B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf yang
berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
b. Neurobiologis : adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks limbic
c. Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin dan glutamat.
d. Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
c. Adanya gejala pemicu
F. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang
menakutkan dengan respon neurobiologist yang maladaptive meliputi: regresi berhubungan
dengan masalah proses informasi dengan upaya untuk mengatasi ansietas, proyeksi sebagai
upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi, menarik diri, pada keluarga: mengingkari.
G. Fase-fase
Proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu :
1. Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhn-kebutuhan klien baik secara fisik maupun
psikis. Secar fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang dengan status sosial
dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang
salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara
Reality dengan selft ideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan
dipandang sebagai seorang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dn diperhitungkan
dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di
dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang ( life
span history ).
2. Fase lack of self esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self ideal
dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan yang tidak
terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya. Misalnya, saat
lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan teknologi komunikasi yang canggih,
berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self
ideal yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat jauh. Dari aspek
pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh, support system semuanya sangat rendah.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia katakan
adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan kenyataan. Tetapi
menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya
untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi prioritas
dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal.
Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien
itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan
keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau
konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
4. Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya menyebabkan
klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut
sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya
kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma ( Super Ego ) yang ditandai dengan
tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap bahwa
semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering disertai
halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering
menyendiri dan menghindar interaksi sosial ( Isolasi sosial ).
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan yang
salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan dengan
traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi ( rantai yang hilang ).
Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman
diri dan orang lain. Penting sekali untuk mengguncang keyakinan klien dengan cara
konfrontatif serta memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan
menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial.
H. Jenis Waham
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenisnya meliputi :
a) Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan
khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya
ini pejabat di separtemen kesehatan lho!” atau, “Saya punya tambang emas.”
b) Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Contoh, “Saya tidak tahu seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup
saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya.”
c) Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu agama secara
berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Kalau
saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari.”
d) Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu
atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan. Misalnya, “Saya sakit kanker.” (Kenyataannya pada pemeriksaan
laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan
bahwa ia sakit kanker).
e) Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, sewmua yang ada disini adalah roh-roh”.
f) Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang disisipkan ke
dalam pikirannya.
g) Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang dia
pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya kepada orang tersebut
h) Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh kekuatan di
luar dirinya.
I. Rentang Respon
PENGKAJIAN
A. Tempatkan waham dalam kerangka waktu dan identifikasi pemicu
1. Identifikasi semua komponen waham dengan menempatkannya dalam waktu dan
urutan
2. Identifikasi pemicu yang mungkin berhubungan dengan stress atau ansietas
3. Apabila waham terkait dengan ansietas, ajarkan keterampilan mengatasi ansietas
B. Kaji intensitas, frekuensi, lama waham
1. Bantu pasien untuk menghilangkan waham yang berlalu dengan cepat dalam
kerangka waktu yang singkat
2. Pertimbangkan untuk menghindari waham yang menetap atau yang telah dialami
dalam waktu lama sementara waktu guna mencegah terhambatnya hubungan
perawat-pasien
3. Dengarkan secara seksama sampai tidak diperlukan lagi pembicaraan mengenai
waham
C. Identifikasi komponen emosional waham
1. Berespon terhadap perasaan pasien yang mendasar, bukan pada sifat waham yang
tidak logis
2. Dorong pembicaraan mengenai ketakutan, kecemasan, dan kemarahan pasien
tanpa menilai waham yang diceritakan pasien benar atau salah
D. Amati adanya bukti pemikiran konkret
1. Tentukan apakah pasien benar-benar mengajak anda berbicara atau tidak
2. Tentukan apakah anda dan pasien menggunakan bahasa yang sama
E. Amati pembicaraan yang menunjukkan gejala gangguan pemikiran
1. Tentukan apakah pasien menunjukkan gangguan pemikiran (missalnya bicara
berputar-putar, menyimpang, mudah mengubah topik pembicaraan, tidak dapat
merespon terhadap upaya anda untuk mengarahkan kembali pembicaraan)
2. Sadari bahwa ini bukan saat yang tepat untuk menunjukkan ketidaksesuaian antara
kenyataan dan waham
F. Amati kemampuan pasien untuk menggunakan pertimbangan sebab-akibat secara
akurat
1. Tentukan apakah pasien dapat membuat prediksi yang logis (induktif atau
deduktif) berdasarkan pada pengalaman masa lalu
2. Tentukan apakah pasien dapat mengonseptualisasikan waktu
3. Tentukan apakah pasien dapat mengakses dan menggunakan memori saat ini dan
jangka panjang
G. Bedakan antara gambaran pengalaman dan kenyataan dari situasi tertentu
1. Identifikasi keyakinan yang salah mengenai situasi yang nyata
2. Tingkatkan kemampuan pasien dalam menguji realitas
3. Tentukan apakan pasien berhalusinasi, karena ini akan memperkuat waham
H. Secara cermat, tanyakan pasien tentang kenyataan yang terjadi dan arti kenyataan
tersebut
1. Bicarakan mengenai waham untuk mencoba membantu pasien melihat bahwa
wahamtersebut tidak benar
2. Harap diingat, jika langkah ini dilakukan sebelum langkah sebelumnya selesai, hal
ini akan menguatkan waham
I. Diskusikan tentang waham dan konsekuensinya
1. Jika intensitas waham berkurang, diskusikan waham ketika pasien siap
mendiskusikannya
2. Diskusikan konsekuensi waham
3. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengambil tanggungjawab dalam
perilaku, aktivitas sehari-hari, dan pengambilan keputusan
4. Dorong tanggungjawab personal pasien, dan partisipasinya dalam kesehatan dan
penyembuhan
J. Tingkatkan distraksi sebagai cara untuk menghentikan fokus pasien pada waham
1. Tingkatkan aktivitas yang membutuhkan perhatian pada keterampilan fisik dan
dapat membantu pasien menggunakan waktu secara konstruktif
2. Kenali dan dorong aspek yang sehat dan positif dari kepribadian pasien
Permitasari Lisa. 2012. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Isi Pikir: Waham.
http://healthandbeautifulinfo.blogspot.com/2012/09/asuhan-keperawatan-klien-
dengan.html. Di akses 9 November 2020.