Bab 3 Overview PPH
Bab 3 Overview PPH
PAJAK PENGHASILAN
Pendahuluan
Undang-undang No. 7 tentang Pajak Penghasilan (PPh) berlaku sejak 1 Januari 1984.
Undang-undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan
undang-undang nomor 36 tahun 2008.
Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan Pajak Penghasilan
terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam
tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh
penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-
undang PPh disebut Wajib Pajak. Wajib pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan
dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajaknya subjeknya dimulai atau berakhir pada
tahun pajak.
Undang-undang PPh menganut asas materiil, artinya penentuan mengenai pajak yang
terutang tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak.
Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima
atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subjek
pajak badan dalam negeri menjadi wajib pajak sejak saat didirikan, atau bertempat
kedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus
menjadi wajib pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber
dari Indonesia atau yang melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain,
wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang yang telah memenuhi kewajiban subjektif
dan objektif.
Perbedaan wajib pajak dalam dalam negeri dan wajib pajak luar negeri, antara lain adalah :
Wajib Pajak dalam negeri Wajib Pajak luar negeri
Dikenakan pajak atas penghasilan baik Dikenakan pajak hanya atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari yang berasal dari sumber penghasilan di
Indonesia dan dari luar indonesia. Indonesia
Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan
netto. Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan
Tarif pajak yang digunakan adalah tarif bruto
umum (tariff UU PPh pasal 17) Tarif pajak yang digunakan adalah tarif
sepadan (tarif UU PPh pasal 26)
Wajib menyampaikan SPT
Tidak wajib menyampaikan SPT.
Subjektif pajak dalam negeri orang Subjektif pajak dalam negeri orang
pribadi: pribadi:
Saat dilahirkan Saat meninggal
Saat berada di indonesia atau bertempat Saat meninggalkan indonesia untuk selama-
tinggal di indonesia lamanya
Subjektif pajak dalam negeri badan: Subjektif pajak dalam negeri badan:
Saat didirikan atau bertempat kedudukan di
Saat dibubarkan atau tidak bertempat
indonesia kedudukan di indonesia
Subjek pajak luar negeri melalui BUT: Subjek pajak luar negeri melalui BUT:
Saat menjalankan usaha atau melakukan Saat tidak lagi menjalankan usaha atau
kegiatan melalui BUT di indonesia melakukan kegiatan melalui BUT di
indonesia
Subjek pajal luar negeri tidak melalui Subjek pajal luar negeri tidak melalui
BUT: BUT:
Saat menerima atau memperoleh penghasilan
Saat tidak lagi menerima atau memperoleh
dari indonesia penghasilan dari indonesia
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pejabat lain dari Negara asing, dan orang-
orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-
sama mereka, dengan syarat :
Bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
OBJEK PAJAK
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapar dipakai untuk konsumsi atau utnuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk :
1. Pergantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, grafitasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-
undang ini;
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3. Laba usaha;
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
a) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
c) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pegambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
d) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan,
kecuali, yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan social termasuk yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
e) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagai atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan penegmbalian
utang;
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
8. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak;
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14. Premi asuransi;
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksus dalam Undang-undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
19. Surplus Bank Indonesia.
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti gaji,
honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaries, aktuaris, akuntan, pengacara, dan
sebagainya.
2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan.
3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga, dividen, royalty,
keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan sebagainya.
4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam
salah satu dari tiga kelompok penghasilan di atas, seperti:
a) Keuntungan karena pembebanan utang.
b) Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
c) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
d) Hadiah undian.
Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri,
yang menjadi Objek Pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.
Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi dihitung dari penghasilan netto – PTKP
Penghasilan kena pajak (WP orang pribadi ) = penghasilan netto- PTKP
Wajib Pajak orang pribadi dan badan yg memiliki peredaran usaha tertentu.
PPh Terutang = Tarif X PKP
= 1% X Peredaran Bruto
Besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
ditentukan dari penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan , menagih , dan
memelihara penghasilan termasuk:
1. Biaya secara langsung dan tidak langsung
2. Penyusutan atas pengeluaran
3. Iuran kepada dana pensiun yang telah didahkan oleh menteri keuangan
4. Kerugian karna penjualan
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing
6. Biaya penelitian pengembangan perusahaan yang dilakukan di indonesia
7. Biaya beasiswa,magang, pelatihan
8. Piutang yang nyata
9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang sudah diatur dengan
peraturan pemerintah
10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan
11. Biaya pembangunan insprastruktur sosial
12. Sumbangan fasilitas pendidikan
13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga
14. Kompensasi kerugian fiskal tahun sebelumnya( min 5 th)
Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan usaha
tetap tidak boleh dikurangkan:
1. Pembagian laba
2. Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi
3. Pembentukan atau pemupukan dana cabang kecuali
a. Cadangan piutang
b. Cadangan untuk usaha asuransi
c. Cadangan penjaminan
d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan
e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan
f. Cadangan biaya penutypan dan pemeliharaan tempat
4. Premi asuransi kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja
5. Penggantian atau imbalan
6. Jumlah yang melebihi kewajaran sebagai imbalan yang dibayarkan kepada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa.
7. Harta yang dihibahkan
8. Pajak penghasilan
9. Biaya yang dibebankan
10. Gaji
11. Sanksi administrasi
12. Biaya pengeluaran yang dikenakan PPH yang bersifat final dan bukan objek PPH
13. Biaya-biaya pengeluaran yang digunakan penghitungan penghasilan netto
TARIF PAJAK
Wajib pajak orang pribadi dalam negri
1. Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajip pajak orang pribadi
dalam negri adalah sebagai berikut
Lapisan penghasilan kena pajak Tarif pajak
Sampai dengan Rp.50.0000.000,00 5%
Di atas Rp 50.0000.000,00 sampai dengan
15%
Rp 250.0000.000,00
Diatas 250.0000.000,00 sampai dengan Rp.
25 %
500.0000.000,00
Diatas Rp. 500.0000.000,00 30%
2. Wajib pajak badan usaha dalam negri dan bentuk usaha tetap
a. Sedangkan tarif pajak yang di terapkan untuk penghasilan kena pajak untuk wajib pajak
badan dalam negri dan bentuk usaha tetap Adalah sebesar 28 % .
b. Sedangkan tarif pajak yang di terapkan untuk penghasilan kena pajak untuk wajib pajak
badan dalam negri mulai berlaku sejak tahun pajak 2010 diturunkan menjadi 25 %
c. Wajib pajak badan dalam negri berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40 % dari
jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di indonesia dan
memenuhi persyaratan tertentu lainnya memperoleh tarif sebesar 5 %
d. Wajib pajak badan dalam negri dengan peredarfan bruto sampai dengan Rp.50.0000.000,00
mendapat fasilitas pengurangan tarif 50 % yang dikenakan atas penghasilan kenapajak dari
bagian peredaran bruto sampai dengan Rp.4.800.000.000,00.
Contoh:
Gunawan pada tahun 2010 mempunyai PKP sebesar Rp.241.850.600,00 besarnya pajak
penghasilan yang harus dibayar atau terutang oleh gunawan adalah:
Penghasilan kena pajak Rp.241.850.000,00
(dibulatkan kebawah hingga ribuan penuh)
Pajak penghasilan yang harus dibayar :
5% x Rp. 50.000.000,00= Rp. 2.500.000,00