Anda di halaman 1dari 46

USULAN PENELITIAN

PENGARUH TINGKAT HUNIAN HOTEL, JUMLAH KUNJUNGAN


WISATAWAN, DAN JUMLAH DAYA TARIK WISATA TERHADAP
PENDAPATAN SEKTOR PARIWISATA DI KAWASAN SARBAGITA
PROVINSI BALI
Usulan Penelitian Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyusun
Skripsi S1 Program Studi Ekonomi Pembangunan

Acc untuk diseminarkan 21 Desember


2020

Diajukan Oleh :
KADEK DITA PRAMANA
1707512035

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keberhasilan pengembangan sektor pariwisata, berarti akan meningkatkan

perannya dalam penerimaan daerah, dimana kepariwisataan merupakan

komponen utamanya yang memperhatikan juga faktor-faktor yang

mempengaruhinya, seperti: jumlah obyek wisata yang ditawarkan, jumlah

wisatawan yang berkunjung baik domestik maupun internasional dan tingkat

hunian hotel (Pendit, 2003).

Pariwisata yang berkembang saat ini di Bali merupakan sektor yang

sangat penting dalam kehidupan masyarakat, Bali merupakan tempat kunjungan

wisata yang menarik untuk dikunjungi dan terkenal akan keindahan alamnya,

Kebudayaan masyarakat Bali yang unik, yang berbeda dengan masyarakat

Indonesia pada umumnya.

Luas wilayah provinsi Bali adalah 5.636,66 Km2. Provinsi Bali terbagi

atas 8 kabupaten, dan 1 kota, serta terdiri dari 55 kecamatan, dan 701

desa/kelurahan di provinsi Bali yang terkenal sebagai kawasan pariwisata

Sarbagita. Empat kabupaten/kota ini merupakan daerah favorit untuk dikunjungi

wisatawan. Menurut Mostafa dan Shah Alam Kabir Pramanik (2015), sektor

pariwisata merupakan sektor yang terintergrasi yang meliputi budaya, keindahan

pemandangan, tempat arkeologi dan sejarah, sosial politik dan pembangunan

infrakstuktur.

1
Menurut Purwanti dan Dewi (2014), pengaruh jumlah kunjungan

wisatawan sangat berarti untuk pengembangan industri pariwisata dan pendapatan

asli daerah sehingga wisatawan. Banyak wisatawan yang berkunjung menjadikan

sektor pariwisata berpotensi meningkatkan pendapatan asli daerah melalui

pendapatan sektor pariwisata.

Tingkat hunian hotel merupakan suatu keadaan sampai sejauh mana

jumlah kamar yang terjual, jika dibandingkan dengan seluruh jumlah kamar yang

mampu untuk dijual (Austriana, 2005). Menurut Abdullah dan Mohd Hairil

Hamdan (2012), untuk dapat bertahan dalam persaingan, sangat penting bagi

operator hotel untuk secara kontisten meningkatkan faktor internal mereka untuk

mencapai kesuksesan dalam mencapai tingkat hunian hotel yang diinginkan,

karena merupakan tolok ukur meningkatkan pendapatan yang diterima. Dengan

tersedianya kamar hotel yang memadai, para wisatawan tidak segan untuk

berkunjung ke suatu daerah, terlebih jika hotel tersebut nyaman untuk disinggahi.

Oleh karena itu, industri pariwisata terutama kegiatan yang berkaitan dengan

penginapan yaitu hotel, akan memperoleh pendapatan yang semakin banyak

apabila wisatawan tersebut semakin lama menginap (Rudi, 2001). Para wisatawan

akan merasa lebih aman, nyaman, dan betah untuk tinggal lebih lama di daerah

tujuan wisata. Industri pariwisata terutama kegiatan yang berkaitan dengan

penginapan akan memperoleh pendapatan yang semakin banyak apabila

wisatawan itu menginap lebih lama (Sari, 2013).

Selama kurun waktu 2012-2019 jumlah tingkat hunian hotel di Kawasan

Sarbagita disajikan pada pada Tabel 1.1. Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dijelaskan

2
tingkat penghunian kamar hotel/akomodasi di Kawasan Sarbagita, tahun 2014-

2019 pada hotel bintang tertinggi pada tahun 2018 dimana di Kabupaten Badung

tingkat hunian hotel sebesar 67,64 dan hotel non bintang tertinggi pada tahun

2017 di Kabupaten Badung sebesar 51,81. Tingginya tingkat hunian hotel akan

mempengaruhi tingkat pendapatan yang diterima pihak hotel. Hal ini diharapkan

memberikan dampak positif bagi perekonomian. Dengan kembali meningkatnya

tingkat hunian hotel diharapkan juga disertai meningkatnya fasilitas-fasilitas yang

tersedia di hotel.

Tabel 1.1 Tingkat Hunian Hotel Bintang dan Non Bintang di Kawasan
Sarbagita Tahun 2014-2019
Hotel Bintang (%)
Kabupaten/Kota
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Badung 61.43 62.33 63.38 66.75 67.64 63.93
Gianyar 56.3 50.7 57.22 47.68 53.69 49.85

Denpasar 62.26 61.76 59.97 61.02 66.08 57.69


Tabanan 51.67 55.8 52.87 46.54 49.59 47.47
Jumlah 231.66 241.65 233.44 221.99 237 218.94

Hotel Non Bintang (%)


Kabpaten/Kota 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Badung 43.26 43.73 50.47 51.81 47.78 45.58
Gianyar 33.9 38.96 36.96 42.74 45.16 42.96

Denpasar 24.07 30.65 28.24 33.57 27.41 28.81


Tabanan 26.7 33.65 30.84 29.87 29.7 30.17
Jumlah 127.93 146.72 146.51 158.17 150.05 147.52
Sumber: BPS Provinsi Bali (diolah)

Selain itu Provinsi Bali merupakan destinasi kunjungan pariwisata di

Indonesia, dimana di Kawasan Sarbagita merupakan daerah yang mengandalkan

seni, budaya dan keindahan alamnya didalamnya ada keragaman produk dan

potensi pariwisata yang ada di tambah tersedianya fasilitas penunjang pariwisata

3
yang memadai seperti penginapan, fasilitas rekreasi, tempat dan atraksi wisata,

bermanfaat sebagai pengenalan sektor pariwisata kepada wisatawan yang datang

akan meningkatkan penerimaan daerah dalam sektor pariwisata.

Wisatawan adalah orang-orang yang melakukan kegiatan wisata (Undang-

Undang Nomor 10 tahun 2009). Jadi dalam pengertian ini wisatawan adalah

semua orang yang melakukan perjalanan wisata disebut wisatawan. Jumlah

kunjungan wisatawan merupakan salah satu indikator untuk mengukur

keberasilan industri pariwisata yang memberikan dampak kepada masyarakat dan

pemerintah. Jumlah kunjungan wisatawan akan berdampak terhadap kondisi

sosial ekonomi masyarakat lokal dikelompokan oleh Cohen (Pitana dan Diarta,

2009:185) menjadi delapan kelompok besar, yaitu (1), dampak terhadap

penerimaan devisa (2) dampak terhadap pendapatan masyarakat, (3) dampak

terhadap kesempatan kerja, (4) dampak terhadap harga-harga, (5) dampak

terhadap distribusi Manfaat/keuntungan, (6) dampak terhadap kepemilikan dan

kontrol, (7) dampak terhadap pembangunan pada umumnya, (8) dampak terhadap

pemerintah daerah.

Perkembangan sektor pariwisata juga membantu mempercepat proses

pertumbuhan ekonomi. Pariwisata bisa dikatakan sebagai penggerak dari sektor-

sektor lain seperti sektor industri dan jasa. Melonjaknya kunjungan wisatawan ke

Provinsi Bali berpotensi memberikan pengaruh bagi sektor lain. Dengan adanya

pariwisata daerah tujuan wisata akan memperoleh pendapatan yang bersumber

dari Daya Tarik Wisata.

Daya Tarik Wisata (DTW) merupakan tempat yang menjadi sasaran

4
utama bagi wisatawan berkunjung. Menurut Sudibya (2004:262) Daya Tarik

Wisata dibedakan menjadi 3 macam, yaitu daya tarik alam, daya tarik budaya dan

daya tarik buatan manusia.

Meningkatnya penerimaan pendapatan DTW maka maka meningkat juga

kontribusi yang dapat diberikan terhadap Pendapatan Asli daerah (PAD). Ini

diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2014) menyatakan

bahwa pendapatan obyek wisata berpengaruh positif dan signifikan terhadap

pendapatan asli daerah di kabupaten Gianyar dan penelitian yang dilakukan oleh

Wijaya dan Sudiana (2016) menyatakan bahwa restribusi obyek wisata

berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah. Apabila jumlah kunjungan

wisatawan meningkat maka pendapatan asli daerah akan mengalami peningkatan.

Kerjasama pemerintah daerah, pengelola dan masyarakat sekitar sangat

diperlukan dalam melakukan promosi dengan mengadakan event/kegiatan sebagai

cara untuk menarik minat wisatawan berkunjung. Dalam memperbesar

penerimaan dari sektor DTW maka pemerintah perlu mengembangkan dan

memfasilitasi tempat pariwisata agar dapat memberikan sumbangan bagi

pembangunan ekonomi (Wijaya dan Sudiana, 2016). Selain itu, kegiatan

mempromosikan potensi pariwisata dapat dijadikan sebagai usaha meningkatkan

perekonomian daerah (Binns dan Nel, 2002).

Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas

utama dalam rangka memperbaiki struktur ekonomi daerah serta dapat

meningkatkan kemandirian dan daya saing, dengan demikian pendapatan daerah

sektor pariwisata diharapkan mampu memberikan kontribusi yang cukup besar

5
terhadap PAD. Pendapatan sektor pariwisata merupakan pendapatan yang

diperoleh daerah melalui kegiatan pariwisata yang di pungut melalui pajak dan

retribusi. Seperti retribusi obyek rekreasi dan olahraga, pajak hotel dan restoran,

pajak hiburan dan lainnya dengan satuan rupiah.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya dapat

diketahui bahwa tingkat hunian hotel, jumlah wisatawan, jumlah daya tarik wisata

berpengaruh terhadap kenaikan pendapatan daerah sektor pariwisata. Sehingga

penulis tertarik untuk melihat pengaruh tingkat hunian hotel, jumlah wisatawan

dan jumlah daya tarik wisata terhadap pendapatan sektor pariwisata di kawasan

Sarbagita.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka pokok permasalahan

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Apakah tingkat hunian hotel, jumlah kunjungan wisatwan dan jumlah daya

tarik wisata tidak berpengaruh secara simultan terhadap pendapatan sektor

pariwisata di Kawasan Sarbagita?

2) Bagaimana pengaruh tingkat hunian hotel, jumlah kunjungan wisatwan dan

jumlah daya tarik wisata secara parsial terhadap pendapatan sektor pariwisata

di Kawasan Sarbagita?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan

sebelumnya, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut. :

6
1) Untuk menganalisis pengaruh tingkat hunian hotel, jumlah kunjungan

wisatwan dan jumlah daya tarik wisata secara simultan terhadap pendapatan

sektor pariwisata di Kawasan Sarbagita.

2) Untuk menganalisis pengaruh tingkat hunian hotel, jumlah kunjungan

wisatwan dan jumlah daya tarik wisata secara parsial terhadap pendapatan

sektor pariwisata di Kawasan Sarbagita.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan, baik bersifat akademis

maupun praktis. Adapun manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1) Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan dan memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai

pengaruh Tingkat hunian hotel, jumlah kunjungan wisatwan dan jumlah daya

tarik wisata secara simultan pendapatan sektor pariwisata di Kawasan

Sarbagita.

2) Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk para

akedemisi maupun para pemerhati ekonomi agar dapat memberikan

pemahaman yang lebih komprehensif terkait dengan Tingkat hunian hotel,

jumlah kunjungan wisatwan dan jumlah daya tarik wisata secara parsial

tehadap pendapatan sektor pariwisata di Kawasan Sarbagita.

7
BAB II

KAJIAN PUSTAKA , KRANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS


PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pariwisata dan Pembangunan Ekonomi

Pengertian Pariwisata menurut A.J Burkat dalam Damanik (2006),

pariwisata adalah proses perpindahan orang untuk sementara dan dalam jangka

waktu pendek ke tujuan-tujuan diluar tempat dimana mereka biasa hidup dan

berkerja serta kegiatan-kegiatan mereka selama tinggal di suatu tempat tujuan.

Menurut Mathieson dan Wall dalam Pitana dan Gayatri (2005), bahwa

pariwisata adalah kegiatan perpindahan orang untuk sementara waktu ke destinasi

diluar tempat tinggal dan tempat bekerjanya dan melaksanakan kegiatan selama di

destinasi dan juga penyiapan-penyiapan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan

mereka.

Undang-Undang No 10 tahun 2009, menyebutkan pariwisata adalah segala

sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk obyek dan daya tarik wisata

serta usaha-usaha yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata, dengan

demikian pariwisata meliputi: (1) Semua kegiatan berhubungan dengan

perjalanan wisata, (2) Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata, (3) Pengusahaan

jasa dan pariwisata.

Pembangunan pariwisata di Indonesia pada dasarnya menggunakan

konsep pariwisata budaya (cultural Tourism) seperti telah ditetapkan dalam

Undang-Undang No. 9 Tahun 1990. Dimana tujuan pengembangan pariwisata

8
tersebut adalah: 1) Memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan dan

meningkatkan mutu obyek dan daya tarik wisata; 2) Memupuk rasa cinta tanah air

dan meningkan persahabatan antar bangsa; 3) Memperluas dan memeratakan

kesempatan berusaha dan lapangan kerja; 4) Meningkatkan pendapatan nasional

dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat; 5)

Mendorong pendayagunaan produksi nasional.

Untuk mengukur pengaruh pariwisata terhadap perekonomian suatu

wilayah/daerah dapat dilakukan dengan pendekatan pengeluaran pariwisata

(tourist expenditure) dan pendekatan permintaan pariwisata (tourist demand)

terhadap barang dan jasa Pengeluaran wisatawan adalah pengeluaran yang

dilakukan wisatawan selama melakukan perjalanan wisata. Pengeluaran

wisatawan dapat berupa akomodasi, konsumsi makanan, angkutan wisata, atau

jasa-jasa lainnya. Permintaan langsung wisatawan dapat digunakan untuk melihat

kontribusi wisata terhadap PDRB (BPS, 2001)

2.1.2 Wisatawan

Banyaknya wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata

tertentu menjadi salah satu bukti bahwa daerah tersebut mempunyai daya tarik

wisata yang besar. Ada beberapa ahli yang mencoba untuk mendefinisikan kata

wisatawan salah satunya adalah Sammeng. Dalam Nasrul (2010), wisatawan

menurut Sammeng yaitu:

“Orang yang melakukan perjalanan atau kunjungan sementara secara

sukarela ke suatu tempat di luar lingkungan tempat tinggalnya sehari-hari untuk

maksud tertentu dan tidak memperoleh penghasilan tetap di tempat yang

9
dikunjunginya”.

Pacific Area Travel Association memberi batasan bahwa wisatawan

sebagai orang-orang yang sedang mengadakan perjalanandalam jangka waktu 24

jam dan maksimal 3 bulan di dalam suatu negeri yang bukan negeri di mana

biasanya ia tinggal, mereka ini meliputi:

a) Orang-orang yang sedang megadakan perjalanan untuk bersenang-senang,

untuk keperluanpribadi, untuk keperluan kesehatan

b) Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan untuk pertemuan,

konferensi, musyawarah atau sebagai utusan berbagai badan/organisasi

c) Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan dengan maksud bisnis

pejabat pemerintahan dan militer beserta keluarganyayang di tempatkan di

negara lain tidak termasuk kategori ini, tetapi bila merekamengadakan

perjalanan ke negeri lain, maka dapat digolongkan wisatawan (Pendit, 1994).

Ada beberapa manfaat jika banyak wisatawan mengunjungi suatu tujuan wisata

tertentu, salah satunya melalui penerimaan berbagai retribusi dan pajak yang

disetorkan kepada daerah setempat. Dalam bukunya Nawawi mengutip

pernyataan dari Ramdani yang pada intinya berisi mengenai pengaruh langsung

kunjungan wisatawan terhadap pendapatan dan perekonomian daerah. Semakin

lama wisatawan menginap dalam setiap kunjungan wisata maka secara langsung

pengaruh ekonomi dari keberadaan wisatawan tersebut juga semakin meningkat.

Salah satu pengaruh ekonomi dalam kegiatan pariwisata di suatu daerah terletak

pada purchasing power yang diperoleh masyarakat di daerah penerima wisatawan

melalui pengeluaran dari wisatawan yang cenderung membelanjakan lebih

1
0
banyak uang daripada yang dilakukan wisatawan tersebut di daerah asalnya.

Selanjutnya pengeluaran wisatawan tersebut menjadi sumber pendapatan bagi

pemerintah daerah (PAD), pengusaha yang bergerak dibidang pariwisata dan

masyarakat yang terlibat dalam kegiatan kepariwisataan (Nawawi,2003).

Ardiwijaya (2008) dalam jurnal internasional yang berjudul “Strategic

Sustainable Tourism Development in Indonesia” menyatakan bahwa strategi

untuk meningkatkan pendapatan daerah dapat dilakukan melalui peningkatan

berbagai jenis pajak dan retribusi dari dunia usaha yang terkait dengan pariwisata.

Hal ini sejajar dengan peningkatan yang diharapkan dari jumlah wisatawan yang

berkunjung di Indonesia. Hal ini dapat diasumsikan bahwa jika wisatawan banyak

berkunjung, semakin besar pula pendapatan dari berbagai retribusi dan pajak

pariwisata yang diperoleh. Wisatawan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

jumlah wisatawan lokal dan jumlah wisatawan mancanegara yang bekunjung ke

suatu tempat wisata.

2.1.3 Dampak Pariwisata Terhadap Perekonomian

Pariwisata memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi melalui

berapa jalur( Brida et al, 2010). Pertama sektor pariwisata sebagai penghasil

devisa untuk memperoleh barang modal yang digunakan dalam proses produksi

(Mc Kinnon, 1964). Kedua, pengembangan pariwisata menstimulus investasi

dibidang infrakstruktur (Sakai, 2006). Ketiga, pengembangan sektor pariwisata

mendorong pengembangan sektor-sektor ekonomi yang lainnya melalui direct,

indirect dan induced effect (Spurr, 2006). Keempat, pariwisata ikut berkontribusi

dalam peningkatan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan (Lee dan

1
1
Chang, 2008). Kelima, pariwisata menyebabkan positive economies of scale

(weng dan wang 2004). Pariwisata juga faktor penting dalam penyebaran

technical knowledge, mendorong research and development, dan akumulasi

modal manusia (Blake et al, 2006).

Sektor pariwisata berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

suatu negara, khususnya dalam mengurangi jumlah pengangguran dan

meningkatkan produktivitas suatu negara (Jaffe dan Pasternak, 2004). Sektor

pariwisata merupakan salah satu sektor strategis yang harus dimanfaatkan untuk

pembangunan kepariwisataan sebagai bagian dari pembangunan Nasional.

Pembangunan kepariwisataan mempunyai tujuan akhir untuk meningkatkan

pendapatan masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan

masyarakat dan pertumbuhan ekonomi.

Sebagai salah satu sektor pembangunan yang memacu pertumbuhan

ekonomi suatu wilayah, pariwisata dianggap sebagai suatu aset yang strategis

untuk mendorong pembangunan wilayah-wilayah tertentu yang mempunyai

potensi objek wisata. Hal ini disebabkan karenan pariwisata memiliki tiga aspek

pengaruh yaitu aspek ekonomi (sumber devisa, pajak-pajak), aspek sosial

(penciptaan lapangan kerja) dan aspek budaya. Selanjutnya, Samimi et al., (2011)

Menyatakan bahwa sektor pariwisata meningkatkan pendapatan devisa,

menciptakan lapangan kerja, merangsang pertumbuhan industri pariwisata, oleh

karena itu dapat memicu pertumbuhan ekonomi, terlebih ini yang mendorong dii

berbagai negara untuk mengembangkan sektor pariwisata ini.

1
2
2.1.4 Occupancy/Tingkat Hunian Kamar

Tujuan utama dari sebuah industri atau usaha perhotelan adalah untuk

mendapatkan sebanyak mungkin tingkat hunian kamar namun tidak terlepas dari

kepuasan wisatawan yang akan menghuni kamar tersebut, karena semakin tinggi

tingkat hunian kamar akan menunjukan semakin besar keuntungan yang akan

diperoleh oleh perusahaan tersebut. Untuk menjaga kesejahteraan dari industri

atau usaha perhotelan perlu adanya manajemen yang baik dan terorganisir.

Menurut Endar Sugiarto (2000:55), tingkat hunian adalah suatu keadaan

sampai sejauh mana jumlah kamar yang terjual jika dibandingkan dengan seluruh

jumlah kamar yang mampu untuk dijual. Tingkat hunian kamar yang tinggi di

sebuah hotel maka akan dapat memberikan keuntungan dan pengasilan yang

tinggi bagi hotel tersebut.

Metode perhitungan tingkat hunian kamar pada sebuah hotel umumnya

diukur secara persentase yaitu membandingkan jumlah kamar yang terisi dengan

jumlah kamar yang tersedia pada periode tertentu. Meningkatnya tingkat hunian

kamar tidak hanya tergantung pada tamu yang datang menginap di hotel tersebut,

tetapi juga melalui sistem pelayanan yang mengusahakan kepuasan tamu secara

maksimal untuk memperpanjang waktu tinggalnya sehingga menghabiskan waktu

lama di hotel tersebut.

a) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Hunian Kamar

Suarthana (2006:5), faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam

meningkatkan hunian kamar antara lain adalah lokasi hotel, fasilitas hotel,

pelayanan kamar, harga kamar dan promosi. Berikut ini penjelasan tentang faktor-

13
faktor yang mempengaruhi tingkat hunian kamar yaitu, :

(1) Lokasi Hotel

Lokasi ini berperan sangat besar dalam keberasilan menarik minat tamu yang

datang. Lokasi hotel sangat strategis sangat memberikan keuntungan bagi

pihak hotel karena pada umumnya wisatawan/tamu mencari tempat untuk

menginap yang berlokasi di kawasan wisata, pusat perbelanjaan, pusat kota,

pusat hiburan dan memiliki aksesbilitas yang tinggi dengan tempat-tempat

seperti bandara. Lokasi yang strategis dapat memberikan keuntungan berupa

posisi tawar yang lebih baik dalam menetapkan harga kamarnya sehingga

lokasi yang strategis membuat tamu menjadi lebih lama tinggal. Hal ini dapat

memberikan kontribusi yang besar bagi tingkat hunian kamar hotel tentunya.

(2) Pelayanan Hotel

Baik hotel ataupun villa menetapkan standar pelayanan kepada tamu yang

datang sehingga tamu merasa diperhatikan dan mendapat pelayanan yang

istimewa. Standar pelayanan harus bersifat unik dan khas sehingga dapat

memberikan sentuhan yang mengesankan bagi para tamu yang menginap.

(3) Harga Kamar

Pada dasarnya penetapan harga kamar adalah untuk memperoleh keuntungan

yang maksimal. Namun sebagai perusahaan yang bergerak dibidang jasa maka

dalam penetapan harga kamar harus diimbangi dengan pelayanan yang

berkualitas dan fasilitas yang memadai sehingga dapat memberikan kepuasan

bagi tamu yang menginap.

(4) Promosi

14
Promosi pada dasarnya bertujuan untuk menginformasikan kepada banyak

orang bahwa ada produk yang ditawarkan untuk dijual. Pernyataan ini dapat

dimengerti bahwa promosi sangat penting artinya dalam menentukan

keberhasilan menjual kamar dari sebuah hotel, villa atau pun resort melalui

media-media promosi agar calon tamu dapat melihat kelebihan dan

kekurangan produk yang ditawarkan.

b) Tujuan Penjualan Kamar Hotel

Tujuan dari setiap usaha perhotelan adalah mencari keuntungan dengan

menyewakan fasilitas dan menjual pelayanan kepada tamunya. Karakteristik

usaha hotel dalam tujuan penjualannya dalam Pleanggra (2012) pada umumnya

selalu melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1) Penyewaan kamar.

2) Penjualan makanan dan minuman.

3) Penyediaan pelayanan-pelayanan penunjang lainnya yang bersifat komersial.

Secara teoritis semakin tinggi tingkat hunian hotel, maka secara langsung

akan meningkatkan pendapatan hotel yang pada akhirnya akan menaikan

pendapatan daerah sektor pariwisata malaui pajak hotel yang diterima.

2.1.5 Daya Tarik Wisata

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 2009

Tentang kepariwisataan, Daya Tarik Wisata dijelaskan sebagai segala sesuatu

yang memiliki keunikan, kemudahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman

kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau

15
kunjungan wisatawan.

Menurut A. Yoeti dalam bukunya “Pengantar Ilmu Pariwisata” tahun

1985 menyatakan bahwa daya tarik wisata atau “tourist attraction”, istilah yang

lebih sering digunakan, yaitu segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang

untuk mengunjungi suatu daerah tertentu. Nyoman S. Pendit dalam bukunya

“Ilmu Pariwisata” tahun 1994 mendefiniskan daya tarik wisata sebagai segala

sesuatu yang menarik dan bernilai untuk dikunjungi dan dilihat.

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang mempunyai daya tarik, keunikan

dan nilai yang tinggi, yang menjadi tujuan wisatawan datang ke suatu daerah

tertentu.

2.1.6 Pendapatan Pemerintah dari Sektor Pariwisata

Pendapatan pariwisata adalah bagian dari pendapatan asli daerah yang

berasal dari kegiatan kepariwisataan, seperti retribusi tempat rekreasi dan

olahraga, pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, dan lainnya dengan satuan

rupiah pertahun (Yoeti, 1996).

Menurut Peta Aksesbilitas dan Profil Kepariwisataan JawaTengah (2007)

yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Tengah, yang

termasuk dalam pendapatan pariwisata adalah pendapatan yang diperoleh melalui:

a. Pajak hotel

Pungutan wajib yang di bebankan kepada tiap-tiap hotel yang telah memenuhi

syarat untuk ditetapkan sebagai wajib pajak.

b. Pajak restoranPungutan wajib pajak yang dibebenkan kepada setiap restoran

16
yang telah memenuhi syarat untuk dikenakan pajak.

c. Pajak hiburan

Pungutan wajib yang dibebankan kepada tiap-tiap tempat hiburan yang telah

memenuhi syarat untuk dikenakan pajak.

d. Retribusi kios

Pungutan daerah yang dikenakan sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian

ijin menepati kios disuatu tempat tertentu.

e. Retribusi kamar kecil

Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa penggunaan fasilitas kamar

kecil di obyek wisata.

f. Retribusi iklan

Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa penggunaan fasilitas umum

untuk kepentingan berpromosi atas suatu produk tertentu.

g. Karcis masuk obyek wisata

Pungutan yang dikenakan kepada pengunjung yang masuk ke dalam suatu

obyek wisata tertentu.

h. Retribusi parkir obyek wisata

Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa penggunaan fasilitas umum

untuk memarkir kendaraan.

i. Pajak Hotel dan Restoran

Pungutan wajib yang diberikan keada tiap-tiap hotel dan restoran yang telah

memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai wajib pajak.

j. Penerimaan dari dinas pariwisata setempat

17
Penerimaan daerah yang didapat dari dinas pariwisata.

Beberapa atau sebagian besar pemerintah daerah belum mengoptimalkan

penerimaan retribusi karena masih mendapat dana dari pemerintah pusat. Upaya

untuk meningkatkan Pendapatan daerah sektor pariwisata perlu dikaji

pengelolaanya untuk mengetahu berapa besar potensi yang riil atau wajar, tingkat

keefektifan dan efisiensi. Peningkatan retribusi yang memiliki potensi yang baik

akan meningkatkan pula Pendapatan sektor pariwisata.

Berdasarkan kajian teori yang telah dikemukakan diatas yang dimaksud

dengan pendapatan sektor pariwisata adalah pendapatan yang diperoleh daerah

melalui kegiatan pariwisata yang di pungut melalui pajak dan retribusi. Seperti

retribusi obyek rekreasi dan olahraga, pajak hotel dan restoran, pajak hiburan dan

lainnya dengan satuan rupiah.

2.1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Sektor Pariwisata

a) Tingkat Hunian Hotel (Okupansi)

Dalam Agin dan Christiono (2012) dalam jurnalnya yang berjudul

Pengaruh Tingkat Hunian pada Keputusan Investasi Proyek Hotel Santika

Surabaya, tingkat hunian kamar hotel (okupansi hotel) adalah banyaknya kamar

yang dihuni dibagi kamar yang tersedia dikalikan 100%. Tingkat okupansi

menjadi salah satu unsur pengitung pendapatan hotel.

Tingkat hunian kamar adalah suatu keadaan sampai sejauh mana jumlah kamar-

kamar terjual, jika diperbandingkan dengan seluruh jumlah kamar yang mampu

untuk dijual. Pengertian rasio occupancy merupakan tolak ukur keberhasilan

hotel dalam menjual produk utamanya, salah satunya yaitu kamar (Vicky,

18
Hanggara, 2009).

Pada jurnal yang berjudul Menggali Sumber PAD DIY Melalui

Pengembangan Industri Pariwisata (2001) yang ditulis oleh Barudin dalam

jurnalnya, menyatakan bahwa ketika jumlah kamar hotel yang tersedia memadai,

maka jumlah wisatawan yang berkunjung meningkat dan semakin banyak pula

permintaan terhadap kamar hotel. Saat hotel tersebut terasa nyaman untuk

disinggahi, mereka akan semakin nyaman untuk tinggal lebih lama lagi.Sehingga

industri pariwisata dan kegiatan yang berkaitan dengan penginapan yaitu hotel,

baik berbintang atau melati akan memperoleh pendapatan pariwisata yang

semakin tinggi jika wisatawan semakin lama menginap, sehingga akan

meningkatkan penerimaan daerah melalui pajak penghasilan.

b) Jumlah Hotel dalam Industri Pariwisata

Menurut Wahab (2003) dalam Pleanggra (2012) peran hotel dalam

industri pariwisata adalah:

1) Seseorang yang sedang melakukan perjalanan atau sedang berwisata tidak

akan lepas dari kebutuhan dalam hidup yang paling pokok, yaitu makan

dan tidur. Hotel menyediakan jasa penginapan, makan, dan minum serta

jasa lainnya yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hidup para

wisatawan.

2) Hotel menggantikan fungsi rumah “di luar rumah” (away home from

home) bagi para wisatawan atau pelaku perjalanan, dengan usaha

memberikan:

a. Rasa aman (secure).

19
b. Rasa kenyamanan yang menyenangkan (comfort).

c. Kesendirian (privacy).

Hotel sebagaimana rumah adalah tempat awal atau basis seseorang dalam

merencanakan dan melaksanakan kegiatan kehidupan sehari-hari, seperti bekerja,

bersantai, hidup bermasyarakat, berolahraga dan kegiatan lain-lain. Untuk

memenuhi kebutuhan ini hotel menyediakan fasilitas serta sarana yang diperlukan

seperti televisi, telepon, lobby, aula, computer, dan lain-lain. Dengan demikian,

semakin banyak fasilitas yang dimiliki oleh hotel semakin besar daya tarik

wisatawan untuk menginap di hotel tersebut. Semakin banyak umlah hotel dalam

suatu wilayah akan mempengaruhi memperbesar potensi Pajak Hotel bagi

pemerintah daerah.

c) Objek Pajak Hotel

Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan

pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya

memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan

hiburan. Dimaksud dengan jasa penunjang adalah fasilitas ATM,telefon,

faksimile, teleks, internet, pelayanan cuci, seterika, transportasi, dan fasilitas

sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola hotel (Pendit, 2003).

Bukan termasuk Objek Pajak Hotel, adalah :

a. Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh pemerintah, atau

pemerintah daerah.

b. Jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya.

c. Jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan.

20
d. Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan,

dan panti social lainnya yang sejenis.

e. Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel

yang dapat dimanfaatkan oleh umum.

f. Jasa pelayanan hotel untuk kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing, dan

perwakilan lembagalembaga internasional dengan asas timbal balik.

Oleh karena itu semakin banyak jasa yang dinikmati wisatawan di suatu

hotel akan menambah penerimaan atau pendapatan hotel, dan selanjutnya akan

menyumbang Pajak Hotel untuk pemerintah daerah.

2.2. Kerangka Konseptual

Penerimaan sektor pariwisata tidak terlepas dari peran pajak dan retribusi.

Dengan menjumlahkan pajak seperti pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan

dan berbagai retribusi seperti retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi

tempat penginapan, retribusi tempat rekreasi dan pendapatan lain yang sah maka

akan didapat pendapatan sektor pariwisata.

Banyaknya wisatawan yang diikuti dengan lamanya waktu tinggal disuatu

daerah tujuan wisata tentunya akan membawa dampak positif terhadap tingkat

hunian kamar hotel. Semakin banyak kamar hotel yang terjual, maka semakin

besar pula pendapatan yang akan diterima oleh pengelola hotel tersebut ( Sada

Mutlag Rahem Al Salem dan Noorya Flayyih Mzaiel Al-Juboori, 2013).

Menurut Purwanti dan Dewi, R. M. (2014), Pengaruh jumlah kunjungan

wisatawan sangat berarti untuk pengembangan industri pariwisata dan pendapatan

asli daerah sehingga wisatawan. Banyak wisatawan yang berkunjung menjadikan

21
sektor pariwisata berpotensi meningkatkan pendapatan asli daerah melalui

pendapatan sektor pariwisata.

Semakin lama wisatawan tinggal di suatu daerah tujuan wisata, maka

semakin banyak pula uang yang dibelanjakan di daerah tujuan wisata tersebut,

paling sedikit untuk keperluan makan, minum dan penginapan selama tinggal di

daerah tersebut. Berbagai macam kebutuhan wisatawan selama perjalanan

wisatanya akan menimbulkan gejala konsumtif untuk produk-produk yang ada di

daerah tujuan wisata. Hal ini dapat diasumsikan bahwa jika wisatawan banyak

berkunjung, semakin besar pula pendapatan dari berbagai retribusi dan pajak

pariwisata yang diperoleh.

Penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2014) menyatakan bahwa

pendapatan obyek wisata berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan

asli daerah di kabupaten Gianyar. Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya dan

Sudiana (2016) menyatakan bahwa restribusi obyek wisata berpengaruh terhadap

pendapatan asli daerah. Apabila jumlah kunjungan wisatawan meningkat maka

pendapatan asli daerah akan mengalami peningkatan.

Salah satu faktor yang membuat seseorang untuk mengunjungi suatu

daerah adalah karena adanya daya tarik wisata yang menarik untuk dikunjungi

didaerah tersebut. Hal ini tidak lepas dari peran pemerintah, swasta dan

masyarakat untuk menciptakan atau membuka daya tarik wisata yang menarik

untuk dikunjungi. Membangun suatu daya tarik wisata harus di rancang

sedemikian rupa berdasarkan kriteria yang cocok dengan daerah wisata tersebut.

Dengan demikian, jumlah daya tarik wisata yang ada diharapkan dapat

22
meningkatkan penerimaan daerah dari sektor pariwisata, baik melalui pajak

daerah maupun retribusi daerah.

Berdasarkan hubungan antar variable yang dijelaskan sebelumnya maka

dapat digambarkan kerangka konseptual pada Gambar 2.1.

Pendapatan Daerah
Sektor Pariwisata (Rp)
Y

Tingkat Sektor Hunian Hotel (%)


X1

Jumlah Wisatawan (Orang)


X2

Jumlah Daya Tarik Wisata (Unit)


X3

Gambar 2.1
Kerangka Konsep Pengaruh Tingkat Hunian Hotel, Jumlah Kunjungan
Wisatawan Asing, Jumlah Daya Tarik Wisata Terhadap Pendapatan Sektor
Pariwisata Di Kawasan Sarbagita

Keterangan :
: pengaruh secara simultan
: pengaruh secara parsial

2.3. Hipotesis Penelitian

23
Hipotesis penelitian adalah suatu jawaban atau pernyataan sementara dari

pertanyaan penelitian (Notoatmodjo S, 2012). Berdasarkan pokok permasalahan,

kajian pustaka dan pembahasan penelitian sebelumnya dapat dirumuskan rumusan

hipotesis sebagai berikut:

1) Tingkat hunian hotel, jumlah kunjungan wisatwan dan jumlah daya tarik

wisata secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan sektor

pariwisata di Kawasan Sarbagita.

2) Tingkat hunian hotel, jumlah kunjungan wisatwan dan jumlah daya tarik

wisata secara parsial berpengaruh positif terhadap terhadap pendapatan sektor

pariwisata di Kawasan Sarbagita.

24
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini berjenis penelitian explanatory research atau penelitian

penejelasan. Pendekatan kuantitatif digunakan dalam penelitian ini yang bertujuan

untuk mendapatkan gambaran hubungan dan pengaruh variable bebas

(independent) terhadap variabel terkait (dependent). Metode analisi data yang

digunakan adalah analisis regresi linier berganda yang digunakan menguji

variable-variabel bebas yaitu Tingkat Hunian Hotel (X1), Jumlah Wisatawan

(X2), dan Jumlah Daya Tarik Wisatawan (X3) terhadap variabel terikat yaitu

Pendapatan Sektor Pariwisata di Kawasan Sarbagita (Y).

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kawasan Sarbagita dan Menggunakan

data-data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung,

Gianyar, Tabanan dan Kota Denpasar dan Dinas Pariwisata Kabupaten Badung,

Gianyar, Tabanan dan Kota Denpasar serta dari sumber-sumber lainnya yang

mendukung.

3.3 Objek Penelitian

Menurut Sugiyono (2014:104) Objek penelitian adalah sasaran atau titik

utama yang akan dilakukan penelitian, dalam hal ini yang menjadi objek

25
penelitian tingkat hunian hotel, jumlah wisatawan, jumlah daya tarik wisata dan

pendapatan sektor pariwisata.

3.4 Identifikasi Variabel

Desain penelitian yang telah diuraikan maka terdapat dua jenis variabel

dalam penelitian ini meliputi:

1) Variabel Terikat (dependent variable) (Y) adalah variabel yang

dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi

variabel terikat adalah Jumlah Pendapatan Sektor Pariwisata.

2) Variabel Bebas (independent variable) (X) adalah variabel yang sifatnya

bebas, tidak dipengaruhi oleh variabel lain dan variabel bebas

mempengaruhi variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel

bebas adalah Tingkat Hunian Hotel, Jumlah Wisatawan dan Jumlah Daya

Tarik Wisata.

3.5 Definisi Variabel

Berdasarkan identifikasi variabel selanjutnya diberikan definisi oprasional

masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai

berikut:

1) Tingkat Hunian Hotel

Tingkat hunian (X1) adalah suatu keadaan sampai sejauh mana jumlah

kamar yang terjual jika dibandingkan dengan seluruh jumlah kamar yang

mampu untuk dijual. Tingkat hunian hotel dihitung dalam satuan persen

(Endar Sugiarto, 2000:55).

26
2) Kunjungan Wisatawan

Wisatawan (X2) adalah orang yang melakukan perjalanan atau kunjungan

sementara secara sukarela ke suatu tempat di luar lingkungan tempat tinggalnya

sehari-hari untuk maksud tertentu dan tidak memperoleh penghasilan tetap di

tempat yang dikunjunginya. Kunjungan wisatawan dihitung dalam satuan

orang.

3) Daya Tarik Wisata

Daya Tarik Wisata (X3) segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang untuk

mengunjungi suatu daerah tertentu. Daya tarik wisata dihitung dalam satuan

buah.

4) Pendapatan Sektor Pariwisata

Pendapatan pariwisata adalah bagian dari pendapatan asli daerah yang

berasal dari kegiatan kepariwisataan, seperti retribusi tempat rekreasi dan

olahraga, pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, dan lainnya. Pendapatan

sektor pariwisata dihitung dalam satuan rupiah.

3.6 Jenis dan Sumber Data

3.6.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 (dua), yaitu data

kuantitatif dan data kualitatif.

1) Data kuantitatif, menurut Sugiyono (2014), data kuantitatif adalah data dalam

bentuk angka-angka atau data kualitatif yang di angkakan. Data kuantitatif

dalam penelitian ini adalah Tingkat Hunian Hotel, Jumlah Kunjungan

Wisatawan, Jumlah Daya Tarik Wisata dan Pendapatan Sektor Pariwisata .

27
2) Data kualitatif, yaitu data yang tidak berbentuk angka-angka dan tidak dapat

diukur dengan satuan hitung yaitu berupa penjelasan dan keterangan-

keterangan yang berbentuk kata, kalimat dan gambar tetapi diperlukan untuk

menginterpretasikan hasil penelitian.

3.6.2 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui

perantara, seperti orang lain atau dokumen (Sugiyono, 2014). Data sekunder yang

digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil publikasi dari data yang sudah

ada di kumpulkan antara lain dari Badan Pusat Statistik, melalui jurnal, jumlah

daya tarik wisata diperoleh dari Dinas pariwisata Kabupaten Badung, Gianyar,

Tabanan dan Kota Denpasar, buku tentang ekonomi pembangunan dan melalui

media internet.

3.7 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

dengan mengunakan metode observasi non perilaku yang diambil dari berbagai

refrensi, yaitu pengumpulan data dengan cara membaca, menyalin dan mengolah

dokumen, serta catatan tertulis yang ada (Sugiyono, 2002). Adapun berbagai

refrensi atau publikasi dari berbagai pihak berwenang dan instansi terkait seperti

data dari Badan Pusat Statistik, Dinas Pariwisata dan Dinas Pendapatan

Kabupaten Badung, Gianyar, Tabanan dan Kota Denpasar Buku dan Internet.

28
3.8 Teknik Analisis Data

3.8.1 Regresi Data Panel

Menurut Basuki (2016:276) regresi data panel merupakan teknik

menggabungkan data runtut waktu (time series) dan data sialang (cross section).

a) Metode Estimasi Model Regresi Panel

Menurut Basuki (2016:276-27), dalam metode estimasi model regresi

dengan menggunakan data panel dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, antara

lain:

1) Common Effect Model

Merupakan pendekatan model data panel yang paling sederhana karena hanya

mengombinasikan data time series dan data cross section. Pada model ini tidak

diperhatikan dimesi waktu maupun individu, sehingga diasumsikan bahwa prilaku

data perusahaan sama dalam berbagai kurun waktu. Metode ini bisa

menggunakan pendekatan Ordinary Leas Square (OLS) atau teknik kuadarat

terkecil untuk mengestimasi model data panel. Dengan model yang sebagai

berikut :

Y it =α + X 1 it βit + ε it .......................................................................................(3.1)

Dimana:
Y : Variabel Dependen
α : Konstanta
X1 : Variabel Independen 1
β : Koefisien Regresi
ε : Error Terms
t : Periode Waktu/Tahun
i : Cross Section (Individu)/Perusahaan RDS

29
2) Fixed Effect Model

Model ini mengasumsikan bahwa perbedaan antar individu dapat diakomodasi

dari perbedaan intersepnya. Untuk mengestimasi data panel model Fixed Effect

menggunakan teknik variable dummy untuk menangkap perbedaan intersep antar

perusahaan. Namum demikian slopenya sama antar perusahaan. Model estimasi

ini sering juga disebut dengan teknik Least Squares Dummy Variable (LSDV).

Dengan model sebagai berikut :

1
Y it =α +i α 1 + X it βit + ε it ......................................................................... (3.2)

3) Random Effect Model

Model ini akan mengestimasi data panel dimana variabel gangguan mungkin

saling berhubungan antar waktu dan antar individu. Pada model random effect

perbedaan intersep diakomodasi oleh error terms masing- masing perusahaan.

Keuntungan menggunakan model ini yakni menghilangkan heteroskedastisitas.

Model ini juga disebut dengan Error Component Model (ECM) atau teknik

Generalized Least Squar (GLS). Dengan model yang sebagai berikut (Rosadi,

2012:273) :

Yit = X1 itβit + vit ..................................................................................... (3.3)

Dimana : vit = ci + dt + εit


ci : Konstanta yang bergantung pada i
dt : Konstanta yang bergantung pada t

b) Pemilihan Model

Menurut Basuki (2016: 277), untuk memilih model yang paling tepat

30
dalam mengelola data panel, terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan,

yakni :

1) Uji Chow

Merupakan pengujian untuk menentukan model fixed effect atau Common Effect

yang paling tepat digunakan dalam mengestimasi data panel.

Apabila nilai F hitung lebih besar dari F kritis maka hipotesis nul ditolak yang

artinya model yang tepat untuk regresi data panel adalah model Fixed Effect.

Hipotesis yang dibentuk dalam Uji Chow adalah sebagai berikut :

H0 : Common Effect Model

H1 : Fixed Effect Model

2) Uji Hausman

Merupakan pengujian statistik untuk memilih apakah model Fixed Effect atau

Random Effect yang paling tepat digunakan.

Apabila nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai kritis Chi-Square maka

artinya model yang tepat untuk regresi data panel adalah model Fixed Effect.

Hipotesis yang dibentuk dalam Hausman test adalah sebagai berikut :

H0 : Random Effect Model

H1 : Fixed Effect Model

3) Uji Lagrange Multiplier

Merupakan pengujian statistik untuk mengetahui apakah model random effect

lebih baik dari pada metode commont effect.

Apabila nilai LM hitung lebih besar dari nilai kritis Chi-Squares maka artinya

31
model yang tepat untuk regresi data panel adalah model Random Effect. Hipotesis

yang dibentuk dalam Lm test adalah sebagai berikut :

H0 : Common Effect Model

H1 : Fixed Effect Model

3.8.2 Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda adalah hubungan secara linear antara dua

atau lebih variabel independen (X1, X2,….Xn) dengan variabel dependen (Y).

Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen apakah masing-masing variabel independen berhubungan

positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen

apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan. Data yang

digunakan biasanya berskala interval atau rasio. Menurut Gujarati (2006:91),

persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:

Y t =α + β1 X 1 + β 2 X 2+ β3 X 3 ......................................................................(3.5)

Keterangan:
Yt = Variabel dependen (nilai yang diprediksikan)
X1,X2,X3 = Variabel independent
α ..................................................................= Konstanta (nilai
Y’ apabila X1, X2 Xn = 0)
β = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)

3.8.3 Uji Asumsi Klasik

Penelitian ini menguji asumsi klasik yang melekat pada persamaan model regresi

sehingga data-data yang digunakan dalam pengujian hipotesis bebas dari asumsi

klasik untuk mendapatkan model yang layak diteliti. Pengujian asumsi klasik

32
meliputi uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinieritas, dan uji

heterokedastisitas.

1) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji residual dari model regresi yang

dibuat apakah berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji apakah

model sudah normal atau tidak, pertama dapat dilakukan dengan melihat

normal probability plot dari residual dengan membandingkan distribusi

komulatif dari residual yang dihasilkan dengan komulatif dari distribusi

normal. Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan software

SPSS. Pengujian normalitas yang dilakukan menggunakan uji

Kolmogorov Smirnov. Data berdistribusi normal jika signifikansi lebih

besar dari 0,05 (α=5 persen).

2) Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik

seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel bebas atau bebas dari

gejala multikolinier. Jika model regresi yang mengandung gejala

multikolinearitas dipaksa untuk digunakan, maka dapat memberikan hasil

prediksi yang menyimpang. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya korelasi

antar sesama variabel bebas dapat dilihat dari nilai tolerance dan nilai

inflation factor (VIF), dan bila nilai tolerance lebih dari 10 persen atau

kurang dari 10 persen, maka tidak ada multikolinearitas. Adanya gejala

multikolinier biasanya diindikasikan oleh R2 yang sangat besar atau uji F

33
yang signifikan, tapi variabel bebas mungkin sedikit atau tidak ada yang

signifikan jika diuji melalui uji parsial (uji t) (Ghozali, 2011).

3) Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2011:139), uji heteroskedastisitas bertujuan untuk

menguji terjadi ketidaksamaan variance dan residual suatu pengamatan ke

pengamatan yang lain suatu model regresi. Salah satu cara untuk menguji

ada tidaknya heteroskedastisitas yaitu melalui uji gletser, dimana untuk

mendeteksi gejala heteroskedastisitas dapat dilihat dari nilai signifikansi

lebih besar dari 5 persen (sig<α=0,05), maka tidak ada gejala

heteroskedastisitas dalam model regresi.

3.8.4 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Secara Simultan

Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas dan variabel terikat secara

simultan atau signifikan digunakan uji F sebagai berikut:

a. Formulasi Hipotesis

H0:ß1 = ß2 = ß3 = 0 artinya Tingkat hunian hotel, jumlah kunjungan


wisatwan dan jumlah daya tarik wisata tidak
berpengaruhsecara simultan terhadap pendapatan
sektor pariwisata di Kawasan Sarbagita.
H1 : Minimal salah satu ß1 ≠ 0 Tingkat hunian hotel, jumlah kunjungan
wisatwan dan jumlah daya tarik wisata berpengaruh
signifikan pendapatan sektor pariwisata di Kawasan
Sarbagita.

b. Taraf nyata α = 0,05 atau dengan tingkat keyakinan 95 persen

c. Kriteria pengujian

H0 diterima apabila Fhitung ≤ Ftabel

H0 ditolak apabila Fhitung>Ftabel

34
d. Perhitungan Statistik. (1–R2/ (n–k)

R2 (k–1) .................................................................(3.6)
F=
Keterangan :
R2 = koefisien determinasi n = jumlah observasi
k = banyaknya variabel dalam regresi

Perhitungan statistik menggunakan software SPSS.

e. Menarik kesimpulan.

Jika F hitung lebih kecil dari F tabel atau seginifkansi lebih besar dari 0,05

maka Ho diterima, dan jika F hitung lebih besar dari F tabel atau signifikansi

lebih besar dari 0,05 maka Ho ditolak.

3.8.5 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Secara Parsial

1) Menguji hipotesis pengaruh Tingkat Hunian Hotel (X 1) terhadap

Pendapatan Sektor Pariwisata di Kawasan Sarbagita (Y)

a) Rumusan Hipotesis

H0 : β1 ≤ 0, berarti variabel Tingkat Hunian Hotel tidak berpengaruh

terhadap pendapatan sektor Pariwisata di Kawasan Sarbagita.

H1 : β1 > 0, berarti variabel Tingkat Hunian Hotel berpengaruh positif dan

signifikan terhadap pendapatan sektor pariwisata di Kawasan Sarbagita.

b) Taraf Nyata

Dengan taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5% dengan

derajat kebebasan df = (n-k).

c) Kriteria Pengujian

H0 diterima jika t-hitung ≤ t-tabel

35
H0 ditolak jika t-hitung > t-tabel

d) Menghitung nilai statistik uji

b 1−β 1
t 1= ............................................................................................(3.7)
Sb 1

Keterangan:
t1 = t hasil perhitungan
b1 = koefisien regresi parsial yang ke-1 dari regresi
sampel β1 = koefisien parsial yang ke-1 dari regresi populasi
Seβ1 = standar error dari b1

e) Simpulan

Apabila diperoleh nilai t-hitung ≤ t-tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak,

yang berarti variabel Tingkat Hunian Hotel tidak berpengaruh nyata terhadap

variabel pendapatan sektor pariwisata di Kawasan Sarbagita. Sebaliknya, jika

diperoleh t-hitung > t-tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima, ini berarti

variabel Tingkat Hunian Hotel berpengaruh positif terhadap pendapatan

sektor pariwisata di Kawasan Sarbagita.

2) Menguji hipotesis pengaruh Kunjungan Wisatawan (X2) terhadap

Pendapatan Sektor Pariwisata di Kawasan Sarbagita (Y)

a) Rumusan Hipotesis

H0 : β2 ≤ 0, berarti variabel Kunjungan Wisatawan tidak berpengaruh


terhadap pendapatan sektor pariwisata di Kawasan Sarbagita.

H1 : β2 > 0, berarti variabel Kunjungan Wisatawan berpengaruh positif dan


signifikan terhadap pendapatan sektor pariwisata di Kawasan
Sarbagita.

36
b) Taraf Nyata

Dengan taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5% dengan

derajat kebebasan df = (n-k).

c) Kriteria Pengujian

H0 diterima jika t-hitung ≤ t-tabel

H0 ditolak jika t-hitung > t-tabel

d) Menghitung nilai statistik uji

b 2−β 2
t 2= ......................................................................................(3.8)
Sb 2

Keterangan:
t2 = t hasil perhitungan
b2 = koefisien regresi parsial yang ke-2 dari regresi sampel
β2 = koefisien parsial yang ke-2 dari regresi populasi
Seβ2 = standar error dari b2

e) Simpulan

Apabila diperoleh nilai t-hitung ≤ t-tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak,

yang berarti variabel Kunjungan Wisatawan tidak berpengaruh nyata

terhadap variabel pendapatan sektor pariwisata di Kawasan Sarbagita.

Sebaliknya, jika diperoleh t-hitung > t- tabel maka H0 ditolak dan H1

diterima, ini berarti variabel Kunjungan Wisatawan berpengaruh positif

terhadap pendapatan sektor pariwisata di Kawasan Sarbagita.

3) Menguji hipotesis pengaruh Daya Tarik Wisata (X 3) terhadap

Pendapatan Sektor Pariwisata di Kawasan Sarbagita (Y)

a) Rumusan Hipotesis

37
H0 : β3 ≤ 0, berarti variabel Daya Tarik Wisata tidak berpengaruh terhadap
pendapatan sektor pariwisata di Kawasan Sarbagita.

H1 : β3 > 0, berarti variabel Daya Tarik Wisata berpengaruh positif dan


signifikan terhadap pendapatan sektor pariwisata di Kawasan
Sarbagita.

b) Taraf Nyata

Dengan taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5% dengan

derajat kebebasan df = (n-k).

c) Kriteria Pengujian

H0 diterima jika t-hitung ≤ t-tabel

H0 ditolak jika t-hitung > t-tabel

d) Menghitung nilai statistik uji

b 2−β 2
t 2= ..........................................................................................(3.9)
Sb 2

Keterangan:
t3 = t hasil perhitungan
b3 = koefisien regresi parsial yang ke-3 dari regresi sampel
β3 = koefisien parsial yang ke-3 dari regresi populasi
Seβ3 = standar error dari b3

e) Simpulan

Apabila diperoleh nilai t-hitung ≤ t-tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak,

yang berarti variabel Daya tarik Wisata tidak berpengaruh nyata terhadap

variabel pendapatan sektor pariwisata di Kawasan Sarbagita. Sebaliknya, jika

diperoleh t-hitung > t- tabel maka H0

ditolak dan H1 diterima, ini berarti variabel Daya Tarik Wisata berpengaruh

38
positif terhadap pendapatan sektor pariwisata di ditolak dan H 1 diterima, ini

berarti variabel Daya Tarik Wisata berpengaruh positif terhadap pendapatan

sektor pariwisata di Kabupaten Badung, Gianyar dan Kota Denpasar..

39
DAFTAR PUSTAKA

Addullah, A. A. dan M. H. Hamdan. 2012. Internal Success Factor of Hotel


Occupancy Rate. International Journal of Business and Sosial Science
3(22): 199-218.

Adipuryanti, N. L. P. Y. dan I. K. Sudibia. 2015. Analisis Pengaruh Jumlah


Penduduk yang Bekerja dan Investasi terhadap Ketimpangan Distribusi
Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi
Bali. Piramida 11(1): 20-28.

Agustika I. G. dan S. D. Rustariyuni. 2017. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Pengiriman Remitan Tenaga Kerja Kapal Pesiar dan Pemanfaatannya di
Kabupaten Tabanan. Piramida 13(1): 37-50.

Al-Ababneh, M. 2013. Service Quality and Its Impact on Tourist Satisfaction.


Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business 4(12):
164-177.

Aloysius, I. dan U. Fabian. 2015. Internally Generated Revenue in The Local


Government System and Sustainable Community Development in
Nigeria: A Study of Abakaliki Local Government Area Ebonyi State.
International Journal of Research in 3(11): 111-120.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT


Rineka Cipta.

Arsyad, L. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: BPFE.

Badan Pusat Statistik. Gianyar Dalam Angka 2014-2018. Provinsi Bali.

Basuki, Agus Tri and Prawoto, Nano. 2016. Analisis Regresi Dalam Penelitian
Ekonomi & Bisnis : Dilengkapi Aplikasi SPSS & EVIEWS. Depok : PT
Rajagrafindo Persada

Blundell E., V. Schaffer dan B. D. Moyle. 2020. Dark sky tourism and the
sustainability of regional tourism destinations. Tourism Recreation
Research 45(4): 1-8.

Chin W. L, J. Haddock-Fraser dan M. P. Hampton. 2017. Destination


competitiveness: evidence from Bali. Current Issues in Tourism 20(12): 1-
25.

Cohen, E. 1984. The Sosiology of Tourism: Approach, Issues and Findings.


Annual Review of Sociology 10(1): 373-392.

40
Dariah, A. R. dan Y. Sundaya. 2012. Pengaruh Perkembangan Sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran Kota Bandung terhadap Sektor
Pertanian Daerah Lainnya di Jawa Barat. Jurnal Ekonomi Kuantitatif
Terapan 5(2): 134-140.

Dewi, A. A. I. A. D. S. dan I. K. G Bendesa. 2016. Analisis Pengaruh Jumlah


Kunjungan Wisatawan, Tingkat Hunian Hotel, dan Produk Domestik
Regional Bruto terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gianyar 5
(2): 260-275.

Ekanayake, E. M. dan A. E. Long. 2012. Tourism Development and Economic


Growth in Developing Countries. The International Journal of Business
and Finance Research 6(1): 51-63

Fajri, M., A. Delis, Y. V. Amzar. Dampak Otonomi Fiskal, Pertumbuhan


Ekonomi, dan Keterbukaan Daerah terhadap Ketimpangan Wilayah di
Sumatera. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan 9(2): 99-107.

Gamal, S. 2004. Dasar-dasar Pariwisata. Yogyakarta: Andi

GBHN. 1993-1998. Tap MPR No. II/MPR/1993. Jakarta: Sinar Grafika

Ghazali, I. 2009. Ekonometrika (Teori, Konsep, dan Aplikasi dengan SPSS17).


Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegor.

Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.


Edisi 4.Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gorica, D., D. Kripa, dan E. Luci. 2010. Sustainable Tourism - A Dynamics


Method For Destination Planning: Community Approach: A Case From
South Of Albania. Romanian Economic Busness Review 5(2): 9-30.

Gromang, F. 2003. Manajemen Kepariwisataan. Jakarta: PradnyaParamita.


Gujarati, D. 2003. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga

Hasan, M. I. 2002. Pokok –Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Inferensif). Jakarta:


Bumi Aksara.

Havi, E. D. K., M. P. P. Enu, M. A. 2013. The Impact of Tourism on Econoomic


Performance in Ghana. European Scientific Journal 9(34): 242-257.

Horvath, E., dan D. C. Frechtling. 1999. Estimating The Multiplayer Effect of


Tourism Expenditureson a Local Economy Through A Regional Input
Output Model. Journal of Travel Research 37(4): 324:332.

Jiqing, W. Korea’s Tourism Development and It’s Economic Contribution.

41
Horbin Normal University. www.ikorea.ac.kr. Diakses tanggal 8
Desember 2020.

Kaur, M. dan L. Singh. 2016. Knowledge in the Economic Growth of Developing


Economies. African Journal of Science, Technology, Innovation and
Development 8(2): 205-212.

Klytchnikova, I. dan P. Dorosh. 2014. Tourism Sector in Panama, Regional


Economis Impact and The Potential to Benefit The Poor. IFRI 2(4): 1-23.
Lee, H. Y. 2020. Understanding community attitudes towards volunteer tourism.
Tourism Recreation Research 45(4): 1-14.

Mangkoesoebroto, G. 2001. Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE.

Nawawi, H. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Bisnis Yang


Kompetitif. Cetakan Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Pendit, N. 2003. Pengantar Ilmu Pariwisata. Jakarta: PT Pradnya Paramita.


Pertiwi, N. L. D. A. 2014. Pengaruh Kunjungan Wisatawan, Retribusi
Obyek

Wisata dan PHR terhadap PAD Kabupaten Gianyar. E-jurnal Ekonomi


Pembangunan Universitas Udayana 3(3): 115-123.

Prayitno. 2005 “Liputan Otonomi Daerah”. www.suaramerdeka.com. Diakses


tanggal 29 Oktober 2020

Prishardoyo, B. dan D. M. Nihayah. 2011. Buku Pegangan Aplikasi Komputer.


Semarang: Jurusan Ekonomi Pembangunan.

Purwanti, N. D. dan R. M. Dewi. 2014. Pengaruh Jumlah Kunjungan Wisatawan


terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Mojokerto Tahun 2006-
2013. Jurnal Pendidikan Ekonomi (Jupe) 2(3): 1-12.

Rosadi, Dedi. 2012. Ekonometrika & Analisis Runtun Waktu Terapan dengan
Eviews. Yogyakarta : ANDI

Rudi, Badruin. 2001. Menggali Sumber Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) Daerah
Istimewa Yogyakarta Melalui Pembangunan Industri Pariwisata. Kompak.
Ekonomi, Universitas Diponegoro.

Rukini, P. S. Arini, dan E. Nawangsih. Peramalan Jumlah Kunjungan Wisatawan


Mancanegara (Wisman) Ke Bali Tahun 2019: Metode ARIMA. Jurnal
Ekonomi Kuantitatif Terapan 8(2): 136-141.

Sammeng, A. M. 2001. Cakrawala Pariwisata. Jakarta: Balai Pustaka.

42
Spillane, J. J. DR. 2001. Ekonomi Pariwisata (Sejarah dan Prospeknya).
Yogyakarta: Kanisius.

Stine, W. F. 1994. Is Local Government Revenue Response to Federal Aid


Symetrical? Evidence-From Pensylvania Country Government in an Era
of Retrenchment. National Tax Journal 47(4): 799-816.

Suardana, I. W. dan N. G. A. S. Dewi. Dampak Pariwisata terhadap Mata


Pencaharian Masyarakat Pesisir Karangasem: Pendekatan Pro Poor
Tourism. Piramida 11(2): 76-87.

Suwantoro, G. 1997. Dasar-dasar Pariwisata. Yogyakarta: Andi.

Suyana Utama.(2016). Aplikasi Analisis Kuantitatif. Edisi Ketiga. Denpasar:


Fakultas Ekonomi Universitas Udayana

Taufik, M., E. Rochaida, Fitriadi. 2014. Pengaruh Investasi dan Ekspor Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Serta Penyerapan Tenaga Kerja Provinsi
Kalimantan Timur. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan 7(2): 90-101.

Todaro, M. P. 2003. Ekonomi Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Udayantini, K. D. 2015. Pengaruh Jumlah Wisatawan dan Tingkat Hunian Hotel


terhadap Pendapatan Sektor Pariwisata di Kabupaten Buleleng Periode
2010-2013. Skripsi. Jurusan Manajemen Universitas Pendidikan Ganesa.
Singaraja.

Undang-Undang No.9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan.

Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara


Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Undang-


undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.

Wahab, Salah. 2003. Industri Pariwisata Dan Peluang Kesempatan Kerja.


Jakarta: PT.Pertja.

Wijaya, I. B. A. B. dan I. K. Sudiana. 2016. Pengaruh Jumlah Kunjungan


Wisatawan, Penerimaan Pajak Hotel, Restoran dan Pendapatan Retribusi
Obyek Wisata terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bangli
Periode 2009-2015. E-jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas
Udayana 5(12): 1384-1407.

43
Yasa, I. K. A. dan S. Arka. 2015. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Disparitas
Pendapatan Antar Daerah terhadap Kesejahteraan Masyarkat Provinsi bali.
Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan 8(1): 63-71.

Yoeti, O. A.1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: PT.Angka

44

Anda mungkin juga menyukai