Anda di halaman 1dari 46

FUNGSI BANK UMUM DAN BPR

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bank dan Lembaga


Keuangan Lain
Dosen Pengampu : Lolanda Hamim Annisa S.Kom., M.Kom.

Disusun oleh :

Nama : M. Razindra A
NIM : 195503905
Kelas : 4KSC

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI


PUTRA BANGSA KEBUMEN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah berkenan memberi petunjuk
dan kekuatan kepada penulis sehingga makalah yang berjudul “Fungi Bank
Umum dan BPR” ini dapat diselesaikan. Tugas makalah ini mengenai
pembahasan tentang perbandingan efisiensi BPR dan Bank Umum, pengaruh
tanggungjawab pelaksanaan fungsi bisnis dan fungsi sosial terhadap jumlah dana
pihak ketiga bank umum syariah di Indonesia dan fungsi pengawasan komisaris
terkait kesehatan BPR.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Bank dan Lembaga
Keuangan Lain kelas 4KSC STIE Putra Bangsa Kebumen. Dalam kesempatan ini
penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada Ibu Dita Nurmadewi S.Kom., M.Kom. selaku dosen mata kuliah Bank dan
Lembaga Keuangan Lain yang memberikan materi dalam penyusunan laporan ini
dan semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan, bimbingan dan
arahan kepada penulis.
Dalam makalah ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu segala saran dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat penulis
nantikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan para
pembaca pada umumnya.

Kebumen, 5 April 2021

i
DAFTAR ISI

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 1
1.3 Manfaat dan Tujuan........................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 2
2.1 Pengertian Bank Umum dan BPR ...................................................... 2
2.2 Perbandingan Efisiensi BPR dan Bank Umum................................... 2
A. Review Jurnal 1 ..................................................................... 2
B. Rangkuman Jurnal 1 .............................................................. 6
2.3 Pengaruh Tanggungjawab Pelaksanaan Fungsi Bisnis
dan Fungsi Sosial Terhadap Jumlah Dana Pihak Ketiga
Bank Umum Syariah di Indonesia............................................................. 14
A. Review Jurnal 2 ............................................................................. 14
B. Rangkuman Jurnal 2 ...................................................................... 16
2.4 Fungsi Pengawasan Komisaris Terkait Kesehatan BPR ........................... 30
A. Review Jurnal 3 ............................................................................. 30
B. Rangkuman Jurnal 3 ...................................................................... 32
BAB III PENUTUP............................................................................................... 41
3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 41
3.2 Saran .......................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Fungsi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) masih
kurang dimengerti oleh sebagian masyarakat, khususnya masyarakat awam
yang hanya mengetahui fungsi bank sebagai tempat menyimpan uang.
Bahkan banyak juga masyarakat yang tidak mengetahui tentang perbedaan
Bank Umum dan BPR. Karena hal tersebutlah, saya akan membahas
tentang perbandingan efisiensi BPR dan Bank Umum, pengaruh
tanggungjawab pelaksanaan fungsi bisnis dan fungsi sosial terhadap
jumlah dana pihak ketiga bank umum syariah di Indonesia dan fungsi
pengawasan komisaris terkait kesehatan BPR.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang saya angkat adalah sebagai
berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Bank Umum dan BPR?
2. Manakah yang lebih efisien dari Bank Umum dan BPR?
3. Bagaimana pengaruh tanggungjawab pelaksanaan fungsi bisnis dan
fungsi sosial terhadap jumlah dana pihak ketiga bank umum syariah di
Indonesia?
4. Bagaimana fungsi pengawasan komisaris terkait kesehatan BPR?
1.3 Manfaat dan Tujuan
Adapun tujuan dapi penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian Bank Umum dan BPR.
2. Mengetahui mana yang lebih efisien dari Bank Umum dan BPR.
3. Mengetahui bagaimana pengaruh tanggungjawab pelaksanaan fungsi
bisnis dan fungsi sosial terhadap jumlah dana pihak ketiga bank umum
syariah di Indonesia.
4. Mengetahui fungsi pengawasan komisaris terkait kesehatan BPR.
2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bank Umum dan BPR


a. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
b. BPR
Bank Perkreditan Rakyat atau disingkat dengan (BPR) adalah Bank
yang menjalankan kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah, dengan tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran. Pada dasarnya prinsip dari kegiatan Bank
Perkreditan Rakyat sama dengan kegiatan Bank Umum, tetapi yang
membedakan ialah jumlah jasa yang dilakukan.
2.2 Perbandingan Efisiensi BPR dan Bank Umum
A. Review Jurnal 1
Nama : Muhammad Razindra Alie
NIM : 195503905
Kelas : 4KSC
Mata Kuliah : Bank dan Lembaga Keuangan Lain
Judul PERBANDINGAN EFISIENSI BANK
PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK UMUM
DENGAN PENDEKATAN DATA
ENVELOPMENT ANALYSIS
Jurnal Jurnal Keuangan dan Perbankan
Volume & Halaman Vol.18, No.2 Mei 2014, hlm. 297–306
Tahun 2014
Penulis Suliyanto, Dian Purnomo Jati
Reviewer Muhammad Razindra Alie
Tanggal 4 April 2021
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur
dan membandingkan tingkat efisiensi antara bank
3

umum dan Bank Perkreditan Rakyat.


Subjek Penelitian Bank Umum dan BPR
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Data Envelopment Analysis (DEA) dan
independent sample t test. Variabel input yang
digunakan adalah deposit, pengeluaran pribadi dan
aset, sedangkan variabel output yang digunakan
adalah pembiayaan dan pendapatan.
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis dengan pendekatan Data
Envelopment Analysis (DEA) dapat diperoleh
kesimpulan bahwa tingkat efisiensi bank umum
maupun BPR belum mencapai efisiensi sempurna
(100%), dengan rata-rata tingkat efisiensi bank
umum selama periode penelitian (tahun 2009
sampai dengan 2011) adalah sebesar 86%,
sedangkan rata-rata tingkat efisiensi BPR adalah
sebesar 87%. Hasil analisis juga menunjukkan
bahwa inefisiensi yang dialami bank umum
maupun BPR salah satunya disebabkan oleh
pengeluaran pada variabel input berupa personal
expenses (biaya tenaga kerja) yang berlebihan atau
melebihi target optimal. Selain belum optimalnya
pengelolaan biaya tenaga kerja, BPR juga
mengalami permasalahan terkait iddle fund (dana
menganggur).
Kekuatan Bank Umum
• Mendirikan Bank Umum modal yang
disetor minimal Rp 3 trilyun.
• Dalam segi penghimpunan dana bank
umum menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan giro, simpanan
tabungan, dan simpanan deposito.
4

• Bank umum dapat memberikan jasa kliring.


• Bank Umum dapat melakukan kegiatan
valuta asing.
• Bank Umum dapat melakukan kegiatan
perasuransian.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
• Lokasi BPR yang lebih dekat dengan pasar,
prosedur pelayanan yang sederhana, proses
yang lebih cepat, dan pendekatan personal
(relationship marketing) yang lebih baik
dengan pelanggan.
• BPR dengan pengelolaan aset dan skala
operasional yang lebih terbatas diharapkan
cenderung lebih efisien di dalam
pengelolaannya.
Kelemahan Bank Umum
• Lokasi Bank Umum lebih jauh dengan
pasar, proses yang cenderung kurang
efisien dan pendekatan personal
(relationship marketing) yang cenderung
kurang dengan pelanggan.
• Bank Umum dengan pengelolaan aset dan
skala operasional yang lebih luas
menjadikannya cenderung lebih tidak
efisien di dalam pengelolaannya.
Bank Perkreditan Rakyat
• Mendirikan BPR modal yang disetor
minimal hanya Rp 2 milyar.
• BPR menghimpun dana hanya dalam
bentuk simpanan tabungan dan simpanan
deposito.
5

• BPR dilarang untuk mengikuti kliring.


• BPR dilarang melakukan kegiatan valuta
asing.
• BPR dilarang melakukan kegiatan
perasuransian.
Perbandingan Dengan Metode Kinerja bank tidak hanya dapat diukur
Penelitian menggunakan kinerja laporan keuangan, kinerja
rasio keuangan dan dengan metode CAMEL, juga
dapat diukur dengan pendekatan efisiensi. Analisis
efisiensi didasarkan pada kemampuan
menghasilkan output maksimal dengan tingkat
input yang minimal.
Metode data envelopment analysis (DEA) mampu
menganalisis kinerja beberapa objek atau decision
making unit (DMU) berdasarkan rasio output
terhadap input sehingga dapat dibuat garis efisien
guna memperoleh rasio tertinggi (maksimal) yang
dicapai DMU tertentu.
Dengan analisis efisiensi perbankan berdasarkan
model DEA, maka akan diperoleh suatu gambaran
yang Perbandingan Efisiensi Bank Perkreditan
Rakyat dan Bank Umum lebih jelas tentang faktor-
faktor yang menyebabkan suatu bank menjadi
tidak efisien.
Cooper et al. (2002) menyatakan bahwa DEA
sebagai alat analisis untuk mengukur efisiensi
memiliki beberapa keunggulan, yaitu dapat
digunakan untuk menganalisis kasus yang
memiliki hubungan kompleks diantara berbagai
input dan output dalam satu lembaga atau aktivitas
yang tidak mampu dipecahkan dengan
menggunakan alat analisis lain, serta dapat
6

mengidentifikasi sejumlah variabel disertai


hubungan yang banyak seperti halnya program
matematik.

B. Rangkuman Jurnal 1
PERBANDINGAN EFISIENSI BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN
BANK UMUM DENGAN PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT
ANALYSIS
Penelitian-penelitian pada bidang ekonomi dan bisnis pada dasarnya
bertujuan untuk memaksimalkan hasil dari sumber daya yang terbatas, sehingga
penelitian tentang efisiensi khususnya pada tingkat perusahaan, merupakan hal
yang sangat penting dalam bidang ekonomi dan bisnis. Bank memegang peranan
yang vital bagi perekonomian, karena bank berperan sebagai intermediasi dana
moneter.
Kinerja bank tidak hanya dapat diukur menggunakan kinerja laporan
keuangan, kinerja rasio keuangan dan dengan metode CAMEL, juga dapat diukur
dengan pendekatan efisiensi. Analisis efisiensi didasarkan pada kemampuan
menghasilkan output maksimal dengan tingkat input yang minimal (Hadad et al.,
2003). Konsep efisiensi berkaitan dengan perbandingan antara jumlah input dan
jumlah output yang dihasilkan. Bank yang lebih efisien diharapkan akan
memperoleh keuntungan optimal, memperoleh dana pinjaman yang lebih banyak,
dan kualitas layanan yang lebih baik kepada nasabah. Wilson (2006), masalah
efisiensi perbankan merupakan hal yang penting pada saat ini maupun di masa
mendatang, hal ini disebabkan antara lain: (1) kompetisi yang bertambah ketat; (2)
permasalahan yang timbul sebagai akibat berkurangnya sumber daya; dan (3)
meningkatnya standar kepuasan nasabah. Keadaan ini menempatkan efisiensi
sebagai isu penting dalam dunia perbankan di Indonesia. Berger & Humphrey
(1997) juga menekankan tentang pentingnya pengukuran tingkat efisiensi pada
sektor perbankan. Informasi yang diperoleh dari pengukuran efisensi perbankan
sangat berguna untuk kebijakan pemerintah yang berkaitan langsung dengan
deregulasi perbankan seperti merger, identifikasi struktur pasar, mengarahkan isu-
isu penelitian tentang efisiensi industri baik tentang ranking maupun metode yang
7

digunakan, atau meningkatkan kinerja manajerial berdasarkan pada pengalaman


keberhasilan maupun pengalaman akan kegagalan.
Berdasarkan jenisnya bank terdiri dari dua jenis yaitu bank umum dan
Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank umum adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan
BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan
atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.
Metode data envelopment analysis (DEA) mampu menganalisis kinerja
beberapa objek atau decision making unit (DMU) berdasarkan rasio output
terhadap input sehingga dapat dibuat garis efisien guna memperoleh rasio
tertinggi (maksimal) yang dicapai DMU tertentu.
Dengan analisis efisiensi perbankan berdasarkan model DEA, maka akan
diperoleh suatu gambaran yang Perbandingan Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat
dan Bank Umum lebih jelas tentang faktor-faktor yang menyebabkan suatu bank
menjadi tidak efisien. Hadad et al. (2003) menyatakan bahwa konsep-konsep yang
digunakan dalam mendefinisikan hubungan input-output perilaku lembaga
keuangan pada metode parametrik DEA adalah pendekatan produksi (production
approach), pendekatan intermediasi (intermediation approach), dan pendekatan
aset (asset approach).
Cooper et al. (2002) menyatakan bahwa DEA sebagai alat analisis untuk
mengukur efisiensi memiliki beberapa keunggulan, yaitu dapat digunakan untuk
menganalisis kasus yang memiliki hubungan kompleks diantara berbagai input
dan output dalam satu lembaga atau aktivitas yang tidak mampu dipecahkan
dengan menggunakan alat analisis lain, serta dapat mengidentifikasi sejumlah
variabel disertai hubungan yang banyak seperti halnya program matematik.
Tujuan penelitian ini adalah menguji perbedaan tingkat efisien BPR
dengan bank umum berdasarkan data tahun 2009 sampai dengan 2011. Input data
yang digunakan adalah berupa deposito, aset dan biaya tenaga kerja, sedangkan
outputnya adalah pembiayaan dan pendapatan. Analisis efisiensi berdasarkan
kelompok bank dapat memberikan informasi tentang tingkat efisiensi bank dan
8

operasionalnya berdasarkan kelompok bank, sehingga pihak Otoritas Jasa


Keuangan (OJK) dapat merumuskan strategi pengawasan yang tepat bagi setiap
bank berdasar kelompoknya masingmasing. Bagi industri perbankan penelitian ini
dapat bermanfaat untuk mengukur tingkat efisiensi usaha bank dibandingkan
dengan tingkat efisiensi bank pesaing dalam satu kelompok bank terkait, sehingga
dapat digunakan sebagai dasar untuk merumuskan strategi usahanya di waktu
yang akan datang.
Pengembangan Hipotesis
Penelitian yang dilakukan oleh Wardana (2013) dengan menggunakan
pendekatan DEA, menyatakan bahwa tingkat efisiensi Bank BUMN periode tahun
2005 sampai dengan 2011 mencapai tingkat efisiensi sebesar 100%, kecuali pada
tahun 2006. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Nia et al. (2012) dengan judul
A comparative Profitability Study of Private and Government Banking System in
Iran Applying DEA, diperoleh hasil bahwa rata-rata tingkat efisiensi untuk bank
pemerintah sebesar 58,88% dan tingkat efisiensi untuk bank swasta sebesar
94,84%. Dari kajian konsep dan empiris tersebut, maka ditarik hipotesis sebagai
berikut:
H1 : tingkat efisiensi bank umum milik pemerintah dan bank umum milik swasta
pada periode 2009 sampai dengan 2011 belum mencapai efisien sempurna
(100%).
Penelitian tentang tingkat efisiensi BPR yang dilakukan oleh Hartono et al.
(2008) di wilayah Jabodetabek menyimpulkan, meskipun hasil perhitungan rasio
BOPO masih mengkategorikan BPR pada klasifikasi sehat (efisien) berdasar rasio
BOPO yang berada dibawah 94%, namun hasil perhitungan menggunakan metode
non-parametrik (DEA) menunjukkan bahwa BPR di wilayah Jabodetabek selama
periode 2005-2007 relatif belum efisien. Lebih dari 80% BPR yang diamati tidak
efisien. Nilai efisiensi BPR berfluktuatif, namun secara keseluruhan terdapat trend
peningkatan rata-rata efisiensi BPR dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007.
Nilai rata-rata efisiensi teknis BPR dengan model CCR dan Model BCC
mengalami trend yang meningkat yaitu masing-masing sebesar 0,52 dan 0,59 di
tahun 2005, sebesar 0,53 dan 0,62 di tahun 2006, dan 0,58 dan 0,65 di tahun 2007.
Sementara nilai rata-rata skala efisiensi berfluktuatif yaitu sebesar 0,88 di tahun
9

2005 selanjutnya menurun di tahun 2006 menjadi 0,86 dan kembali meningkat di
tahun 2007 menjadi 0,89. Dari kajian konsep dan empiris tersebut, maka ditarik
hipotesis sebagai berikut:
H2 : tingkat efisiensi BPR pada periode 2009 sampai dengan 2011 belum
mencapai efisien sempurna (100%).
Analisis perbandingan antar kelompok bank akan menjelaskan seberapa
efektif input yang digunakan oleh masing-masing kelompok bank dalam
menghasilkan output. Perbedaan efisiensi antar kelompok bank ini dapat
disebabkan karena perbedaan jumlah kepemilikan modal awal yang harus disetor
dan skala operasi dari BPR yang lebih terbatas. Jika mendirikan bank umum
modal yang harus disetor minimal sebesar Rp 3 trilyun, sedangkan jika
mendirikan BPR modal yang disetor minimal hanya Rp 2 milyar. Dalam segi
penghimpunan dana bank umum menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan giro, simpanan tabungan, dan simpanan deposito. Sedangkan BPR
menghimpun dana hanya dalam bentuk simpanan tabungan dan simpanan
deposito. BPR dilarang untuk mengikuti kliring, sedangkan bank umum dapat
memberikan jasa kliring. Karena BPR tidak menerima himpunan dana melalui
simpanan giro, maka BPR juga tidak menerima jasa kliring. BPR dilarang
melakukan kegiatan valuta asing, sedangkan bank umum dapat melakukannya.
BPR dilarang melakukan kegiatan perasuransian, sedangkan bank umum bisa
melakukan kegiatan perasuransian. Meskipun BPR memiliki keterbatasan dalam
permodalan dan kegiatan usaha dibandingkan dengan bank umum, namun BPR
memiliki beberapa kelebihan dalam memberikan pelayanan kepada UMKM.
Antara lain adalah lokasi BPR yang lebih dekat dengan pasar, prosedur pelayanan
yang sederhana, proses yang lebih cepat, dan pendekatan personal (relationship
marketing) yang lebih baik dengan pelanggan. BPR dengan pengelolaan aset dan
skala operasional yang lebih terbatas diharapkan cenderung lebih efisien di dalam
pengelolaannya. Dari kajian konsep dan empiris tersebut, maka ditarik hipotesis
sebagai berikut:
H3 : BPR lebih efisien dibandingkan bank umum.
10

Metode
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-komparatif, karena
penelitian ini menggambarkan keadaan efisiensi serta membandingkan tingkat
efisiensi bank umum dengan BPR. Sumber data berasal dari data sekunder yaitu
direktori perbankan Indonesia tahun 2009 sampai dengan tahun 2011.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan studi dokumentasi. Analisis
data menggunakan DEA untuk mengukur tingkat efisiensi dan digunakan uji beda
dua sampel bebas untuk melakukan analisis perbandingan diantara kedua
kelompok bank. Jika data terdistribusi normal, maka digunakan uji t. Sedangkan
jika data salah satu atau kedua data tingkat efisiensi yang dibandingkan tidak
terdistribusi normal, digunakan statistik non parametrik yaitu mann whitney test.
Input variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi adalah jumlah
simpanan, nilai aset, dan biaya tenaga kerja, sedangkan variabel output yang
digunakan adalah pembiayaan dan pendapatan. Pengambilan sampel dilakukan
dengan menggunakan metode purposive sampling. Kriteria sampel untuk bank
umum adalah 10 bank yang memiliki aset terbesar, terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI), dan memiliki kinerja terbaik. Berikutnya kriteria untuk BPR
adalah BPR yang memiliki aset relatif besar dan reputasi baik di daerahnya.
Berdasarkan kriteria tersebut maka bank umum dan BPR yang dipilih sebagai
sampel di dalam penelitian ini sebagai berikut :
Sampel Bank Umum dan BPR
Nama Bank Umum Nama BPR
PT Bank Mandiri Tbk. PT. BPR Surya Yudha
PT Bank BRI Tbk. PT. BPR Jawa Timur
PT Bank BNI Tbk. PT. BPR Gunung Simping Arth
PT Bank BTN Tbk. PT. BPR Intidana Sukses Makmur
PT Bank BCA Tbk. PT. BPR Utomo Manunggal
Sejahtera
PT Bank CIMB Niaga Tbk. PD. BPR BKK Karangmalang
PT Bank Pan Indonesia Tbk. PT. BPR Artha Mitra Kencana
PT Bank Permata Tbk. PT. BPR Sri Artha Lestari
PT Bank Internasional Indonesia Tbk . PD. BPR BKK Purwokerto
11

PT Bank Mega Tbk. PT. BPR Artharindo


Hasil
Hasil pengukuran tingkat efisiensi untuk kelompok sampel bank umum
dan kelompok sampel BPR diperoleh hasil bahwa tingkat efisiensi kelompok bank
umum selama periode tahun 2009 sampai dengan 2011 belum mencapai nilai
100%. Hal ini menunjukkan bahwa H1 yang menyatakan bahwa tingkat efisiensi
bank umum baik milik pemerintah maupun swasta belum mencapai tingkat
efisiensi 100% dapat diterima. Berikutnya hasil pengujian juga mendukung
pernyataan H2 bahwa tingkat efisiensi kelompok BPR belum mencapai 100%.
Pengujian Perbandingan Tingkat Efisiensi Bank Umum dan BPR
Dilakukan pengujian normalitas data menggunakan uji Kolmogorov
Smirnov. Uji normalitas bertujuan untuk menentukan alat analisis yang digunakan
untuk menguji perbedaan tingkat efisiensi bank umum dengan BPR. Jika data
tingkat efisiensi bank umum dan BPR terdistribusi normal, maka digunakan
independent sample t test, namun jika salah satu atau kedua data tingkat efisiensi
tidak terdistribusi normal, maka digunakan uji statistik non parametrik Mann
Whiney test.
Berdasarkan uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-
Smirnov, diperoleh nilai signifikansi BPR sebesar 0,876, sedangkan nilai
signifikansi bank umum sebesar 0,904. Hasil menunjukkan kedua nilai
signifikansi bank umum maupun BPR lebih besar dari 0,05, maka data tingkat
efisiensi BPR dan bank umum dinyatakan terdistribusi normal dan dapat
menggunakan independent sample t test.
Berdasarkan hasil analis uji t dua ujung dapat diperoleh hasil bahwa nilai
signifikansi sebesar 0,882 > 0,05 atau nilai t hitung 0,734 < t tabel (2,100),
sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa BPR lebih efisien dibandingkan bank
umum tidak dapat diterima.
12

Pembahasan
Hasil pengukuran tingkat efisiensi bank umum dan BPR untuk sampel
terpilih selama periode 2009 sampai dengan 2011 menunjukkan bahwa bank
umum memiliki rata-rata tingkat efisiensi sebesar 86% sedangkan BPR memiliki
rata-rata tingkat efisiensi sebesar 87%. Hasil pengukuran tingkat efisiensi
mendukung pernyataan yang terdapat pada H1 dan H2 yang menyatakan bahwa
tingkat efisiensi bank umum dan BPR belum mencapai 100%.
Hasil analisis menggunakan pendekatan Data Envelopment Analysis juga
menunjukkan nilai aktual, target dan potential improvement terkait tingkat
efisiensi kelompok sampel bank umum maupun BPR. Hasil analisis menunjukkan
bahwa inefisiensi yang dialami bank umum maupun BPR salah satunya
disebabkan oleh pengeluaran pada variabel input berupa personal expenses (biaya
tenaga kerja) yang berlebihan atau melebihi target optimal. Baik bank umum
maupun BPR teridentifikasi memiliki problem yang sama, bahwa salah satu
penyebab utama bank belum efisien disebabkan oleh pengelolaan personal
expenses yang belum optimal sehingga bank menjadi belum efisien. Biaya tenaga
kerja mencakup kebijakan penetapan gaji, tunjangan, bonus, insentif, dan bentuk
kompensasi lainnya yang diterapkan terhadap para pegawai. Perbedaan tingkat
efisiensi untuk kedua kelompok sampel bank umum dan BPR juga tidak
signifikan. BPR yang diharapkan sebagai salah satu bentuk microbank bisa lebih
efisien terhadap pengelolaan sumber daya ternyata tidak terbukti. Hasil pengujian
menggunakan DEA menunjukkan bahwa selain belum optimalnya pengelolaan
biaya tenaga kerja, BPR juga mengalami permasalahan terkait iddle fund (dana
menganggur). Penyaluran dana pihak ketiga (DPK) sebagai pembiayaan atau
kredit belum optimal. Salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap
pendapatan bank atau keuntungan bank adalah penyaluran kredit yang optimal.
Bank Indonesia mensyaratkan sebagai salah satu indikator bank yang sehat jika
memiliki tingkat loan to deposit ratio (LDR) berkisar antara 90%-100%.
13

Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan tingkat efisien BPR
dengan bank umum. Berdasarkan hasil analisis dengan pendekatan Data
Envelopment Analysis (DEA) dapat diperoleh kesimpulan bahwa tingkat efisiensi
bank umum maupun BPR belum mencapai efisiensi sempurna (100%), dengan
rata-rata tingkat efisiensi bank umum selama periode penelitian (tahun 2009
sampai dengan 2011) adalah sebesar 86%, sedangkan rata-rata tingkat efisiensi
BPR adalah sebesar 87%. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa inefisiensi yang
dialami bank umum maupun BPR salah satunya disebabkan oleh pengeluaran
pada variabel input berupa personal expenses (biaya tenaga kerja) yang berlebihan
atau melebihi target optimal. Selain belum optimalnya pengelolaan biaya tenaga
kerja, BPR juga mengalami permasalahan terkait iddle fund (dana menganggur).
Berdasarkan hasil analis uji beda rata-rata sampel bebas diperoleh hasil bahwa
tidak terdapat perbedaan tingkat efisiensi antara bank umum dengan Bank BPR.
Hal ini disebabkan karena baik bank umum maupun BPR memiliki problem yang
sama, yaitu pengelolaan personal expenses yang belum optimal sehingga bank
menjadi belum efisien.
Saran
Bagi pihak manajemen, terutama bank yang masih belum mencapai
tingkat efisiensi 100% diharapkan untuk lebih memperhatikan pengelolaan
penggunaan biaya tenaga kerja. Sebaiknya disusun kebijakan kompensasi yang
memotivasi karyawan mencapai target pemasaran produk bank dengan tetap
memperhatikan tingkat risiko. Diharapkan untuk kelompok BPR lebih agresif
untuk menyalurkan dana pihak ketiga yang mengendap secara optimal dengan
tetap menerapkan manajemen risiko kredit.
Penelitian selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan
membandingan tingkat efisiensi antara Bank Umum Konvensional dengan Bank
Umum Syariah, BPR Konvensional dengan dengan BPR Syariah, Bank Umum
Pemerintah dan Bank Umum Swasta, Bank Devisa dan Bank non Devisa, Bank
umum Domestik dengan Bank Umum Asing, BPR Milik Pemerintah dengan BPR
milik swasta, dan tidak hanya dengan menggunakan pendekatan DEA saja tetapi
14

juga dengan menggunakan pendekatan lainnya seperti metode Stochastic Frontier


Analysis dan analisis rasio keuangan, serta menambah periode pengamatan,
sehingga dapat diperoleh informasi tentang tingkat efisiensi dan penyebabnya
secara lebih rinci dari berbagai pendekatan sebagai dasar untuk menyusun
rekomendasi yang tepat untuk setiap jenis bank.
2.3 Pengaruh Tanggungjawab Pelaksanaan Fungsi Bisnis dan Fungsi
Sosial Terhadap Jumlah Dana Pihak Ketiga Bank Umum Syariah di
Indonesia
A. Review Jurnal 2

Nama : Muhammad Razindra Alie


NIM : 195503905
Kelas : 4KSC
Mata Kuliah : Bank dan Lembaga Keuangan Lain

Judul PENGARUH TANGGUNGJAWAB


PELAKSANAAN FUNGSI BISNIS DAN FUNGSI
SOSIAL TERHADAP JUMLAH DANA PIHAK
KETIGA BANK UMUM SYARIAH DI
INDONESIA (Periode Tahun 2010-2015) 1
Jurnal Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan
Volume & Halaman Vol 5, No 4 (2018): April-2018, hlm. 16
Tahun 2018
Penulis Nafisah Ruhana, Noven Suprayogi
Reviewer Muhammad Razindra Alie
Tanggal 5 April 2021
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
Good Corporate Governance secara simultan dan
parsial dan Islamic social reporting indeks sebagai
penilaian tanggung jawab untuk implementasi fungsi
bisnis dan fungsi sosial terhadap total pihak ketiga
dana pada Bank Syariah di Indonesia periode tahun
2010-2015.
Subjek Penelitian Bank Umum Syariah di Indonesia
15

Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif,


dan teknik pengambilan sampel dengan purposive
sampling. Teknik analisis yang digunakan adalah
panel regresi data. Jenis dan sumber data yang
digunakan adalah data sekunder.
Hasil Penelitian 1. Indeks Good Corporate Governance secara
parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap
jumlah dana pihak ketiga pada bank umum
syariah di Indonesia tahun 2010-2015.
2. Indeks Islamic social reporting secara parsial
berpengaruh signifikan positif terhadap
jumlah dana pihak ketiga pada bank umum
syariah di Indonesia tahun 2010-2015.
3. Indeks Good Corporate Governance dan
Indeks Islamic social reporting secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap
jumlah dana pihak ketiga pada bank umum
syariak di Indonesia tahun 2010-2015.
Kekuatan • Indeks ISR berpengaruh signifikan positif,
pengaruh signifikan positif tersebut
memberikan arti bahwa semakin baik bank
umum syariah dalam melaksanakan fungsi
sosial yang ditandai dengan nilai indeks ISR
semakin tinggi maka akan menambah jumlah
dana pihak ketiga pada bank umum syariah.
• Indeks GCG dan ISR secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap jumlah dana
pihak ketiga pada bank umum syariah.
Kelemahan • Karena GCG bank serupa satu sama lain
dampaknya tidak terlalu besar pada persepsi
masyarakat karena GCG bank umum syariah
satu dan lainnya hampir sama. Hasilnya
16

indeks Good Corporate Governance tidak


berpengaruh signifikan terhadap jumlah dana
pihak ketiga.
Perbandingan Dengan Metode Metode penelitian dengan pendekatan kuantitatif
Penelitian adalah penelitian yang menitikberatkan pada
pengujian hipotesis, data yang digunakan harus
terukur, dan akan menghasilkan kasimpulan yang
dapat digeneralisasikan. Sehingga metode ini
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
dengan metode lainnya (metode kualitaif) yaitu
sebagai berikut:
• Bisa digunakan untuk meramal atau
menduga.
• Hasil analisis bisa didapatkan dengan
akurat.
• Bisa dipakai untuk menghitung interaksi
hubungan dua atau lebih variabel.
• Bisa menyederhanakan permasalahan
yang kompleks dalam sebuah model.

B. Rangkuman Jurnal 2
PENGARUH TANGGUNGJAWAB PELAKSANAAN FUNGSI BISNIS
DAN FUNGSI SOSIAL TERHADAP JUMLAH DANA PIHAK KETIGA
BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA (Periode Tahun 2010-2015) 1
I. PENDAHULUAN
Bank syariah lahir sebagai lembaga keuangan yang melaksanakan
kegiatannya berdasarkan pada prinsip Islam. Antonio (2001:201)
menjelaskan bahwa bank syariah memiliki beberapa fungsi yaitu,
sebagai manajer investasi, investor, sebagai penyedia jasa keuangan,
dan pengemban jasa sosial. Fungsi bank syariah sebagai manajer
investasi, investor, dan penyedia jasa keuangan erat kaitannya dengan
fungsi bisnis Sedangkan, fungsi bank syariah sebagai pengemban jasa
17

sosial adalah fungsi sosial bank syariah. Sebagai bank yang


melaksanakan kegiatannya berdasarkan pada prinsip Islam Bank
Umum Syariah memiliki tanggungjawab melaksanakan fungsi
bisnisnya dengan baik. Disebutkan dalam Al-Quran sebagai sumber
utama hukum Islam yaitu dalam surat Al-Mudatsir ayat 38. ‫ك‬
‫ِ ب ِس ما ِ ينِة‬ ‫ نف‬Kullu nafsin bimā kasabat rahīnatun Artinya:
‫س ب‬
“Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya”.
(Q.S. 74:38, Departemen Agama RI, 2011:576) Katsir (2005:343)
menjelaskan surat Almudatsir ayat 38 bahwa setiap orang bergantung
dengan amalnya pada hari akhir nanti. Demikianlah yang dikatakan
ibnu abbas. Kelak di hari kiamat, setiap orang akan
mempertanggungjawabkan semua amal perbuatan yang telah
dikerjakannya sewaktu hidup di dunia.
Fungsi bisnis dijalankan oleh bank umum syariah dengan tujuan
untuk memperoleh keuntungan. Bank umum syariah membutuhkan
sebuah manajemen yang baik dalam kaitannya menjaga kelangsungan
sebuah perusahaan dibuktikan dengan adanya Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/ 33/ PBI/2009 Tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 8/POJK.03/2014
tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah yang mengharuskan bank umum syariah untuk
menerapkan Good Corporate Governance (GCG). Good Corporate
Governance adalah bagaimana seharusnya perusahaan melakukan
pengelola dengan baik sehingga dapat meningkatkan kepercayaan para
pemangku kepentingannya.
Good corporate governance memuat prinsip transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan kewajaran dan
kesetaraan yang dibutuhkan oleh stakeholdernya untuk menilai tingkat
tanggung jawab dalam pelaksanaan fungsi bisnis. Peraturan OJK no. 8
tahun 2014 menyebutkan bahwa penilaian terhadap faktor Good
Corporate Governance merupakan penilaian terhadap manajemen
18

Bank Umum Syariah untuk menilai tingkat Good Corporate


Governance yang telah dilakukan perusahaan. Kriteria indikator atau
indeks yang berisikan item-item untuk menilai tingkat Good Corporate
Governance yang telah dilakukan perusahaan diatur dalam Surat
Edaran OJK no 10 tahun 2014. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah menyebutkan bahwa
selain menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana
masyarakat, bank syariah dapat menjalankan fungsi sosial dalam
bentuk lembaga baitul mal yaitu menerima dana dari zakat, infaq,
sedekah, hibah, atau dana sosial lain dan menyalurkannya kepada
pengelola zakat. Pelaksanaan fungsi sosial oleh bank umum syariah
menjadi salah satu kriteria dalam mengevaluasi performance bank,
karena disamping memperhatikan keuntungannya bank syariah juga
harus memperhatikan kepentingan masyarakat (Rivai, 2010:210).
Penilaian tanggungjawab pelaksanaan fungsi sosial bank umum
syariah salah satunya menggunakan indeks Islamic Social Reporting
(ISR). Islamic Social Reporting merupakan alternatif pengukuran
kinerja sosial bagi entitas syariah yang pada pengukuran kinerja sosial
sistem konvensional sebelumnya tidak terdapat prinsip syariah. Indeks
Islamic Social Reporting didalamnya mencakup penilaian terhadap
keuangan dan investasi, produk, karyawan, masyarakat, dan
lingkungan yang pada setiap itemnya mengandung prinsip-prinsip
islami.
Sebagai lembaga intermediasi, perbankan harus memiliki kinerja
yang baik karena dengan kinerja yang baik, bank akan lebih mudah
mendapatkan kepercayaan dari para nasabah (agent of trust). Dengan
adanya kepercayaan dari masyarakat, bank akan mampu menghimpun
dana dari masyarakat secara maksimal yang kemudian akan disalurkan
dalam bentuk kredit sehingga bank dapat menjalankan fungsi
utamanya sebagai penyalur dana.
Penilaian indeks GCG dan ISR dapat menjadi sarana bagi
stakeholder untuk melihat tanggungjawab pelaksanaan fungsi bisnis
19

dan fungsi sosial oleh bank umum syariah. Pengungkapan informasi


mengenai GCG dan kinerja sosial oleh perusahaan merupakan
tindakan pemberian sinyal positif oleh perusahaan kepada seluruh
stakeholder yang mengindikasikan bahwa perusahaan terkait telah
mengelola perusahaan dengan baik dan telah melakukan kinerja sosial
untuk kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan teori sinyal informasi
tersebut merupakan sinyal positif yang diharapkan dapat direspon
positif pula oleh masyarakat termasuk masyarakat yang kemudian akan
meletakkan dananya pada bank bersangkutan.
Sinyal positif yaitu ketika Bank Umum Syariah melakukan tata
kelola perusahaan yang baik diukur menggunakan Indeks Good
Corporate Governance dan melaksanakan kinerja sosial yang diukur
menggunakan Indeks Islamic Social Reporting diharapkan dapat
direspon masyarakat dan tertarik untuk menempatkan dananya pada
bank. Perusahaan yang memiliki citra baik dimata masyarakat akan
lebih diminati.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
indeks Good Corporate Governance dan indeks Islamic Social
Reporting secara parsial dan simultan terhadap jumlah dana pihak
ketiga pada Bank Umum Syariah di Indonesia.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha sesuai dengan prinsip syariah dan melaksanakan
kegiatan lalu lintas pembayaran. Beberapa contoh BUS antara lain
Bank Syariah Mandiri, Bank Muamalat Indonesia, Bank Mega
Syariah, Bank Syariah Bukopin, Bank BCA Syariah, dan Bank BRI
Syariah. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia nomor 11/33
/PBI/2009 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, bahwa bank umum
syariah wajib melaksanakan GCG dan menyusun laporan pelaksanaan
GCG. Menurut Pedoman Good Corporate Governance yang
dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG,
20

2006), Good Corporate Governance (GCG) adalah salah satu pilar dari
sistem ekonomi pasar yang berkaitan erat dengan kepercayaan baik
terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim
usaha di suatu negara mendorong terciptanya persaingan yang sehat
dan iklim usaha yang kondusif.
Prinsip-prinsip Corporate Governance agar tercipta praktik Good
Corporate Governance berdasarkan pedoman umum Good Corporate
Governance yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan
Govenance (KNKG) adalah Transparansi, Akuntabilitas,
Responsibilitas, Independensi, Kewajaran dan kesetaraan. Prinsip-
prinsip tersebut dapat menciptakan konsep tata kelola perusahaan yang
baik.
Islamic social reporting adalah standar pelaporan
pertanggungjawaban sosial bagi perusahaan-perusahaan yang berbasis
syariah sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi tidak hanya
kepada masyarakat tetapi juga untuk membantu perusahaan dalam
melakukan pemenuhan kewajiban terhadap Allah SWT (Haniffa,
2002).
Dana pihak ketiga merupakan dana nasabah dalam bentuk
simpanan. Simpanan menurut Undang-undang No.10/1998 pasal 1
ayat 5 adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank
berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito,
sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu. Dengan demikian kepercayaan oleh para
stakeholder terutama oleh nasabah kepada Bank Umum Syariah
penting untuk dipelihara karena dana pihak ketiga adalah wujud
eksistensi kepercayaan nasabah pada Bank Umum Syariah yang
bersangkutan.
Pengungkapan informasi mengenai Good Corporate Governance
dan Islamic social reporting oleh perusahaan merupakan tindakan
pemberian sinyal positif oleh perusahaan kepada seluruh stakeholder
21

yaitu sinyal bahwa perusahaan terkait telah mengelola perusahaan


dengan baik dan telah melakukan aktivitas sosial.
Hipotesis
H1 : Terdapat pengaruh indeks Good Corporate Governance terhadap
dana pihak ketiga pada bank umum syariah di Indonesia.
H2 : Terdapat pengaruh indeks Islamic Social Reporting terhadap dana
pihak ketiga pada bank umum syariah di Indonesia.
H3 : Terdapat pengaruh indeks Good Corporate Governance dan
Islamic Social Reporting secara simultan terhadap dana pihak ketiga
pada bank umum syariah di Indonesia.
Model Analisis
Indeks GCG
DPK

Indeks ISR

III. METODELOGI PENELITIAN


Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kuantitatif. Penelitian dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif adalah penelitian yang menitikberatkan pada pengujian
hipotesis, data yang digunakan harus terukur, dan akan menghasilkan
kasimpulan yang dapat digeneralisasikan. (Anshori dan Iswati,
2009:155)
Identifikasi Variabel
Variabel Independen dalam penelitian ini adalah indeks Good
Corporate Governance (X1), dan indeks Islamic Social Reporting
(X2), serta variabel dependen adalah jumlah dana pihak ketiga (Y).
Definisi Operasional
1. Indeks Good Corporate Governance (X1) Indeks GCG merupakan
sebuah kriteria/indikator yang berisikan item-item untuk menilai
tingkat Good Corporate Governance yang telah dilakukan
perusahaan. Indeks GCG yang digunakan dalam penelitian ini
22

adalah nilai komposit hasil self assessment pelaksanaan Good


Corporate Governance berdasarkan Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan No. 10/SEOJK.03/2014 perihal Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang
dilakukan oleh masing-masing bank yang terdapat dalam laporan
pelaksanaan GCG.
2. Indeks Islamic Social Reporting (X2) Indeks ISR merupakan
sebuah checklist yang berisikan item-item untuk menilai tingkat
Islamic Social Reporting sebuah perusahaan yang berbasis syariah.
Penilaian pengungkapan ISR berupa nilai (skor) yang diperoleh
dari analisis tingkat pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR).
Penilaian indeks ISR dilakukan dengan menggunakan scoring dari
nilai 0-1, dimana :
a. Nilai 0 jika tidak ada pengungkapan terkait item,
b. Nilai 1 jika ada pengungkapan terkait item.
Apabila seluruh item telah diungkapkan maka nilai maksimal yang
dapat dicapai adalah sebesar 43. Othman, et al (2009) menyatakan,
bahwa perhitungan indeks pengungkapan ISR dirumuskan sebagai
berikut:
ISR= Jumlah item yang diungkapkan perusahaan/Jumlah item yang
diharapkan diungkapkan perusahaan X 100%
Nilai ISR diperoleh dari annual report pada Bank Umum Syariah
mulai tahun 2010 hingga 2014 dan skala pengukuran nilai ISR
menggunakan skala rasio.
3. Dana Pihak Ketiga (Y) Dana pihak ketiga merupakan seluruh dana
yang dihimpun oleh Bank Umum Syariah melalui berbagai macam
produk penghimpunan dana antara lain yaitu, giro wadiah,
tabungan mudharabah, deposito mudharabah. Jumlah dana pihak
ketiga yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari laporan
tahunan masing-masing bank.
23

Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder. Sumber data sampel penelitian ini didapat dari laporan
pelaksanaan GCG dan laporan tahunan (annual report) periode 2010-
2015 yang diterbitkan oleh masing-masing Bank Umum Syariah
(BUS) melalui website resmi masing-masing BUS.
Data yang digunakan adalah data panel, yaitu gabungan data time
series dan data cross section selama enam tahun yaitu mulai dari tahun
2010 sampai dengan tahun 2015 dipilih karena cukup menggambarkan
kondisi terkini. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber
dari laporan tahunan (annual report) dan laporan pelaksanaan GCG
masing-masing bank umum syariah yang diterbitkan melalui website
masing-masing bank serta dari sumber lain bila diperlukan.
Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh Bank
Umum Syariah di Indonesia. Pemilihan populasi tersebut karena Bank
Umum Syariah berdiri secara mandiri sehingga memiliki kewenangan
penuh untuk memutuskan pelaporan yang akan dilakukan. Berdasarkan
data yang tersedia, teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah purposive sampling. Adapun kriteria sampel yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bank Umum Syariah (BUS) yang beroperasi di Indonesia sejak
tahun 2010 atau sebelumnya hingga tahun 2015.
2. Bank Umum Syariah (BUS) yang telah mempublikasikan laporan
GCG dan laporan tahunan periode 2010-2015 secara konsisten di
website resmi masingmasing bank.
Teknik Analisis
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Teknik analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi data panel. Proses
perhitungan dalam penelitian ini menggunakan progam Eviews.
Teknik analisis data dalam penelitian ini memanfaatkan data yang
didapatkan dari penggabungan antara data cross section (beberapa
24

BUS tertentu) dengan data time series (lingkup waktu selama beberapa
tahun tertentu) atau disebut dengan data panel. Dalam regresi data
panel pertama-tama diilakukan uji chow untuk menentukan model PLS
atau FEM yang digunakan. Apabila FEM diterima selanjutnya
melakukan uji hausman untuk menentukan model FEM atau REM
yang digunakan. Setelah menentukan model yang tepat, uji berikutnya
adalah uji t dan uji F, lalu koefisien determinasi. Uji t digunakan untuk
menguji pengaruh secara parsial variabel independen terhadap variabel
dependen, sedangkan uji F digunakan untuk menguji pengaruh secara
simultan variabel independen terhadap variabel dependen.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakukan uji chow untuk menentukan model PLS atau
FEM yang tepat digunakan. Berikut hasil uji chow:
Tabel 2 Hasil Uji F (Chow Test)
Effects Test Statistic d.f. Prob.
38.37353
Cross-section F 5 (6,33) 0.0000
Cross-section 87.21565 6 0.0000
Chi 4
square
Diperoleh nilai probabilitas (Cross-section F) sebesar 0,0000 lebih
kecil dari α (0,05) sehingga H1 diterima, dan dapat disimpulkan bahwa
Fixed Effect Model (FEM) lebih sesuai dibandingkan dengan Pooled
Least Square (PLS)/ Commond Effect Model (CEM). Selanjutnya
dilakukan Uji Hausman untuk mengetahui apakah teknik regresi data
panel dengan fixed effect lebih dari model regresi data panel random
effect. Hipotesis Uji Hausman adalah :
H0 : Random Effect Model (REM)
H1 : Fixed Effect Model (FEM)
25

Tabel 3 Hasil Pengujian Hausman Test


Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq.
d.f. Prob.
Cross-section 1.49623
random 4 20.4733
Berdasarkan tabel 3 di atas, diperoleh nilai probabilitas (Cross-
section random) sebesar 0.4733 lebih besar dari α (0,05) sehingga H1
diterima, dan dapat disimpulkan bahwa Random Effect Model (REM)
lebih sesuai dibandingkan dengan Fixed Effect Model (FEM).
Berdasarkan hasil estimasi REM didapat bentuk persamaan
liniernya sebagai berikut: DPK= 24.93942 + 0.168065 GCG +
8.358195 ISR ..........................................(4.1)
Selanjutnya dilakukan uji t (uji parsial) dan uji F (uji simultan) dan
koefisien determinasi (R-square). Uji t digunakan untuk menguji
pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel
dependen.
Tabel 4 Hasil Uji t
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 24.93942 0.638421 39.06421 0.0000
GCG? 0.168065 0.106636 1.576073 0.1231
ISR? 8.358195 0.878996 9.508799 0.0000
Berdasarkan taber 4 di atas, maka Variabel Indeks GCG memiliki
tingkat probabilitas (t-statistic) sebesar 0.1231 yang lebih besar dari α
(0,05), sehingga H_01 diterima. Kesimpulan yang dapat diperoleh
adalah Indeks GCG berpengaruh tidak signifikan terhadap jumlah
DPK. Dan Variabel Indeks ISR memiliki tingkat probabilitas (t-
statistic) sebesar 0.0000 yang lebih kecil dari α (0,05), sehingga H_02
ditolak. Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah Indeks ISR
berpengaruh signifikan positif terhadap jumlah DPK karena koefisien
ISR menunjukkan nilai yang positif.
Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen
secara simultan terhadap variabel dependen.
26

Tabel 5 Hasil Uji F dan R-Square


0.70354 Mean 4.2577
R-squared 7 dependent var
Adjusted 0.68834 S.D. dependent 0.6135
Rsquared 4 var 92
S.E. of 0.34254 Sum squared 4.5761
regression 5 resid 40
46.2776 Durbin-Watson 1.2481
F-statistic 1 stat 34
Prob(Fstatistic) 0.00000
0
Berdasarkan tabel 5 di atas, dapat dilihat tingkat probabilitas (F-
statistic) sebesar 0,000000 lebih kecil dari α (0,05), sehingga H_o
ditolak dan dapat disimpulkan bahwa Indeks ISR dan GCG secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap jumlah DPK.
Berdasarkan tabel 5 di atas, dapat dilihat bahwa nilai Adjusted R-
squared sebesar 0.688344. Hal ini menunjukkan bahwa variabel Indeks
GCG dan ISR dapat menjelaskan variabel jumlah DPK sebesar
68,83%, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel-variabel lain
diluar model atau diluar variabel-variabel yang diteliti.
Pengaruh Indeks Good Corporate Governance terhadap Jumlah
Dana Pihak Ketiga
Pengaruh Indeks GCG terhadap jumlah dana pihak ketiga secara
parsial dapat dilihat dari hasil tingkat probabilitas (t-statistic).
Berdasarkan hasil pengolahan regresi data panel diketahui bahwa
tingkat probabilitas (t-statistic) sebesar 0.1231 yang lebih besar dari α
(0.05), sehingga H_01 diterima dan dapat disimpulkan bahwa Indeks
GCG tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah dana pihak ketiga.
Penerapan Good Corporate Governance oleh perusahaan dapat dilihat
sebagai suatu sinyal yang menandakan bahwa perusahaan memiliki
sistem tata kelola yang baik dalam menjalankan bisnisnya. Apabila hal
tersebut sudah tercipta maka perusahaan dapat membina hubungan
27

yang baik dengan para stakeholder sebagai suatu respon akibat sinyal
positif yang diberikan oleh bank. Hubungan yang baik tersebut akan
menimbulkan kepercayaan yang tinggi dari para stakeholder termasuk
masyarakat yang kemudian akan menaruh dananya pada bank umum
syariah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa indeks Good Corporate
Governance tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah dana pihak
ketiga. Indeks GCG yang tidak berpengaruh signifikan terhadap
jumlah dana pihak ketiga tersebut disebabkan oleh bank yang masing-
masing secara mandiri melakukan penilaian self assessment. Bank
Umum Syariah dalam membuat laporan baik itu laporan tahunan
maupun laporan pelaksanaan GCG akan berusaha sebisa mungkin
untuk membuat laporan sesuai dengan peraturan yang telah di tentukan
regulator yaitu berdasarkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.
10 tahun 2014. Penilaian self assessment pelaksanaan GCG sendiri
dilakukan terhadap sebelas faktor penilaian pelaksanaan GCG, yaitu:
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris; pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab direksi; kelengkapan dan pelaksanaan tugas
komite; pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas
Syariah; pelaksanaan prinsip syariah dana kegiatan penghimpunan
dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa; penanganan benturan
kepentingan; penerapan fungsi kepatuhan bank; penerapan fungsi audit
intern; penerapan fungsi audit ekstern; batas maksimum penyaluran
dana; transparansi kondisi keuangan dan non keuangan, laporan
peaksanaan GCG dan pelaporan internal. Ketentuan faktor-faktor
penilaian penilaian pelaksanaan GCG tersebut terdapat poin-poin yang
lebih rinci lagi, contoh pada faktor pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab dewan komisaris terdapat ketentuan bahwa jumlah anggota
Dewan Komisaris paling kurang tiga orang dan paling banyak sama
sengan jumlah anggota direksi, paling kurang 1 orang anggota Dewan
Komisaris berdomisili di Indonesia dan lain sebagainya. Ketentuan
28

yang rinci dan jelas terdapat dalam peraturan menjadi acuan bagi bank
umum syariah dalam pelaksanaan Good Corporate Governance.
Ketentuan yang jelas dan menjadi acuan bagi Bank Umum Syariah
serta poin-poin apa saja yang harus ada dalam pelaksanaan Good
Corporate Governance mengakibatkan GCG bank hampir serupa satu
sama lain. Jika GCG bank serupa satu sama lain dampaknya tidak
terlalu besar pada persepsi masyarakat karena GCG bank umum
syariah satu dan lainnya hampir sama. Hasilnya indeks Good
Corporate Governance tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah
dana pihak ketiga.
Pengaruh Indeks Islamic Social Reporting terhadap Jumlah Dana
Pihak Ketiga Pengaruh
Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui bahwa tingkat
probabilitas (t-statistic) sebesar 0.0159 yang lebih kecil dari α (0.05),
sehingga H_02 ditolak dan dapat disimpulkan bahwa Indeks ISR
berpengaruh signifikan terhadap jumlah dana pihak ketiga.
Bank syariah yang menerapkan fungsi sosial akan membentuk
kesan yang baik, mempunyai nilai lebih, mempunyai prestise yang
tinggi daripada usaha yang hanya berorientasi pada keuntungan (profit)
semata dimata nasabah (stakeholder) bank syariah karena keterlibatan
perusahaan dalam kegiatankegiatan sosial berguna bagi kepentingan
masyarakat luas.
Simpanan menurut UU No.10/1998 pasal 1 ayat 5 adalah dana
yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan
perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat
deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
itu.
Hasil dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa indeks ISR
berpengaruh signifikan positif terhadap jumlah dana pihak ketiga yang
ditandai oleh nilai koefisien indeks ISR yang bertanda positif.
Pengaruh signifikan positif tersebut memberikan arti bahwa semakin
baik bank umum syariah dalam melaksanakan fungsi sosial yang
29

ditandai dengan nilai indeks ISR semakin tinggi maka akan menambah
jumlah dana pihak ketiga pada bank umum syariah.
Pengaruh Indeks Good Corporate Governance dan Islamic Social
Reporting terhadap Jumlah Dana Pihak Ketiga Secara Simultan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa indeks GCG dan ISR
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap jumlah DPK.
Pengaruh indeks GCG dan ISR terhadap jumlah DPK secara simultan
dilihat dari tingkat probabilitas (F-statistic) sebesar 0.000000 yang
lebih kecil dari α (0.05), sehingga H_03 ditolak dan dapat disimpulkan
bahwa indeks GCG dan ISR secara simultan (bersama-sama)
berpengaruh signifikan terhadap jumlah dana pihak ketiga bank umum
syariah di Indonesia tahun 2010-2015. Dengan Adjusted R2 sebesar
0.688344 yang berarti variabel independen mampu menjelaskan
variabel dependen sebesar 68,83% sedangkan sisanya dijelaskan
variabel lain diluar model.
Hasil signifikan variabel independen dalam mempengaruhi
variabel dependen menunjukkan bahwa variabel independen dalam
penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau strategi
dalam meningkatkan jumlah dana pihak ketiga pada bank umum
syariah di Indonesia. Variabel juga bisa digunakan sebagai prediksi
perilaku nasabah yaitu nasabah yang memiliki kepercayaan tinggi
terhadap bank umum syariah yang mau bekerjasama dan bertransaksi
dengan bank, begitu juga sebaliknya. Sehingga menjaga nilai
kepercayaan merupakan amanah dari nasabah yang harus dijaga.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang dilakukan pada bab
sebelumnya, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagi
berikut:
1. Indeks Good Corporate Governance secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap jumlah dana pihak ketiga pada
bank umum syariah di Indonesia tahun 2010-2015.
30

2. Indeks Islamic social reporting secara parsial berpengaruh


signifikan positif terhadap jumlah dana pihak ketiga pada bank
umum syariah di Indonesia tahun 2010-2015.
3. Indeks Good Corporate Governance dan Indeks Islamic social
reporting secara simultan berpengaruh signifikan terhadap jumlah
dana pihak ketiga pada bank umum syariak di Indonesia tahun
2010-2015.
2.4 Fungsi Pengawasan Komisaris Terkait Kesehatan BPR
A. Review Jurnal 3

Nama : Muhammad Razindra Alie


NIM : 195503905
Kelas : 4KSC
Mata Kuliah : Bank dan Lembaga Keuangan Lain

Judul FUNGSI PENGAWASAN KOMISARIS TERKAIT


KESEHATAN BANK PERKREDITAN RAKYAT:
PENDEKATAN GOOD CORPORATE
GOVERNANCE DAN ASAS ITIKAD BAIK
Jurnal Law Reform
Volume & Halaman Vol. 14, No. 2, Tahun 2018, hlm. 12
Tahun 2018
Penulis Ni Ketut Supasti Dharmawan , I Gede Agus
Kurniawan
Reviewer Muhammad Razindra Alie
Tanggal 5 April 2021
Tujuan Penelitian Bertujuan untuk mengelaborasi fungsi kontrol dan
tanggung jawab Komisaris dalam pengelolaan Bank
Perkreditan Rakyat yang sehat dalam kaitannya
dengan prinsip GCG serta Asas Itikad Baik.
Subjek Penelitian Komisaris Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Metode Penelitian Metode yang digunakan untuk menganalisis
relevansi antara asas itikad baik dengan GCG bagi
kesehatan bank adalah metode normatif. Jenis
31

pendekatan perundang- undangan serta pendekatan


konsep, diantaranya konsep CSR dipergunakan
dalam studi ini.
Hasil Penelitian • Komisaris sebagai wakil pemegang saham
bertanggungjawab melaksanakan pengawasan
secara independen dan fungsi kontrol dalam
kaitannya dengan prinsip GCG dan asas
itikad baik terhadap Dewan Komisaris dalam
rangka tata pengelolaan bank untuk
meningkatkan kesehatan perbankan, termasuk
BPR. Tugas dan tanggung jawab Komisaris
BPR dalam mengawasi Dewan Direksi untuk
mencapai tujuan utama BPR yaitu
tercapainya kesehatan BPR.
• Komisaris dengan itikad baik bersikap
obyektif dan bebas dari tekanan dan
kepentingan pihak tertentu yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan,
memastikan penerapan GCG dengan baik
pada BPR, sehingga tercapainya Governance
Outcome BPR. Komisaris memiliki peran
yang signifikan dalam pelaksanaan GCG dan
meminimalisasi terjadinya NPL pada BPR
yang dikelola Dewan Direksi, sehingga
memberikan nilai investasi yang memuaskan
pemegang saham (shareholders).
Kekuatan Komisaris memiliki wewenang dan tanggungjawab
terhadap kesehatan bank BPR.
Kelemahan Komisaris yang kurang memiliki Asas Itikad Baik
maka kemungkinan tidak melaksanakan
tanggungjawabnya dengan baik sehingga dapat
berimbas pada tidak sehatnya BPR.
32

Perbandingan Dengan Metode Penelitian hukum normatif atau penelitian


Penelitian perpustakaan ini merupakan penelitian yang
mengkaji studi dokumen, yakni menggunakan
berbagai data sekunder seperti peraturan perundang-
undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan
dapat berupa pendapat para sarjana. Penelitian jenis
normatif ini menggunakan analisis kualitatif yakni
dengan menjelaskan data-data yang ada dengan kata-
kata atau pernyataan bukan dengan angka-angka.
Dalam jurnal ini meggunakan metode penelitian
normatif dengan prinsip GCG dan Asas Itikad Baik
untuk mengetahui fungsi pengawasan komisaris
terkait kesehatan BPR.

B. Rangkuman Jurnal 3
FUNGSI PENGAWASAN KOMISARIS TERKAIT KESEHATAN BANK
PERKREDITAN RAKYAT: PENDEKATAN GOOD CORPORATE
GOVERNANCE DAN ASAS ITIKAD BAIK
A. PENDAHULUAN
Keberadaan bisnis perbankan, temasuk Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) tidak dapat dipungkiri berkaitan dengan sektor bisnis lainnya,
seperti sektor property. Ketika bisnis property berkembang pesat maka
sektor perbankan pun juga berperan serta di dalamnya. Demikian pula
ketika bisnis property mengalami keterpurukan, sektor bank, tidak
terkecuali BPR juga rentan terkena imbas, khususnya mempengaruhi
tingkat kesehatan bank karena meningkatnya kredit bermasalah (Non-
Performing Loan).
Dengan mencermati fenomena meningkatnya NPL pada BPR,
khususnya yang dipengaruhi oleh faktor internal baik yang berkaitan
dengan jumlah SDM yang belum memadai hingga kemampuan dan kurang
cermatnya kinerja SDM pada BPR dalam menganalisis dan menyalurkan
kredit, dapat dikemukakan bahwa pemahaman operasional dan tata kelola
33

institusi yang profesional berbasis Good Corporate Governance (GCG)


dalam kaitannya dengan memaksimalkan Asas Itikad Baik dalam
pengelolaan BPR, termasuk fungsi kontrol dan pengawasan dari Komisaris
dalam rangka kesehatan BPR.
Kualitas manajemen tata kelola operasional perbankan berperan
penting dalam rangka menumbuhkembangkan industri perbankan yang
kuat dan sehat, komisaris sebagai perwakilan pemegang saham pada sektor
bank, khususnya BPR berkaitan dengan peningkatan kualitas GCG dan
relevansinya dengan Asas itikad baik dalam tata kelola perbankan.
Metode penelitian yang relevan dipergunakan dalam mengkaji
tanggungjawab komisaris dalam kaitannya dengan fungsi pengawasan
pengelolaan BPR yang memperhatikan elemen-elemen GCG dan Asas
Itikad Baik adalah metode penelitian normative. Pendekatan konsep,
khususnya konsep GCG serta pendekatan perundang-undangan relevan
dipergunakan dalam studi ini.
B. PEMBAHASAN
a. Prinsip GCG dan Asas Itikad Baik dalam Perbankan
Bank memiliki peranan yang strategis dalam kehidupan
perekonomian masyarakat. Melalui operasional bank, masyarakat
dapat meminjam uang atau yang dikenal dengan kredit, fungsi bank
menyalurkan dana, maupun masyarakat dapat menabung yaitu fungsi
bank menghimpun dana, dan bahkan dalam perkembangannya dalam
kehidupan global sekarang ini layanan jasa perbankan semakin
beragam dan inovatif. Sehubungan dengan hal tersebut dibutuhkan
adanya sektor perbankan yang stabil dan sehat. Dalam rangka stabilitas
dan kesehatan bank, keberadaan Prinsip-prinsip Tata Kelola
Perusahaan yang Baik (GCG) memainkan peran mendasar yang
penting.
Sektor perbankan yang tidak didukung dengan GCG sangat rentan
berdampak pada memburuknya kesehatan perbankan, bahkan bisa
meluas hingga krisis keuangan global.
34

Berkenaaan dengan pentingnya konsep GCG dalam dunia


perbankan, di Indonesia konsep GCG diperkenalkan pada tahun 1999
ketika pemerintah membentuk Komite Nasional untuk Tata Kelola
Perusahaan (NCCG). Kode tata kelola perusahaan nasional diikuti
pada tahun 2000 dan direvisi pada tahun 2006. Peraturan No. 8/4 / PBI
/ 2006 dikeluarkan secara khusus untuk menangani penerapan GCG di
bank komersial dan direvisi oleh Peraturan Bank Indonesia No. 8/14 /
PBI / 2006. Dalam rangka meningkatkan kepercayaan lokal maupun
internasional terhadap sektor perbankanberbagai langkah kongkrit
secara berkesinambungan telah dilakukan, termasuk melalui
pengaturan Lembaga independent yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
OJK dalam rangka rekomendasi konsep Basel II menetapkan
standar minimum perbankan yang dapat diterima untuk risiko tingkat
modal, profitabilitas dan implementasi GCG. Sebagai lembaga
pengawas perbankan, OJK telah memperketat bisnis perbankan dalam
hal ini BPR dengan menerapkan GCG dan manajemen resiko demi
menghasikan kinerja yang lebih baik sebagaimana diatur dalam
Peraturan OJK (POJK) No. 4/2015 tentang Penerapan Tata Kelola
yang Baik bagi BPR, POJK No 13 /2015 tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi BPR dan SEOJK No. 7/SEOJK.03/2016
tentang Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern BPR. Karena disadari
bahwa dengan minimnya penerapan GCG dan manajemen risiko
membuat banyak BPR melakukan fraud (kecurangan) sehingga tidak
sedikit BPR yang ditutup operasinya. Fraud yang terjadi lebih banyak
akibat dari kurangnya pengendalian internal seperti kurangnya
kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM), kontrol yang tidak baik,
check and balance, serta kurangnya action plan pengelola BPR.
Penerapan GCG ini merupakan sebuah konsep yang menekankan
pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan
benar, akurat dan tepat waktu. Penerapan prinsip GCG sangat
diperlukan agar perbankan dapat bertahan dan tangguh dalam
menghadapi persaingan yang semakin ketat, serta dapat menerapkan
35

etika bisnis, sehingga dapat mewujudkan iklim usaha yang sehat dan
transparan. Tata kelola berbasis GCG sesungguhnya tidak hanya
memperhatikan shareholder namun yang tidak kalah pentingnya adalah
untuk kepentingan stakeholders dari sektor perbankan, yaitu yang
mencakup: Transparency (Transparansi), Accountability
(Akuntabilitas), Responsibility (Tanggung Jawab), Independency
(Independensi), dan Fairness (Kewajaran dan Kesetaraan).
b. Relevansi GCG dan Asas Itikad Baik dengan Kesehatan Bank
Penilaian OJK terhadap GCG didasarkan pada tiga atribut, yaitu
struktur tata kelola, proses tata kelola dan hasil tata kelola. Struktur
tata kelola terdiri dari Komisaris, Direksi, dan Komite Penunjang.
Implementasi GCG dalam konteks “struktur tata kelola” lebih
diarahkan bahwa pelaksanaan GCG menghasilkan hasil yang sesuai
dengan harapan para pemangku kepentingan bank.
GCG dalam perbankan tidak bisa dilepaskan dengan konsep
“Governance Commitment.” Komitmen ini dilakukan melalui
Governance Structure sehingga pada akhirnya berpengaruh pada
Governance Outcome. Melalui tahapan tersebut, kesehatan bank secara
berkesinambungan diharapkan memenuhi kebutuhan stakeholders.
Untuk menilai pencapaian bank, Governance outcome dipergunakan
sebagai indikatornya (KNKG, 2012). Pencapaian tersebut diantaranya
terjadi efiseinsi, taat terhadap ketentuan hukum, melindungi
konsumen, serta obyektif dalam penilaian GCG dan self-assessment.
Dalam rangka mewujudkan Governance Outcome, prinsip dasar
yang seyogyanya diterapkan meliputi: kesinambungan usaha, efisiensi,
manfaat dan pelayanan, pentaatan terhadap peraturan dan ketentuan
internal bank, berperan aktif dalam tanggung jawab social dan
lingkungan, self-assessment yang obyektif, serta bank memperoleh
penilaian GCG yang baik dari otoritas pengatur dan pengawas bank
dan penghargaan pelaksanaan GCG dari lembaga penilai GCG yang
memiliki reputasi yang baik.
36

Terkait dengan pelaksanaan GCG pada BPR, dalam rangka menuju


capaian yang sesuai dengan prinsip dasar pencapaian Governance
outcome, peran strategis Komisaris dalam perkembangannya sangat
dibutuhkan. Penerapan itikad baik dari pengelolaan BPR dalam hal ini
Komisaris sebagai wakil dari pemegang saham sangat penting,
khususnya agar tidak adanya benturan kepentingan dalam pelaksanaan
pengawasan BPR. Itikad baik adalah satu nilai yang menjadi tolok
ukur dalam menentukan apakah suatu tindakan itu layak atau tidak
untuk dilaksanakan. Itikad baik merupakan penyaring yang didasari
oleh nilai moral dan kepatutan bagi operasional sebuah bank.
Pengelolaan bank secara keseluruhan dominan dilandasi oleh
hubungan hukum yang berbasis perjanjian, baik antara pemilik bank
dengan karyawannya maupun antara pihak bank dengan nasabah,
dalam konstruksi seperti itu keberadaan asas itikad baik sangat
diperlukan. Asas itikad baik pada dasarnya berasal dari sistem hukum
kontrak civil law yang bersumber dari hukum Romawi, sementara itu
sistem common law secara traadisional tidak mengenal asas itikad
baik.
Asas itikad baik berasal dari Romawi yaitu bona fides,
mengandung arti berbuat dengan baik, jujur serta lurus (Hutabarat,
2008). Dalam hukum perjanjian di Indonesia, asas itikad baik
tercantum dalam Pasal 1338 Ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Jika dicermati secara lebih mendalam sesungguhnya asas
itikad baik juga mengejawantah dalam GCG yang juga relevan
dikaitkan dengan prinsip Non- Discrimination System, dalam konteks
ini transparansi sebagai salah satu perwujudannya (Dharmawan, 2015).
Sehubungan dengan hal tersebut, menjadi sangat urgent semua
komponen termasuk komisaris dalam pengelolaan bank agar
mengupayakan pelaksanaan prinsip GCG dalam rangka kesehatan
bank.
Dalam realitanya tingkat kesehatan bank tidak dapat dilepaskan
dari fungsi bank menghimpun dan menyalurkan kredit kepada
37

masyarakat, termasuk penyaluran kredit pada BPR. Kredit perbankan


diatur dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
Tentang Perbankan yang pada intinya menentukan dalam persetujuan
pinjam meminjam tersebut antara bank dengan pihak lain yang dalam
hal ini adalah nasabah bank, pihak peminjam wajib melunasi utangnya
dalam jangka waktu yang disepakati beserta bunganya. Asas itikad
baik dalam perjanjian kredit ini sangat diperlukan agar terwujud sistem
perkreditan yang sehat. Asas itikad baik relevan dengan tata kelola
yang baik, yaitu GCG.
Dengan adanya itikad baik dari Komisaris BPR dalam pengelolaan
BPR, terutama demi tercapainya Governance Outcome yang
ditetapkan merupakan suatu sikap menjaga nilai- nilai atau komponen
GCG bisa diterapkan dengan baik pada BPR. Itikad baik sebagai suatu
sikap atau nilai yang diimplementasikan oleh Komisaris dalam
pengelolaan BPR merupakan nilai dasar dalam mendukung penerapan
GCG dalam industri perbankan khususnya BPR. Semua itu bertujuan
agar BPR dapat tetap bertahan dan tangguh dalam menghadapi
persaingan yang semakin ketat, serta dapat menerapkan etika bisnis,
sehingga dapat mewujudkan iklim usaha yang sehat dan transparan.
Komisaris menjaga keberlangsungan operasional BPR dalam hal
ini pelaksanaan GCG dan manajemen risiko dengan baik, untuk
menghindari adanya fraud (kecurangan). Komisaris memastikan
pelaksanaan pengendalian internal terlaksana sesuai dengan baik,
seperti terpenuhinya kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM), check
and balance, serta pelaksanaan action plan pengelola BPR. Melalui
GCG, pihak pengelola dituntun untuk senantiasa secara transparan
menginformasikan perkembangan BPR tidak hanya bagi kepentingan
pemegang saham namun juga seluruh stakeholders terkait. Organ BPR
seperti Komisaris atau Dewan Komisaris dalam konteks ini berperan
mengawasi dan menginformasikan dengan benar, akurat dan tepat
waktu perkembangan BPR. Regulasi yang berkaitan dengan GCG
khususnya pada BPR secara berkesinambungan dilakukan
38

penyempurnaan, seperti melalui mekanisme online OJK. Ketentuan


yang berkaitan dengan transparansi pelaporan dan monitoring
kepatuhan pelaporan secara online salah satunya dapat mengacu pada
Pasal 23 POJK No. 37/POJK.03/2016 tentang Rencana Bisnis Bank
Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Transparansi pelaporan secara online sangat berkaitan erat dan
membantu peran Komisaris dalam pengawasan pelaksanaan penentuan
Rencana Bisnis BPR sampai dengan Realisasi Rencana Bisnisnya.
c. Tanggungjawab Pengawasan Komisaris dalam Rangka Kesehatan
Bank dan Pengelolaan BPR
Komisaris sebagai wakil pemegang saham berperan penting dan
memiliki tanggungjawab, khususnya berkaitan dengan pengelolaan
BPR dalam rangka menumbuhkembangkan kesehatan BPR itu sendiri.
Sebagai pengawas, Komisaris sedapat mungkin melakukan
pemantauan dan pengawasan untuk menghindarkan terjadinya conflict
of interest dalam rangka pengelolaan BPR yang mungkin terjadi antara
Direktur dengan pemegang saham maupun pihak terafiliasi lainnya.
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa terselenggaranya
pelaksanaan GCG pada BPR tidak bisa dilepaskan dari tanggung
jawab pengawasan yang dilakukan oleh Komisaris. Komisaris dalam
fungsinya sebagai pengawas sedapat mungkin melakukan pemantauan
dan melakukan mitigasi terhadap munculnya benturan kepentingan
antara para pihak. Tanggung jawab pengawasan yang dilakukan oleh
Komisaris juga berkaitan dengan memastikan bahwa keseluruhan
aspek yang terkandung dalam GCG termasuk didalamnya pengawasan
intern pada seluruh tingkatan dalam pengelolaan BPR terlaksana dan
seluruh komponen melaksanakannya dengan itikad baik.
Jika dicermati secara lebih mendalam asas itikad baik tercermin
melandasi tata kelola perbankan, termasuk pada BPR, khususnya
tercermin melalui nilai-nilai etika pada perbankan pada umumnya
maupun pada BPR pada khususnya. Berdasarkan Pasal 2 POJK No.
4/POJK.03/2015 Tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank
39

Perkreditan Rakyat diatur bahwa BPR wajib menerapkan Tata Kelola


dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang
organisasi, yang juga mencakup pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Dewan Komisaris. Lebih lanjut melalui Pasal 28 POJK
ditegaskan tugas dan tanggung jawab Komisaris dilaksanakan secara
independen. Artinya, tidak boleh ada benturan kepentingan yang
muncul dalam pelaksanaan bisnis BPR. Tugas dan tanggung jawab
pengawasan oleh Komisaris pada seluruh jenjang tata kelola juga
ditegaskan kembali melalui Pasal 29 POJK. Dewan Komisaris wajib
memastikan terselenggaranya penerapan Tata Kelola pada setiap
kegiatan usaha BPR di seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
Sehingga, Komisaris wajib mengarahkan, memantau, dan
mengevaluasi penerapan GCG yang dilakukan oleh Dewan Direksi.
Pengaturan terkait Dewan Komisaris dalam POJK ini tidak kurang dari
11 pasal. Hal ini didasari atas semakin meluasnya pelayanan disertai
peningkatan volume usaha BPR, sehingga mengakibatkan semakin
meningkat pula risiko BPR sehingga mendorong kebutuhan terhadap
penerapan tata kelola oleh BPR yang baik dan lebih komprehensif.
Termasuk pengaturan itu memperhatikan prinsip-prinsip dasar untuk
menghindari adanya benturan kepentingan, misalnya: benturan
kepentingan karena hubungan kekeluargaan, penyalahgunaan dalam
penyususnan kebijakan atau keputusan strategis dan pemberian
informasi yang menimbulkan inforasi yang asimetris, dan lainlain.
Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Komisaris BPR yang pada
intinya mengawasi secara independen Dewan Direksi dalam
pengeloaan operasional BPR. Secara obyektif Komisaris menjalankan
tanggungjawabnya dalam rangka asas itikad baik dan GCG tercermin
dari independensinya mengawasi dan bebas dari berbagai tekanan dan
kepentingan. Komisaris melaksanakan tugas untuk kepentingan BPR
secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan BPR.
Komisaris memiliki peran yang signifikan dalam pelaksanaan GCG
pada BPR yang secara operasional dikelola Dewan Direksi untuk
40

secara berkesinambungan mengusahakan tingkat kesehatan BPR yang


terus meningkat dan berkelanjutan.
C. KESIMPULAN
Komisaris sebagai wakil pemegang saham bertanggungjawab
melaksanakan pengawasan secara independen dan fungsi kontrol dalam
kaitannya dengan prinsip GCG dan asas itikad baik terhadap Dewan
Komisaris dalam rangka tata pengelolaan bank untuk meningkatkan
kesehatan perbankan, termasuk BPR. Tugas dan tanggung jawab
Komisaris BPR dalam mengawasi Dewan Direksi untuk mencapai tujuan
utama BPR yaitu tercapainya kesehatan BPR.
Komisaris dengan itikad baik bersikap obyektif dan bebas dari
tekanan dan kepentingan pihak tertentu yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, memastikan penerapan GCG dengan baik pada
BPR, sehingga tercapainya Governance Outcome BPR. Komisaris
memiliki peran yang signifikan dalam pelaksanaan GCG dan
meminimalisasi terjadinya NPL pada BPR yang dikelola Dewan Direksi,
sehingga memberikan nilai investasi yang memuaskan pemegang saham
(shareholders).
41

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari teori yang telah disajikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Tingkat efisiensi bank umum maupun BPR belum mencapai efisiensi
sempurna (100%), dengan rata-rata tingkat efisiensi bank umum
selama periode penelitian (tahun 2009 sampai dengan 2011) adalah
sebesar 86%, sedangkan rata-rata tingkat efisiensi BPR adalah sebesar
87%. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa inefisiensi yang dialami
bank umum maupun BPR salah satunya disebabkan oleh pengeluaran
pada variabel input berupa personal expenses (biaya tenaga kerja) yang
berlebihan atau melebihi target optimal. Selain belum optimalnya
pengelolaan biaya tenaga kerja, BPR juga mengalami permasalahan
terkait iddle fund (dana menganggur).
2. a. Indeks Good Corporate Governance secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap jumlah dana pihak ketiga pada
bank umum syariah di Indonesia tahun 2010-2015.
b. Indeks Islamic social reporting secara parsial berpengaruh
signifikan positif terhadap jumlah dana pihak ketiga pada bank
umum syariah di Indonesia tahun 2010-2015.
c. Indeks Good Corporate Governance dan Indeks Islamic social
reporting secara simultan berpengaruh signifikan terhadap jumlah
dana pihak ketiga pada bank umum syariak di Indonesia tahun
2010-2015.
3. a. Komisaris sebagai wakil pemegang saham bertanggungjawab
melaksanakan pengawasan secara independen dan fungsi kontrol
dalam kaitannya dengan prinsip GCG dan asas itikad baik terhadap
Dewan Komisaris dalam rangka tata pengelolaan bank untuk
meningkatkan kesehatan perbankan, termasuk BPR. Tugas dan
tanggung jawab Komisaris BPR dalam mengawasi Dewan Direksi
42

untuk mencapai tujuan utama BPR yaitu tercapainya kesehatan


BPR.
b. Komisaris dengan itikad baik bersikap obyektif dan bebas dari
tekanan dan kepentingan pihak tertentu yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, memastikan penerapan GCG
dengan baik pada BPR, sehingga tercapainya Governance Outcome
BPR. Komisaris memiliki peran yang signifikan dalam pelaksanaan
GCG dan meminimalisasi terjadinya NPL pada BPR yang dikelola
Dewan Direksi, sehingga memberikan nilai investasi yang
memuaskan pemegang saham (shareholders).
3.2 Saran
Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang
menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan
kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
makalah ini.
Penulis dalam hal ini banyak berharap ibu, sudi memberikan kritik
dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah
ini kemudian dalam penulisan makalah di kesempatan-kesempatan
berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis
dan para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

https://garuda.ristekbrin.go.id/documents/detail/1041104
DOI: 10.20473/vol5iss20184pp264-279
https://garuda.ristekbrin.go.id/documents/detail/1402684
DOI: 10.14710/lr.v14i2.20871
https://garuda.ristekbrin.go.id/documents/detail/694323
DOI: 10.26905/jkdp.v18i2.810
https://universalbpr.co.id/blog/bpr-dan-bank-umum-mengenal-perbedaan-dan-
persamaannya/
https://skripsiyuk.com/kelebihan-dan-kekurangan-penggunaan-metode-penelitian-
kuantitatif-dan-kualitatif/
https://www.gurupendidikan.co.id/metodologi-penelitian/

Anda mungkin juga menyukai