Nim: 201820100030 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Virus Corona (COVID-19) dua bulan terakhir ini menjadi topik permasalahan di dunia internasional sehingga sangat berpengaruh terhadap perekonomian dunia termasuk Indonesia. Permasalahan tersebut terjadi pada sektor pariwisata yang mengalami penurunan sangat drastis akibat pelarangan penerbangan sementara oleh Pemerintah Indonesia dari dan ke Tiongkok serta perdagangan ekspor dan impor IndonesiaChina terutama pada komoditas buah-buahan dan hewan. Menurut Ketua Umum Asosiasi Eksportir Sayur dan Buah Indonesia (AESBI), Hasan Johnny Widjaja, sejak ada kabar tentang Virus Corona, para pembeli di China langsung menghentikan pembelian. Para eksportir buah yang paling 'menangis' adalah mereka yang melakukan penjualan atau pengiriman barang dengan skema CNF (Cost and Freight/CFR) atau pembayaran yang dilakukan setelah barang tiba di pelabuhan tujuan ekspor. Bahkan ada yang sudah mengirim barang di kapal, namun di tengah perjalanan terjadi pembatalan . Tak hanya impor, beberapa produk ekspor Indonesia ke China juga berpotensi melemah. Secara otomatis, Negeri Tirai Bambu tersebut akan mengurangi jumlah permintaannya. Terlebih lagi secara global banyak pabrik di China yang mengurangi produksi karena penduduk tidak bisa bekerja akibat Virus COVID-19 ini . Pada kenyataannya, tidak semua produk impor mengalami penghentian. Impor elektronik sampai saat ini masih berjalan kecuali hewan hidup dan buah-buahan. Larangan impor ini diambil untuk mengantisipasi penyebaran Virus Corona dari hewan. Pasalnya, penyebaran virus yang menewaskan ribuan orang di China itu diduga tak hanya melalui manusia saja melainkan juga hewan. Terkait dengan dampak perdagangan yang disebabkan oleh penyebaran Virus Corona, menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto, belum ada dampak signifikan Virus Corona terhadap kinerja perdagangan Januari 2020 . Pihaknya belum dapat mengungkapkan secara detail terkait angka ataupun realisasi ekspor dan impor antara Indonesia dan China pada Februari 2020 karena masih berjalan hingga saat ini. Sementara itu, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sebesar US$ 860 juta per Januari 2020. Defisit tersebut disebabkan posisi neraca ekspor sebesar US$ 13,41 miliar, lebih rendah dari neraca impor yang mencapai US$ 14,28 miliar. Berdasarkan nilai impor, tercatat total nilai impor non migas dari tiga belas negara sela%ma Januari 2020 adalah sebesar US$9,67 miliar. Angka tersebut turun 3,14% dibanding Desember 2019. Kondisi ini disebabkan oleh turunnya nilai impor pada beberapa negara utama, salah satunya adalah China sebesar 3,08% menjadi US$ 125,2 juta. Sementara untuk negara lainnya, Thailand dari 14,14% menjadi US$ 104,5 juta dan Australia dari 26,36% menjadi US$ 86,9 juta. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang diajukan adalah : Bagaimana peran pemerintah dalam menstabilkan neraca perdagangan internasional saat pandemic covid-19? 3. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah, tujuan artikel ini untuk mengetahui peran pemerintah dalam menstabilkan neraca perdagangan internasional saat pandemic covid-19 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Perdagangan Internasional Pada proses awalnya perdagangan internasional merupakan pertukaran dalam arti perdagangan tenaga kerja dengan barang jasa lainnya, yang selanjutnya diikuti dengan perdagangan barang dan jasa sekarang (saat terjadinya transaksi) dengan kompensasi barang dan jasa di kemudian hari (Halwani, 2002:17). Akhirnya berkembang hingga pertukaran antarnegara/internasional dengan aset-aset yang mengandung risiko seperti saham, valuta asing, dan obligasi yang saling menguntungkan kedua belah pihak, bahkan semua negara yang terkait di dalamya sehingga memungkinkan setiap negara melakukan diversifikasi atau penganekaragaman kegiatan perdagangan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka. Perdagangan internsional merupakan suatu cara untuk meningkatkan kemakmuran suatu bangsa, antara lain karena hal- hal berikut (Sobri, 2011:2): 1. Tidak semua negara memiliki peralatan produksi ataupun kondisi ekonomi yang sama, kualitas (mutu) maupun kuantitas (jumlahnya) 2. Dari ketidaksamaan kondis- kondisi tersebut, terjadilah perbedaan biaya-biaya produksi suatu barang antar negara yang satu dengan negara lain. Suatu negara mungkin lebih beruntung mengimpor suatu barang daripada menghasilkannya sendiri. Dengan adanya perdagangan, suatu negara dapat memperoleh sejumlah barang dengan harga yang lebih murah daripada bila menghasilkan sendiri di dalam negeri. Keuntungan lain yang timbul dari adanya perdagangan, suatu negara dapat menghindarkan diri dari jenis produksi suatu barang yang harga biayanya relatif tinggi karena kurangnya (scarce) faktor-faktor produksi yang diperlukan tersedia secara cukup, dan kemudian berdagang. Dengan timbulnya perdagangan, negara-negara yang bersangkutan akan saling dapat memperoleh sejumlah barang dengan total cost lebih rendah. 2. Ekspor dan Impor Dalam perdagangan internasional tentunya tidak terlepas dengan kegiatan ekspor dan impor. Ekspor (exports) adalah barang dan jasa yang diproduksi dalam negeri untuk dijual ke luar negeri, sedangkan impor (imports) adalah barang dan jasa yang diproduksi di luar negeri untuk dijual di dalam negeri (Mankiw, 2014:170). Ekspor neto (net exports) setiap negara adalah nilai ekspor negara tersebut dikurangi dengan nilai impornya. Ada banyak faktor yang mempengaruhi ekspor, impor, dan ekspor neto suatu negara. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut (Mankiw, 2014: 170): 1. Selera konsumen untuk barang-barang produksi dalam dan luar negeri. 2. Harga barang di dalam negeri dan luar negeri 3. Nilai tukar dimana orang-orang dapat menggunakan mata uang domestik untuk membeli mata uang asing 4. Pendapatan konsumen di dalam dan luar negeri 5. Biaya transportasi barang dari suatu negara ke negara lain 6. Kebijakan pemerintah terhadap perdagangan internasional. BAB 3 PEMBAHASAN Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah sehingga mampu menghasilkan berbagai macam komoditas.Indonesia sangat bergantung dengan sumber daya alam yang dimiliki, kekayaan tersebut dapat dikelola dengan menjaga mutu komoditi produk yang akan diperdagangkan di kancah internasional. Komoditas non migas memiliki potensi yang besar untuk menghasilkan devisa dan menjadi industri yang strategis.Beberapa sektor komoditas non migas yaitu pertambangan, perkebunan dan industri. Motivasi utama melakukan perdagangan adalah memperoleh keuntungan yang timbul dengan adanya perdagangan internasional. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi China. Jika ekonomi China mengalami pelambatan sebesar 1-2%, maka akan berdampak pada menurunnya ekonomi Indonesia sebesar 0,1- 0,3% terhadap ekonomi Indonesia (katadata.co.id,). Pembatasan keluar masuknya barang dari dan/atau ke China serta banyaknya usaha atau pabrik yang tutup akibat wabah virus corona membuat perekonomian China menjadi terganggu. Mengingat China merupakan negara yang perekonomiannya sangat berpengaruh di dunia, maka hal tersebut pasti juga akan berdampak pada perekonomian negara lain yang menjadi mitra dagangnya, salah satunya Indonesia. China merupakan mitra dagang utama Indonesia dan negara asal impor dan tujuan ekspor nonmigas terbesar Indonesia. Total ekspor ke China tahun 2019 mencapai USD25,85 miliar, sedangkan impor mencapai USD44,58 miliar (katadata. co.id). Namun berdasarkan data yang dikeluarkan BPS, ekspor nonmigas pada Januari 2020 mengalami penurunan jika dibandingkan Desember 2019. Penurunan ini terjadi ke sebagian besar negara tujuan utama, salah satunya yaitu China yang mencapai USD211,9 juta atau turun 9,15%. Sedangkan nilai impor nonmigas pada Januari 2020 juga ikut menurun. Total nilai impor nonmigas selama Januari 2020 sebesar USD9.670 juta atau turun sebesar USD313,5 juta atau turun 3,14% dibandingkan Desember 2019. Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya nilai impor nonmigas dari beberapa negara utama, salah satunya China dari USD4,07 miliar menjadi USD3,94 miliar atau turun 3,08%. Wabah virus corona di China juga diduga berdampak pada 20 perdagangan pertanian Indonesia. Selama ini ekspor minyak kelapa sawit merupakan salah satu kontributor ekspor terbesar ke China. Namun bulan Februari 2020, realisasinya hanya mencapai 84.000 ton. Angka ini sangat jauh jika dibandingkan dengan realisasi di bulan sebelumnya yaitu Januari 2020 sebesar 487.000 ton dan pada periode yang sama tahun 2019 yang mencapai 371.000 ton (finance.detik. com). Dari sisi impor pangan, Indonesia yang memiliki ketergantungan bawang putih dari China, hanya dapat mengimpor bawang putih dari China sebesar 23.000 ton pada Februari 2020. Angka ini juga turun drastis jika dibandingkan dengan impor tahun sebelumnya yang mencapai 583.000 ton (finance.detik.com). Pada Februari 2020, penurunan impor terbesar dari China juga terlihat pada komoditas buah-buahan. Adapun impor komoditas buah-buahan turun signifikan sebesar 78,88% dari USD160,4 juta menjadi USD33,9 juta (katadata.co.id). Sebagai pangsa ekspor China, Indonesia turut terkena dampak yang kemudian berpengaruh pada neraca perdagangan Indonesia Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia perlu melakukan diversifikasi pasar ekspor negara tujuan utama, seperti negaranegara di Afrika atau Amerika Selatan (Kompas). Selain itu, pemerintah juga perlu mengoptimalkan penggunaan produksi dalam negeri yang dapat memenuhi permintaan kebutuhan di pasar domestik (money.kompas. com). Sudah saatnya Indonesia mengurangi ketergantungannya pada barangbarang impor dari China. Untuk perdagangan produk pertanian, saat ini Kementerian Pertanian sudah berupaya membuat langkah kebijakan untuk mengantisipasi penurunan ekspor pertanian ke China. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melakukan koordinasi dengan para eksportir agar dapat memanfaatkan pasar ekspor alternatif (finance.detik.com).