Anda di halaman 1dari 6

Journal Speed – Sentra Penelitian Engineering dan Edukasi – Volume 3 No 2 - 2011 - ijns.

org

Studi Pendekatan Partisipatoris


Dengan Dukungan Teknologi Informasi
Vitri Tundjungsari
Program Studi Teknik Informatika, Universitas Yarsi Jakarta
Jl. Letjen Suprapto Jakarta Pusat
vibara11@gmail.com

Abstract - The model of participation is now a new paradigm in planning a system (Geertman, 2006).
Community participation can now be accommodated by the Information and Communication Technology
(ICT) continues to grow. This article is a preliminary study of a participatory approach to investigate how
this approach is used in generating an information system. Various levels of participation from various
sources are also discussed in this article, along with the advantages and disadvantages of participation
models. In the final section describes some methods and tools that can be used in a participatory
approach.
Keywords: participation, public, level, information technology

Abstrak – Model partisipasi saat ini merupakan paradigma baru dalam perencanaan suatu sistem
(Geertman, 2006). Partisipasi masyarakat kini dapat diakomodasi oleh Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) yang terus berkembang. Artikel ini merupakan studi pendahuluan dari pendekatan
partisipatoris untuk menginvestigasi bagaimana pendekatan ini digunakan dalam menghasilkan suatu
sistem informasi. Berbagai level partisipasi dari berbagai sumber juga dibahas dalam artikel ini, beserta
kelebihan dan kekurangan model partisipasi. Pada bagian akhir dibahas mengenai beberapa metode dan
tool yang bisa digunakan dalam pendekatan partisipatoris.
Kata kunci: partisipasi, publik, level, teknologi informasi

1. Pendahuluan (2) pendekatan socio-technical di Inggris, yang


Saat ini model partisipasi, yang difokuskan pada otonomi dalam suatu grup kerja
merupakan bagian dari Participatory Research dalam organisasi melalui power sharing, joint
(PR), khususnya Participatory Design (PD), telah responsibility dan multiple leadership (Asaro,
menjadi mainstream baru dalam literatur SI yang 2000).
belum banyak mendapat perhatian. Hal ini Artikel ini membahas tipologi dan level
merupakan peluang penelitian yang besar, partisipasi, serta kelebihan dan kelemahan model
terutama karena model partisipasi juga menjadi partisipasi. Metode dan teknologi yang dapat
paradigma perencanaan baru sejak 1990an digunakan dalam pendekatan partisipatoris juga
hingga saat ini (Geertman, 2006). Strategi dibahas dalam artikel ini.
penelitian dengan pendekatan partisipatoris makin 2. Participatory Research (PR) dalam Sistem
mendapatkan perhatian yang besar, terutama Informasi (SI)
dalam domain-domain yang melibatkan para Penelitian dalam SI ditekankan pada
stakeholder, seperti: e-Government, e-Citizen, e- pentingnya peran partisipasi user dalam tahap
Participation, dan e-Health. disain, untuk pengembangan SI yang efektif. Di
Penelitian PR dalam SI dimulai sejak Eropa, Asaro (2000) menyimpulkan bahwa
pertengahan 1970-an berawal dari studi yang pendekatan partisipatoris (participatory) memiliki
dilakukan di Skandinavia dan Inggris, dan dua haluan. Yang pertama merupakan
kemudian Amerika (Tundjungsari, 2009). Banyak pendekatan sumber daya kolektif yang diadopsi
perdebatan mengenai penggunaan konteks PD dari Skandinavia, dengan penekanan pada
dalam SI, misalnya: di Amerika PD diadopsi untuk kekuatan gabungan (union empowerment);
mendukung pengembangan prototipe dan sedangkan yang kedua merupakan pendekatan
Business Process Re-engineering (BPR) agar socio-technical di Inggris, yang difokuskan pada
menghasilkan organisasi/ bisnis yang lebih efisien otonomi dalam suatu grup kerja dalam organisasi
dan efektif (Puri, 2003). Sedangkan pendekatan melalui power sharing, joint responsibility dan
partisipatoris di Eropa memiliki dua haluan, yaitu: multiple leadership. Di Amerika, Participatory
(1) pendekatan sumber daya kolektif yang Design (PD) diimplementasikan dalam lingkup
diadopsi dari Skandinavia, dengan penekanan yang lebih sempit dengan kondisi socio-political
pada kekuatan gabungan (union empowerment), yang berbeda, dibandingkan dengan kondisi di
ISSN : 1979-9330 (Print) - 2088-0154 (Online) 41
Journal Speed – Sentra Penelitian Engineering dan Edukasi – Volume 3 No 2 - 2011 - ijns.org

Skandinavia.PD diadopsi di Amerika, terutama partisipasi dengan inisiatif sendiri (Self


untuk mendukung pengembangan prototipe dan mobilization).
Business Process Re-engineering (BPR) untuk Adapun Macintosh (2004) membagi level
menghasilkan organisasi/ bisnis yang lebih efisien partisipasi atas: (1) Informasi (Information):
dan efektif (Puri, 2003). Sebaliknya di merupakan hubungan satu arah dari pemerintah
Skandinavia, pendekatan PD digunakan dalam untuk menghasilkan dan menyampaikan informasi
bidang politik, distribusi kekuasaan, dan kepada warga negaranya; (2) Konsultasi
partisipasi pekerja. Walaupun masih banyak (Consultation): merupakan hubungan dua arah
perdebatan mengenai penggunaan konteks PD antara warga negara dalam menyampaikan
dalam SI, namun saat ini PD telah menjadi pandangan dan masukan kepada pemerintah
mainstream baru dalam literatur SI yang belum berdasarkan tahap Informasi, dan pemerintah
banyak mendapatkan perhatian (Sahay dan menetapkan masalah (issue) untuk Konsultasi,
Avgerou, 2002; Walsham, 1995; Puri, 2003; Byrne menetapkan pertanyaan, dan mengatur jalannya
dan Sahay, 2003). proses; (3) Partisipasi aktif (Active participation):
Laporan OECD (2001) mengatakan merupakan hubungan berbasiskan kemitraan
bahwa partisipasi dalam hal demokratik politik (partnership) antara pemerintah dan warga
harus melibatkan: sumber informasi, mekanisme negara yang secara aktif terlibat dalam
yang terlibat dalam pengambilan keputusan, mendefinisikan proses dan konten (isi) dari
kemampuan untuk berkontribusi dan pembuatan kebijakan, walaupun keputusan akhir
mempengaruhi agenda kebijakan. Sedangkan tetap di tangan pemerintah.
Byrne dan Alexander (2006) mengemukakan dua Selanjutnya Macintosh (2004)
prinsip, sebagai implikasi dari penelitian menerjemahkan ketiga level partisipasi tersebut
Participatory SI secara etis (ethical participatory dalam tiga macam teknologi untuk mendukung
IS research), yaitu: partisipasi, yaitu: e-Enabling, e-Engaging, dan e-
• Perbedaan kontekstual (Contextual Empowering. E-Enabling merupakan teknologi
differences): Setiap SI memiliki keunikan untuk mendukung mereka yang tidak dapat
secara kontekstual, sehingga PD dalam mengakses Internet dan mengambil manfaat dari
SI tidak dapat diterapkan dengan simpel informasi yang ada di dalamnya.Tujuannya
menggunakan satu macam panduan (set adalah bagaimana agar teknologi dapat
of guidelines) ataupun cetak biru (blue digunakan untuk mendukung lebih banyak
print). audiens dengan mempertimbangkan kemampuan
• Dibutuhkan definisi yang lebih eksplisit teknis dan komunikasi warga Negara. E-enabling
(Need for explicit definitions of juga menyediakan informasi dalam format yang
participation in reports on IS research): dapat diakses dan dipahami dengan lebih
Hal-hal yang mempengaruhi cara dan baik.Kedua aspek ini, kemampuan untuk
tingkat partisipasi suatu komunitas harus mengakses informasi (accessibility) dan
diperhatikan dalam pengembangan SI, kemampuan untuk memahami informasi
misalnya: bahasa yang digunakan, level (understandability), diharapkan dapat diatasi
partisipasi, dan faktor-faktor seperti dengan e-enabling.
kekuasaan yang mempengaruhi tingkat Level berikutnya adalah e-Engaging, yaitu
partisipasi. warga negara berkonsultasi dengan audiens
dalam cakupan yang lebih luas, guna
Guijt (1998) menjelaskan level partisipasi mendapatkan kontribusi yang lebih dalam dan
sehubungan dengan kontribusi dan aktivitas yang dukungan terhadap debat yang bersifat deliberatif
dilakukan. Terdapat tujuh macam level partisipasi, terhadap masalah kebijakan. Keterlibatan dalam
yaitu: (1) Partisipasi pasif (Passive participation), konteks ini lebih merupakan konsultasi yang
(2) Partisipasi dalam mendapatkan informasi bersifat top-down dari pemerintah atau parlemen
(Participation in information gathering), (3) ke warga negaranya.
Partisipasi dengan konsultasi (Participation by Level yang ketiga adalah e-Empowering,
consultation), (4) Partisipasi untuk mendapatkan yaitu penggunaan teknologi untuk
insentif secara materi (Participation for material memberdayakan warga negara. E-Empowering
incentives), (5) Partisipasi fungsional (Functional berhubungan dengan bagaimana teknologi dapat
participation), (6) Partisipasi yang interaktif mendukung partisipasi aktif dan memfasilitasi ide-
(Interactive participation), dan (7) Mobilisasi ide dari bawah ke atas (bottom-up) untuk
mempengaruhi agenda politis. Dalam hal ini,

ISSN : 1979-9330 (Print) - 2088-0154 (Online) 42


Journal Speed – Sentra Penelitian Engineering dan Edukasi – Volume 3 No 2 - 2011 - ijns.org

warga negara diposisikan lebih sebagai penghasil


kebijakan dibandingkan sebagai konsumen dari
suatu kebijakan, sehingga warga negara
diperbolehkan untuk mempengaruhi dan
berpartisipasi dalam pembentukan suatu
kebijakan (policy formulation) (Macintosh,
2004).Gambar 2.1 menggambarkan
penggolongan berdasarkan Macintosh (2004).
Dalam hal penggolongan jenis partisipasi,
Cornwall (1996) memiliki pendekatan yang sedikit
berbeda mengenai karakteristik partisipasi dalam
suatu komunitas, yaitu: (1) Cooption (token
participation): komunitas tidak memiliki input
maupun kekuasaan untuk berpartisipasi secara
nyata, (2) Compliance: Partisipasi yang
sesungguhnya dilakukan oleh pihak lain,
sedangkan komunitas hanya mengerjakan tugas,
(3) Consultation: Pendapat lokal dari komunitas Gambar 2.1 Tahapan level partisipasi
berhasil dihimpun namun pihak luar yang (Macintosh, 2004)
melakukan analisis untuk kemudian melakukan
aksi, (4) Cooperation: komunitas lokal bekerja Tabel 2.1 Bermacam-macam penggolongan level
sama dengan para peneliti untuk menentukan partisipasi
Cornwall Guijt (1998) • Germain Macintosh
prioritas, namun pihak luar masih menentukan (1996) et al. (2004)
proses yang berjalan, (5) Co-learning: komunitas (2001)
lokal dan pihak luar bersama-sama bekerja dan • Passive • Cooption • Informing • Enabling
participati (token • Manipulati • Engaging
berdiskusi dalam membagi pengetahuan untuk on participatio on • Empowering
kemudian membentuk rencana kegiatan (action • Participat n) • Consultati
ion in • Compliance on
plan), (6) Collective action: komunitas lokal informati • Consultatio • Collaborat
membentuk agenda mereka sendiri dan tidak on n ive
membutuhkan keterlibatan pihak luar sebagai gathering • Cooperatio Decision
• Participat n Making
inisiator. ion by • Co-learning • Delegated
Germain et al. (2001) membagi proses consultati • Collective Power
on action • Total
partisipasi dalam enam level berbeda, yaitu: (1) • Participat control by
Informing, (2) Manipulation, (3) Consultation, (4) ion for participant
material s
Collaborative Decision Making, (5) Delegated incentive
power, (6) Total control by participants. s
Sedangkan Macintosh (2004) menerjemahkan • Function
al
level partisipasi dalam media teknologi untuk participati
mendukung partisipasi. Walaupun ketiganya on
• Interactiv
menggolongkan partisipasi dari sudut pandang e
yang berbeda, namun secara prinsip ketiganya participati
memiliki kesamaan bahwa partisipasi dimulai dari on
• Self
tahap yang paling pasif (informatif) hingga pada mobilizati
tahap teraktif (empowering). on
Penggolongan menurut Guijt (1998),
Cornwall (1996), Germain et al. (2001), dan 3. Kelebihan dan kekurangan model
Macintosh (2004), sesungguhnya memiliki partisipasi
kesamaan secara prinsip, yaitu berawal dari Kepercayaan publik dan partisipasi
partisipasi yang pasif atau disebut juga sebagai masyarakat merupakan dua hal yang saling
token participation hingga partisipasi aktif yang bertimbal-balik, yaitu: kepercayaan publik
bersifat self-mobilisation tanpa membutuhkan terhadap pemerintah dapat ditingkatkan melalui
keterlibatan pihak luar. Tabel 2.1 menunjukkan partisipasi masyarakat dalam penentuan
penggolongan berdasar keempatnya. keputusan dan sebaliknya tingkat partisipasi
masyarakat dapat ditingkatkan dengan adanya
kepercayaan publik (Tundjungsari, 2009). Agar
kepercayaan publik terbentuk, masyarakat harus
secara sistematis ikut terlibat dalam proses

ISSN : 1979-9330 (Print) - 2088-0154 (Online) 43


Journal Speed – Sentra Penelitian Engineering dan Edukasi – Volume 3 No 2 - 2011 - ijns.org

perumusan kebijakan, pengambilan keputusan komunitasnya saja. Selain itu, para pemangku
dan evaluasi program (Hetifah, 2003). kepentingan yang berpartisipasi dalam proses
Model partisipasi masyarakat ini pengambilan keputusan memiliki latar belakang
mengalami perubahan dari yang sebelumnya pengetahuan dan pengalaman yang berbeda satu
terfokus hanya pada masyarakat selaku penerima sama lain. Hal ini menimbulkan perbedaan
manfaat, menuju bentuk pelibatan warga negara pendapat antar partisipan, sehingga sulit untuk
yang lebih luas di bidang-bidang yang membuat keputusan yang memuaskan semua
mempengaruhi kehidupan mereka secara pihak (Tundjungsari et al., 2011).
langsung. Proses deliberatif seperti ini bertujuan Kesuksesan partisipasi publik dapat
agar dapat menampung aspirasi-aspirasi baru dinilai dari dua hal, yaitu: hasil dan proses (Chess
dari warga yang selama ini tidak tersalurkan. dan Purcell, 1999). Tinjauan dari perspektif hasil,
Proses ini juga bisa menjadi cara baru untuk adalah: diterimanya suatu keputusan dengan
melibatkan sebanyak mungkin kelompok lebih baik, tercapainya konsensus,
masyarakat dalam perumusan kebijakan, berlangsungnya proses pembelajaran, dan
pelaksanaan program dan evaluasi hasil, serta meningkatnya kualitas suatu keputusan (Kangas
mengatasi krisis kepercayaan pada pemerintah et. al., 2008). Proses partisipasi juga memiliki efek
maupun legitimasi negara. Partisipasi warga tidak terhadap kesuksesan, karena prosedur yang baik
saja merupakan cara untuk membangun menghasilkan penerimaan keputusan yang lebih
kepercayaan baru pada institusi politik, namun baik pula serta membuat para stakeholder berpikir
juga untuk mengangkat suara-suara yang positif mengenai proses yang berjalan tersebut
terabaikan. Karenanya, metode partisipatoris (Kangas et. al., 2008). Proses partisipasi memiliki
digunakan dalam proses pemerintahan dan tujuh prinsip dasar yang menentukan kesuksesan
dihubungkan dengan desentralisasi. proses partisipasi (Tuler dan Webler, 1999), yaitu:
Dari sudut pandang perencanaan suatu (1) akses terhadap proses, (2) kemampuan untuk
sistem, model partisipatoris juga merupakan mempengaruhi proses dan hasil, (3) karakteristik
paradigma perencanaan yang marak digunakan struktural untuk mendukung interaksi yang
sejak 1990an hingga saat ini. Tradisi suatu membangun, (4) dukungan untuk membangun
perencanaan dan informasi apa saja yang perilaku personal, (5) akses menuju informasi, (6)
dibutuhkan telah mengalami perubahan sejak era tersedianya analisis yang cukup, (7) membentuk
1950 hingga kini, dimulai dari rasionalitas, kondisi sosial yang cukup untuk proses
prosedural, strategis, hingga partisipatoris berikutnya.
(Geertman, 2006). Model partisipatoris dibentuk
secara aktif melalui interaksi sosial para aktor
yang terlibat dalam suatu proses perencanaan, 4 Metode dan Teknologi dengan Pendekatan
sehingga meningkatkan komitmen dan Partisipatoris
kesepahaman bersama. Ada banyak metode dalam model
Namun demikian, metode partisipatoris partisipasi, namun tidak ada metode yang dapat
juga memiliki kelemahan, sebagai berikut: (1) memuaskan untuk semua tujuan. Dengan
bersifat unik untuk setiap kasus, karena demikian penggunaan metode dan tool harus
melibatkan banyak orang dan institusi yang disesuaikan berdasarkan tujuan dan situasi
berbeda sehingga tidak ada satu daerah pun yang perencanaannya. Penggunaan beberapa metode
persis sama (Puri, 2003; Byrne dan Alexander, dan tool yang berbeda dalam satu skenario yang
2006); (2) membutuhkan eksperimen untuk sama juga sangat dimungkinkan dalam model
mendorong partisipasi dan good governance yang partisipasi.
menghabiskan waktu yang lebih lama dan Janse and Konijnendijk (2007)
perhatian khusus. Hal ini bahkan bisa menjadi mengusulkan beberapa tool berdasarkan tujuan
bumerang dan berefek counter productive partisipasi untuk perencanaan hutan di perkotaan
(Hetifah, 2003); (3) membutuhkan waktu (urban forest planning), sebagaimana ditunjukkan
perencanaan dan pelaksanaan yang lama dan pada tabel 4.1 berikut. Beberapa tool yang dapat
kurang dapat diprediksi hasilnya, sehingga digunakan untuk kebutuhan mendapatkan
melibatkan proses pembelajaran yang cukup lama informasi (information provision), misalnya adalah:
(Hetifah, 2003; Peixoto, 2008); (4) komunitas newsletter, website, public exhibitions. Beberapa
yang berpartisipasi memiliki minat yang tool menggunakan dukungan komputasi dan
heterogen, sehingga mereka cenderung teknologi informasi (TI), seperti misalnya: website,
memperjuangkan kepentingan untuk GIS, multi-criteria analysis.

ISSN : 1979-9330 (Print) - 2088-0154 (Online) 44


Journal Speed – Sentra Penelitian Engineering dan Edukasi – Volume 3 No 2 - 2011 - ijns.org

Tambouris et al. (2007) membahas [5] Cornwall, A. (1996). Towards participatory


beberapa tool dengan dukungan TI yang bisa practice: Participatory Rural Appraisal
digunakan proyek e-Participation, antara lain: (PRA) and the participatory process,
weblogs, web portals, search engines, Participatory Research in Health: Issues
webcasting/ podcasting, mailing list/ newsgroup, and Experiences, In De Koning, K. and M.
chat, Wikis, online survey tools, content analysis Martin (Eds.), 94-107, London: Zed
tools, content management tools, collaborative Books.
management tools, Computer Supported [6] Geertman, S. (2002). Participatory
Cooperative Work(CSCW), Collaborative planning and GIS: A PSS to bridge the
Environments, Consultation Platforms, Argument gap. Environment and Planning B:
Visualization Tools, Natural Language Interfaces. Planning and Design, 29, 21-35.
[7] Germain, R.H., Floyd, D.W., Stehman,
5 5. Kesimpulan S.V. (2001). Public perceptions of the
Partisipasi meliputi banyak tingkatan yang USDA Forest Service public participation
berbeda-beda, berdasarkan definisi yang process. Forest Policy and Economics, 3,
berbeda-beda pula. Model partisipasi memiliki 113-124.
banyak kelebihan karena mendukung [8] Guijt, I. (1998). Participatory Monitoring
pelaksanaan konsep demokrasi, tetapi juga and Impact Assessment of Sustainable
memiliki beberapa kelemahan yang harus Agriculture Initiatives, SARL Discussion
diperhitungkan pada tahap implementasinya. Paper No. 1, IIED, London, UK.
Komputasi dan teknologi informasi komunikasi [9] Hetifah, S. (2003). Inovasi, Partisipasi dan
(TIK) dapat dioptimalkan penggunaannya untuk Good Governance: 20 Prakarsa Inovatif
meningkatkan kelebihan dan meminimalisir dan Partisipatif di Indonesia, Jakarta:
kelemahan model partisipasi. Yayasan Obor Indonesia.
[10] Janse, G., Konijnendijk, C.C. (2007).
Communication between science, policy
Daftar Pustaka and citizens in public participation in
urban forestry - Experiences from the
[1] Asaro, P.M. (2000). Transforming Society NeighbourWoods project. Urban Forestry
by Transforming Technology: The Science & Urban Greening, 6, 1, 23-40.
and Politics of Participatory Design, [11] Kangas, A., Kangas, J., Kurttila, M.
Journal of Accounting, Management and (2008). Decision Support for Forest
Information Technologies, 10, 4, October Management: Managing Forest
2000, 257-290, Elsevier Publisher. Ecosystem, Finland: Springer.
[2] Byrne, E., Alexander, P.M. (2006). [12] Macintosh, A. (2004). Characterizing E-
Questions of Ethics: Participatory Participation in Policy-Making,
Information Systems Research in Proceedings of the 37th Hawaii
Community Settings, Proceedings of International Conference on System
SAICSIT 2006 PDC 2006 - the ninth Sciences – 2004 Track 5, Hawaii USA,
Participatory Design Conference 2006, January 5-8, 2004, 1-10.
Trento, Italy, 1-5 August, 2006, pp. 117- [13] Peixoto, T. (2008). E-Participatory
126. Budgeting: e-Democracy from Theory to
[3] Byrne, E., Sahay, S. (2003). Health Success? e-Working Papers 2008 of e-
Information Systems for Primary Health Democracy Center.
Care: Thinking about participation. [14] Puri, S.K., Byrne, E., Nhampossa, J.,
Proceedings of the IFIP TC8 & TC9/WG Leopoldo, Quraishi, Z.B. (2004).
8.2 & WG 9.4 Working Conference on Contextuality of Participation in IS Design:
Organizational Information Systems in the A Developing Country Perspective,
Context of Globalization, In-Progress Proceedings of the 8th Participatory
Research Papers, M. Korpela, R. Design Conference 2004, 1, Toronto,
Montealegre, and A. Poulymenakou Canada, July 27-31, 2004, 42-52, ACM
(eds.), Athens, Greece, 15-17 June 2003, Digital Library.
237-249. [15] Sahay, S., Avgerou, C. (2002). Introducing
[4] Chess, C., Purcell, K. (1999). Public the Special Issue on Information and
Participation and the Environment: do we Communication Technologies in
know what works? Environmental Science Developing Countries, Journal of The
and Technology, 33, 2685–2692. Information Society, 18, 2, 73-76.

ISSN : 1979-9330 (Print) - 2088-0154 (Online) 45


Journal Speed – Sentra Penelitian Engineering dan Edukasi – Volume 3 No 2 - 2011 - ijns.org

[16] Tambouris, E., Liotas, N., Tarabanis, K.


(2007). A Framework for Assessing
eParticipation Projects and Tools,
Proceedings of the 40th Hawaii
International Conference on System
Sciences, Hawaii, USA, January 3-6,
2007, 1-10.
[17] Tuler, S., Weber, T. (1999). Voices from
the Forest: What Participants Expect of a
Public Participation Process. Society &
Natural Resources, 12, 437–453.
[18] Tundjungsari, V., Istiyanto, J.E.,
Santoso,P. (2009). Building Public Trust
through Public Participation Using e-
Governance. Proceedings of Rural
International Conference on ICT, 2009,
ITB, Bandung, Indonesia, June 17-18,
2009, 155-162.
[19] Tundjungsari, V., Istiyanto, J.E., Winarko,
E., Wardoyo, R. (2011). Enhancing
Participation Process in Public Decision
Making with MCDA and Trust Modeling,
International Journal of Computer Science
Issues, 8, 1, January 2011.
[20] Walsham, G. (1995). The Emergence of
Interpretivism in IS Research, Journal of
Information Systems Research, 6, 4, 376-
394.

ISSN : 1979-9330 (Print) - 2088-0154 (Online) 46

Anda mungkin juga menyukai