Anda di halaman 1dari 5

BAB I

LATAR BELAKANG

A. Latar Belakang
Penyakit gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif
dan ireversibel, dimana tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme serta
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (Smeltzer; at all,
2010). Gagal ginjal kronik adalah keadaan penurunan fungsi ginjal secara progresif
serta permanen yang dapat diakibatkan oleh berbagai macam penyakit (Garwood,
2008).
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit gagal ginjal kronik
telah menyebabkan kematian pada 850.000 orang setiap tahunnya. Angka tersebut
menunjukkan bahwa penyakit gagal ginjal kronik menduduki peringkat ke-12
tertinggi sebagai penyebab angka kematian dunia (Dharma, 2015).
Menurut Riskesdas 2018 prevalensi penyakit ginjal kronik atau PGK
(permil) berdasarkan diagnosis dokter pada umur ≥ 15 tahun tertinggi pada
kelompok umur 65 – 74 tahun (8,23%), diikuti dengan kelompok umur ≥75 tahun
(7,48%), kelompok umur 55 – 64 tahun (7,21%), kelompok umur 45 – 54 tahun
(5,64%) dan paling rendah terdapat pada kelompok umur 15 – 24 tahun (1,33%).
Prevalensi (permil) pada laki-laki (4,17%) lebih tinggi dari perempuan (3,52%).
Prevalensi (permil) pada masyarakat perkotaan (3,85%) lebih tinggi 0,01% dari
masyarakat pedesaan (3,84%). Jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013
prevalensi penyakit gagal ginjal kronik di Indonesia meningkat dari 2% menjadi
3,8% (Kemenkes RI, 2018). Provinsi Lampung memiliki prevalensi penyakit gagal
ginjal kronik menurut Riskesdas 2013 sebesar 0,3% (Kemenkes RI, 2013).
Sedangkan pada tahun 2018 prevalensi gagal ginjal kronik berdasarkan diagnosis
dokter pada penduduk umur ≥15 tahun di Provinsi Lampung sebesar 0,39%
(Kemenkes RI, 2018)
Gagal Ginjal Kronik menimbulkan berbagai komplikasi, salah satu
komplikasi yang paling ditakutkan adalah Penyakit Jantung Koroner. Penyakit
Jantung Koroner adalah penyakit multifaktorial yang disebabkan oleh proses

1 Politeknik Kesehatan Tanjungkarang


2

deposisi plaque ateroma dan penyempitan progresif dari arteri yang menyuplai
darah ke otot jantung, sehingga aliran darah dalam pembuluh koroner tidak adekuat
lagi, dengan demikian dinding otot jantung mengalami iskemia di mana oksigen
bagi otot jantung tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sel-selnya
(USRD, 2007). Komplikasi gagal ginjal kronik disebabkan oleh akumulasi berbagai
zat yang normalnya diekskresi oleh ginjal, serta produksi vitamin D dan
eritropoietin yang tidak adekuat oleh ginjal (O’Callaghan, 2009).
Disfungsi atau kegagalan fungsi ginjal berat yang ditemukan pada pasien
seringkali disertai dengan kondisi disfungsi organ lain. Disfungsi organ yang paling
sering ditemukan bersama dengan disfungsi ginjal adalah disfungsi organ jantung.
Kedua organ ini saling berinteraksi dalam memelihara volume darah dan stabilitas
hemodinamik (Bock, 2010). Interaksi antara kedua organ ini mengakibatkan
terjadinya sindrom yang dapat meningkatkan morbiditas, mortalitas, kompleksitas,
dan biaya perawatan. Sindrom tersebut dikenal sebagai sindrom kardiorenal yang
didefinisikan secara umum sebagai gangguan jantung dan ginjal di mana disfungsi
akut atau kronik salah stau organ dapat menginduksi disfungsi akut atau kronik
organ lainnya (House, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan derajat keparahan gagal
ginjal kronik dengan kejadian penyakit jantung koroner di RSUP Dr. Kariadi
Semarang menunjukkan hasil yaitu adanya hubungan bermakna antara keparahan
gagal ginjal kronik dengan kejadian penyakit jantung koroner yang berarti semakin
meningkatnya derajat keparahan gagal ginjal kronik maka semakin signifikan
terjadinya penyakit jantung koroner (Sagita; dkk, 2018).
Saat ini hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak
dilakukan dan jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun (Andrini, 2016).
Proporsi pernah/sedang cuci darah pada penduduk berumur ≥ 15 tahun yang pernah
didiagnosis penyakit gagal ginjal kronik di Indonesia pada tahun 2018 yaitu sebesar
19,3%. Sedangkan proporsi pernah/sedang cuci darah pada penduduk berumur ≥ 15
tahun yang pernah didiagnosis penyakit gagal ginjal kronik di Lampung pada tahun
2018 yaitu sebesar 16,64% (Kemenkes RI, 2018).
Hemodialisis adalah proses pertukaran zat terlarut dan produk sisa tubuh.
Zat sisa yang menumpuk pada pasien PGK ditarik dengan mekanisme difusi pasif

Politeknik Kesehatan Tanjungkarang


3

membran semipermeabel. Perpindahan produk sisa metabolik berlangsung


mengikuti penurunan gradien konsentrasi dari sirkulasi ke dalam dialisat. Dengan
metode tersebut diharapkan pengeluaran albumin yang terjadi pada pasien PGK
dapat diturunkan, gejala uremia berkurang, sehingga gambaran klinis pasien juga
dapat membaik (Liu, 2010). Tujuan utama hemodialisis adalah menghilangkan
gejala yaitu mengendalikan uremia, kelebihan cairan, dan ketidakseimbangan
elektrolit yang terjadi pada pasien CKD. Hemodialisis terbukti efektif
mengeluarkan cairan, elektrolit dan sisa metabolisme tubuh, sehingga secara tidak
langsung dapat memperpanjang umur pasien (Kallenbach; at all, 2005).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Chikarrani; dkk (2019) asupan
cairan yang berlebih pada penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa rutin
mempengaruhi edema sebesar 8,7 kali. Asupan natrium yang berlebih pada
penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa rutin mempengaruhi edema
sebesar 4,1 kali. Serta asupan kalium yang berlebih pada penderita gagal ginjal
kronik dengan hemodialisa rutin mempengaruhi edema sebesar 3,4 kali.
Menurut Anggraeni (2015) pasien hemodialisis beresiko mengalami
malnutrisi terutama malnutrisi energi protein. Prevalensi malnutrisi diperkirakan
sebesar 18-75% pada pasien hemodialisis. Malnutrisi dapat meningkatkan resiko
terjadinya morbiditas dan mortalitas (Gunes, 2013). Gizi kurang yang terjadi pada
pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis (PGKHD) seharusnya
dapat diperbaiki dengan memenuhi kebutuhan nutrisinya.
Penatalaksanaan diet penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis bertujuan
untuk mencegah defisiensi zat gizi, mempertahankan dan meperbaiki status gizi,
menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan menjaga agar akumulasi produk
sisa metabolisme tidak berlebih (Persagi dan AsDI, 2020).
Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) adalah pendekatan sistematik dalam
memberikan pelayanan asuhan gizi yang berkualitas yang dilakukan oleh tenaga
gizi, melalui serangkaian aktivitas yang terorganisir yang meliputi identifikasi
kebutuhan gizi sampai pemberian pelayanannya untuk memenuhi kebutuhan gizi
(Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan studi
kasus dengan judul “Penatalaksanaan Asuhan Gizi Terstandar pada Pasien Gagal

Politeknik Kesehatan Tanjungkarang


4

Ginjal Kronik dengan Hemodialisis dan Penyakit Jantung Koroner di RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2020”.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana melaksanakan asuhan gizi terstandar pada pasien gagal ginjal
kronik dengan hemodialisis dan penyakit jantung koroner di RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2020?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk dilakukannya Penatalaksanaan
Asuhan Gizi Terstandar pada Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis
dan Penyakit Jantung Koroner di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung Tahun 2020.

2. Tujuan Khusus
a. Dilakukannya skrining gizi pada pasien gagal ginjal kronik dengan
hemodialisis dan penyakit jantung koroner.
b. Dilakukannya asesmen gizi pada pasien gagal ginjal kronik dengan
hemodialisis dan penyakit jantung koroner.
c. Ditentukannya diagnosis gizi pada pasien gagal ginjal kronik dengan
hemodialisis dan penyakit jantung koroner.
d. Ditentukannya intervensi gizi pasien gagal ginjal kronik dengan
hemodialisis dan penyakit jantung koroner.
e. Dilakukannya monitoring asuhan gizi yang telah diberikan kepada
pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis dan penyakit jantung
koroner.
f. Dilakukannya evaluasi asuhan gizi pada pasien gagal ginjal kronik
dengan hemodialisis dan penyakit jantung koroner.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah
pengetahuan, keterampilan dan mengembangkan ilmu kesehatan dibidang gizi

Politeknik Kesehatan Tanjungkarang


5

terutama dalam memberikan pelayanan gizi pada pasien gagal ginjal kronik
dengan hemodialisis dan penyakit jantung koroner di RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung.

2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta
meningkatkan keterampilan dalam melaksanakan penatalaksanaan asuhan
gizi terstandar pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis dan
penyakit jantung koroner.

b. Bagi Rumah Sakit


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan kepada instansi
untuk dapat meningkatkan perannya dalam melaksanakan asuhan gizi
terstandar pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis dan
penyakit jantung koroner.

c. Bagi Institusi Pendidikan


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dan
referensi bagi kalangan yang akan melakukan penelitian lebih lanjut
dengan topik yang berhubungan dengan judul penelitian.

E. Ruang Lingkup
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
studi kasus dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan asuhan
gizi terstandar pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis dan penyakit
jantung koroner. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung tahun 2020 pada bulan Februari 2020 dengan sampel penelitian
adalah pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis dan penyakit jantung
koroner. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah status gizi, nilai
laboratorium, perkembangan data klinis seperti tekanan darah, mual, muntah,
asupan zat gizi, serta riwayat personal yang dikaji, dimonitoring dan dievaluasi.
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif.

Politeknik Kesehatan Tanjungkarang

Anda mungkin juga menyukai