Anda di halaman 1dari 18

Tugas Fitofarmaka

Makalah tentang Jahe Merah

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 8

Sari Indah Suryani 08200100128


Haris Setiyanto 08200100166
Handoko Maicel 08200100167
Idawati Sinaga 08200100168
Handoyo Mitcel 08200100169
Indri Piju 08200100170

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU


KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan berkat rahmat
dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Manfaat dan SOP penggunaan Tanaman Herbal Jahe Merah”. Dalam
penyusunan makalah ini penulis banyak mengalami hambatan dan kesulitan, namun berkat
bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak maka penulis dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui manfaat dan sop
penggunan tanaman herbal jahe merah. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Penyusun,

(KELOMPOK 8)

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................2
C. Tujuan Pembahasan..........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................3
A. Pengertian.........................................................................................3
B. Geografi dan persebaran...................................................................3
C. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan.....................4
D. Jenis-jenis tanaman jahe...................................................................5
E. Khasiat Dan Manfaat Jahe Merah.....................................................7
F. Penyediaan bahan baku.....................................................................8
G. Penggunaan Jahe Merah...................................................................12
BAB III PENUTUP..............................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Jahe (Zingiber officinale) merupakan tanaman rempah yang berasal dari Asia
Selatan, dan sekarang telah tersebar ke seluruh dunia. Masyarakat China telah
memanfaatkan jahe sebagai penyedap makanan sejak abad ke 6 S.M., dan para
pedagang Arab telah mengenalkan jahe dan rempah-rempah lainnya sebagai bumbu
masakan ke kawasan Mediterania sebelum abad pertama Sesudah Masehi, dan
selanjutnya dikenalkan ke Eropah berupa buku-buku resep masakan yang
menggunakan berbagai rempahrempah. Di Yunani, jahe digunakan pertama kali
sebagai obat herbal untuk mengatasi penyakit vertigo, mual-mual, dan mabuk
perjalanan (Goulart, 1995; Reader’s Digest, 2004).
Pada abad ke 16, di Inggris Raja Hendry ke VIII merekomendasikan jahe
untuk mengatasi wabah penyakit (Plague), sedangkan Ratu Elizabeth I menganjurkan
jahe untuk meningkatkan gairah seksual (Goulart, 1995). Di kawasan Asia, jahe telah
dimanfaatkan sebagai bahan bumbu masakan dan bahan obat tradisional sejak ribuan
tahun yang lalu (Ware, 2017). Di Indonesia, tiga jenis jahe (jahe sunti, jahe gajah dan
jahe emprit) banyak dibudidayakan secara intensif di daerah Rejang Lebong
(Bengkulu), Bogor, Magelang, Yogyakarta, dan Malang, dan dimanfaatkan untuk
bumbu masakan, bahan obat herbal dan untuk minuman (Santoso, 2008). Sebagai
bumbu masakan, kandungan zat gizi dalam jahe dapat melengkapi zat-zat gizi pada
menu utama dan membantu melancarkan proses pencernaan (Ware, 2017).
Jahe Sunti (jahe merah) dengan kandungan minyak atsiri 2,58 - 2,72%, paling
banyak digunakan untuk industri obat – obatan, menyusul Jahe gajah dengan
kandungan minyak atsiri 0,82 - 1,68% , dan jahe emprit dengan 1,5 – 3,3% minyak
atsiri (Santoso, 2008). Zat-zat aktif dalam minyak atsiri, antara lain: shogaol, gingerol,
zingeron, dan zat-zat antioksidan alami lainnya memiliki khasiat untuk mencegah dan
mengobati berbagai penyakit dari yang ringan sampai berat, seperti: masuk angin,
batuk, kepala pusing, pegal-pegal, rematik, mual-mual, mabuk perjalanan, impoten,
Alzheimer, kanker, dan penyakit jantung.
Sebagai bahan obat tradisional, jahe dapat digunakan secara tunggal ataupun
dipadukan dengan bahan obat herbal lainnya yang mempunyai fungsi saling
menguatkan dan melengkapi (Nala, 1992; Santoso, 2008). Dalam pembahasan, akan

1
2

diuraikan kandungan gizi, senyawa kimia aktif yang berefek farmakologis terhadap
kesehatan, dan berbagai penyakit yang diterapi dengan jahe atau ramuan jahe dengan
bahan obat herbal lainnya

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan latar belakang masalah tersebut maka dirumuskan dalam
makalah ini tentang kegunaan jahe merah pada berbagai industri dan rumah tangga

C. Tujuan Pembahasan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui manfaat jahe merah dan cara pengolahannya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Jahe merah (Zingiber officinale Linn. Var. rubrum) termasuk salah satu
komoditas obat dan rempah yang juga merupakan prioritas dalam temu-temuan.
Dalam industri farmasi, jahe merah banyak digunakan untuk obat dalam (oral) dan
obat luar (Yuliani, 2009). Jahe merah tergolong pada tumbuhan semak yang memiliki
umbi batang dan rimpang. Batangnya merupakan batang semu, terdiri dari pelepah-
pelepah daun yang berpadu. Tinggi batang antara 40 sampai 60 cm, bahkan bisa
mencapai 1 meter. Umbi batang dan rimpang tumbuh menjalar di dalam tanah secara
mendatar. Umbi batangnya tumbuh memanjang, bercabang-cabang dengan cara
bertunas. Tunas-tunas inilah yang dikenal dengan rimpang, berupa bonggol beruas-
ruas, yang memiliki aroma yang khas dan rasa yang pedas. Warna rimpang merah,
berukuran kecil dan berserat kasar. Di sekitarnya terdapat akar-akar serabut yang
lebih banyak terdapat pada bagian bawah rimpang.

B. Geografi Dan Persebaran


Sampai saat ini belum diketahui asal-usul tanaman jahe secara pasti, namun
jenis ini telah lama dikenal dan dibudidayakan di daerah Asia Tropik, terutama di
daerah yang memiliki kelembaban tinggi, diperkirakan berasal dari india. Hal ini
berdasarkan informasi bahwa jahe telah digunakan sebagai tanaman rempah dan obat
sejak bertahun-tahun silam di india dan cina. Di India, jahe sangat memasyarakat,
sehingga tanaman ini memiliki banyak sebutan seperti adu, ale dan ada. Di cina, jahe
sudah ada pada masa kehidupan confucius (sekitar 551-479 SM), seorang filosifi cina.
Sebagian orang berpendapat bahwa jahe berasal dari malaysia, yang dikenal
sebagai penghasil tanaman rempah. Kemudian pada abad ke 13-14, jahe dibawa ke
Eropa dan Afrika Timur oleh pedagang Arab dari India. Selanjutnya pada abad 16
bangsa Portugis membawa ke Afrika Barat dan negara-negara tropis lainnya. Pada
periode yang sama, bangsa Spanyol membawa jahe ke Jamaica dan Amerika Tengah.
Di eropa, jahe dikenalsebagai tanaman rempah pertama yang diperoleh dari
pedagang-pedagang arab.

3
4

Di Indonesia, jahe memang belum ditanam secara meluas. Meskipun


demikian, tanaman ini banyak ditemukan di daerah Rejang Lebong (Bengkulu),
kuningan, Bogor, Magelang, Yogyakarta, dan beberapa daerah jawa timur. Jahe bisa
hidup ditanah dengan ketinggian 200-600 meter diatas permukaan laut dan curah
hujan rata-rata 2.500-4.000 mm/tahu. Pada umumnya dikawasan itu jahe hanya
ditanam di pekarangan, disekitar rumah atau ditanah tegalan.
Jahe dikenal dengan nama umum (Inggris) ginger atau garden ginger. Nama
ginger berasal dari bahasa Perancis:gingembre, bahasa Inggris lama:gingifere, Latin:
ginginer, Yunani (Greek): zingiberis (ζιγγίβερις). Namun kata asli dari zingiber
berasal dari bahasa Tamil inji ver. Istilah botani untuk akar dalam bahasa Tamil
adalah ver, jadi akar inji adalah inji ver.
Di Indonesia jahe memiliki berbagai nama daerah. Di Sumatra disebut halia
(Aceh), beuing (Gayo), bahing (Karo), pege (Toba), sipode (Mandailing), lahia
(Nias), sipodeh (Minangkabau), page (Lubu), dan jahi (Lampung). Di Jawa, jahe
dikenal dengan jahe (Sunda), jae (Jawa), jhai (Madura), dan jae (Kangean). Di
Sulawesi, jahe dikenal dengan nama layu (Mongondow), moyuman (Poros), melito
(Gorontalo), yuyo (Buol), siwei (Baree), laia (Makassar), dan pace (Bugis). Di Nusa
Tenggara, disebut jae (Bali), reja (Bima), alia (Sumba), dan lea (Flores). Di
Kalimantan (Dayak), jahe dikenal dengan sebutan lai, di Banjarmasin disebut
tipakan. Di Maluku, jahe disebut hairalo (Amahai), pusu, seeia, sehi (Ambon), sehi
(Hila), sehil (Nusalaut), siwew (Buns), garaka (Ternate), gora (Tidore), dan laian
(Aru). Di Papua, jahe disebut tali (Kalanapat) dan marman (Kapaur). Adanya nama
daerah jahe di berbagai wilayah di Indonesia menunjukkan penyebaran jahe meliputi
seluruh wilayah Indonesia.

C. Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan


Secara garis besar, pertumbuhan jahe dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
biotik dan abiotik (fisik). Kondisi abiotik, seperti tanah dan iklim, sangat memegang
peranan penting. Umumnya jahe cocok ditanam ditanah yang subur, gembur, dan
banyak mengandung bahan organik (humus). Jenis tanah yang biasa digunakan adalah
tanah latosol merah cokelat atau andosol.tanaman ini tidak cocok ditanam ditanah
rawa dan tanah berat yang banyak mengandung fraksi liat dan ditanah yang
didominasikandungan pasir kasar. Jahe juga tidak menyukai tanah yang sistem
5

drainasenya jelek, terutama yang menyebabkan genangan air. Genangan air dapat
mengakibatkanrimpang menjadi busuk.
(1) Lingkungan Biotik
Lingkungan biotik yang mempengaruhi pertumbuhan jahe meluputi semua
benda hidup, seperti hama, patogen, gulama, dan tanaman sela yang digunakan
dalampola tanam atau tanaman lain yang tumbuh di sekitar pertanaman jahe.
Jenis hama yang sering dijumpai pada tanaman jahe adalah kepik yang biasa
menyerang daun hingga berlubang, kumbang dan ulat penggerek akar yang
menyerang bagian akar hingga menyebabkan jahe kering dan mati.
Berbagai jenis patogen lain dapat menyebabkan penyakit jahe, seperti penyakit
layu bakteri, busuk rimpang dan bercak daun.
(2) Lingkungan Abiotik (Fisik)
Faktor-faktor lingkungan fisik yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman ini adalah iklim, meliputi curah hujan, ketinggian tempat,
cahaya, suhu, dan kelembapan udara. Faktor-faktor lingkungan yang kurang
sesuai dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi rimpang jahe.
Karenanya, perlu dilakukan beberapa manipulasi, sehingga diperoleh kondisi
lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan jahe. Jahe dapat tumbuh baik di
daerah dengan curah hujan rata-rata 2.500-4.000 mm/tahun. Curah hujan yang
semakin tinggi bisa menyebabkan semakin tingginya bobot rimpang yang
dihasilkan. Ketinggian tempat yang dibutuhkan jahe untuk tumbuh adalah 0-
1.500 m diatas permukaan laut.meskipun demikian , ketinggian optimum
untuk pertumbuhan dan produksi jahe adalah 300-900 m di atas permukaan
laut.

D. Jenis-Jenis Tanaman Jahe


Ciri utama tanaman yang tergolong famili zingiberaceae adalah
berdauntunggal dengan tulang daun sejajar atau melengkung (sebagai salah satu ciri
dari tumbuhan monokotil/berbiji tunggal) dan memiliki rimpang yang beraroma khas.
Berdasarkan aroma, warna , bentuk dan besarnya rimpang dikenal tiga jenis jahe,
yakni jahe besar yang sering disebut jahe gajah atau jahe badak, jahe kecil atau sering
disebut jahe emprit dan jahe merah atau lebih dikenal dengan jahe sunti. Jahe
6

dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya.


Umumnya dikenal 3 varietas jahe, yaitu :
1. Jahe putih/kuning besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak.
Rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung
dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini bias dikonsumsi baik saat berumur
muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan. Batang
jahe gajah berbentuk bulat berwarna hijau muda diselubungi pelapah daun
sehingga agak keras, tinggi tanaman 55,88-81,38 c. Daunnya tersusun secara
selang seling dan teratur, permukaan daun atas berwarna hijau muda jika
dibandingkan dengan bagian bawah. Luas daun 24,87-27,52 cm, dengan ukuran
panjang 17,42-21,99 cm, lebar 2,00-2,45 cm, lebar tajuk antara 41,05-53,81 cm,
dan jumlah daun dalam satu pohon mencapai 25-31 lembar. Jahe besar memiliki
ukuran rimpang yang lebih besar dibandingkan jenis jahe lainnya. Jika diiris
melintang, rimpang berwarna putih kekuningan. Berat rimpang berkisar 0,18-
1,04 kg dengan panjang 15,83-32,75 cm dan memiliki ukuran tinggi 6,20- 12,24
cm, akar jahe gajah ini memiliki serat yang sedikit lembut dengan kisaran
panjang akar 4,53-6,30 cm dan diameter mencapai kisaran 4,53 -6,30 mm.
Rimpang memiliki aroma yang kurang tajam dan kurang pedas
2. Jahe kecil atau disebut juga jahe emprit
Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu
dipanen setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada
jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini
cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak
atsirinya. Batang jahe kecil berbentuk bulat berwarna hijau muda, dan
diselubungi pelapah daun sehingga agak keras, tinggi rata rata tanaman antara
41,87-56,46 cm. Susunan daun berselang seling dan teratur dengan warna
permukaan daun bagian atas hijau muda. Luas daun 14,36-20,50 cm, panjang
daun 17,45-19,79 cm, lebar daun 2,24-3,26 cm, dan lebar tajuk berkisar berkisar
34,93-44,87 cm. Jumlah daun dalam satu pohon 20-29 lembar. Ukuran rimpang
relatif kecil dan berbentuk agak pipih, berwarna putih sampai kuning. Panjang
rimpang 16,13-31,70 cm, tinggi 7,85 – 11,10 cm dan berat 1,11-1,58 kg. Akarnya
berserat agak kasar dengan ukuran panjang mencapai 20,55-21,10 cm dan
berdiameter 4,78-5,90 mm. Rimpang jahe kecil aromanya agak tajam dan terasa
pedas.
7

3. Jahe merah atau jahe sunti


Rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe putih kecil. sama
seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki
kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil, sehingga cocok untuk
ramuan obat-obatan. Batang jahe merah berbentuk bulat kecil, berwarna hijau
kemerahan dan agak keras karena diselubungi pelapah daun. Tinggi tanaman
mencapai 34,18-62,28 cm, daun tersusun berselang seling secara teratur dan
memiliki warna yang lebih hijau (gelap) dibandingkan dua tipe lainnya.
Permukaan dain bagiasn atas berwarna hijau muda dibandingkan dengan bagian
bawahnya. Luas daun 32,55-51,18 cm dengan panjang 24,30-24,79 cm, lebar
2,79-3,18, dan lebar tajuk 36,93-52,87 cm. Rimpang jahe ini berwarna merah
hingga jingga muda. Ukuran rimpang jahe merah lebih kecil dibandingakn
dengan dua jenis jahe diatas, yakni panjang rimpang 12,33-12,60 cm tinggi
mencapai 5,86-7,03 cm dan berat rata rata 0,29-1,17 kg. Akar berserat agak kasar
dengan panjang 17,03-24,06 cmdan diameter akar mencapai 5,36-5,46 mm. Jahe
merah memiliki aroma yang tajam dan rasanya sangat pedas.

E. Khasiat dan Manfaat Jahe Merah


Kandungan minyak atsiri dan oleoresin yang cukup tinggi pada rimpang jahe merah
menyebabkan jahe merah memiliki peranan penting dalam dunia pengobatan, baik
pengobatan tradisional maupun untuk skala industri dengan memanfaatkan kemajuan
teknologi. Jahe merah tidak hanya dimanfaatkan bagian daging rimpangnya, tetapi
juga kulit rimpangnya bisa dijadikan obat. Secara turun temurun, kulit rimpang jahe
merah yang dipanggang hingga menjadi hitam banyak digunakan sebagai obat
mencret dan disentri. Di samping itu, bisa digunakan oleh para wanita yang ingin
mengatur masa menstruasinya,
Berdasarkan penelitian dan pengalaman, jahe merah sebagai bahan baku , obat dengan
rasanya yang panas dan pedas, telah terbukti berkhasiat dalam menyembuhkan
berbagai jenis penyakit, Misalnya untuk pencahar (Laxative), penguat lambung
(stomachic), peluluh masuk angin (expectoran), peluluh cacing penyebab penyakit
(anthelmitic), sakit encok, sakit pinggang, pencernaan kurang baik (dyspepsia) radang
setempat yang mengeluarkan nanah dan darah, radang tenggorokan, asma, muntah-
muntah dan nyeri otot, kurang daya penglihatan, pengobaran balak (bencoderma),
8

kurang darah (anemia), sakit kusta (leprosy), borok-borok (ulcers), sakit demam,
panas dan serasa terbakar di badan, penyakit darah, perangsang syahwat, memperbaiki
rasa, memperbaiki pencernaan, muntah-muntah, rasa nyeri, penyakit jantung, bagian
badan yang membengkak, jaringan yang bertambah besar (elephantiasid, meramang
(pilar), gangguan lambung, disengat kalajengking, di digigit ular, serta keracunan
makan udang atau kepitng, Jahe merah juga merupakari bahan baku obat yang
berfungsi menambah stamina (tonikum), obat untuk menghilangkan rasa nyeri otot,
obat penyakit cacing, untuk menambah terang, penglihatan, sakit kepala, dan sebagai
obat untuk melawan penyakit.

F. Penyediaan Bahan Baku


1. Persyaratan tumbuh
Jahe tumbuh baik pada ketinggian tempat 300-900 m dpl, temperatur rata-rata
tahunan 25-30°C, curah hujan 2.500-4.000 mm/tahun, jumlah bulan basah (>100
mm/bl) 7-9 bulan pertahun, intensitas cahaya matahari 70-100% atau agak
terlindung sampai terbuka, drainase tanah baik, tekstur tanah lempung sampai
lempung liat berpasir, pH tanah 6,8-7,4. Pada lahan dengan kemiringan >3%
budidaya jahe dianjurkan melalui pembuatan teras, sedangkan model teras bangku
sangat dianjurkan bila kemiringan lereng cukup curam. Model semacam ini
dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pencucian lahan yang mengakibatkan
tanah menjadi tidak subur dan benih jahe hanyut terbawa arus. Persyaratan lahan
lainnya yang juga penting dipertimbangkan adalah lahan yang bukan merupakan
daerah endemik penyakit tular tanah (soil-borne diseases) terutama bakteri layu
dan nematoda. Untuk menjamin kesehatan lahan, sebaiknya lahan yang dipilih
bukan lahan yang dua kali berturut-turut dipergunakan untuk pertanaman jahe.
Maksudnya untuk menghindari serangan penyakit bakteri layu atau adanya gejala
allelopati.

2. Budidaya
a. Penyiapan benih
Benih yang digunakan harus jelas asal usulnya, sehat dan tidak
tercampur dengan varietas lain. Benih yang sehat harus berasal dari
pertanaman yang sehat, tidak terserang penyakit. Beberapa penyakit penting
9

pada tanaman jahe yang dapat terbawa benih, terutama jahe putih besar,
adalah layu bakteri (Ralstonia solanacearum), layu fusarium (Fusarium
oxysporum), layu rizoktonia (Rhizoctonia solani), nematoda (Rhodopolus
similis), dan lalat rimpang (Mimergralla coeruleifrons, Eumerus figurans)
serta kutu perisai (Aspidiella hartii). Rimpang yang telah terinfeksi penyakit
tidak dapat digunakan sebagai benih karena akan menjadi sumber penularan
penyakit di lapangan. Pemilihan benih harus dilakukan sejak tanaman masih
di lapangan. Pemilihan (penyortiran) selanjutnya dilakukan setelah panen
yaitu di gudang penyimpanan.
Pemeriksaan dilakukan untuk membuang benih yang terinfeksi hama
dan penyakit atau membuang benih dari jenis lain. Rimpang yang akan
digunakan untuk benih harus sudah tua minimal berumur 10 bulan. Ciri-ciri
rimpang tua antara lain kandungan serat tinggi dan kasar, kulit licin dan keras
tidak mudah mengelupas, warna kulit mengkilat menampakkan tanda bernas.
Rimpang yang terpilih untuk dijadikan benih, sebaiknya mempunyai 2-3
bakal mata tunas yang baik dengan bobot sekitar 25-60 g untuk jahe putih
besar, 20-40 g untuk jahe putih kecil dan jahe merah. Kebutuhan benih per
hektar untuk jahe merah dan jahe putih kecil 1-1,5 ton, sedangkan jahe putih
besar yang dipanen tua membutuhkan benih 2-3 ton/ha dan 5 ton/ha untuk
jahe putih besar yang dipanen muda. Bagian rimpang yang terbaik dijadikan
benih adalah rimpang pada ruas kedua dan ketiga. Sebelum ditanam rimpang
benih ditunaskan terlebih dahulu dengan cara menyemaikan yaitu,
menghamparkan rimpang di atas jerami/alang-alang tipis, di tempat yang
teduh atau di dalam gudang penyimpanan dan tidak ditumpuk. Wadah yang
digunakan untuk itu biasanya rak-rak terbuat dari bambu atau kayu sebagai
alas. Selama penyemaian dilakukan penyiraman setiap hari sesuai kebutuhan
untuk menjaga kelembaban rimpang. Benih rimpang bertunas setelah 2-3
minggu dengan tinggi tunas yang seragam 1-2 cm, siap ditanam di lapang dan
dapat beradaptasi langsung, juga tidak mudah rusak. Rimpang yang sudah
bertunas tersebut kemudian diseleksi dan dipotong menurut ukuran. Untuk
mencegah infeksi bakteri dan penyakit lainnya, dilakukan perendaman
dengan campuran larutan antibiotik dan fungisida dengan dosis anjuran
selama 30–60 menit kemudian dikeringkan.
10

(1) Jahe Putih Besar (2) Jahe Merah (3) Jahe Putih Kecil

b. Penyiapan lahan
Pengolahan tanah dilakukan sebelum tanam. Tanah diolah sedemikian
rupa agar gembur dan dibersihkan dari gulma. Pengolahan tanah dilakukan
dengan cara menggarpu dan mencangkul tanah sedalam 30 cm, dibersihkan
dari ranting-ranting dan sisa-sisa tanaman yang sukar lapuk. Tanah dengan
lapisan olah tipis, pengolahannya harus hati-hati disesuaikan dengan lapisan
tanah tersebut dan jangan dicangkul atau digarpu terlalu dalam sehingga
tercampur antara lapisan olah dengan lapisan tanah bawah. Hal ini dapat
mengakibatkan pertumbuhan tanaman kurang subur. Setelah tanah diolah dan
digemburkan, dibuat bedengan searah lereng (untuk tanah yang miring),
sistem guludan atau dengan sistem pris (parit untuk lahan datar). Pada
bedengan atau guludan kemudian dibuat lubang tanam. Pada lahan dengan
pH rendah dapat diberikan kapur pertanian (kaptan) 1-3 ton/ha atau dolomit
0,5-2 ton/ha untuk meningkatkan pH tanah.
c. Jarak tanam
Benih jahe ditanam sedalam 5-7 cm dengan tunas menghadap ke atas,
jangan terbalik karena dapat menghambat pertumbuhan. Jarak tanam yang
digunakan untuk penanaman jahe putih besar yang dipanen tua adalah 60-80
x 40 cm atau 60 x 40 cm, jahe putih kecil dan jahe merah 60 x 40 cm.
d. Pemupukan
Pemupukan memegang peranan penting untuk meningkatkan hasil
rimpang, yaitu pupuk organik untuk memperbaiki tekstur dan aerasi tanah
dan pupuk anorganik, terutama NPK. Teknologi rekomendasi pemupukan
jahe seperti pada Tabel 1.
11

Tabel 1. Teknologi Pemupukan Anjuran untuk Tanaman Jahe


Varietas jahe Budidaya organik Budidaya konvensional
Jahe putih besar (JPB) 1. Kompos 60-80 ton/ha Pupuk kandang 20 ton/ha,
(1,5-2 kg/tanaman), pada diberikan 2-4 minggu
awal tanam. Pupuk sisipan sebelum tanam dan pupuk
umur 2-3 bulan, 4-6 bulan, kandang kedua 20 ton/ha
8-10 bulan, masing- diberikan umur 4 bulan;
masing 2-3 kg/tanaman, SP-36 dan KCl masing-
atau masing 300-400 kg/ha
2. Kompos 10-40 ton/ha + diberikan pada saat tanam;
100-200 kg/ha rock fosfat, Urea 400-600 kg/ha
atau 140 kg/ha pupuk P- masing-masing 1/3 dosis
bio + Zeolit 400 kg/ha pada umur 1, 2 dan 3
bulan setelah tanam.
Jahe putih kecil (JPK) 1. Kompos 60-80 ton/ha Pupuk kandang 20 ton/ha,
(1,5-2kg/tanaman), pada diberikan 2-4 minggu
awal tanam. Pupuk sisipan sebelum tanam; SP-36 dan
umur 2-3 bulan, 4-6 bulan, KCl masing-masing 300-
8-10 bulan, masing- 400 kg/ ha diberikan pada
masing 2-3 kg/ tanaman, saat tanam; Urea 400-600
atau kg/ha masing-masing 1/3
2. Kompos 10-40 ton/ha + dosis pada umur 1,2, dan
100 200 kg/ha rock fosfat, 3 bulan setelah tanam.
atau 140 kg/ha pupuk P-
bio + Zeolit 400 kg/ha
Jahe merah (JM) 1. Bokasi 10 ton/ha + Pupuk kandang 20 ton/ha,
pupuk bio 140 kg/ha + diberikan 2-4 minggu
zeolit 400 kg/ha + fosfat sebelum tanam; SP-36 dan
alam 200 kg/ha, atau KCl masing-masing 300-
2. Kompos 10-40 ton/ha + 400 kg/ ha diberikan pada
100-200 kg/ha rock fosfat, saat tanam; Urea 400-600
atau 140 kg/ha pupuk P- kg/ha masing-masing 1/3
bio + Zeolit 400 kg/ha dosis pada umur 1,2, dan
3 bulan setelah tanam.
12

e. Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi
dengan baik. Apabila terdapat tanaman yang terserang penyakit atau
tercampur dengan jenis lain, maka tanaman yang terserang penyakit dan
tanaman jenis lain harus dicabut dan dijauhkan dari areal pertanaman.

f. Panen
Jahe untuk tujuan konsumsi dipanen pada umur 6-10 bulan, tetapi
rimpang yang digunakan sebagai benih dipanen pada umur 10-12 bulan. Cara
panen dilakukan dengan membongkar seluruh rimpang menggunakan garpu
atau cangkul, kemudian tanah yang menempel pada rimpang dibersihkan.
Varietas unggul jahe putih besar (Cimanggu-1) menghasilkan rata-rata 27 ton
rimpang segar, kadar minyak atsiri 0,82-2,8%. Varietas unggul jahe putih
kecil (Halina 1-4) menghasilkan rata-rata 16 ton/ha rimpang segar dengan
kadar minyak atsiri 1,7-3,8%, kadar oleoresin 2,39-8,87%. Varietas unggul
jahe merah (Jahira 1-2), menghasilkan rimpang segar 22 ton/ha dengan kadar
minyak atsiri 3,2-3,6%, kadar oleoresin 5,86-6,36%. Mutu rimpang dari
varietas unggul Cimanggu-1, varietas unggul jahe putih kecil (Halina 1-4),
dan jahe merah (Jahira 1-2) memenuhi standar Materia Medika Indonesia
(MMI).

G. Penggunaan Jahe Merah


Produk olahan jahe merah yang bermanfaat untuk terapi berbagai penyakit
yang telah dijual di pasaran, adalah : rajangan kering atau simplisia, jahe instan,
serbuk jahe, sirup jahe, dan permen jahe (Sudewo, 2006).
1. Cara Pembuatan Jahe Merah Instan
Jahe dikupas lalu dicuci, mengiris tipis jahe yang telah dicuci. Memasukkan
jahe dan menambahkan air ke blender lalu dihaluskan. Jahe diperas menggunakan
kain kemudian didiamkan 30 menit sampai patinya mengendap. Masukan jahe
yang telah didiamkan tanpa pati yang mengendap di wajan. Masukan cengkeh dan
kayu manis. Memanaskan wajan dan mengaduk wajan sampai cairan jahe
menjadi kental Matikan kompor dan aduk sampai berbentuk serbuk. Tuangkan
13

olahan jahe pada wadah lalu dinginkan. Kemas olahan jahe dan timbang
kemasannya.
2. Pembuatan Jahe Merah Simplisia
Simplisia adalah bahan alami yang digunakan sebagai bahan baku obat yang
belum mengalami pengolahan tetapi sudah dikeringkan (Ditjen POM 1982 dalam
Sembiring, S.B., Yuliani. S. 2013). Pengeringan merupakan proses pengurangan
kadar air sampai batas yang terbaik sekitar 8 – 10 %; karena pada tingkat kadar air
tersebut, kemungkinan bahan cukup aman terhadap pencemaran, baik yang
disebabkan oleh jamur ataupun insektisida. Proses Pembuatan Simplisia pada
Prinsipnya Meliputi Tahap-Tahap: Pada tahap awal rimpang dicuci kemudian
pemotongan, rimpang diiris-iris dengan ketebalan 1-2 mm. Pengeringan,
penjemuran digunakan nyiru kemudian nyiru yang terisi simplisia ditutup
sehelai kain hitam dan bagian bawah nyiru kita beri dua buah ganjal balok kayu.
Berdasarkan pengalaman dibutuhkan waktu ± 5 hari. Pengemasan, dilakukan
setelah simplisia dingin.
3. Pembuatan Jahe Merah Bubuk
Bahan jahe kering sempurna/simplisia (kadar air sekitar 8-10 %). Bahan tersebut
kemudian digiling halus dengan blender, selanjutnya diayak kemudian dikemas.
BAB III
PENUTUP

Keanekaragaman hayati tercermin dari kekayaan varietas dari makhluk hidup.


Indonesia dikenal sumber keanekaragaman hayati yang paling kaya. Posisi sebagai negara
tropis membuat beragam jenis tumbuhan tumbuh di Indonesia yang banyak di antaranya
mempunyai manfaat secara medis. Hampir 10% tanaman yang ada di dunia tersebar di
17.000 pulau di Indonesia. Diperkirakan 30.000 spesies tanaman memiliki manfaat dalam hal
penyembuhan herbal dan 7.000 di antaranya telah diketahui dan digunakan dalam
pengobatan. Tumbuhan-tumbuhan yang telah dimanfaatkan di bidang medis tersebut
dikategorikan berdasarkan spesies, habitat tumbuh, kandungan alam, penyakit yang bisa
disembuhkan, dan bagian dari tumbuhan yang bisa digunakan untuk pengobatan.

14
DAFTAR PUSTAKA

ISBN : 978-602-7899-38-4 E-BOOK Serial The power of obat asli indonesia, Jakarta-2016
Jurnal Layanan Masyarakat Universitas Airlangga, Volume 03 Nomor 02 Tahun 2019, 82–85
E-ISSN: 2614 – 8544 Abdimas Umtas: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat

15

Anda mungkin juga menyukai