Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

HALUSINASI

A. Kasus (Masalah Utama)


1. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan
panca indera (Isaacs, 2002). Halusinasi merupakan gangguan atau
perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu (Maramis,
2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang
salah (Stuart, 2007). Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat
didefenisikan sebagai terganggunya proses sensori seseorang,
dimana tidak terdapat stimulus.

2. Tanda dan Gejala


Data objektif dapat perawat kaji dengan cara mengobservasi
perilaku pasien, sedangkan data subjektif dapat perawat kaji dengan
melakukan wawancara dengan pasien. Melalui data ini perawat dapat
mengetahui isi halusinasi pasien.
Data Objektif :
- Bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
memalingkan muka ke arah telinga seperti mendengar sesuatu,
menutup telinga, menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan pada
sesuatu yang tidak jelas, mencium sesuatu seperti sedang
membaui bau-bauan tertentu, menutup hidung, sering meludah
meludah, muntah menggaruk-garuk permukaan kulit.
Data Subyektif :
- Mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang
mengajak, bercakap-cakap, mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang berbahaya, melihat bayangan, sinar,
bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau monster,
mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, merasa takut
atau senang dengan halusinasinya, mengatakan sering mendengar
sesuatu pada waktu tertentu saat sedang sendirian, mengatakan
sering mengikuti isi perintah halusinasi.

3. Jenis Halusinasi
a. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara
orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-
kata yang jelasberbicara tentang klien, bahkan sampai pada
percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi.
Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa
klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat
membahayakan.
b. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks.
Bayangan bisa menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
c. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan
feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan.
d. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses
e. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
f. Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau
arteri, pencernaan makan atau pembentukan urin.
g. Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Konsep Dasar
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsangan
apapun pada panca indera seorang klien, yang terjadi dalam keadaan
sadar/bangun, dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik,
ataupun histerik (Maramis, 1994).
Tahapan halusinasi meliputi beberapa tahap yaitu :
a. Tahap I (Comforting)
- Memberikan rasa nyaman
- Tingkat ansietas sedang
- Secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan
- Karakteristik :
 Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan
ketakutan
 Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat
menghilangkan ansietas
 Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol
kesadaran non psikotik.
- Prilaku Klien :
 Tersenyum, tertawa sendiri
 Menggerakkan bibir tanpa suara
 Pergerakan mata yang cepat
 Respon verbal yang lambat
 Diam dan berkonsentrasi
b. Tahap II (Condemning)
- Menyalahkan
- Tingkat kecemasan berat
- Secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipati
- Karakteristik :
 Pengalaman sensori menakutkan
 Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
 Mulai merasa kehilangan kontrol
 Menarik diri dari orang lain, non psikotik
- Prilaku klien :
 Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan TD
 Perhatian dengan lingkungan berkurang
 Konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya
 Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan
realitas
c. Tahap III (Controling)
- Mengontrol
- Tingkat kecemasan berat
- Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi
- Karakteristik :
 Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
 Isi halusinasi menjadi atraktif
 Kesepian bila pengalaman sensori berakhir, psikotik.
- Perilaku Klien :
 Prilaku halusinasi ditaati
 Sulit berhubungan dengan orang lain
 Perhatian terhadap lingkungan berkurang, hanya
beberapa detik
 Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat tampak
tremor dan berkeringat.
d. Tahap IV (Conquering)
- Klien sudah dikuasai oleh halusinasi
- Klien Panik
- Prilaku klien :
 Prilaku panik
 Resiko tinggi menciderai
 Agitasi atau kataton
 Tidak mampu berespon terhadap lingkungan

2. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji


a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal
pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.

b. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien
dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga
untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.

c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah
mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau
mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan
pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu,
Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
- Genogram yang menggambarkan tiga generasi
- Konsep diri
- Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
- Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

f. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas
motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi,
proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
konsentrasi, dan berhitung.

g. Kebutuhan persiapan pulang


- Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan
alat makan kembali.
- Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan
WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.
- Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
- Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
- Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah
diminum.

h. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik
dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan
persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang
lain.
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan
kesehatan.

j. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam
masalah.

k. Aspek medik

l. Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy


farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.

m. Daftar masalah keperawatan


- Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
- Perubahan sensori perseptual : halusinasi
- Isolasi sosial : menarik diri

C. Analisa data
NO DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKTIF
1 Klien mengatakan melihat atau Tampak bicara dan
mendengar sesuatu. ketawa sendiri.
Klien tidak mampu mengenal Mulut seperti bicara tapi
tempat, waktu, orang tidak keluar suara.

2 Klien mengatakan merasa Berhenti bicara seolah


kesepian. mendengar atau melihat
Klien mengatakan tidak dapat sesuatu. Gerakan mata
berhubungan sosial.
yang cepat.
Tidak tahan terhadap
kontak yang lama.
Tidak konsentrasi dan
pikiran mudah beralih
Klien mengatakan tidak berguna. saat bicara.
Klien mengungkapkan takut. Tidak ada kontak mata.
3
Klien mengungkapkan apa yang
dilihat dan didengar mengancam
dan membuatnya takut. Ekspresi wajah murung,
sedih.
Tampak larut dalam
pikiran dan ingatannya
sendiri.
Mengungkapkan perasaan kesal Kurang aktivitas.
atau marah, keinginan untuk Tidak komunikatif.
4
melukai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan, klien suka membentak
dan menyerang orang lain Wajah klien tampak
tegang, merah.
Mata merah dan melotot.
Rahang mengatup.
Tangan mengepal.
Mondar mandir.
D. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut
adalah :
1. Gangguan persepsi sosial: Halusinasi
2. Isolasi sosial: Menarik Diri
3. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

E. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Tindakan keperawatan untuk klien
a. Tujuan tindakan untuk klien meliputi:
- Klien mengenali halusinasi yang dialaminya.
- Klien dapat mengontrol halusinasinya.
- Klien mengikuti program pengobatan secara optimal.

b. Tindakan keperawatan
1) Membantu pasien halusinasi, Membantu klien halusinasi
dengan cara melakukan diskusi dengan klien tentang isi,
waktu, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul, dan
respon klien saat halusinasi muncul.
2) Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara:
a) Menghardik (mengusir) halusinasi
Merupakan upaya mengendalikan diri terhadap
halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul.
Klien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi
yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya, tahap
tindakan meliputi:
- Menjelaskan cara menghardik halusinasi
- Memperagakan cara menghardik halusinasi
- Meminta pada klien untuk memperagakan ulang
- Membantu penerapan cara ini, menguatkan perilaku
Klien.
b) Bercakap-cakap dengan orang lain
Mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-
cakap dengan orang lain, maka maka terjadi distraksi
fokus. Perhatian klien akan beralih dari halusinasi ke
percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut.
c) Melakukan aktivitas yang terjadwal
Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah
dengan menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur.
Dengan aktivitas yang terjadwal klien tidak akan mengalami
waktu luang sendiri yang sering kali mencetuskan
halusinasi.
Tahap-tahap intervensinya sebagai berikut:
- Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk
mengatasi halusinasi.
- Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh
klien.
- Melatih klien melakukan aktivitas.
- Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari-sesuai dengan
aktivitas yang telah dilatih.
- Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan: memberikan
penguatan terhadap perilaku klien yang positif.
d) Menggunakan obat secara teratur
Untuk mampu mengontrol halusinasiklien juga harus
dilobi untuk menggunakan obat secara teratur sesuai
dengan program. Pasien gangguan jiwa yang dirawat
dirumah seringkali mengalami putus obat sehingga pasien
mengalami kekambuhan.bila kekambuhan terjadi maka
untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih
sulit.Berikut tindakan keperawatan agar pasien patuh
menggunakan obat:
- Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan
jiwa.
- Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai
program.
- Jelaskan akibat putus obat.
- Jelaskan cara mendapatkan obat.
- Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5
benar: benar obat, pasien, cara, waktu dan dosis.
(Tim MPKP RSJ, 2008).

2. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga


a. Tujuan tindakan untuk keluarga meliputi:
- Keluarga mampu mengenal klien halusinasi di rumah
- Keluarga mampu merawat klien halusinasi dirumah
- Keluarga mampu mengontrol klien halusinasi di rumah
b. Tindakan keperawatan
- Memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian
halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda
dan gejala halusinasi dan cara- cara merawat klien
halusinasi
- Melatih keluarga untuk mempraktekkan merawat klien
langsung di depan klien ( Berikan kesempatan kepada
keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien
halusinasi langsung di depan pasien ).

3. Pemberian Psikofarmakotherapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik / skizifrenia
biasanya diatasi menggunakan obat-obatan antipsikotik (Maramis,
1994) antara lain:
 Golongan gutifenon: Haloperidol, haldol, serence, ludomer,.
Pada kondisi akut bisanya diberikan dalam bentuk injeksi cukup
3 x 24 jam. Setelah itu biasanya klien diberikan dosis peroral 3 x
5 mg.
 Golongan Fenotiazin: Chlorpromazin / largactile / promagtile,
biasanya diberikan peroral. Kondisi akut biasanya diberikan 3 x
100 mg pada malam hari saja.
 Obat-obatan antipsikotik seringkali menimbulkan efek samping
mengantuk, tremor, mata melihat keatas, kaku otot, otot bahu
tertarik sebelah, hipersalivasi, pergerakan otot tak terkendali,
untuk mengatasi hal ini biasanya dokter memberikan obat anti
parkinsonisme yaitu: tryhexyphenidele 3 x 2 mg. yang sangat
perlu diperhatikan apabila terjadi gejala-gejala yang dialami oleh
klien tidak berkurang maka perlu diteliti apakah betul-betul
diminum atau tidak, maka dari itu keluarga perlu untuk
dijelaskan tentang pentingnya memonitor penggunaan obat
klien. Jika ada gejala-gejala yang tidak biasa minta kepada
keluarga untuk menghubungi puskesmas terdek
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Kasus (masalah utama)


1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik
kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh
gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu
stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis
(Keliat, 2005).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan
untuk  melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak
menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).

2. Tanda dan Gejala


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
a. Fisik
 Muka merah dan tegang
 Mata melotot/ pandangan tajam
 Tangan mengepal
 Rahang mengatup
 Postur tubuh kaku
b. Verbal
 Bicara kasar
 Suara tinggi, membentak atau berteriak
 Mengancam secara verbal atau fisik
 Mengumpat dengan kata-kata kotor
 Suara keras
c. Perilaku
 Melempar atau memukul benda/orang lain
 Menyerang orang lain
 Melukai diri sendiri/orang lain
 Merusak lingkungan
 Amuk/agresif
d. Emosi
 Tidak adekuat
 Tidak aman dan nyaman
 Rasa terganggu, dendam dan jengkel
 Tidak berdaya
 Bermusuhan
 Intelektual
 Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan,
sarkasme.
e. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat
orang lain,  menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan
kasar.
f. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
sindiran.
g. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

3. Jenis Perilaku Kekerasan


a. Verbal
Perilaku kekerasan verbal adalah perilaku melukai seseorang
dengan kata-kata yang diucapkannya.
b. Fisik
Perilaku kekerasan fisik adalah perilaku melukai seseorang
dengan cara mencedarai orang lain atau merusak lingkungan.

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Konsep Dasar
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan
secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang
berlangsung kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan (Keliat, 2006).
Rentang Respon Perilaku kekerasan yaitu sebagai berikut

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Keterangan
Adaptif : mempu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain
Frustasi : merasa gagal mencapai tujuan disebabkan tujuan yang
tidak realistis
Pasif : diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang sedang dialami
Agresif : Tindakan destruktif terhadap lingkungan yang masih
terkontrol
Amuk : tindakan destruktif, permusuhan yang kuat dan tidak
terkontrol

Perilaku kekerasan disebabkan karena beberapa faktor yaitu sebagai


berikut:
1. Faktor Presdiposisi
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau perilaku
kekerasan,contohnya : pada masa anak-anak yang mendapat
perilaku kekerasan cenderung saat dewasa menjadi pelaku
perilaku kekerasan
b. Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka
kekerasan yang diterima sehingga secara tidak langsung hal
tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar.
c. Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti
terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
kekerasan adalah hal yang wajar.
d. Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik,
lobus frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan
neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan

2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan
sering kali berkaitan  dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan
obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya
pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan
tahap perkembangan keluarga.

2. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal
pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga
untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau
mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal.
Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social
budaya.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu,
Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.

e. Aspek psikososial
 Genogram yang menggambarkan tiga generasi
 Konsep diri
 Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

f. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas
motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi,
proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
konsentrasi, dan berhitung.

g. Kebutuhan persiapan pulang


 Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan
lat makan kembali.
 Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan
WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.
 Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
 Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
 Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah
diminum.

h. Mekanisme koping
 Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia
artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang
mengalami hambatan penyalurannya secara normal.
Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah
untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
 Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya
atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang
wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik
menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
 Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau
membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang
anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan,
sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia
dapat melupakannya.
 Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku
yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
 Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan
biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu
berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan
emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia
baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain
perang-perangan dengan temannya.

i. Masalah psikososial dan lingkungan


Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan
kesehatan.

j. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam
masalah.

k. Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy
farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.

C. Analisa Data
NO DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKTIF
1. Mengungkapkan perasaan kesal Wajah klien tampak
1 atau marah, keinginan untuk tegang, merah.
melukai diri sendiri, orang lain Mata merah dan melotot.
dan lingkungan, klien suka Rahang mengatup.
membentak dan menyerang Tangan mengepal.
orang lain Mondar mandir.
2.
2 Sulit tidur, merasa tidak berarti, Lebih banyak diam,
3. merasa tidak berguna, merasa mengkritik orang lain,
tidak mempunyai kemampuan
positif, merasa menilai diri
negatif, kurang konsentrasi,
merasa tidak mampu melakukan
apapun

D. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku Kekerasan
2. Harga diri rendah
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
ISOLASI SOSIAL

A. Kasus (Masalah Utama)


1. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu atau
kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk
meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk
membuat kontak (Carpenito, 2008).
Isolasi sosial adalah suatu sikap individu menghindari diri
dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilanngan
hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi
perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan (Yosep, 2009).
Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. (Keliat dan Kemat, 2009).

2. Tanda dan Gejala


1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2. Menghidar dari orang lain (menyendiri)
3. Klien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya pada saat
makan.
4. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri.
5. Komunikasi kurang / tidak ada.
6. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain / perawat.
7. Tidak ada kontak mata : klienlebih sering menunduk.
8. Mengurung diri di kamar / tempat terpisah, klien kurang dalam
mobilitas.
9. Menolak berhubungan dengan orang lain.
10. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri
dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
3. Jenis Isolasi Sosial
1. Isolasi ruang; dapat dipaksakan dari luar dengan meniadakan
kontak seperti yang terjadi ketika seseorang dikucilkan dari
pergaulan komunitasnya atau dipenjarakan.
2. Isolasi organik; gejala keterasingan yang disebabkan bukan
karena ketiadaan kontak yang dipaksakan dari luar, melainkan
karena ketiadaan kontak yang disebabkan karena kecacatan
individu seperti kebutaab dan ketulian.

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Konsep Dasar
Isolasi sosial adalah perilaku menghindari interaksi dengan
orang lain dan berhubungan dengan orang lain (Rowlins, 1993).
Perilku menarik diri disebabkan oleh perasaan tidak berharga, banyak
masalah, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan. Akibat menarik
diri pasien cepat mengalami perasaan sensori persepsi, halusinasi
yang akan berakibat mencederai diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Adapun penyebab dari menarik diri adalah harga diri
rendah (Stuart dan Sundeen, 1995).
Mekanisme koping yang sering dilakukan oleh pasien menarik
diri adalah regresi. Regresi dapat mempengaruhi keseluruhan atau
sebahagian kepribadian yang dapat menimbulkan bermacam-macam
perilaku antara lain : gangguan asosiasi pembicaraan, austistik,
perilaku kekanak-kanakan dan gejala katatonik lainnya. Pasien mula-
mula “merasa rendah dirinya, tidak berharga lagi dan tidak berguna,
sehingga tidak aman dalam membina hubungan dengan orang lain,
pasien dengan perilaku menarik diri biasanya berasal dari keluarga
yang penuh permasalahan. Ketegangan dan kecemasan yang tidak
menjamin/mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan
yang positif dengan orang lain. Akibatnya pasien tidak dapat
membantu kuantitas diri, penghayatan diri dan kurang mampu
mengembangkan dan mempelajari cara berhubungan dengan orang
lain yang dapat menumbuhkan rasa aman pada pasien dan perilaku
menarik diri. Keadaan ini terjadi karena pada masa perkembangan
sebelumnya pasien tidak dapat mengidentifikasi dari orang tua jenis
yang sama, sehingga pasien merasa takut tak diterima bila mencintai
orang lain. Pasien memerlukan usaha-usaha melindungi diri.
Sehingga ia merasa pasif dan berkepribadian kaku. Pasien tidak mau
mencari penyebab dan bersaha menyesuaikan diri dengan kenyataan,
tetapi ia mengembangkan rasionalisasi dan menghamburkan realitas

Isolasi sosial dapat disebabkan oleh beberapa faktor berikut :


1. Faktor Predis Posisi
Beberapa faktor pendukung yang dapat menyebabkan isolasi sosial
adalah :
a. Faktor Perkembangan
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan
dari ibu / pengasuh kepada bayi akan memberikan rasa tidak
aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi
untuk mengembangkan gangguan tingkah laku. Sikap
bermusuhan / hostilitas. Sikap mengancam dan menjelek –
jelekkan anak. Ekspresi emosi yang tinggi. Orang tua atau
anggota keluarga sering berteriak, marah untuk persoalan kecil /
spele, sering menggunakan kekerasan fisik untuk mengatasi
masalah, selalu mengkritik, mengkhayalkan, anak tidak diberi
kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya tidak memberi
pujian atas keberhasilan anak .
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan.
Contoh: Individu yang berpenyakit kronis, terminal, menyandang
cacat atau lanjut usia. Demikianlah kebudayaan yang
mengizinkan seseorang untuk tidak keluar ruman (pingit) dapat
menyebabkan isolasi sosial.
d. Faktor biologi
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan
jiwa, insiden tertinggi skizofrenia di temukan pada keluarganya
yang anggota keluarga menderita skizofrenia.

2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitas terjadi isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
Internal maupun eksternal meliputi.
a. Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti :
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat
dirumah sakit atau dipenjara . 
b. Stressor Giokimic
Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta
traktus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia
c. Stressor biologic dan lingkungan sosial
Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia
sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan,
maupun biologis.
d. Stressor psikologis
Kecemasan yang tertinggi akan menyebabkan menurunya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk
mengatasi stres. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah
serius antara hubungan ibu dan anak pada fase sinibiotik
sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
1) Hubungan ibu dan anak
Ibu dengan kecemasan tinggi akan mengkomunikasikan
kecemasannya pada anak, misalnya dengan tekanan suara
yang tinggi, hal ini membuat anak bingung, karena belum
dapat mengklasifikasikan dan mengartikan pasien tersebut.
2) Dependen versus Interdependen
Ibu yang sering membatasi kemandirian anak, dapat
menimbulkan konflik, di satu sisi anak ingin
mengembangkan kemandiriannya.

2. Masalah Keperawatan Yang Perlu Dikaji


a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal
pengkajian, No. Rumah Sakit dan alamat klien.

b. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga
untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.

c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau
mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.
Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan sosial
budaya.

d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu,
Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.

e. Aspek psikososial
 Genogram yang menggambarkan tiga generasi
 Konsep diri
 Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

f. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas
motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi,
proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
konsentrasi, dan berhitung.

g. Kebutuhan persiapan pulang


 Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan
lat makan kembali.
 Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan
WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.
 Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
 Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
 Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah
diminum.

h. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik
dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan
persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang
lain.

i. Masalah psikososial dan lingkungan


Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan
kesehatan.

j. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam
masalah.

k. Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy
farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.

l. Daftar masalah keperawatan


 Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
 Isolasi social
 Gangguan konsep diri : harga diri rendah

C. Analisa Data
NO DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKTIF
1 Tidak berminat, perasaan Tidak ada dukungan orang
berbeda dari orang lain, tidak yang dianggap penting, afek
mampu memenuhi harapan tumpul, adanya kecacatan
orang lain , merasa sendirian, (misal fisik, mental). Tindakan
menolak interaksi dengan tidak berarti, tidak kontak
orang lain, mengungkapkan mata, menyendiri/menarik
tujuan hidup yang tidak diri, tindakan berulang, afek
adekuat, merasa tidak diterima sedih, tidak komunikatif.

Sulit tidur, merasa tidak bararti, Kontak mata kurang, murung,


2 merasa tidak berguna, merasa berjalan menunduk, postur
tidak mempunyai kemampuan tubuh menunduk,
positif, merasa menilai diri menghindari orang lain,
negatif, kurang konsentrasi, bicara pelan, lebih banyak
merasa tidak mampu diam, lebih senang
melakukan apapun, merasa menyendiri, aktivitas
malu. menurun, mengkritik orang
lain

D. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi Sosial
2. Harga diri rendah

E. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Tindakan keperawatan untuk klien
Tujuan:
- Membina hubungan saling percaya.
- Menyadari penyebab isolasi sosial.
- Berinteraksi dengan orang lain.
Tidakan:
a. Membina hubungan saling percaya.
Tindakan yang perlu perawat lakukan dalam membina hubungan
saling percaya adalah mengucapkan salam terapeutik, berjabat
tangan, menjelaskan tujuan interaksi, serta membuat kontrak
topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu klien.

b. Membantu klien mengenal penyebab isolasi sosial dengan:


- Menanyakan pendapat klien tentang berinteraksi dengan
orang lain
- Menanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin
berinteraksi dengan orang lain.
c. Membantu klien mengenal keuntungan berinteraksi dengan
orang lain.
d. Membantu klien mengenal kerugian tidak berinteraksi dengan
orang lain.

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga


Tujuan:
- Keluarga mampu merawat klien isolasi sosial.
Tindakan:
- Mendiskusikan masalah yang dihadapai keluarga saat merawat
klien.
- Menjelaskan tentang:
- Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada klien .
- Penyebab isolasi sosial.
- Cara merawat klien dengan isolasi sosial.
- Memperagakan cara merawat klien isolasi sosial.
- Membantu keluarga mempraktekakn cara merawat klien
dengan isolasi sosial.
- Menyusun perencanaan pulang bersama keluarga.

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)


DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Kasus (Masalah Utama)


1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar
manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan
kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi
kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika
tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting)
(Nurjannah, 2004).
Deficit perawatan diri pada pasien dengan gagguan jiwa
merupakan deficit peraatan diri yang terjadi akibat adanya perubahan
proses pikir  sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan diri menurun (Keliat dan akemat 2007).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah
suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.

2. Tanda dan Gejala


a. Fisik:
 Badan bau, pakaian kotor
 Rambut dan kulit kotor
 Kuku panjang dan kotor
 Gigi kotor disertai mulut yang bau
 Penampilan tidak rapi

b. Psikologis
 Malas, tidak ada inisiatif
 Menarik diri, isolasi diri
 Merasa tak berdaya, rendah diri, dan merasa hina

c. Sosial
 Interaksi kurang
 Kegiatan kurang
 Tidak mampu berprilaku sesuai norma
 Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK disembarang tempat ,
gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri

3. Jenis Defisit Perawatan Diri


a. Kurang perawatan diri: mandi / kebersihan yaitu; gangguan
kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/ kebersihan diri
b. kurang perawatan diri; mengenakan pakaian/ berias yaitu;
gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas
berdandan sendiri
c. kurang perawatan diri; makanyaitu; gangguan kemampuan untuk
menunjukkan aktivitas makan
d. kurang perawatan diri; toileting yaitu ; gangguan kemampuan
kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
toiletting sendiri

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Konsep Dasar
Defisit perawatan diri dapat terjadi karena individu mengalami
gangguan fungsi motorik atau kognitif yang menyebabkan penurunan
kemampuan yang melakukan fungsi aktivitas perawatan diri sehingga
masalah keperawatan ini dapat muncul pada hampir semua masalah
kejiwaan.
Defisit perawatan diri pada pasien ganggguan jiwa terjadi akibat
adanya perubahan proses fikir sehingga kemampuan yang melakukan
aktivitas perawatan diri menurun. Defisit perawatan diri tampak dari
ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara mandiri,
berhias secara mandiri dan toileting secara mandiri.
Defisit perawatan diri dapat mengakibatkan individu mengalami
gangguan keseimbangan cairan tubuh, menderita penyakit fisik karena
kurang/tidak bersih, hubungan sosial semakin buruk, tidak
berhubungan dengan orang lain selama tidak melakukan ADL dan
pada akhirnya semakin memperburuk kondisi kepribadian.

Defisit perawatan diri disebabkan oleh beberarapa faktor yaitu :


1) Faktor prediposisi
a. Perkembangan, Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan
klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis, Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun, Klien dengan gangguan jiwa
dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan
ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
d. Sosial, Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan
diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.

2) Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual,
cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) . Faktor – faktor yang mempengaruhi
personal hygiene adalah:

a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik
sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,
pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.
Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus
menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu
dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan
lain- lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukann

2. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji


a. Identitas
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal
pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien
dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan
keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang
dicapai.
c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah
mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah
melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan
tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis,
biologis, dan sosial budaya.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu,
Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh
klien.
e. Aspek psikososial
 Genogram yang menggambarkan tiga generasi
 Konsep diri
 Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan
ibadah
 Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien,
aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama
wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
 Kebutuhan persiapan pulang
 Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta
merapikan lat makan kembali.
 Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan
membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan
pakaian.
 Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
 Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
 Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah
diminum.
f. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik
dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan
persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang
lain.
g. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan
pelayanan kesehatan.
h. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam
masalah.
i. Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy
farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
j. Daftar masalah keperawatan
 Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
 Isolasi Sosial
 Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan,
makan, BAB/BAK

C. Analisa Data
NO DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKTIF
1 Tidak berminat, perasaan Tidak ada dukungan orang
berbeda dari orang lain, yang dianggap penting, afek
tidak mampu memenuhi tumpul, adanya kecacatan
harapan orang lain , merasa (misal fisik, mental). Tindakan
sendirian, menolak interaksi tidak berarti, tidak kontak
dengan orang lain, mata, menyendiri/menarik
mengungkapkan tujuan diri, tindakan berulang, afek
hidup yang tidak adekuat, sedih, tidak komunikatif.
merasa tidak diterima

2
Menyatakan tidak ada Tidak mampu membersihkan
keinginan mandi secara badan, penampilan tidak rapi,
teratur, perawatan diri harus pakaian kotor tidak mampu
dimotivasi, menyatakan berpakaian secara benar,
Bab/Bak disembarang tidak mampu melaksanakan
tempat, meyatakan tidak kebersihan yang sesuai,
mampu menggunakan alat setelah melakukan toileting,
bantu makan makan hanya beberapa suap
dari piring/porsi tidak habis

D. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit keperawatan diri
2. Isolasi sosial

E. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Tindakan keperawatan untuk klien
 Tujuan:
- Klien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
- Klien mampu berdandan secara baik.
- Klien mampu melakukan makan secara baik.
- Klien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri.
 Tindakan:
- Melatih klien cara-cara perawatan kebersihan diri:
 Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan.
 Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.
 Menjelaskan cara melakukan kebersihan diri.
 Melatih klien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri.
- Melatih klien berdandan:
 Untuk klien laki-laki latihan meliputi: Berpakaian, menyisir
rambut, mencukur.
 Untuk klien wanita, meliputi: Berpakaian, menyisir rambut,
berhias.
- Melatih klien makan secara mandiri:
 Menjelaskan cara mempersiapkan makanan.
 Menjelaskan cara makan yang tertib.
 Menjelaskan cara merapikan peralatan makan setelah
makan.
 Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.
- Mengajarkan klien melakukan BAB/BAK yang baik:
 Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
 Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB/BAK.

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga


 Tujuan:
- Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami
kurang perawatan diri.

 Tindakan:
- Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dihadapi
keluarga dalam merawat klien.
- Jelaskan pentingnya perawatan diri untuk mengurangi sigma.
- Diskusikan dengan keluarga tentang peralatan perawatn diri
yang dibutuhkan klien.
- Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam perawatan klien
mengingatkan klien sesuai jadwal yang telah disepakati.
- Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan
klien dalam merawat diri. (Tim MPKP RSJ, 2008).

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)


HARGA DIRI RENDAH

A. Kasus (Masalah Utama)


1. Pengertian
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dengan ideal
diri (Stuart, 2005)
Harga diri rendah adalah cenderung untuk memilih dirinya
negative dan merasa lebih rendah dari orang lain (Hamid Achir Yani,
2005)
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang
berharga dan tidak dapat bertanggung jawab pada kehidupannya
sendiri (Yoeddhas, 2010)

2. Tanda dan Gejala


Menurut Suliswati, 2005 tanda dan gejala harga diri rendah
yaitu :
 Merasa dirinya lebih rendah dari orang lain
 Mengkritik diri sendiri dan orang lain
 Gangguan dalam berhubungan
 Rasa diri penting yang berlebihan
 Perasaan tidak mampu
 Rasa bersalah
 Pandangan hidup yang pesimis

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Konsep Dasar
Defisit perawatan diri disebabkan karena beberapa faktor yaitu :
a. Faktor Predisposisi
- Faktor yang memiliki harga diri meliputi pendataan orang
lain, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang
berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak
realistis.
- Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah peran
seks, tuntutan peran kerja, harapan peran kultural.
- Faktor yang mempengaruhi identitas personal, meliputi
ketidak percayaan orang tua tekanan dari kelompok sebaya,
perubahan dalam stuktural sosial.
b. Faktor Presipitasi
- Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupannya.
- Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi
yang diharapkan dimana individu  mengalaminya sebagai
frustasi
- Transisi Peran situasi adalah terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran dan
kematian
- Transisi peran sehat sakit akibat pergeseran dari keadaan
sehat ke sakit dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh,
perubahan ukuran bentuk, penampilan, fungsi tubuh,
perubahan fisik berhubungan dengan tumbang normal moral
dan prosedur medis keperawatan
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau
maupun tidak mampu bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi
sosial : menarik diri. Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan
kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptive,
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DEPKES RI,
1998 : 336).

2. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji


a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal
pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga
untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau
mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal.
Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social
budaya.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu,
Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.

e. Aspek psikososial
- Genogram yang menggambarkan tiga generasi
- Konsep diri
- Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
- Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
- Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas
motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara,
persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori,
tingkat konsentrasi, dan berhitung.
f. Kebutuhan persiapan pulang
- Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan
lat makan kembali.
- Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan
WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.
- Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
- Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
- Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah
diminum.
- Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik
dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan
persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang
lain.
g. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan
kesehatan.
h. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam
masalah.
i. Aspek medik
Diagnosa medis yang telah dirumuskan dokter, therapy
farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.

j. Daftar masalah keperawatan


- Isolasi social: Menarik Diri
- Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah
- Perilaku Kekerasan
- Koping Individu Tidak Efektif
- Perubahan Persepsi Sensori
- Tidak Efektifnya Penatalaksanaan regimen terapeutik
- Koping Keluarga Tidak Efektif

C. Analisa Data
NO DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKTIF

1 Tidak berminat, perasaan Tidak ada dukungan orang


berbeda dari orang lain, tidak yang dianggap penting, afek
mampu memenuhi harapan tumpul, adanya kecacatan
orang lain , merasa sendirian, (misal fisik, mental).
menolak interaksi dengan Tindakan tidak berarti, tidak
orang lain, mengungkapkan kontak mata, menyendiri/
tujuan hidup yang tidak menarik diri, tindakan
adekuat, merasa tidak diterima berulang, afek sedih, tidak
komunikatif.

Mengungkapkan perasaan Tidak ada dukungan orang


2
kesal atau marah, keinginan yang dianggap penting, afek
untuk melukai diri sendiri, tumpul, adanya kecacatan
orang lain dan lingkungan, (misal fisik, mental).
klien suka membentak dan Tindakan tidak berarti, tidak
menyerang orang lain kontak mata,
menyendiri/menarik diri,
tindakan berulang, afek
sedih, tidak komunikatif.

D. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah
2. Perilaku kekerasan

E. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Tindakan keperawatan untuk klien
Tujuan tindakan untuk klien meliputi:
- Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki.
- Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
- Klien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai
kemampuan.
- Klien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih sesuai
kemampuan.
- Klien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang
sudah dipilih.
Tindakan:
- Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
klien dengan cara:
 Mendiskusikan sejumlah kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki klien seperti kegiatan klien di rumah sakit atau
dirumah.
 Beri pujian yang realistik.
- Membantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan,
dengan cara:
 Mendiskusikan kemampuan yang masih dapat digunakan
saat ini.
 Bantu klien menyebutkan dan memberi pengutan terhadap
kemampuan diri yang diungkapkan klien.
 Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengar
yang aktif.
- Membantu klien menetapkan kemampuan yang akan dilatih:
 Mendiskusikan beberapa kegiatan yang dapat dipilih
sebagai kegiatan yang akan dilakukan sehari-hari.
 Bantu klien menentukan kegiatan yang dapat dilakukan
secara mandiri atau dengan bantuan.
- Melatih kemampuan yang dipilih klien-
 Mendiskusikan untuk melatih kemampuan yang dimiliki.
 Bersama klien memperagakan kegiatan yang ditetapkan.
 Berikan pujian terhadap kegiatan yang dapat dilakukan
klien.
- Membantu menyusun jadwal pelaksanan kegiatan yang telah
dilatih;
 Memberi kesempatan kepada klien untuk mencoba
kegiatan yang telah dilatih.
 Beri pujian terhadap kegiatan yang dapat dilakukan setiap
hari.
 Tingkatkan kegiatan sesuai tingkat toleransi.
 Susun jadwal melaksanakan kegiatan yang telah dilatih.
(Tim MPKP RSJ, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.


Jakarta: EGC.

Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan.


Jakarta : EGC.

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan


Jiwa (Terjemahan). Jakarta: EGC,
TIM IPKJI Aceh dan PPNI Komisariat RSJ Aceh. 2015. Buku
Panduan Program Praktek Klinik Keperawatan Jiwa. Banda Aceh

Anda mungkin juga menyukai