Muhammad Arifuddin1
*Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret1
*muhammaad.arifuddin@gmail.com1
Abstract
This research aimed to know how marketing orientation and product innovation influence
business performance and this relationship was also mediated by competitive advantage in
cigarette companies. This was a casual research with survey method. Samples used were 230
respondents of smokers in Solo Raya. 300 questionnaires were distributed. The sampling
method used was Nonprobability Sampling in purposive sampling technique with the criteria
of respondents were giving information of correspondent for both male and female who
smoke and in the age of more than 18 years old. The result showed that from five hypotheses
it had, three of them were accepted and the two others were rejected. The rejected hypotheses
were the relationship of market orientation and product innovation to business performance.
This also showed that market orientation and product innovation would influence the
business performance after they went through competitive advantage as a full mediation.
1. PENDAHULUAN
Perkembangan industri rokok di dunia semakin meningkat, menurut riset atlas tobacco
bahwa Indonesia menduduki posisi pertama dengan jumlah perokok tertinggi di dunia disusul
Rusia posisi kedua, kemudian Cina, Filipina, dan Vietnam. Berdasarkan data Kementerian
Kesehatan (kemenkes) Republik Indonesia tahun 2017 bahwa 36,3 persen dari 262 juta
penduduk indonesia atau sekitar 90 juta penduduknya saat ini adalah perokok. Melihat
tingginya jumlah perokok ini, menjadi sasaran perusahaan rokok untuk mempromosikan
rokoknya.
Perusahaan yang sukses adalah mereka yang secara akurat mengantisipasi tren pasar
dan cepat merespon perubahan kebutuhan pelanggan. Orientasi pasar (Market Orientation/
MO) bertindak sebagai darah kehidupan era modern pemasaran. MO, menjadi salah satu
komponen paling penting dari orientasi strategis, memiliki pengaruh yang luas terhadap
perusahaan yang berorientasi pada wirausaha. MO penting bagi perusahaan wirausaha dan
usaha baru karena pada tahap awal mereka memungkinkan mereka untuk belajar dan
beradaptasi dengan lingkungan, dengan cepat bereaksi terhadap peluang dan ancaman (Luo,
Zhou & Liu, 2005 dikutip Kaur and Mantok, 2015). Perusahaan yang mendapat nilai tinggi
pada MO sering cenderung lebih berorientasi kewirausahaan dan perusahaan yang
mengadopsi MO telah mencapai kinerja yang unggul (Atuahene-Gima & Ko, 2001; Matsuno,
Mentzer & Ozsomer, 2002). MO memiliki efek positif pada profitabilitas bisnis dan
merupakan budaya yang diperlukan untuk menciptakan nilai pelanggan superior, yang pada
gilirannya merupakan dasar untuk keunggulan kompetitif. MO adalah strategis dasar praktik
Seminar Nasional dan The 5th Call for Syariah Paper
Universitas Muhammadiyah Surakarta
pemasaran yang memainkan peran penting dalam meningkatkan kinerja bisnis dan
merupakan salah satu kerangka strategis pertama yang menyediakan perusahaan dengan
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (Kaur and Mantok, 2015).
Keberhasilan perusahaan dalam menjalankan bisnis nya diukur melalui kinerja karena
kinerja dilihat sebagai sebuah konsep yang digunakan untuk mengukur seberapa jauh kinerja
pasar pada perusahaan tersebut telah dicapai oleh produk yang dihasilkan nya (Hafeez et al.,
2011). Kinerja juga dapat diartikan sebagai pencapaian perkembangan atau hasil yang dicapai
oleh perusahaan selama operasi, baik keuangan atau non-keuangan. Untuk mencapai kinerja
yang baik, perusahaan dituntut memiliki keunggulan kompetitif untuk memenangkan
persaingan di lingkungan bisnis. Keunggulan kompetitif terus memainkan peran kunci dalam
meningkatkan kinerja perusahaan (Reswanda, 2011). Menurut Zhou et al. (2009),
menyatakan bahwa keunggulan kompetitif memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan. Daya saing dapat dicapai ketika perusahaan memiliki kekuatan kreatif atau
sangat inovatif sebagai kebutuhan dasar mereka, yang pada gilirannya mengarah pada
penciptaan keunggulan kompetitif (Wahyono, 2002).
Dalam penelitian Zainul, Astuti, Arifin, dan Utami, (2016) menyatakan bahwa inovasi
adalah budaya organisasi yang mencerminkan sejauh mana perusahaan terbuka terhadap ide-
ide baru, menerima dan menstimulasi pendekatan baru untuk mendorong ide-ide yang
menantang, mengambil risiko, dan bersikap proaktif. Maka inovasi dianggap sebagai
kebutuhan bagi perusahaan untuk menerapkan mengingat persaingan pasar yang cepat
sebagai akibat dari dampak globalisasi dan kemajuan pesat dalam teknologi. Keberhasilan
perusahaan dalam inovasi dapat dikatakan jika perusahaan selangkah lebih maju
dibandingkan dengan pesaingnya, diperlukan kecerdasan dalam kegiatan inovasi sehingga
inovasi mampu menciptakan keunggulan kompetitif untuk meningkatkan kinerja bagi
perusahaan.
Orientasi pasar mengacu pada kemampuan perusahaan untuk mengetahui tentang
perubahan pasar dan kebutuhan pelanggan, dan untuk melakukan koordinasi fungsional untuk
menghadapi perubahan di pasar. Selanjutnya, orientasi pasar adalah proses menciptakan nilai
unggul dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Menghasilkan kinerja unggul bertujuan
untuk mengabadikan kinerja perusahaan di masa depan. Pernyataan ini diperkuat oleh Hafeez
et al. (2011) yang menyatakan bahwa orientasi pasar secara signifikan mempengaruhi
keunggulan bersaing dan kinerja perusahaan. Selanjutnya, Voola et al. (2012) menyatakan
bahwa orientasi pasar berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan. Namun, Zhou et
al. (2009) menyatakan bahwa orientasi pelanggan sebagai komponen orientasi pasar tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan. Demikian pula, Smirnova et al., (2011)
juga menyatakan bahwa orientasi pelanggan dan koordinasi antar-fungsional, yang
merupakan komponen orientasi pasar, tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja.
Secara eksplisit, untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan orientasi pasar di samping
inovasi, pembelajaran organisasi juga penting. Pembelajaran organisasi adalah suatu proses di
mana suatu organisasi menggunakan pengetahuan yang ada dan membangun pengetahuan
baru untuk membentuk pengembangan kompetensi baru yang penting dalam lingkungan yang
terus berubah. Pembelajaran organisasional, relevan untuk membangun pengetahuan, penting
untuk inovasi.
Beberapa studi terdahulu yang dilakukan oleh Suparman & Ruswanti (2017); Zainul,
Astuti, Arifin, & Utami (2016); Kaur and Mantok (2015) dan penelitian Li, Rao, S. Subba,
Ragu-Nathan, and Ragu-Nathan, B. (2006) masih mengindikasikan terdapatnya keragaman,
baik model penelitian, variabel, objek penelitian, maupun metode analisis yang digunakan.
Berdasarkan keragaman tersebut maka peneliti mencoba untuk merekonstruksi model
mengenai pengaruh orientasi pasar yang meliputi orientasi pelanggan dan orientasi pesaing
serta inovasi produk dalam meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi dengan melihat
keunggulan bersaing sebagai mediator. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
orientasi marketing (orientasi konsumen dan pesaing) serta inovasi produk terhadap kinerja
bisnis/perusahaan dengan dimediasi oleh keunggulan bersaing.
c. Inovasi Produk
Keskin, (2006) adalah salah satu ekonom pertama yang mendefinisikan inovasi. Dia
mendefinisikan lima kemungkinan jenis inovasi, yaitu (i) pengenalan produk baru atau
perubahan kualitatif dalam produk yang sudah ada; (ii) proses inovasi baru untuk suatu
industri; (iii) pembukaan pasar baru; (iv) pengembangan sumber-sumber baru untuk pasokan
bahan mentah atau input lainnya; dan (v) perubahan dalam organisasi industri. Inovasi cepat
adalah substansial dalam memberikan efek positif pada produk baru. Semakin inovatif suatu
perusahaan dalam menghasilkan produk baru, semakin positif pengaruhnya terhadap
perkembangan kinerja keuangan (Alipour et al., 2011). Semakin pendek waktu siklus untuk
menghasilkan produk baru, maka semakin besar penjualan, laba, dan laba atas ekuitas bagi
perusahaan (Gupta et al., 2006).
1) Hubungan Inovasi dan Keunggulan Kompetitif
Menurut Gatignon dan ve Xuereb (1997), dalam inovasi produk ada tiga hal penting
yang perlu diperhatikan, yaitu keunggulan produk, keunikan produk, serta biaya produk.
Kegagalan dalam novasi produk dapat karena berbagai alasan. Kesalahan dalam menerapkan
strategi, selain itu tidak inovatif nya pada desain produk, salah menilai persaingan, dan biaya
3. METODE PENELITIAN
Metodologi penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian survey dengan jenis
penelitian penjelasan (explanatory) dengan studi khalayak, menurut Singarimbun dan
Effendy (2006), “Penelitian penjelasan yang dimaksud untuk menyoroti hubungan antar
variabel dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan”. Berdasarkan tujuannya, penelitian ini
merupakan penelitian terapan yang bertumpu pada permasalahan yang muncul dari setting
yang diamati. Penelitian ini juga berjenis penelitian kausal, yaitu tipe penelitian yang bersifat
konklusif yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan antar variabel yang dibedakan
menjadi variabel independen yang merupakan suatu penyebab dan variabel dependen yang
merupakan akibat dari suatu fenomena.
Sampel yang digunakan sebanyak 230 responden dari total 300 kuesioner yang disebar
dengan pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
Nonprobability Sampling yaitu purposive sampling, dimana pengambilan sampel yang
membatasi pada ciri-ciri khusus seseorang yang memberikan informasi yang dibutuhkan
dengan cara menentukan koresponden baik pria maupun wanita yang memiliki kebiasaan
merokok serta memiliki usia lebih dari 18 tahun dan dengan merk rokok yang tidak terpublish
di bursa efek Indonesia (BEI).
Intrumen penelitian diukur dengan skala pengukuran yang telah diteliti pada penelitian
sebelumnya, yaitu penelitian Suparman and Ruswanti (2017); Zainul, Astuti, Arifin, & Utami
(2016); Kaur and Mantok (2015); Li et al (2006); Zhou, Brown, and Dev (2009) dengan
menggunakan skala likert 5 skala (sangat tidak setuju = 1, sampai sangat setuju = 5).
Hasil pengujian normalitas menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal dan
diikuti oleh nilai GOF yang menunjukkan data tidak fit dengan model.
Penerapan hasil analisis pada model penelitian selengkapnya dapat di lihat pada
gambar di bawah ini:
Gambar 2. Hasil Penelitian
Orientasi
Pesaing
(OPES)
Orientasi
Pasar (MO)
-0,059
Orientasi
Konsumen 0,55
0,472* H1
(OPEL) H2
6,26 H3 H4
Inovasi 0,158
Produk (IP)
1,70
Keterangan:
*= Berpengaruh pada level signifikansi 0,05 (5%); ** = Berpengaruh pada level signifikansi
0,01 (1%); *** = Berpengaruh pada level signifikansi 0,001
Berdasarkan hasil pengujian kausalitas yang terangkum pada tabel 4 diperoleh hasil
bahwa orientasi pasar berpengaruh signifikan positif terhadap keunggulan bersaing dengan
perolehan nilai estimate sebesar 0,472, nilai C.R sebesar 6,77, (nilai probabilitas < 0,05). Hal
ini menunjukkan bahwa hipotesis H1 yang menyatakan orientasi pasar memiliki pengaruh
positif pada peningkatan keunggulan bersaing terbukti, dimana semakin tinggi perhatian
perusahaan atas orientasi pasar maka akan semakin meningkatkan nilai keunggulan bersaing
perusahaan tersebut dimata konsumen.
Berdasarkan hasil pengujian kausalitas yang terangkum pada tabel 4 diperoleh hasil
bahwa orientasi pasar tidak berpengaruh signifikan positif terhadap keunggulan bersaing
dengan perolehan nilai estimate sebesar -0,059, nilai C.R sebesar 0,55 (nilai probabilitas >
Seminar Nasional dan The 5th Call for Syariah Paper
Universitas Muhammadiyah Surakarta
0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis H2 yang menyatakan orientasi pasar secara
langsung memiliki pengaruh positif terhadap kinerja bisnis tidak terbukti.
Berdasarkan hasil pengujian kausalitas yang terangkum pada tabel 4 diperoleh hasil
bahwa inovasi produk berpengaruh signifikan positif terhadap keunggulan bersaing dengan
perolehan nilai estimate sebesar 0,441, nilai C.R sebesar 6,26 (nilai probabilitas < 0,05). Hal
ini menunjukkan bahwa hipotesis H3 yang menyatakan inovasi produk memiliki pengaruh
positif pada tingkat keunggulan bersaing perusahaan terbukti (diterima). Semakin kreatif
inovasi yang diberikan perusahaan dalam mengemas cita rasa, tampilan serta variasi yang
beragam akan memanjakan konsumen agar dapat memilih salah satu produk yang sesuai
dengan apa yang mereka inginkan, hal ini akan memberikan efek positif tersendiri kepada
tingkat keunggulan bersaing perusahaan menurut pandangan konsumen.
Berdasarkan hasil pengujian kausalitas yang terangkum pada tabel 4 diperoleh hasil
bahwa inovasi produk secara langsung tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan dengan perolehan nilai estimate sebesar 0,158, nilai C.R sebesar 1,70 (nilai
probabilitas > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis H4 ditolak atau tidak terbukti
dimana peningkatan inovasi produk yang dilakukan perusahaan industri rokok belum dapat
mempengaruhi secara langsung kinerja perusahaan dan begitupun sebaliknya.
Berdasarkan hasil pengujian kausalitas yang terangkum pada tabel 4 diperoleh hasil
bahwa keunggulan bersaing berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja perusahaan
dengan perolehan nilai estimate sebesar 0,547, nilai C.R sebesar 6,10 (nilai probabilitas <
0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis H5 yang menyatakan keunggulan bersaing
perusahaan akan memiliki pengaruh positif secara langsung pada peningkatan kinerja
perusahaan terbukti (diterima). Keunggulan bersaing merupakan variabel yang dianggap
penting oleh responden dalam mempengaruhi kinerja bisnis perusahaan rokok, dimana
semakin tinggi nilai keunggulan bersaing perusahaan maka akan semakin meningkatkan
kinerja bisnis perusahaan.
5. SIMPULAN
Temuan penelitian menunjukkan bahwa orientasi pasar dan inovasi produk tidak dapat
berpengaruh secara langsung pada peningkatan kinerja bisnis perusahaan rokok tanpa melalui
keunggulan bersaing perusahaan.
Seperti diketahui bahwa perusahaan rokok (Suburaman, Dunhill, Menara, dan Djarum)
jarang sekali meluncurkan produk rokok baru mereka. Minimnya inovasi produk rokok baik
yang berbasis orientasi konsumen maupun berbasis pesaing (kompetitor) masih jarang
dilakukan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa inovasi produk dan orientasi pasar yang
dilakukan oleh perusahaan rokok berpengaruh signifikan pada keunggulan bersaing
perusahaan (p<0,05). Perusahaan rokok yang lebih gencar dalam berinovasi dibandingkan
perusahaan pesaing akan lebih memberikan piilhan bagi konsumen untuk memilih produk
baru tersebut dibandingkan perusahaan yang lebih monoton dan kurang kompetitif dalam
bersaing maka akan dapat memiliki resiko lebih tinggi untuk ditinggalkan pelanggannya.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, saran yang dapat diberikan adalah bagi
peneliti selanjutnya dapat menambahkan jumlah responden yang diteliti sehingga
memberikan dampak bagi hasil penelitian serta mencakup wilayah penelitian yang lebih luas.
Selain itu, peneliti selanjutnya dapat lebih teliti dalam memilih responden dan membuat
kuesioner dengan kata-kata yang tidak membingungkan sehingga hasil data dari kuesioner
dapat memaksimalkan isi penelitian.
Penelitian ini dapat dikembangkan lebih luas lagi dengan mengganti jenis kelompok
perusahaan seperti makanan, minuman, atau otomotif sebagai objek penelitian untuk
mengetahui bagaimana kinerja perusahaan di kelompok bisnis perusahaan lainnya.
Selanjutnya, dapat menambahkan kesetiaan pelanggan (costumer loyalty) maupun hubungan
dengan pelanggan (costumer relationship) sebagai variabel independen untuk mengetahui
apakah dapat mempengaruhi keunggulan bersaing.
6. REFERENSI
[1] Alipour, F., Idris, K., Ismail, I. A., Anak Uli, J., & Karimi, R. 2011. Learning organization and
organizational performance: mediation role of intrapreneurship. European Journal of Social Sciences,
21(4).
[2] Augusto, M., & Coelho, F. 2009. Market orientation and new-to-the-world products: exploring the
moderating effects of innovativeness, competitive strength, and environmental forces. Industrial
Marketing Management, 38, 94–108.
[3] Camisón, C., & López, A. V. 2011. Non-technical innovation: organizational memory and learning
capabilities as antecedent factors with effects on sustained competitive advantage. Industrial Marketing
Management 40, 1294–1304.
[4] Celuch, K. G., Kasouf, C. J., & V. Peruvembac. 2002. The effects of perceived market and learning
orientation on assessed organizational capabilities. Industrial Marketing Management, 31, 545– 554.
[5] Ferdinand, Agusty. 2005. Structure Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen. Semarang: BPFE
Undip.
[6] Gatignon, H., & ve Xuereb, J. M. 1997. Strategic orientation of the firm and new product performance.
Journal of Marketing Research, 34(1), 77-90.
[7] Ghozali, I. 2005. Model Persamaan Struktural. Semarang: UNDIP.
[8] Gupta, S., Cadeaux, J., & Dubelaar, C. 2006. Uncovering multiple champion roles inimplementing new-
technology ventures. Journal of Business Research, 59(5),.
[9] Hafeez, S., Chaudhry, R. M., Siddiqui, Z. U., & Ur Rehman, K. 2011. The effect of
market and entrepreneurial orientation on firm perfomance. Information Management and Business
Review, 3(6), 389-395.
[10] Jaworski, B. J., & Kohli, A. K. 1993. Market orientation: antecedents and conequences. Journal of
Marketing, 57, 53-70.
[11] Juan, J. L., & Zhou, K. Z. 2010. How foreign firms achieve competitive advantage in the Chinese
emerging economy: managerial ties and market orientation. Journal of Business Research, 63, 856–862.
[12] Juan, J. L., & Zhou, K. Z. 2010. How foreign firms achieve competitive advantage in the Chinese
emerging economy: managerial ties and market orientation. Journal of Business Research, 63, 856–862.
[13] Kaur, Gurjeet and Mantok, Stanzin. 2015. Role of Market Orientation And Competitive Advantage In
Firm’s Performance. I J A B E R, Vol. 13, No. 3, (2015): 1229-1241.
[14] Keskin, H. 2006. Market orientation, learning orientation, and innovation capabilities in SMEs an
extended model. European Journal of Innovation Management, 9(4), 396-417.
[15] Laforet, S. 2008. Size, strategic, and market orientation affects on innovation. Journal of Business
Research, 61, 753-764.
[16] Leskovar, G. S., & Bastic, M. 2007. Differences in organizations’ innovation capability in transition
economy: Internal aspect of the organizations’ strategic orientation. Technovation, 27, 533–546.
[17] Li, S., Rao, S. Subba, Ragu-Nathan, T. S., and Ragu-Nathan, B. 2006, The impact of supplychain
management practices on competitive advantage and organizational performance. Omega 34 (2006) 107–
124