Anda di halaman 1dari 4

Nama : Lazuardhi Firdaus

Program Studi : Penyuluhan Pertanian Berkelanjutan (1A)


Jurusan : Pertanian
Semester : 1 (Satu)
Mata Kuliah : Sosiologi Pedesaan
Dosen Pengampu : Nawangwulan Widyastuti, SP, M.Si

Tugas Individu

1. Identifikasi norma dan nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat


pedesaan/perkotaan di daerah asal saudara.

Secara umum, masyarakat Jawa Barat atau Tatar Sunda sering dikenal dengan
masyarakat yang silih asih, silih asah dan silih asuh (saling mengasihi, saling
mempertajam diri dan saling melindungi). Selain itu budaya Sunda pun memiliki ciri
khas lainnya yaitu kesopanan (handap asor), rendah hati terhadap sesama, hormat kepada
orang yang lebih tua dan menyayangi orang yang lebih kecil (hormat ka nu luhur, nyaah
ka nu leutik), membantu orang lain yang membutuhkan dan yang dalam kesusahan
(nulung ka nu butuh nalang ka nu susah) dan masih banyak yang lain lagi. (Dadang
Kahmad, M.Si., 2003)

Penggunaan bahasa Sunda yang semakin kurang populer di lingkungan orang


Sunda sendiri, bahasa Sunda hampir menjadi asing bagi sebagian orang Sunda. Orang
Sunda mulai tidak memahami falsafah Silih asah, silih asih dan silih asuh, loyalitas
orang Sunda terhadap budaya Sunda dan pandangan hidupnya sangat lemah, bahkan
terlalu kooperatif dan adaptif dengan budaya luar, baik dari suku bangsa lainnya di
Indonesia maupun dari luar Indonesia. Kondisi ini dapat disebabkan sifat budaya Sunda
yang tidak agresif bahkan terkesan permisif, orang Sunda cenderung tidak demonstratif
untuk menyebarkan budaya Sunda, melainkan banyak menerima atau mengadopsi budaya
luar ke dalam budayanya sendiri. (Cecep Darmawan, 2005)
Sejarawan Sunda Nina Herlina Lubis, mengemukakan bahwa orang Sunda
dikenal sebagai orang yang low profile atau dalam Sunda dikenal dengan istilah sineger
tengah yang berarti tidak suka menonjolkan diri dan selalu mengambil jalan tengah. Hal
tersebut sesuai dengan pandangan hidup orang Sunda yang dikemukakan oleh
Warnaen.dkk, bahwa dalam pandangan hidup orang Sunda tentang manusia sebagai
pribadi memiliki sikap sineger tengah. Namun, menurut Nina Herlina Lubis, pandangan
tersebut 7 memiliki sisi negatif di jaman sekarang yaitu kurang berani mengambil resiko
ketika menghadapi masalah yang penting, selalu mencari aman.
Menurut Warnaen, dkk., orang Sunda memiliki pandangan hidup sebagai pribadi
yang mengungkapkan bahwa orang Sunda harus selalu berlaku sopan dan saling
menghormati pada setiap orang dan dalam berbicara, orang Sunda dikenal dengan lantip
(arif atau mengerti akan maksud sebenarnya) untuk menjaga perasaan orang yang diajak
berbicara.

Dalam kaidah tatakrama Urang Sunda ada beberapa unsur yang sangat mengikat, yaitu
kemampuan dalam:
1. Bahasa. Variannya: Ragam Halus (B. Lemes), Ragam Sedang (B. Sedeng), Ragam
Akrab (B. Loma, Kasar), Ragam bahasa untuk anak-anak (B. Lemes, Budak),
ragam bahasa Lemes Kampung, Ragam Basa tanggung (B.L. kagok) dan ragam
bahasa Kasar Sekali (B. Resag, Garihal).
2. Lagam berbicara (lagu bicara, irama, lentong).
3. Sikap tubuh (body language: kinesik, gestur: rengkuh).
4. Roman muka (pasemon).
5. Tata cara pergaulan (etiket lokal, nasional, internasional).
6. Tata busana.
7. Kualitas pengetahuan dan wawasan.
8. Itikad.

Susunan Tingkat Sosial menurut Tatakrama Sunda

Di masyarakat Sunda, prioritas untuk mendapat pelayanan tatakrama secara umum tersusun
seperti di bawah ini:

1. Tingkat kekerabatan (pancakaki). Generasi lebih tua, sesama atau strata lebih muda.
Maka digunakanlah kata sandang (Honorifik) sebagai penghormatan; misalnya Aki
Jhonny, Nini Sisca, Ua Rahmat, Emang Wahyu, Bibi Nelly, Kang Bobby, Ceu Euis, Teh
Imas dsb.
2. Tingkat Umur. Siapapun bila umurnya lebih tua dari kita, maka harus mendapat
prioritas tatakrama, meskipun orang itu seorang pelayan/pramuwisma. Maka digunakan
pula kata sandang (honorifik): Aki, Nini, Ua, Emang, Bibi, Akang, Ceuceu, Nyai,
Ujang, Asep, dsb.
3. Tingkat pengetahuan. Siapapun orangnya asal berpendidikan/berpengetahuan lebih
tinggi baik formal maupun non formal, diprioritaskan pula untuk disopansantuni.
4. Tingkat kedudukan sosialnya (status sosial). Siapapun yang mempunyai kedudukan
tertentu, dari tingkat ketua RT sampai pimpinan negara, dari petugas terbawah sampai
tertinggi, harus disopan-santuni sessuai dengan statusnya.
5. Tingkat kesejahteraan/kekayaan. Siapapun bila kehidupannya lebih sejahtera, itu
mendapat penghoramtan tatakrama pula.

Bila kita simak strata bertatakrama di masyarakat Sunda seperti tertera di atas; strata
yang paling tingi adalah kekerabatan dan yang terakhir adalah kesejahteraan
lahir/kekayaan duniawi.

Norma dan Nilai yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di desa Ciburial,
Ciamis, Jawa Barat diantaranya :

1. Seseorang yang berjalan di depan orang lain biasa nya menurun kan 1 lengan sambil
membungkuk kan badan dan berkata “punteun” (permisi).
2. Menyapa dan mencium tangan ketika bertemu orang yang lebih tua.
3. Meminta ijin kepada orang tua saat hendak bepergian jauh.
4. Berziarah sebelum Ramadhan dan sesudah Idul Fitri. (nyekar)
5. Ketika idul Fitri biasa nya seluruh keluarga berkumpul. (sungkeman)
6. Selamatan ketika khitanan anak dan acara pernikahan. (hajatan)
7. Tetangga dan saudara ikut membantu ketika ada acara pesta. (babantu)
8. Saling bertegur sapa dengan tetangga maupun masyarakat.
9. Saling membantu satu sama lain ketika terdapat salah satu anggota masyarakat yang
tertimpa musibah.
10. Berbicara dengan sopan dan tidak menggunakan nada tinggi saat berhadapan dengan
orang yang lebih tua dari kita.
11. Tidak boleh duduk di palang pintu
12. Mengadakan selamatan 7 bulanan bagi ibu yang sedang hamil.
13. Saling bantu membantu ketika ada yang meminta bantuan pertolongan.

2. Jelaskan mengenai desa saudara, apakah termasuk desa swakarya, swadaya, atau
swasembada?
Saya bertempat tinggal di desa Ciburial, Ciamis, Jawa Barat. Dilihat dari segi
geografis, wilayah di sekitar saya masih terbilang cukup asri namun memiliki suasana
perkotaan, karena mengingat desa saya bisa dibilang cukup strategis, untuk sampai ke
pusat kota saja hanya dibutuhkan jarak 1 KM saja. Apalagi jika ingin pergi pasar induk,
berjalan kaki pun sampai dengan estimasi sekitar 5 menit.
Menurut saya, daerah desa saya merupakan desa swasembada, mengingat
salah satu ciri-ciri dari desa swasembada yang sudah saya jelaskan secara singkat tadi,
yaitu lokasinya yang dekat dengan kota, membuat desa saya ini memiliki berbagai pilihan
bagi warga untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan mayoritas disini
penduduknya memiliki mata pencaharian yang beragam, diantaranya yaitu buruh, PNS,
Tani, Pedagang, Karyawan, Wiraswasta, TNI, dan Pensiun. Perikehidupan warga desa
saya pun sudah sangat maju dan bisa memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya. Sudah
menguasai teknologi dan memiliki berbagai alat untuk mendukung aktivitas ekonomi
mereka karena warga desa ini memiliki pendidikan tinggi, pekerjan yang beragam dan
pola berpikir yang udah sangat rasional.
3. Coba uraikan penerapan nilai dan norma yang saya lakukan dalam kehidupan
sehari-hari!

1) Ketika saya hendak bepergian keluar rumah atau kemanapun, pasti saya akan
meminta izin terlebih dahulu kepada ibu saya serta mencium tangannya.
2) Saya selalu menyapa kepada orang yang saya kenal, terlebih itu saya juga terbiasa
mencium tangannya jika kepada orang yang lebih tua dari saya.
3) Setiap ada orang yang terdampak musibah, saya selalu sigap dan mencoba menolong
sebisa mungkin yang saya bisa lakukan.
4) Saya selalu menjaga sopan santun kepada siapapun, dan memperhatikan undak-usuk
Bahasa.
5) Ketika saya berjalan di depan orang lain biasa nya menurun kan 1 lengan sambil
membungkuk kan badan dan berkata “punteun” atau dalam Bahasa Indonesia nya
“permisi”.
6) Saya biasa tersenyum kepada siapapun ketika sedang bertegur sapa.

Anda mungkin juga menyukai