A. DEFINISI
Insomnia didefinisikan sebagai suatu persepsi dimana seseorang merasa
tidak cukup tidur atau merasakan kualitas tidur yang buruk walaupun orang
tersebut sebenarnya memiliki kesempatan tidur yang cukup, sehingga
mengakibatkan perasaan yang tidak bugar sewaktu atau setelah terbangun dari
tidur .
Penderita insomnia berbeda dengan orang yang memang waktu tidurnya
pendek ( short sleepers ), dimana pada short sleepers meskipun waktu tidur
mereka pendek, mereka tetap merasa bugar sewaktu bangun tidur, berfungsi
secara normal di siang hari, dan mereka tidak mengeluh tentang tidur mereka di
malam hari.
Tidur tidak sekadar mengistirahatkan tubuh, tapi juga mengistirahatkan
otak, khususnya serebral korteks, yakni bagian otak terpenting atau fungsi mental
tertinggi, yang digunakan untuk mengingat, memvisualkan serta membayangkan,
menilai dan memberikan alasan sesuatu.
Tes yang pernah dilakukan terhadap beberapa ratus pria yang bersedia
menjadi sukarelawan untuk tidak tidur selama berhari-hari menunjukkan, setelah 4
- 8 hari, memang tidak terjadi kemerosotan fisik yang berarti. Namun dalam 24
jam saja tidak tidur, gejala gangguan mental serius sudah terlihat, seperti cepat
marah, memori hilang, timbul halusinasi, ilusi, dll. Meski begitu, dengan tidur
kembali keesokan harinya semua gangguan itu hilang. Malah ada ahli
menyatakan, mendingan orang tidak makan dan minum daripada tidak tidur. Tes
laboratorium pada hewan menunjukkan, mereka bisa bertahan hidup tanpa makan
dan minum sampai 20 hari, tapi tidak tidur hanya bertahan tidak lebih dari lima
hari.
Sejumlah ahli yang memonitor aktivitas tubuh menuju tidur
menambahkan, saat tidur pikiran dan otot-otot kita saling merangsang.
Ketegangan otot menyebabkan korteks terus aktif sedangkan ketegangan otak
menyebabkan otot terus aktif. Kelelahan akan mengurangi irama kerja otot,
demikian juga di kala beristirahat, sehingga semua ini akan menurunkan kegiatan
dalam korteks.
Menurunnya aktivitas dalam korteks akan membiarkan otot-otot kita
semakin rileks. Begitu rangsangan antara pikiran dan otot menurun, kita akan
mengantuk lalu tertidur. Selagi tidur, jantung kita akan berdetak lebih lamban,
tekanan darah menurun, dan pembuluh-pembuluh darah melebar. Suhu badan
turun sekitar 0,5oF (-17,5oC) tetapi perut dan usus tetap bekerja. Sementara tidur,
tubuh sekali-kali bergerak. Gerakan sebanyak 20 - 40 kali masih dianggap normal.
Terganggu insomnia berarti kerja pikiran dan otot tidak berjalan seiring. Pikiran
kita akan sulit tertidur bila otot masih tegang. Sebaliknya, akan sulit bagi otot
untuk tertidur jika pikiran masih terjaga, tegang, dsb.
B. ETIOLOGI
Beberapa factor yang merupakan penyebab Insomnia yaitu :
1. Faktor Psikologi :
Stres yang berkepanjangan paling sering menjadi penyabab dari Insomnia jenis
kronis, sedangkan berita-berita buruk gagal rencana dapat menjadi penyebab
insomnia transient.
Problem Psikiatri
Depresi paling sering ditemukan. Jika bangun lebih pagi dari biasanya yang tidak
diingininkan, adalah gejala paling umum dari awal depresi, Cemas, Neorosa, dan
gangguan psikologi lainnya sering menjadi penyebab dari gangguan tidur.
Sakit Fisik
Sesak nafas pada orang yang terserang asma, sinus, flu sehingga hidung yang
tersumbat dapat merupakan penyebab gangguan tidur. Selama penyebab fisik atau
sakit fisik tersebut belum dapat ditanggulangi dengan baik, gangguan tidur atau
sulit tidur akan dapat tetap dapat terjadi.
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang bising seperti lingkungan lintasan pesawat jet, lintasan kereta
api, pabrik atau bahkan TV tetangga dapat menjadi faktor penyebab susah tidur.
Gaya Hidup
Alkohol, rokok, kopi, obat penurun berat badan, jam kerja yang tidak teratur, juga
dapat menjadi faktor penyebab sulit tidur.
3. Karena Kondisi Medis
Tiap kondisi yang menyakitkan atau tidak menyenangkan,sindroma apnea tidur,
restless leggs syndrome,faktor diet, parasomnia, efek zat langsung (drugs/alcohol),
efek putus zat, penyakit endokrin/metabolik, penyakit infeksi, neoplastic,
nyeri/ketidaknyamanan,lesi batang otak/hipotalamus, akibat penuaan.
C. KLASIFIKASI INSOMNIA
Adapun macam-macam dari tipe insomnia yaitu :
a. Insomnia sementara (transient)
Yakni insomnia yang berlangsung beberapa malam dan biasanya
berhubungan dengan kejadian-kejadian tertentu yang berlangsung sementara dan
biasanya menimbulkan stress dan dapat dikenali dengan mudah oleh pasien
sendiri. Diagnosis transient insomnia biasanya dibuat secara retrospektif setelah
keluhan pasien sudah hilang. Keluhan ini kurang lebih ditemukan sama pada pria
dan wanita dan episode berulang juga cukup sering ditemukan, faktor yang
memicu antara lain akibat lingkungan tidur yang berbeda, gangguan irama
sirkadian sementara akibat jet lag atau rotasi waktu kerja, stress situasional akibat
lingkungan kerja baru, dan lain-lainnya. Transient insomnia biasanya tidak
memerlukan terapi khusus dan jarang membawa pasien ke dokter.
b. Insomnia jangka pendek
Yakni gangguan tidur yang terjadi dalam jangka waktu dua sampai tiga
minggu. Kedua jenis insomnia ini biasanya menyerang orang yang sedang
mengalami stress, berada di lingkungan yang ribut-ramai, berada di lingkungan
yang mengalami perubahan temperatur ekstrim, masalah dengan jadwal tidur-
bangun seperti yang terjadi saat jetlag, efek samping pengobatan.
c. Insomnia kronis
Kesulitan tidur yang dialami hampir setiap malam selama sebulan atau
lebih. Salah satu penyebab chronic insomnia yang paling umum adalah depresi.
Penyebab lainnya bisa berupa arthritis, gangguan ginjal, gagal jantung, sleep
apnea, sindrom restless legs, Parkinson, dan hyperthyroidism. Namun demikian,
insomnia kronis bisa juga disebabkan oleh faktor perilaku, termasuk
penyalahgunaan kafein, alkohol, dan substansi lain, siklus tidur/bangun yang
disebabkan oleh kerja lembur dan kegiatan malam hari lainnya, dan stres kronis.
G. PENATALAKSANAAN
Prinsip penanganan gangguan tidur selain menjelaskan, memastikan dan
memberikan saran juga mengoptimalkan pola tidur yang sehat, baik dari segi
kualitas ataupun waktunya. Terapi insomnia dapat dilakukan dengan
menggunakan obat ataupun tanpa obat. Terapi tersebut dapat berupa :
1. Psikoterapi
Keberhasilan mengatasi insomnia, sangat tergantung dari kemampuan pasien
untuk santai dan belajar bagaimana cara-cara tidur yang benar. Terapi perilaku
bisa menyembuhkan insomnia kronik dan terapi ini efektif untuk segala usia,
terutama pada pasien usia tua.
2. CBT (Cognitive Behavioral Therapy)
CBT digunakan untuk memperbaiki distorsi kognitif si penderita dalam
memandang dirinya, lingkungannya, masa depannya, dan untuk meningkatkan
rasa percaya dirinya sehingga si penderita merasa berdaya atau merasa bahwa
dirinya masih berharga.
3. Sleep Restriction Therapy
Sleep restriction therapy digunakan untuk memperbaiki efisiensi tidur si penderita
insomnia.
4. Stimulus Control Therapy
Stimulus control therapy berguna untuk mempertahankan waktu bangun pagi si
penderita
secara reguler dengan memperhatikan waktu tidur malam dan melarang si
penderita untuk tidur pada siang hari meski hanya sesaat.
5. Relaxation Therapy
Relaxation Therapy berguna untuk membuat si penderita rileks pada saat
dihadapkan pada kondisi yang penuh ketegangan.
6. Imagery Training
Imagery Training berguna untuk mengganti pikiran-pikiran si penderita yang tidak
menyenangkan menjadi pikiran-pikiran yang menyenangkan.
7. Herbal
Bahan-bahan seperti valerian (untuk relaksasi otot), melatonin (untuk gangguan
irama sirkadian seperti jetlag). Melatonin menurunkan fase tidur laten,
meningkatkan efisiensi tidur, dan meningkatkan persentasi tidur REM (Rapid Eye
Movement), dan chamomile (untuk mengurangi kecemasan) banyak dipakai untuk
terapi insomnia.
8. Terapi cahaya
Prinsip terapi ini adalah bahwa cahaya terang dapat mengurangi rasa mengantuk
dan kegelapan bisa menyebabkan mengantuk.
9. Farmakoterapi
Tujuan pengobatan dengan obat-obatan hipnotik bukan hanya untuk
meningkatkan kualitas dan durasi tidur, tapi juga untuk meningkatkan derajat
kewaspadaan pada siang harinya dan untuk menghilangkan hyperarousal state.
Sayangnya, banyak dosis obat hipnotik yang dibutuhkan untuk memperbaiki
kualitas tidur pada malam hari juga menyebabkan sedasi pada siang harinya.
Untuk menghindari komplikasi ini, short acting benzodiazepine dapat digunakan.
Obat hipnotik long acting bisa mengganggu kualitas psikomotorik yang bisa
menyebabkan kecelakaan yang berhubungan dengan kendaraan bermotor Terapi
dengan obat-obatan hipnotik sedatif harus dimulai dengan dosis kecil dan untuk
maintenancenya menggunakan dosis efektif yang terkecil. Efek toleransi terjadi
pada penggunaan kebanyakan obat hipnotik, karena itu penggunaan obat ini tidak
boleh lebih dari 1 bulan. . Rebound insomnia bisa terjadi jika penghentian obat
dilakukan secara mendadak. Untuk menghindari efek ini, digunakan obat dengan
dosis kecil dan tappering off.