Anda di halaman 1dari 41

Visi

Pada tahun 2028 menghasilkan perawat vokasi yang unggul dalam penerapan
keterampilan keperawatan lansia berbasis IPTEK Keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN AUTISME

TUGAS MATA KULIAH: KEPERAWATAN ANAK

Disusun oleh:
Kelompok V/ Tingkat II B

1. Ratu Syifa Maftuuhah / P3.73.20.1.19.066


2. Retno Afriyani / P3.73.20.1.19.067
3. Ririn Antika / P3.73.20.1.19.068
4. Rudi Ferdinan M / P3.73.20.1.19.069
5. Saranita Ganescha P Wagunu / P3.73.20.1.19.070
6. Septiah Lestari / P3.73.20.1.19.071

Pembimbing : Dr. Titi Sulastri, S.Kp.,M.Kep

PRODI DIII KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES JAKARTA 3
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berbagai
kemudahan, petunjuk serta karunia yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah Keperawatan Maternitas dengan tepat waktu.
Materi pada makalah ini membahas tentang “asuhan keperawatan anak dengan
autism”.Materi ini memberikan pemahaman kepada mahasiswa keperawatan untuk lebih
mengetahui mengenai Konsep Dasar Autism serta penerapan asuhan keperawatan anak
dengan autism.
Dalam menyusun makalah ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr.
Titi Sulastri, S.Kp.,M.Kep yang telah membantu menyusun makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun. Akhir kata penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan dan penyusunan makalah ini.

Bekasi, 04 Februari 2021

Penulis

ii
Daftar Isi
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
Daftar Isi..................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Tujuan Masalah...........................................................................................................2
C. Sistematis Penulisan....................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................................3
A. Konsep Dasar.............................................................................................................3
1. Istilah autisme.................................................................................................................3
2. Pengertian autisme..........................................................................................................3
3. Penyebab autisme............................................................................................................4
4. Gejala klinis autisme.......................................................................................................5
5. Klasifikasi autisme..........................................................................................................6
6. Karakteristik anak autisme..............................................................................................7
7. Deteksi dini autis pada anak............................................................................................9
8. Diagnosa autisme..........................................................................................................12
9. Prinsip-prinsip penanganan...........................................................................................13
10. Metode-metode penanganan......................................................................................14
11. Terapi autisme...........................................................................................................15
B. Asuhan Keperawatan..............................................................................................19
1. Pengkajian.....................................................................................................................19
2. Diagnosa Keperawatan..................................................................................................19
3. Intervensi Keperawatan.................................................................................................20
4. Implementasi Keperawatan...........................................................................................31
5. Evaluasi.........................................................................................................................36
BAB III PENUTUP................................................................................................................37
A. Kesimpulan................................................................................................................37
B. Saran..........................................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................38

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak yang sehat dan normal adalah dambaan setiap orang-tua. Namun jika harus
menghadapi kenyataan bahwa anaknya mengalami ketidaknormalan dalam bentuk perilaku,
fisik, atau dalam hal mental, tentu setiap orangtua akan merasa sedih bercampur cemas, takut
anaknya tidak akan mampu menghadapi kehidupan ini dengan baik.
Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks yang sejak dahulu
menjadi salah satu misteri di dunia kedokteran. Autisme sebenarnya bukan barang baru dan
sudah ada sejak lama, namun belum terdiagnosis sebagai autis. Menurut cerita-cerita zaman
dulu sering-kali ada anak yang dianggap ‘aneh’; anak tersebut sejak lahir sudah menunjukkan
gejala yang tidak biasa.
Dalam dunia medis dan psikiatris, gangguan autisme atau biasa disebut ASD (Autistic
Spectrum Disorder) merupakan gangguan perkembangan fungsi otak yang kompleks dan
sangat bervariasi (spektrum). Autisme merupakan suatu kumpulan sindrom yang
mengganggu saraf . Penyakit ini mengganggu perkembangan anak, diagnosisnya diketahui
dari gejala-gejala yang tampak dan ditunjukan dengan adanya penyimpangan perkembangan
(Prasetyono,2008:11).
Autisme ditandai dengan terhambatnya perkembangan bahasa,terganggunya interaksi
sosial,keterlambatan dalam bidang komunikasi, gangguan dalam bermain,gangguan perilaku,
gangguan perasaan dan emosi, perasaan sosial, perasaan sensori,serta terbatasnya dan tingkah
laku yang berulang-ulang.
Di Indonesia, istilah autis awalnya di kenal oleh sebagian masyarakat sekitar tahun
1977, namun saat itu konsep autis belum ramai diperbincangkan bahkan belum menjadi
perhatian pihak-pihak yang berkompeten terhadap kondisi penyandang autis. Berdasarkan
penelitian seorang Psikiater di Jakarta pada tahun 1998 hanya ditemukan 1 kasus penderita
autis, namun jumlah tersebut terus bertambah dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 tercatat

jumlah pasien baru autis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta sebanyak 103 kasus.
Di Indonesia sendiri yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa
persisnya jumlah penderita,namun diperkirakan jumlah anak penderita autism dapat mencapai
150-200 ribu orang. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2,6-4:1.

1
B. Tujuan Masalah
1. Tujuan Penulisan

a) Tujuan Umum
Untuk dapat melaksanakan asuhan keperawatan dengan anak autisme.

b) Tujuan Khusus

1) Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian autism

2) Mahasiswa dapat menjelaskan penyebab autism

3) Mahasiswa dapat menguraikan gejala klinis autism

4) Mahasiswa dapat menjelaskan klasifikasi autism

5) Mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik anak autism

6) Mahasiswa dapat menjelaskan deteksi dini autis pada anak

7) Mahasiswa dapat menguraikan diagnosa autism

8) Mahasiswa dapat menguraikan prinsip-prinsip penanganan autism

9) Mahasiswa dapat menguraikan metode-metode penugasan autism

10) Mahasiswa dapat menguraikan terapi autism

11) Mahasiswa dapat melaksanakan asuhan keperawatan dengan anak autism


C. Sistematis Penulisan
Sistimatika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, tujuan, dan sistimatika penulisan.
BAB II KONSEP DASAR
Bab ini berisi tentang konsep dasar autism yang terdiri dari Pengertian, Penyebab
Autisme, Gejala Klinis Autisme,Klasifikasi Autisme, Karakteristik Anak Autisme,
Deteksi Dini Autis Pada Anak, Diagnosa Autisme,Prinsip-Prinsip Penanganan,Terapi

2
Autisme dan terdapat konsep asuhan keperawatan anak dengan autism terdiri dari
pengkajian sampai evaluasi.
BAB III PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran

BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar
1. Istilah autisme
Istilah “autisme” pertama kali diperkenalkan pada tahun 1943 oleh Leo
Kanner, seorang psikiater dari John Hopkins University yang menangani
sekelompok anak-anak yang mengalami kelainan sosial yang berat, hambatan
komunikasi dan masalah perilaku. Anak-anak ini menunjukkan sifat menarik diri
(withdrawal), membisu, dengan aktivitas repetitive (berulang-ulang) dan
stereotipik(klise) serta senantiasa memalingkan pandangannya dari orang lain.
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos=diri dan isme= paham/aliran.
Autisme berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti ”sendiri” anak autism
seolah-olah hidup di dunianya sendiri, mereka menghindari/tidak merespon
terhadap kontak sosial dan lebih senang menyendiri. Secara etimologi(ilmu asal
kata): anak autis adalah anak yang memiliki gangguan perkembangan dalam
dunianya sendiri. Seperti kita ketahui banyak istilah yang muncul mengenai
gangguan perkembangan. Autism=autisme yaitu nama gangguan perkembangan
komunikasi, sosial, perilaku pada anak (LeoKanner & Asperger, 1943). Autist =
autisme: Anak yangmengalami ganguan autisme.

2. Pengertian autisme
World Health Organization’s International Classification of Diseases (ICD-10)
mendefinisikan autisme khususnya childhood autism sebagai adanya

3
keabnormalan dan atau gangguan perkembangan yang muncul sebelum usia tiga
tahun dengan tipe karakteristik tidak normalnya tiga bidang yaitu interaksi sosial,
komunikasi, dan perilaku yang diulang-ulang (World Health Organozation, h.
253, 1992).
Hartono (2002) menyatakan bahwa autisme bukan hanya gangguan fung-
sional. Artinya autisme tidak terjadi akibat salah asuh atau salah didik ataupun
salah dalam ‘setting’ sosial, tetapi didasari ada-nya gangguan organik dalam
perkem-bangan otak.
Sutadi (2002) menjelaskan bahwa yang dimaksud autistik adalah gangguan
perkembangan neurobiologis berat yang mempengaruhi cara seseorang untuk
berkomunikasi dan berelasi (berhubungan dengan orang lain). Penyandang
autisme tidak dapat berhubungan dengan orang lain secara berarti, serta
kemampuannya untuk membangun hubungan denga norang lain terganggu
Anak autis termasuk salah satu jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang
mengalami gangguan neurobiologis dengan adanya hambatan fungsi syaraf otak
yang berhubungan dengan fungsi komunikasi, motoriksosial dan perhatian.
Hambatan yang dialami anak autis merupakan kombinasi dari beberapa gangguan
perkembangan syaraf otak dan perilaku siswa yang muncul pada tiga tahun
pertama usia anak karena ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dan
mengerti perasaan orang lain penyandang autis memiliki gangguan pada interaksi
sosial, komunikasi (baik verbal maupun non-verbal), imajinasi, pola perilaku
repetitive dan resistensi terhadap perubahan pada rutinitas.

3. Penyebab autisme
Secara pasti penyebab autismetidak diketahui namun autismedapat terjadi dari
kombinasi berbagai faktor, termasuk faktor genetik yang dipicu faktor lingkungan.
Ada berbagai teori yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
autism yaitu:
a) Teori Biologis
1) Faktor Genetik,
Keluarga yang terdapat anak autis memiliki resiko lebih tinggi
dibandingkan populasi keluarga normal. Abnormalitas genetik dapat
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel –sel saraf dan sel otak.
2) Prenatal,natal dan post natal
4
Pendarahan pada kehamilan awal, obat-obatan,tangis bayi yang
terlambat,gangguan pernapasan dan anemia merupakan salah faktor
yang dapat mempengaruhi terjadinya autisme. Kegagalan pertumbuhan
otak karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak
mencukupi karena nutrisi tidak dapat diserap oleh tubuh, hal ini dapat
terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak
terpenuhi karena faktor ekonomi.
3) Neuro Anatomi
Gangguan/fungsi pada sel-sel otak selama dalam kandungan yang
mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi perdarahan atau
infeksi dapat memicu terjadinya autisme.
4) Struktur dan Biokimiawi Otak dan Darah
Kelainan pada cerebellum dengan sel-sel purkinje mempunyai
kandungan serotinin yang tinggi. Demikian juga kemungkinan
tingginya kandungan dopamin atau upioid dalam darah.
b) Teori Psikososial
Beberapa ahli (Kanner&Bruno Bettelhem) autism dianggap sebagai akibat
hubungan yang dingin/tidak akrab antara orang tua ibu dan anak. Demikian
juga orang yang mengasuh dengan emosional kaku,obsesif tidak hangat
bahkan dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi autistik.
c) Faktor Keracunan Logam Berat
Keracunan logam berat dapat terjadi pada anak yang tinggal dekat
tambang batu bara,emas dsb. Keracunan logam berat pada makanan yang
dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam
berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita
autism terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi.
d) Faktor Gangguan Pencernaan,Pendengaran, dan Penglihatan
Menurut data yang ada 60% anak autistik mempunyai sistem pencernaan
kurang sempurna. Kemungkinan timbulnya autistik karena adanya gangguan
dalam pendengaran dan penglihatan.
e) Autoimun tubuh
Autoimun pada anak dapat merugikan perkembangan tubuhnya sendiri
karena zat –zat yang bermanfaat justru dihancurkan oleh tubuhnya sendiri.
Imun adalah kekebalan tubuh terhadap virus/bakteri pembawa penyakit.
5
Sedangkan autoimun adalah kekebalan yang dikembangkan oleh tubuh sendiri
yang justru kebal terhadap zat –zat penting dalam tubuh dan
menghancurkannya

4. Gejala klinis autisme


Gejala Klinis yang sering dijumpai pada anak autis ( Sunartini, 2000):
a) Gangguan Fisik
1) Kegagalan lateralisasi karena kegagalan atau kelainan maturasi otak
sehingga terjadi dominasi serebral
2) Adanya kejadian dermatoglyphics yang abnormal
3) Insiden yang tinggi terhadap infeksi saluran nafas bagian atas, infeksi
telinga, sendawa yang berlebihan, kejang demam dan konstipasi
b) Gangguan Perilaku
1) Gangguan dalam interaksi sosial anak tidak mampu berhubungan
secara normal baik dengan orang tua maupun orang lain. Anak tidak
bereaksi bila dipanggil, tidak suka atau menolak bila dipeluk atau
disayang. Anak lebih senang menyendiri dan tidak responsif terhadap
senyuman ataupun sentuhan.
2) Gangguan komunikasi dan bahasa: kemampuan komunikasi dan
bahasa sangat lambat dan bahkan tidak ada sama sekali. Mengeluarkan
gumaman kata-kata yang tidak bermakna, suka membeodan
mengulang-ulang. Mereka tidak menunjukkan atau memakai gerakan
tubuhnya, tetapi menarik tangan orang tuanya untuk dipergunakan
mengambil objekyang dimaksud.
3) Gangguan perilaku motoris: terdapat gerakan yang stereotipik seperti
bertepuk tangan, duduk sambil mengayun-ayunkan badan kedepan-
kebelakang. Koordinasi motoris terganggu, kesulitan mengubah
rutinitas, terjadi hiperaktifitas atau justru sangat pasif, agresif dan
kadang mengamuk tanpa sebab.
4) Gangguan emosi, perasaan dan afek: Rasa takut yang tiba-tiba muncul
terhadap objek yang tidak menakutkan. Seringkali timbul perubahan
perasaan secara tiba-tiba seperti tertawa tanpa sebab atau mendadak
menangis.

6
5) Gangguan persepsi sensoris: seperti suka mencium atau menjilat
benda, tidak merasa sakit bila terluka atau terbentur dan sebagainya.

5. Klasifikasi autisme
Klasifikasi Autisme dapat dibagi berdasarkan berbagai pengelompokan
kondisi
a) Klasifikasi berdasarkan saat munculnya kelainan
1) Autisme infantil; istilah ini digunakan untuk menyebut anak autis yang
kelainannya sudah nampak sejak lahir
2) Autisme fiksasi; adalah anak autis yang pada waktu lahir kondisinya
normal, tanda-tanda autisnya muncul kemudian setelah berumur dua
atau tiga tahun
b) Klasifikasi berdasarkan intelektual
1) Autis dengan keterbelakangan mental sedang dan berat (IQ dibawah
50). Prevalensi 60% dari anak autistik
2) Autis dengan keterbelakangan mental ringan (IQ 50-70) Prevalensi
20% dari anak autis
3) Autis yang tidak mengalami keterbelakangan mental (Intelegensi
diatas 70) Prevalensi 20% dari anak autis
c) Klasifikasi berdasarkan interaksi sosial:
1) Kelompok yang menyendiri; banyak terlihat pada anak yang menarik
diri, acuh tak acuh dan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta
menunjukkan perilaku dan perhatian yang tidak hangat
2) Kelompok yang pasif, dapat menerima pendekatan sosial dan bermain
dengan anak lain jika pola permainannya disesuaikan dengan dirinya
3) Kelompok yang aktif tapi aneh : secara spontan akan mendekati anak
yang lain, namun interaksinya tidak sesuai dan sering hanya sepihak.
d) Klasifikasi berdasarkan prediksi kemandirian:
1) Prognosis buruk, tidak dapat mandiri (2/3 dari penyandang autis)
2) Prognosis sedang,terdapat kemajuan dibidang sosial dan pendidikan
walaupun problem perilaku tetap ada (1/4 dari penyandang autis)
3) Prognosis baik; mempunyai kehidupan sosial yang normal atau hampir
normal dan berfungsi dengan baik di sekolah ataupun ditempat kerja.
(1/10 dari penyandang autis).
7
6. Karakteristik anak autisme
a) Karakteristik dalam interaksi sosial
1) Menyendiri (aloof): terlihat pada anak yang menarik diri, acuh tak
acuh, dan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta menunjukkan
perilaku dan perhatian yang terbatas (tidak hangat).
2) Pasif : dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak
lainjika pola permaiannya disesuaikan dengan dirinya.
3) Aktif tapi aneh: secara spontan akan mendekati anak lain, namun
interaksi ini seringkali tidak sesuai dan sering hanya sepihak.
b) Karakteristik dalam komunikasi antara lain adalah:
1) Bergumam
2) Sering mengalami kesukaran dalam memahami arti kata-kata dan
kesukaran dalam mengggunakan bahasa dalam konteks yang sesuai
dan benar
3) Sering mengulang kata-kata yang baru saja mereka dengar atau yang
pernah mereka dengar sebelumnya tanpa bermaksud untuk
berkomunikasi
4) Bila bertanya sering menggunakan kata ganti orang dengan terbalik,
seperti "saya" menjadi "kamu" dan menyebut diri sendiri sebagai
"kamu".
5) Sering berbicara pada diri sendiri dan mengulang potongan kata atau
lagu dari iklan tv dan mengucapkannya di muka orang lain dalam
suasana yang tidak sesuai.
6) Penggunaan kata-kata yang aneh atau dalam arti kiasan, seperti
seorang anak berkata "sembilan" setiap kali ia melihat kereta api.
7) Mengalami kesukaran dalam berkomunikasi walaupun mereka dapat
berbicara dengan baik, karena tidak tahu kapan giliran mereka
berbicara, memilih topik pembicaraan, atau melihat kepada lawan
bicaranya.
8) Bicaranya monoton, kaku, dan menjemukan.
9) Kesukaran dalam mengekspresikan perasaan atau emosinya melalui
nada suara

8
10) Tidak menunjukkan atau memakai gerakan tubuh untuk
menyampaikan keinginannya, tetapi dengan mengambil tangan
orangtuanya untuk mengambil obyek yang dimaksud
11) Mengalami gangguan dalam komunikasi non-verbal; mereka sering
tidak menggunakan gerakan tubuh dalam berkomunikasi untuk
mengekspresikan perasaannya atau untuk meraba-rasakan perasaan
orang lain, misalnya menggelengkan kepala, melambaikan tangan,
mengangkat alis, dan sebagainya.
c) Karakteristik dalam perilaku dan pola bermain
1) Abnormalitas dalam bermain, seperti stereotip, diulang-ulang dan tidak
kreatif
2) Tidak menggunakan mainannya dengan sesuai
3) Menolak adanya perubahan lingkungan dan rutinitas baru
4) Minatnya terbatas, sering aneh, dan diulang-ulang
5) Hiperaktif pada anak prasekolah atau sebaliknya hipoaktif
6) Gangguan pemusatan perhatian, impulsifitas, koordinasi motoric
terganggu, kesulitan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
d) Karakteristik kognitif
1) Hampir 75-80% anak autis mengalami retardasi mental dengan derajat
rata-rata sedang.
2) Sebanyak 50% dari idiot savants (retardasi mental yang menunjukan
kemampuan luar biasa) adalah seorang penyandang autisme.

7. Deteksi dini autis pada anak


Tujuannya adalah mendeteksi secara dini adanya autis pada anak umur 18
bulan sampai 36 bulan. Dilaksanakan atas indikasi atau bila ada keluhan dari
ibu/pengasuh atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, petugas
PAUD, pengelola TPA dan guru TK.
Keluhan tersebut dapat berupa salah satu atau lebih keadaan di bawah ini:
a) Keterlambatan berbicara.
b) Gangguan komunikasi/ interaksi sosial.
c) Perilaku yang berulang-ulang.
1) alat yang digunakan adalah M-CHAT (Modified-Checklist for Autism
in Toddlers)
9
2) Ada 23 pertanyaan yang dijawab oleh orang tua/pengasuh anak.
3) Pertanyaan diajukan secara berurutan, satu persatu. Jelaskan kepada
orangtua untuk tidak ragu-ragu atau takut menjawab.
Cara menggunakan M-CHAT.
a) Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu persatu perilaku
yang tetulis pada M-CHAT kepada orang tua atau pengasuh anak.
b) Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan tugas pada
Modified-Checklist for Autism in Toddlers (M-CHAT)
c) Catat jawaban orang tua/pengasuh anak dan kesimpulan hasil pengamatan
kemampuan anak, YA atau TIDAK. Teliti kembali apakah semua
pertanyaan telah dijawab.
Interpretasi:
a) Enam pertanyaan No. 2, 7, 9, 13, 14, dan 15 adalah pertanyaan penting
(crirical item) jika dijawab tidak berarti pasien mempunyai risiko ringgi
autism. Jawaban tidak pada dua atau lebih critical item atau tiga pernyaan
lain yang dijawab tidak sesuai (misalnya seharusnya dijawab ya, orang tua
menjawab tidak) maka anak tersebut mempunyai risiko autism
b) Jika perilaku itu jarang dikerjakan (misal anda melihat satu atau 2 kali) ,
mohon dijawab anak tersebut tidak melakukannya.
Intervensi:
Bila anak memiliki risiko tinggi autism atau risiko autism, Rujuk ke Rumah
Sakit yang memberi layanan rujukan tumbuh kembang anak

10
Keterangan :
a) Enam pertanyaan No. 2, 7, 9, 13, 14, dan 15 adalah pertanyaan penting
(crirical item ) jika dijawab tidak berarti pasien mempunyai risiko
ringgi autism. Jawaban tidak pada dua atau lebih critical item atau tiga
pernyaan lain yang dijawab tidak sesuai (misalnya seharusnya dijawab
ya, orang tua menjawab tidak) maka anak tersebut mempunyai risiko
autism.
b) Jika perilaku itu jarang dikerjakan ( misal anda melihat satu atau 2
kali) , mohon dijawab anak tersebut tidak melakukannya.
Misal: jawaban 1. Tidak 2. Tidak 3. Tidak 4. Tidak 5. Tidak 6. Tidak
7. No 8. No 9. No 10. No 11. Yes 12. No 13. No 14. No 15. No 16. No
17. No 18. Yes 19. No 20. Yes 21. No 22. Yes 23. No. Kita Curigai
sebagai faktor risiko autism.

11
8. Diagnosa autisme
Sebenarnya menegakkan diagnosis gangguan autisme tidak memerlukan
pemeriksaan yang canggih-canggih seperti brain-mapping, CT-Scan, MRI dan lain
sebagainya. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut hanya dilakukan bila ada indikasi,
Misalnya bila anak kejang maka EEG atau brain mapping dilakukan untuk melihat
apakah ada epilepsi. Autisme adalah gangguan perkembangan pada anak, oleh
karena itu diagnosis ditegakkan dari gejala-gejala yang tampak yang menunjuk-
kan adanya penyimpangan dari perkem-bangan yang normal sesuai umurnya
(Budhiman, 1997).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merumuskan suatu kriteria yang
harus dipenuhi untuk dapat menegakkan diagnosis autisme. Rumusan ini dipakai
di seluruh dunia dan dikenal dengan sebutan ICD-10 (International Clasification
of Diseases) 1993. Rumusan diagnostik lain yang juga dipakai di seluruh dunia
untuk menjadi panduan diagnosis adalah yang disebut DSM-IV (Diagnostic and
Statistical Manual) 1994, yang dibuat oleh grup psikiatri dari Amerika. Isi ICD-10
maupun DSM-IV sebenarnya sama.
Kriteria DSM-IV untuk Autisme Masa Anak-anak
a) Minimal ada enam gejala dari (1),(2) dan (3), dengan sedikitnya dua gejala
dari (1) dan masing-masing satu gejala dari (2) dan (3).
1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal
harus ada dua gejala sebagai berikut:
a. tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai:
kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-
gerik yang kurang tertuju
b. tidak bisa bermain dengan teman sebaya
c. tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain
d. kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik
2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti ditujukan oleh
minimal satu dari gejala-gejala sbb:
a. Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tidak berkembang (tidak
ada usaha untuk meng-imbangikomunikasi dengan cara lain selain
bicara)
b. Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipergunakan untuk berkomu-
nikasi
12
c. Sering mempergunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang
d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa
meniru
3) Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku,
minat dan kegiatan. Sedikitnya harus ada satu dari gejala sbb:
a. Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat
khas dan berlebih-lebihan
b. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang
tidak ada gunanya
c. Ada gerakan-gerakan yang aneh yang khas dan diulang-ulang
d. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda
b) Sebelum umur tiga tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan
dalam bidang (1) interaksi sosial, (2) bicara dan berbahasa, dan (3) cara
bermain yang kurang variatif
c) Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa
Anak-anak

9. Prinsip-prinsip penanganan
Dalam melakukan penanganan terhadap para penyandang autis baik oleh
terapis, guru maupun keluarga harus memperhatikan prinsip secara umum sebagai
berikut:
a) Semua hak azasi manusia khususnya anak juga berlaku pada kelompok
anak autis seperti berhak mendapat pendidikan, bermain, kasih sayang dll.
b) Anak autis tidak persis sama satu sama lainnya, masing masing
mempunyai keunikan dan tingkat gangguannya sendiri-sendiri, oleh karena
itu perlu diperhatikan kebutuhannya serta kekhususan masing-masing.
c) Gangguan spectrum
Autisme adalah suatu gangguan proses perkembangan, sehingga terapi
jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan waktu yang lama. Terapi
harus dilakukan secara terpadu dan setiap anak membutuhkan jenis terapi
yang berbeda.
d) Tujuan utama penanganan anak autis adalah mendorong kemandirian,
disamping peningkatan akademiknya jika memungkinkan.

13
e) Orang tua dan guru-guru sekolah harus bekerja sama, bersikap terbuka,
selalu komunikasi untuk membuat perencanaan penanganan dengan tehnik
terbaikuntuk anak-anak mereka.
f) Pengajaran terstruktur sangat penting.

10. Metode-metode penanganan


Ada bermacam-macam jenis pendidikan bagi anak autis karena anak autis
mempunyai kemampuan serta hambatan yang berbeda-beda saat belajar. Untuk
hal tersebut mari kita bahas jenis sekolah yang tersedia :
a) Kelas Transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak autis yang telah diterapi dan
memerlukan layanan khusus termasuk anak autis yang terapi secara
terpadu atau struktur. Kelas transisi sedapat mungkin berada di sekolah
reguler,sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisai dengan anak
lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dengan acuan kurikulum
yang sudah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan anak.
b) Program Pendidikan Terpadu
Program pendidikan terpadu dilaksanakan di sekolah reguler dalam
kasus/waktu tertentu,anak autis dilayani di kelas khusus untuk remidial
atau layanan lain yang diperlukan. Keberadaan anak autis dikelas khusus
bisa sebagian waktu atau sepanjang hari tergantung kemampuan anak.
c) Program Pendidikan Inklusi
Program ini dilaksanakan oleh sekolah reguler yang sudah siap
memberikan layanan bagi anak autis. Untuk membuka program ini sekolah
harus memenuhi persyaratan antara lain:
1) guru terkait telah siap menerima anak autis.
2) tersedia ruang khusus untuk penanganan individual
3) tersedia guru pemebimbing khusus dan guru pendamping
4) dalam satu kelas sebaiknya tidak lebih dari 2(dua) anak autis
5) dan lain-lain yang dianggap perlu.
d) Sekolah Khusus Anak Autistik
Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autis terutama yang tidak
memungkinkan dapat mengikuti pendidikan disekolah reguler. Anak
disekolah ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya
14
distraksi sekeliling mereka. Pendidikan di sekolah difokuskan pada
program fungsional seperti bina diri, bakat ,minat yang sesuai dengan
potensi mereka.
e) Program Sekolah Di Rumah
Program ini diperuntukkan bagi anak autis yang tidak mampu mengikuti
pendidikan disekolah khusus karena keterbatasannya. Anak autis non
verbal,mental retardasi dan gangguan motoric serta auditori yang serius
dapat mengikuti program sekolah di rumah. Program dilaksanakan di
rumah dengan mendatangkan guru pembimbing atau terapis atas kerjasama
sekolah,orang tua dan masyarakat.
f) Panti (griya) Rehabilitasi Autis
Anak autis yang kemampuannya sangat rendah,gangguannya sangat parah
dapat mengikuti programdi panti(griya) rehabilitasi autistik. Program
dipanti rehabilitasi difokuskan pada pengembangan
1) Pengenalan diri
2) Sensori motor dan persepsi
3) Motorik kasar dan halus
4) Kemampuan berbahasa dan komunikasi
5) Bina diri kemampuan sosial
6) Kemampuan kerja terbatas sesuai minat,bakat dan potensi

11. Terapi autisme


a) Terapi Perilaku(ABA,LOVAAS,TEACCH,Son-rise)
Terapi perilaku (behavior theraphy) adalah terapi yang dilaksanakan untuk
mendidik dan mengembangkan kemampuan perilaku anak yang terhambat
dan untuk mengurangi perilaku -perilaku yang tidak wajar dan
menggantikannya dengan perilaku yang bisa diterima dalam masyarakat.
Terapi perilaku ini merupakan dasar bagi anak-anak autis yang belum
patuh (belum bisa kontak mata dan duduk mandiri) karena program
dasar/kunci terapi perilaku adalah melatih kepatuhan, dan kepatuhan ini
sangat dibutuhkan saat anak-anak akan mengikuti terapi-terapi lainnya
seperti terapi wicara, terapi okupasi, fisioterapi, karena tanpa kepatuhan
ini, terapi yang diikuti tidak akan pernah berhasil. Terapi perilaku yang
dikenal di seluruh dunia adalah Applied Behavioral Analysis(ABA)yang
15
diciptakan oleh O.Ivar Lovaas PhD dari University of California Los
Angeles (UCLA). Dalam terapi perilaku, fokus penanganan terletak pada
pemberian reinforcement positif setiap kali anak berespons benar sesuai
instruksi yang diberikan. Tidak ada hukuman (punishment)dalam terapi
ini, akan tetapi bila anak berespons negatif (salah/tidak tepat) atau tidak
berespons sama sekali maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif
yang ia sukai tersebut. Perlakuan ini diharapkan meningkatkan
kemungkinan anak untuk berespons positif dan mengurangi kemungkinan
ia berespons negatif (atau tidak berespons) terhadap instruksi yang
diberikan.
b) Terapi Wicara
Terapi wicara (speech therapy) merupakan suatu keharusan, karena anak
autis mempunyai keterlambatan bicara dan kesulitan berbahasa. Tujuannya
adalah untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat berbicara lebih baik.
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara
dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula
individu autis yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang.
Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak
mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi
dengan orang lain. Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat
menolong.
c) Terapi okupasi
Terapi okupasi dilakukan untuk membantu menguatkan, memperbaiki
koordinasi dan keterampilan otot pada anak autis dengan kata lain untuk
melatih motorik halus anak. Hampir semua anak autis mempunyai
keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku
dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang
benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan
kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat
penting untuk melatih mempergunakan otot -otot halusnya dengan benar.
Contohnya Floortime.
d) Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara
individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motoric
16
kasarnya. Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang
kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi
integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-
ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
Hydroterapi,merupakan salah satu contoh terapi fisik yang dapat
membantu anak autistik untuk melepaskan energi yang berlebihan pada
diri anak.
e) Terapi Bermain
Untuk melatih mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain.
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autis membutuhkan
pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya
berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi sosial. Seorang
terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik
tertentu. Terapi bermain ini bertujuan selain untuk bersosialisasi juag
bertujuan untuk terapi perilaku, bermain sesuai aturan.
f) Terapi Medikamentosa
Obat-obatan(drug therapy) untuk menenangkan melalui pemberian obat-
obatan oleh dokter yang berwenang., untuk kebaikan dan kebugaran
kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak dari keracunan
logam berat,efek elergi. Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok
dokter yang tergabung dalam DAN (Defeat Autismem Now). Banyak dari
para perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan
riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya
gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak.
Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan,
darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan
dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Ternyata lebih
banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang
komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri
(biomedis).
g) Terapi Melalui Makan(diet therapy)
Untuk mencegah atau mengurangi tingkat ganggguan autisme.

17
h) Terapi integrasi sensoris
Untuk melatih kepekaan dan koodinasi daya indra anak autis. Terapi
Integrasi Auditori, untuk melatih kepekaan pendengaran supaya lebih
sempurna. Dapat menggunakan snozellen.
i) Terapi Musik
Untuk melatih audiotori anak,menekan emosi,melatih kontak mata dan
konsentrasi.
j) Terapi Anggota Keluarga
Memberi perhatian yang penuh. Bisa dengan menggunakan konseling
kognitif perilaku (KKP).
k) Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam
bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan
pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan
main bersama ditempat bermain. Seorang terapis sosial membantu dengan
memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman
sebaya dan mengajari cara-caranya.
l) Terapi Perkembangan
RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi
perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat
perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional
dan Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku
seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.
m) Media Visual
Individu autis lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual
thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan
metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar,misalnyadengan
metode PECS ( Picture Exchange Communication System). Beberapa
video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan
komunikasi. Contoh lain menggunakan Computer picture.
Pemilihan terapi tersebut diatas yang diberikan pada anak,tergantung dari
kondisi kemampuan dan kebutuhan anak. Jadi tidak semua terapi sesuai
dengan kebutuhan anak, namun terapi utama bagi anak adalah terapi perilaku,
terapi wicara dan terapi okupasi.
18
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Riwayat gangguan psikiatri/jiwa pada keluarga.  
b) Riwayat keluarga yang terkena autisme.
c) Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan.
1) Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
2) Cedera otak
d) Status perkembangan anak.
1) Anak kurang merespon orang lain.
2) Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
3) Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
4) Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
5) Keterbatasan Kongnitif.
e) Pemeriksaan fisik
1) Tidak ada kontak mata pada anak.
2) Anak tertarik pada sentuhan (Anak tertarik pada sentuhan
(menyentuh/disentuh). menyentuh/disentuh).
3) Terdapat Ekolalia.
4) Tidak ada ekspresi non verbal.
5) Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
6) Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
7) Peka terhadap bau.
8) Tidak ada kontak mata
2. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan perkembangan ditandai
dengan perilaku tidak sesuai dengan usianya(D.0118 SDKI hal 262)
b) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan psikologis ditandai
dengan menunjukan respon tidak sesuai(D. 0119 SDKI hal 264)
c) Gangguan identitas diri berhubungan dengan tidak terpenuhinya tugas
perkembangan ditandai dengan perilaku tidak konstisten(D.0084 SDKI hal 188)

19
d) Resiko mutilasi diri behubungan dengan individu autistic (D.0145 SDKI hal 310)

3. Intervensi Keperawatan
Prinsip intervensi
Mirza (2010) mengatakan bahwa autisme sebenarnya sangat perlu menjadi perhatian khusus, ada beberapa prinsip-prinsip penanganan
penderita autisme :
a) Urgensi mencintai dan menerima
Sikap menerima dan mencintai adalah yang terpenting untuk memenuhi atau membuka hubungan dengan anak-anak berkebutuhan
khusus. Kunci keberhasilan dari program ini adalah sikap tidak menghakimi dan menilai anak, seperti dalam pendidikan formal
lainnya.
b) Menghakimi atau menilai
Diharapkan jangan menghakimi anak kita dengan mengatakan bahwa yang dilakukan anak ini benar atau salah ataupun baik atau
buruk. Terapis atau orang tua atau siapapun yang ingin membantu anak kita, berusahalah untuk mempelajari dan memasuki dunia
anak serta mendorong timbulnya suatu ikatan yang spesial dan penuh cinta. Berusahalah untuk bersikap baik, dan timbulkan
keinginan anak untuk ingin tahu lebih lanjut dan belajar banyak dari kita. Anak kita adalah titipan dari Tuhan, dan Tuhan telah
menunjuk kita sebagai orang tua yang diberi anugerah anak spesial, maka kita harus memberikan perhatian yang spesial kepadanya,
juga pendidikan dan keistimewaan dalam mengurus dia. Itulah moto yang harus dipegang oleh para orang tua. kita tidak akan dapat
menghargai dan menerima kehadiran anak itu dalam lingkungan keluarga kita jika kita menganggap bahwa anak autisme sebagai
musibah dan kutukan.

20
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Gangguan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Intervensi Utama
interaksi sosial selama x24 jam diharapkan interakasi
1. Modifikasi Perilaku Keterampilan Sosial(1. 13484 SIKI hal 234)
berhubungan sosial meningkat dengan kriteria hasil:
b. Identifikasi penyebab kurangnya keterampilan
dengan hambatan (L.13115 SLKI hal 34)
sosial
perkembangan 1. Perasaan nyaman dengan situasi
c. Identifikasi focus pelatihan keterampilan sosial
ditandai dengan sosial meningkat
d. Memotivasi untuk berlatihan keterampilan
perilaku tidak 2. Responsif pada orang lain
sosial
sesuai dengan menngkat
e. Beri umpan balik positif (misal pujian atau
usianya(D.0118 3. Minat melakukan kontak emosi
penghargaan)
SDKI hal 262) 4. Kooperatif dalam bermain dengan
f. Libatkan keluarga selama latihan keterampilan
sebaya meningkat
sosial, jika perlu
5. Kooperatif dengan teman sebaya
g. Jelaskan tujuan melatih keterampilan sosial
meningkat
h. Jelaskan respon dan konsekuensi keterampilan
6. Perilaku sesuai usia meningkat
sosial
i. Anjurkan mengungkapkan perasaan akibat
2. Promosi Sosialisasi(1.13497 SIKI hal 384)

a) Identifikasi kemampuan melakukan interaksi dengan orang lain


b) Identifikasi hambatan melakukan interaksi dengan orang lain
c) Motivasi meningkatkan keterlibatan dalam suatu hubungan
d) Motivasi kesabaran dalam mengembangkan suatu hubungan

21
e) Motivasi berpartisipasi dalam aktivitas baru dan kegiatan
kelompok
f) Motivasi berinteraksi diluar lingkungan (mis.jalan-jalan, ketoko
buku)
g) Diskusikan kekuatan dan keterbatasan dalam berkomunikasi
dengan orang lain
h) Berikan umpan balik positif dalam perawatan diri
i) Berikan umpan balik positif pada setiap peningkatan
kemampuan
j) Anjurkan berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
k) Anjurkan ikut serta kegiatan social dan kemasyarakatan
l) Anjurkan meningktakan kejujuran diri dan menghormati hak
orang lain
m) Anjurkan penggunaan alat bantu (mis.kacamata dan alat bantu
dengar)
n) Anjurkan membuat perencanaan kelompok kecil untuk kegiatan
khusus
o) Latih mengekspresikan marah dengan tepat
Intervensi pendukung
1. Dukungan Kelompok
2. Dukungan Pemulihan Penyalahgunaan Alcohol

22
3. Dukungan Pemulihan Penyalahgunaan Zat
4. Latihan Arsertif
5. Manajemen Demensia
6. Manajamen Pengendalian Marah
7. Manajemen Stress
8. Promosi Dukungan Sosial
9. Promosi Hubungan Positif
10. Promosi Kebutuhan Keluarga
11. Promosi Komunikasi Efektif
12. Promosi Komunikasi: Defisit Bicara
13. Promosi Komunikasi: Deficit Pendengaran
14. Promosi Komunikasi: Deficit Visual
15. Promosi Koping
16. Promosi Residen
17. Reduksi Ansietas
18. Stimulasi Kognitif
19. Terapi Bantuan Hewan
20. Terapi Bercerita
21. Terapi Humor
22. Terapi Kelompok
23. Terapi Kelurga

23
24. Terapi Rekreasi
25. Terapi Reminisens
2. Gangguan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Intervensi Utama:
komunikasi selama x24 jam diharapkan komunikasi 1. Promosi Komunikasi: Defisit Bicara(1.13492 SIKI hal 373)
verbal verbal meningkat dengan kriteria hasil:
a) Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume dasn diksi bicara
berhubungan (L. 13118 SLKI hal 49)
b) Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berkaitan
dengan hambatan 1. Kemampuan berbicara meningkat
dengan bicara
psikologis 2. Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh
c) Monitor frustrasi, marah, depresi atau hal lain yang menganggu
ditandai dengan meningkat
bicara
menunjukan 3. Kontak mata meningkat
d) Identifikasi prilaku emosional dan fisik sebagai bentuk
respon tidak 4. Respon perilaku membaik
komunikasi
sesuai(D. 0119 5. Pemahaman komunikasi membaik
e) Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
SDKI hal 264)
f) Ulangi apa yang disampaikan pasien
g) Berikan dukungan psikologis
h) Gunakan juru bicara, jika perlu
i) Anjurkan berbicara perlahan
j) Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis dan
fisiologis yang berhubungan dengan kemampuan berbicara
k) Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis

2. Promosi Komunikasi: Deficit Pendengaran(1.13493 SIKI hal 374)

24
a) Periksa kemampuan pendengaran
b) Identifikasi metode komunikasi yang disukai pasien (mis.
Lisan, tulisan, gerakan bibir, bahasa isyarat)
c) Gunakan bahasa sederhana
d) Guanakan bahasa isyarat, jika perlu
e) Verifikasi apa yang dikatakan/ ditulis pasien
f) Berhadapan dengan pasien secara langsung selama
berkomunikasi
g) Perhatankan kontak mata selama berkomunikasi
h) Hindari kebisingan saat berkomunikasi
i) Hindari berkomunikasi lebih dari 1 meter dari pasien
j) Anjurkan menyampaikan pesan dengan isyarat
k) Ajarkan cara membersihkan seruman dengan tepat
3. Promosi Komunikasi: Deficit Visual(1.13494 SIKI hal 375)
a) Periksa kemampuan pengelihatan
b) Monitor dampak gangguan pengelihatan (mis. resiko cidera,
depresi,kegelisahan, kemampuan melakukan aktivitas sehari-
hari)
c) Pastikan kacamata atau lensa kontak berfungsi dengan baik
d) Sediakan pencahayaan cukup
e) Berikan bacaan dengsn huruf besar

25
f) Hindari penataan letak lingkungan tanpa memberitahu
g) Gunakan warna terang dan kontras di lingkungan
h) Sediakan kaca pembesar, jika perlu
i) Jelaskan lingkungan pada pasien
j) Ajarkan pada keluarga cara menbantu cara pasien
berkomunikasi

Intervensi Pendukung:
1. Dukungan Kepatuhan Program Pengobatan
2. Dukungan Pengambilan Keputusan
3. Dukungan Perawatan Diri
4. Latihan Memori
5. Manajemen Demensia
6. Manajemen Energy
7. Manajemen Lin gkungan
8. Manajemen Medukasi
9. Perawatan Telinga
10. Reduksi Ansietas
11. Terapi Seni
12. Terapi Sentuhan
13. Terapi Validasi

26
3. Gangguan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Intervensi Utama:
identitas diri selama x24 jam diharapkan identitas diri 1. Orientasi realita(1.09297 SIKI hal 235)
berhubungan membaik dengan kriteria hasil: (L.09070 a) Monitor perubahan orientasi
dengan tidak SLKI hal 31) b) Monitor perubahan kognitif dari perilaku
terpenuhinya 1. Perilaku konsisten meningkat c) Hadirkan realita (mis. Beripenjelasan alternatif, hindari
tugas 2. Hubungan yang efektif meningkat perbedatan )
perkembangan 3. Perasaan fluktuantif terhadap diri d) Sediakan lingkungan dan rutinitas secara konsisten
ditandai dengan menurun e) Atur stimulus sensorik dan lingkungan (mis. Kunjungan,
perilaku tidak 4. Persepsi terhadap diri sendiri pemandangan, suara, pencahayaan bau, dan sentuhan)
konstisten(D.0084 membaik f) Gunakan simbol dalam mengorientasikan lingkungan (mis. Tanda
SDKI hal 188) gambar, warna )
g) Libatkan dalam terapi kelompok orientasi
h) Anjurkan perawatan diri secara mandiri
i) Anjurkan penggunaan alat bantu , mis kaca mata, alat bantu
dengar, gigi palsu
j) Ajarkan keluarga dalam perawatan orientasi realita
2. Promosi kesadaran diri(1.09311 SIKI hal 370)
a) Identifikasi keadaan emosional saat ini
b) Identifikasi respon yang ditujukkan berbagai situasi
c) Diskusikan nilai-nilai yang berkontribusi terhadap konsep diri
d) Diskusikan tantang fikiran, perilaku, atau respon terhadap

27
kondisi
e) Diskusikan dampak penyakit pada konsep diri
f) Motivasi dalam meningkatkan kemampuan belajar
g) Anjurkan mengenali pikiran dan perasaan tentang diri
h) Anjurkan menyadari bahwa setiap orang unik
i) Anjurkan mengungkapkan perasaan (mis. Marah atau depresi)
j) Anjurkan meminta bantuan orang lain, sesuai kebutuhan
k) Anjurkan mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
l) Anjurkan mengidentifikasi kembali persepsi negatif tentang diri
m) Anjurkan dalam mengekspresikan diri dengan kelompok sebaya
n) Ajarkan cara membuat prioritas hidup
o) Latih kemampuan positif diri yang dimiliki
3. Promosi koping(1.09312 SIKI hal 375)
a) Indentifikasi kegiatan jangka pendek dan panjang sesuai tujuan
b) Identifikasi kemampuan yang dimiliki
c) Identifikasi sumber daya yang tersedia untuk memenuhi tujuan
d) Identifikasi metode penyelesaian masalah
e) Identifikasi kebutuhan dan kegiatan terhadap dukungan sosial
f) Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan
g) diskusikan resiko yang menimbulkan bahaya pada diri sendiri
h) Hindari mengambil keputusan saat pasien berada di bawah

28
tekanan
i) Motivasi terlibat dalam kegiatan sosial
j) Perkenalkan dengan orang atau kelompok yang berhasil
mengalami pengalaman sama
k) Kurangi rangsangan lingkungan yang mengancam
l) Anjurkan menjalani hubungan yang memiliki kepentingan dan
tujuan sama
m) Anjurkan mengungkapkan perasaan perasaan dan persepsi
n) Anjurkan keluarga terlibat
o) Latih keterampilan sosial, sesuai kebutuhan

Intervensi Pendukung:
1. Bantuan pengendalian marah
2. Biblioterapi
3. Dukungan kelompok pendukung
4. Dukungan keyakinan
5. Dukungan pelaksanaan ibadah
6. Dukungan penampilan peran
7. Dukungan pengungkapan kebutuhan
8. Dukungan pengungkapan perasaan
9. Dukungan perkembangan spiritual
10. Dukungan spiritual

29
11. Edukasi teknik adaptasi
12. Konseling
13. Latihan asertif
14. Manajemen gangguan makan
15. Manajemen mood
16. Manajemen perilaku seksual
17. Perlibatan keluarga
18. Pencegahan bunuh diri
19. Pencegahan penyalahgunaan zat
20. Pencegahan perilaku kekerasan
21. Prmosi harapan
22. Promosi harga diri
23. Restukturasasi kognitif
24. Terapi kognitif perilaku
25. Terapi mileu

4. Resiko mutilasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Intervensi Utama(1.09282 SIKI hal 139)
diri behubungan selama x24 jam diharapkan kontrol diri Observasi
dengan individu meningkat dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi kemampuan mental dan kognitif untuk membuat kontrak
autistic (D.0145 (L.09076 SLKI hal 54)d 2. Identifikasi cara dan sumber daya terbaik untuk mencapai tujuan
SDKI hal 310) 1. Verbalisasi ancaman kepada 3. Identifikasi hambatan dalam menerapkan perilaku positif
orang lain menurun 4. Monitor pelaksanaan perilaku ketidaksesuaian dan kurang komitmen
30
2. Perilaku merusak lingkungan untuk memenuhi kontrak
sekitar menurun Teraupeutik
3. Perilaku melukai diri 1. Ciptakan lingkungan yang terbuka untuk membuat kontrak perilaku
sendiri/orang lain menurun 2. Fasilitasi pembuatan kontrak tertulis
4. Bicara ketus menurun 3. Diskusikan perilaku kesehatan yang ingin diubah
5. Suara keras menurun 4. Diskusikan tujuan positif jangka pendek dan jangka panjang yang
realistis dan dapat dicapai
5. Diskusikan pngembangan rencana perilaku positif
6. Diskusikan cara mengamati perilaku
7. Diskusikan penghargaan yang diinginkan ketika tujuan tercapai jika
perlu
8. Diskusikan konsikuensi atau sanksi tidak memenuhi kontrak
9. Tetapkan waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tindakan yang
realistis
10. Fasilitasi meninjau ulang kontrak dan tujuan jika perlu
11. Pastikan kontrak ditandatangani oleh semua pihak yang terlibat jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan menuliskan tujuan sendiri jika perlu

4. Implementasi Keperawatan
No Diagnosa Implementasi Tanda Tangan

31
1. Gangguan interaksi sosial 1. Memodifikasi Perilaku Keterampilan Sosial
berhubungan dengan a) Mengidentifikasi penyebab kurangnya keterampilan sosial
hambatan perkembangan b) Mengidentifikasi focus pelatihan keterampilan sosial
ditandai dengan perilaku tidak c) Memotivasi untuk berlatihan keterampilan sosial
sesuai dengan usianya(D.0118 d) Memberi umpan balik positif (misal pujian atau penghargaan)
SDKI hal 262) e) Meliibatkan keluarga selama latihan keterampilan sosial, jika perlu
f) Mengananjurkan mengungkapkan perasaan akibat
g) Melakukan promosi komunikasi efektif
h) Menstimulasi kognitif
i) Melakukan terapi bercerita
2. Gangguan komunikasi verbal 1. Promosi Komunikasi: Defisit Bicara
berhubungan dengan
a) Memonitor frustrasi, marah, depresi atau hal lain yang menganggu bicara
hambatan psikologis ditandai
b) Mengidentifikasi prilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi
dengan menunjukan respon
c) Menberikan dukungan psikologis
tidak sesuai(D. 0119 SDKI
d) Mengajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis dan fisiologis
hal 264)
yang berhubungan dengan kemampuan berbicara
e) Merujuk ke ahli patologi bicara atau terapis

2. Promosi Komunikasi: Deficit Pendengaran


a. Melakukan periksaan kemampuan pendengaran
b. Menggunakan bahasa sederhana

32
c. Menggunakan bahasa isyarat, jika perlu
d. Berhadapan dengan pasien secara langsung selama berkomunikasi
e. Memperhatankan kontak mata selama berkomunikasi
f. Menghindari berkomunikasi lebih dari 1 meter dari pasien
g. Mendukungan Perawatan Diri
h. Melakuka perawatan Telinga
i. Mereduksi Ansietas
j. Melakukan terapi Sentuhan
3. Gangguan identitas diri
berhubungan dengan tidak 1. Orientasi realita
terpenuhinya tugas a) Memonitor perubahan orientasi
perkembangan ditandai b) Memonitor perubahan kognitif dari perilaku
dengan perilaku tidak c) Menghadirkan realita (mis. Beripenjelasan alternatif, hindari perbedatan )
konstisten(D.0084 SDKI hal d) Mengatur stimulus sensorik dan lingkungan (mis. Kunjungan, pemandangan,
188) suara, pencahayaan bau, dan sentuhan)
e) Menggunakan simbol dalam mengorientasikan lingkungan (mis. Tanda
gambar, warna )
2. Promosi kesadaran diri
f) Mengidentifikasi keadaan emosional saat ini
g) Mengidentifikasi respon yang ditujukkan berbagai situasi
h) Mendiskusikan tantang fikiran, perilaku, atau respon terhadap kondisi

33
i) Memootivasi dalam meningkatkan kemampuan belajar
j) Menganjurkan menyadari bahwa setiap orang unik
k) Menganjurkan mengungkapkan perasaan (mis. Marah atau depresi)
l) Latih kemampuan positif diri yang dimiliki
2. Promosi koping
a) Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
b) Mengidentifikasi sumber daya yang tersedia untuk memenuhi tujuan
c) Mengidentifikasi kebutuhan dan kegiatan terhadap dukungan sosial
d) Mengunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan
e) Mendiskusikan resiko yang menimbulkan bahaya pada diri sendiri
f) Memootivasi terlibat dalam kegiatan sosial
g) Memperkenalkan dengan orang atau kelompok yang berhasil mengalami
pengalaman sama
h) Menganjurkan mengungkapkan perasaan perasaan dan persepsi
i) Menganjurkan keluarga terlibat
j) Melatih keterampilan sosial, sesuai kebutuhan
k) Melakukan Biblioterapi
l) Mendukungan pengungkapan kebutuhan
m) Medukungan pengungkapan perasaan
4. Resiko mutilasi diri Observasi
behubungan dengan individu a) Mengidentifikasi kemampuan mental dan kognitif untuk membuat kontrak
autistic (D.0145 SDKI hal b) Membantu mengidentifikasi hambatan dalam menerapkan perilaku positif
34
310) c) Membantu monitoring pelaksanaan perilaku ketidaksesuaian dan kurang
komitmen untuk memenuhi kontrak
Teraupeutik
a) Menciptakan lingkungan yang terbuka untuk membuat kontrak perilaku
b) Mendiskusikan pngembangan rencana perilaku positif
c) Membanti mendiskusikan cara mengamati perilaku
d) Mendiskusikan konsikuensi atau sanksi tidak memenuhi kontrak
e) Menetapkan waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tindakan yang realistis
Edukasi
a) Menganjurkan menuliskan tujuan sendiri jika perlu

35
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dimana perawat mencari kepastian keberhasilan yang
dibuat dan menilai intervensi yang telah dilakukan dan untuk mengetahui sejauh mana
masalah klien teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan balik atau
pengkajian ulang jika yang ditetapkan belum tercapai dalam proses keperawatan

36
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks yang sejak dahulu
menjadi salah satu misteri di dunia kedokteran. Autisme sebenarnya bukan barang baru dan
sudah ada sejak lama, namun belum terdiagnosis sebagai autis. Menurut cerita-cerita zaman
dulu sering-kali ada anak yang dianggap ‘aneh’; anak tersebut sejak lahir sudah menunjukkan
gejala yang tidak biasa.
Dalam dunia medis dan psikiatris, gangguan autisme atau biasa disebut ASD (Autistic
Spectrum Disorder) merupakan gangguan perkembangan fungsi otak yang kompleks dan
sangat bervariasi (spektrum). Autisme merupakan suatu kumpulan sindrom yang
mengganggu saraf . Penyakit ini mengganggu perkembangan anak, diagnosisnya diketahui
dari gejala-gejala yang tampak dan ditunjukan dengan adanya penyimpangan perkembangan
(Prasetyono,2008:11).
Istilah “autisme” pertama kali diperkenalkan pada tahun 1943 oleh Leo Kanner,
seorang psikiater dari John Hopkins University yang menangani sekelompok anak-anak yang
mengalami kelainan sosial yang berat, hambatan komunikasi dan masalah perilaku. Anak-
anak ini menunjukkan sifat menarik diri (withdrawal), membisu, dengan aktivitas repetitive
(berulang-ulang) dan stereotipik(klise) serta senantiasa memalingkan pandangannya dari
orang lain.
Berdasarkan penelitian seorang Psikiater di Jakarta pada tahun 1998 hanya ditemukan
1 kasus penderita autis, namun jumlah tersebut terus bertambah dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2000 tercatat jumlah pasien baru autis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta

sebanyak 103 kasus. Di Indonesia sendiri yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum
diketahui berapa persisnya jumlah penderita, namun diperkirakan jumlah anak penderita
autism dapat mencapai 150-200 ribu orang. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan
adalah 2,6-4:1.
B. Saran
Dengan ini penulis berharap, mahasiswa atau pembaca dapat memahami konsep anak
dengan penyakit autisme dan dapat menerapkan asuhan keperawatan yang diperuntukan
untuk anak dengan autisme tersebu serta mengetahui penanganan terhadap anak autism.
Terutama dikarenakan jumlah pasien dengan kasus autisme ini terus bertambah dari tahun ke
tahun.

37
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia,dwi dkk. 2014. Sistem pakar diagnosa autisme pada anak. Jurnal Rekursif. 02(02):92-
93

Aprilian, Velly. 2010. Asuhan Keperawatan Autisme Pada Anak. Jakarta. Academia.edu
diakses https://www.academia.edu/9502794/asuhan_keperawatan_autis_pada_anak

Artanti,PY dkk. 2012. Studi deskriptif terapi terhadap penderita autismepada anak usia dini di
mutia center kecamatan bojong kabupaten purbalingga. Indonesian Journal of Early
Childhood Education Studies. 01(01):45

Kemendikbud. Depkes RI. 2016. Stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak
(sosialisasi buku pedoman pelaksanaan DDTK di tingkat pelayanan kesehatan
dasar), Jakarta. 2016; 25-72

Munzir,al. 2016. Hambatan komunikasi anak autis. 09(01):83

Nugraheni,S A. 2012. Menguak belantara autism. Buletin psikologi.20:(01):8-13

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan


Indikator Diagnostik edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan


Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed. Jakarta: DPP PPNI.

Tim YPAC. 2000 . All About Autisme ( Buku Pedoman Penanganan dan Pendidikan autism
YPAC). Bandung : Tidak diterbitkan.

Wahyu, Haifah dkk. 2018. Pengaruh metode Glenn Doman terhadap perkembangan
komunikasi anak autisme. Jurnal Keperawatan Silampari. 02(01):172-173

38

Anda mungkin juga menyukai