntah, lemas, nafsu makan menurun,
kerontokan rambut dan demam tinggi.
 Efek samping dari terapi radiasi  kelelahan, kram perut, diare, iritasi kulit, nyeri
pada vagina dan perubahan menstruasi.
 Fungsi ginjal :
a. BUN  10-50 mg/dl
b. kreatinin  0.7-1.5 mg/dl
 Fungsi hati :
a. Albumin  3.5-5.5 g/dl
b. SGPT  10-41 U/I
c. SGOT  11-41 U/I
 Tanda vital (TD, Suhu, RR, Nadi)
 Data lab seperti :
a. Hb  11.0-16.5%
b. WBC  3500-10000
c. Hct 35.0-50.0 %
d. Tekanan O2  80-100 mmHg
 Tingkat keparahan nyeri.

KIE :
 Konsumsi buah-buahan tinggi vitamin C dan sayur yang berkhasiat mencegah kanker
seperti alpukat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bayam, dan tomat.
 Konsumsi makanan kaya vitamin E seperti kedelai, jagung, biji-bijian dan kacang-
kacangan.
 Diet rendah lemak, karena wanita yang banyak mengkonsumsi lemak akan jauh lebih
berisiko terkena kanker endometrium.
 Menjauhi rokok, karena kandungan nikotin dalam rokok pun bisa memperparah
kanker serviks (leher rahim) dan keadaan paru.
 Melakukan radiasi internal setelah dilakukan kemoterapi
 Tidak terlalu sering mencuci vagina dengan antiseptik, terutama tanpa indikasi dan
saran dari dokter.
 Menjaga kebersihan organ intim dan mengganti pakaian dalam secara teratur.
 Menghindari melakukan hubungan seks yang sering berganti-ganti pasangan.
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. (2017). A Guide to Palliative or Supportive Care.
https://www.cancer.org/treatment/treatments-and-sideeffects/palliativecare.html.
Diakses 6 oktober 2017.
Andrijono, Prof, DR, Dr, SpOG(K)Onk. Kemenkes RI. Panduan Penatalaksanaan
Kanker Serviks.
Aziz, F. (2006). Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Diananda, Rama. 2009. Mengenal Seluk Beluk Kanker. Cetakan 3. Katahati:
Jogjakarta
Ivy, S.P., Zwiebel, J., Mooney, M. 2010. Follow Up for Information Letter Regarding
AUC-Based Dosing of Carboplatin. National Institutes of Health National
Cancer Institute Bethesda.
NCCN, 2013, Clinical Practice Guideline in Oncology Cervical Cancer, Version
2.2013, National Comprehensive Cancer Network, Inc
NCCN, 2017, Clinical Practice Guideline in Oncology Cervical Cancer, Version
2.2013, National Comprehensive Cancer Network, Inc
NCI, 2013 , National Cancer Institute : Chemotherapy & You, U.S. Departement of
Health and Human Service, NIH Publications, Washington DC,
www.cancer.gov Diakses 6 oktober 2017
Sarjadi, Trihartini. 2001, Cancer registration in Indonesia. Asia Pasific J Cancer; 2
(Suplement)
Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, I.K., Setiadi, A.A.P., Kusnandar.
2013. ISO Farmakoterapi Buku 1. PT Isfi Penerbitan. Jakarta.
Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, I.K., Setiadi, A.A.P., Kusnandar.
2013. ISO Farmakoterapi Buku 2. PT Isfi Penerbitan. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai