Anda di halaman 1dari 15

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kebutuhan Dasar Manusia : Rasa Aman dan Nyaman


Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2005) megungkapkan
kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang
meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi),
dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri).
Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek
yaitu:
1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan
sosial.
3. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri
sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal
manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah
lainnya.
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah
memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan.
Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah
kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan hipo/hipertermia. Hal ini
disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo/hipertermia merupakan kondisi
yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukan dengan
timbulnya gejala dan tanda pada pasien.

B. Keselamatan Pasien (Patient Safety)


Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut

4
5

meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan


dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya
cedera yan disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
Tujuan dilakukannya kegiatan Patient Safety di rumah sakit adalah untuk
menciptakan budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatkan
akuntabilitas rumah sakit, menurunkan KTD di rumah sakit, terlaksananya
program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian
tidak diharapkan. Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah
yang penting dalam sebuah rumah sakit, maka diperlukan standar
keselamatan pasien rumah sakit yang dapat digunakan sebagai acuan bagi
rumah sakit di Indonesia. Departemen Kesehatan RI telah menerbitkan
Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) edisi
kedua pada tahun 2008 yang terdiri dari dari 7 standar, yakni :
1. Hak Pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien
Untuk mencapai ke tujuh standar di atas Panduan Nasional tersebut
menganjurkan ’Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit’
yang terdiri dari :
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Pimpin dan dukung staf
3. Integrasikan aktifitas pengelolaan resiko
6

4. Kembangkan sistem pelaporan


5. Libatkan dan bekomunikasi dengan pasien
6. Belajar dari berbagai pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien

C. Cedera
1. Definisi Cedera
Cedera merupakan rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal
diakibatkan karena keadaan patologis (Potter & Perry, 2005). Cedera
adalah kerusakan fisik yang terjadi ketika tubuh manusia tiba-tiba
mengalami penurunan energi dalam jumlah yang melebihi ambang batas
toleransi fisiologis atau akibat dari kurangnya satu atau lebih elemen
penting seperti oksigen (WHO, 2014). Cedera pada anak dapat berupa
cedera yang tidak disengaja (unintentional injury) dan cedera yang
disengaja (intentional injury) (European Child Safety Alliance, 2014;
California Injury Prevention network, 2012). Berdasarkan beberapa
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa cedera adalah sesuatu
kerusakan pada struktur atau fungsi tubuh karena suatu trauma atau
tekanan fisik maupun kimiawi.
2. Jenis Cedera
Menurut Hardianto (2005), klasifikasi cedera sebagai berikut:
a. Berdasarkan berat ringannya, cedera dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Cedera Ringan
Cedera yang tidak diikuti kerusakaan yang berarti pada jaringan
tubuh kita, misalnya kekakuan otot dan kelelahan. Pada cedera
ringan biasanya tidak diperlukan pengobatan apapun, dan cedera
akan sembuh dengan sendirinya setelah beberapa waktu.
2) Cedera Berat
7

Cedera yang serius, dimana pada cedera tersebut terdapat


kerusakan jaringan tubuh, misalnya robeknya otot atau ligamen
maupun patah tulang. Kriteria cedera berat :
a) Kehilangan substansi atau kontinuitas
b) Rusaknya atau robeknya pembuluh darah
c) Peradangan lokal (ditandai oleh kalor/panas,
rubor/kemerahan, tumor/bengkak, dolor/nyeri, fungsi-
olesi/tidak dapat digunakan secara normal).
b. Berdasarkan jaringan yang terkena, cedera dapat diklasifikasikan
menjadi :
1) Cedera Jaringan Lunak
Beberapa cedera jaringan lunak :
a) Cedera pada kulit
Cedera yang paling sering adalah ekskoriasi (lecet), laserasi
(robek), maupun punctum (tusukan).
b) Cedera pada otot/tendon dan ligamen
(1) Strain adalah cedera yang terjadi pada otot dan tendon.
Biasanya disebabkan oleh adanya regangan yang
berlebihan. Gejala: Nyeri yang terlokalisasi, kekakuan,
bengkak, hematom di sekitar daerah yang cedera.
(2) Sprain adalah cedera yang disebabkan adanya
peregangan yang berlebihan sehingga terjadi cedera
pada ligamen. Gejala : nyeri, bengkak, hematoma, tidak
dapat menggerakkan sendi, kesulitan untuk
menggunakan ekstremitas yang cedera.
2) Cedera Jaringan Keras
Cedera ini terjadi pada tulang atau sendi. Dapat ditemukan
bersama dengan cedera jaringan lunak. Yang termasuk cedera
ini:
a) Fraktur (Patah Tulang) Yaitu diskontinuitas struktur
jaringan tulang. Penyebabnya adalah tulang mengalami
8

suatu trauma (ruda paksa) melebihi batas kemampuan yang


mampu diterimanya. Bentuk dari patah tulang dapat berupa
retakan saja sampai dengan hancur berkeping-keping.
Patah tulang dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
(1) Patah Tulang Tertutup
Dimana patah tulang terjadi tidak diikuti oleh robeknya
struktur di sekitarnya.
(2) Patah Tulang Terbuka
Dimana ujung tulang yang patah menonjol keluar. Jenis
fraktur ini lebih berbahaya dari fraktur tertutup, karena
dengan terbukanya kulit maka ada bahaya infeksi
akibat masuknya kuman-kuman penyakit ke dalam
jaringan.
b) Dislokasi adalah sebuah keadaan dimana posisi tulang pada
sendi tidak pada tempat yang semestinya. Biasanya
dislokasi akan disertai oleh cedera ligamen (sprain).
3. Cedera di Rumah Sakit
Perawatan pada pasien rawat inap di rumah sakit sangat
membutuhkan perhatian yang lebih. Pada pasien rawat inap dimana
pasien pada ruangan tersebut membutuhkan penanganan jangka panjang
yang perlu keseriusan dari para tenaga kesehatan untuk menghindari
terjadinya kesalahan penanganan dalam praktiknya. Hal ini untuk
menghindari kesalahan medis, kesalahan medis itu sendiri adalah
kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan
atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien dan kejadian yang
tidak diharapkan (KTD). KTD adalah suatu kejadian yang
mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu
tindakan (commission), dan bukan karena “underlying disease” atau
kondisi pasien.
Cedera pada pasien dirumah sakit umumnya lebih banyak
diakibatkan oleh jatuh. Kejadian pasien jatuh di rumah sakit merupakan
9

masalah yang serius karena dapat menyebabkan cedera ringan sampai


kematian, serta memperpanjang lama perawatan (length of stay/LOS) di
rumah sakit dan biaya perawatan menjadi lebih besar. Kejadian pasien
jatuh di rumah sakit Inggris sebanyak 250.000/tahun dan lebih dari 1000
kasus menyebabkan patah tulang.
4. Pencegahan Cedera
Pengetahuan tentang pengontrolan cedera sangat perlu dan
dibutuhkan dalam beberapa tahun terakhir ini yang ditujukan pada
komponen hal-hal yang membahayakan kemanan yang berkontribusi
pada cedera baik non fatal maupun fatal. Istilah kecelakaan tidak begitu
luas akan digunakan dalam diskusi pencegahan cedera, karena
kecelakaan diimpilikasikan pada kejadian yang terjadi karena kehendak
Tuhan atau keberuntungan yang buruk, yang tidak dapat diduga, dan
yang tidak dapat dicegah. Seperti halnya, kecelakaan, maka cedera
memiliki sesuatu cara yang harus dicegah.
Prinsip pencegahan cedera termasuk pendidikan mengenai hal-hal
yang membahayakan keamanan dan strategi pencegahan; pengontrolan
lingkungan dan mesin-mesin (keamanan aktif atau pasif dikemudian hari
yang mungkin mencegah cedera dari produk atau alat yang digunakan),
dan penguatan pada pengaturan diantara peralatan, pengaman, tenaga
kerja dan sebagainya. Keamanan aktif termasuk pemberian pengaturan
pada tingkah laku seseorang yang dapat menguntungkannya. Keamanan
pasif atau automatik termasuk pengaturan yang menggunakan mesin dan
peralatan dan tidak membutuhkan tingkah laku seseorang yang spesifik
untuk menjadi aktif. Kantung udara, pengaman tempat tidur adalah
contoh dari keamanan pasif. Keamanan pasif adalah lebih
menguntungkan dari pada keamanan aktif dalam pengerjaannya, karena
tidak membutuhkan penjelasan atau pendidikan kepada klien atau
individu tersebut. Salah satu risiko keamanan pasien selama berada
dalam pelayanan di rumah sakit adalah kemungkinan pasien jatuh (fall).
10

D. Jatuh
1. Definisi
Jatuh adalah suatu peristiwa di mana seorang mengalami jatuh
dengan atau tanpa disaksikan oleh orang lain, tak disengaja / tak
direncanakan, dengan arah jatuh ke lantai, dengan atau tanpa mencederai
dirinya. Penyebab jatuh dapat meliputi faktor fisiologis (pingsan) atau
lingkungan (lantai yang licin).
2. Faktor Resiko Jatuh
a. Riwayat jatuh sebelumnya
b. Gangguan Kognitif
c. Gangguan keseimbangan, gaya berjalan, atau kekuatan
d. Gangguan mobilitas
e. Penyakit neurologi; seperti stroke dan Parkinson
f. Gangguan muskuloskeletal; seperti artritis, penggantian sendi,
deformitas.
g. Penyakit kronis; seperti osteoporosis, penyakit kardiovaskular,
penyakit paru dan diabetes
h. Masalah nutrisi
i. Medikamantosa (terutama konsumsi > 4 jenis obat)
3. Etiologi Jatuh
a. Ketidaksengajaan : 31%
b. Gangguan gaya berjalan / keseimbangan : 17%
c. Vertigo : 13%
d. Serangan jatuh (drop attack): 10%
e. Gangguan kognitif : 4%
f. Hipotensi postural : 3%
g. Gangguan visus : 3 %
h. Tidak diketahui : 18%
11

4. Kunci Keberhasilan Program Pencegahan Cedera Akibat Resiko Jatuh


a. Prioritas utama adalah keselamatan pasien
b. Gunakan pendekatan yang sederhana dan terstandarisasi
c. Kata Kunci : Semua pasien beresiko jatuh, semua petugas berperan
serta dalam pencegahan kejadian jatuh.
d. Pelatihan dan edukasi staf
e. Perlengkapan dan sumberdaya yang mendukung dan adekuat
5. Pencegahan dan Manajemen Jatuh
a. Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien
b. Sediakan pencahayaan yang adekuat
c. Alas kaki anti licin
d. Berikan instruksi kepada pasien untuk memanggil petugas jika ingin
turun dari tempat tidur
e. Beri penjelasan mengenai sistem pemanggilan perawat ke ruangan
f. Bel panggilan berada dalam jangkauan, gampang dilihat, serta pasien
mengetahui letak dan cara penggunaannya
g. Tali penarik lampu meja berada dalam jangkauan, terlihat, serta
pasien mengetaui letak dan cara penggunaannya
h. Pertimbangkan untuk menggunakan pengasuh pada pasien dengan
gangguan kognitif
i. Sediakan lingkungan yang aman (rapi, tidak licin, kabel-kabel terikat
dengan rapi, jalur berjalan bersih dari benda-benda yang tidak perlu
j. Barang-barang pribadi berada dalam jangkauan
k. Posisikan tempat tidur serendah mungkin dengan roda terkunci
l. Mulai mobilisasi secepat dan sesering yang masih diperbolehkan
untuk kondisi pasien
m. Edukasi pasien dan keluarga mengenai pencegahan jatuh
n. Tanda pengenal kepada pasien (gelang berwarna di pergelangan
tangan, tulisan atau tanda di depan kamar pasien)
o. Setiap 1-3 jam, tawarkan bantuan untuk ke kamar mandi dan
perawatan
12

p. Perawatan termasuk mobilisasi pasien, menawarkan minum, dan


memastikan pasien hangat dan nyaman
q. Konsultasikan dengan tim dan farmasi (tinjau ulang medikasi)
r. Alarm tempat tidur
s. Alarm di kursi roda
t. Lokasi kamar tidur pasien berdekatan dengan pos perawat ( nurse
station)
u. Karpet di samping tempat tidur
v. Tempat tidur rendah
w. Evaluasi oleh tim interdisiplin
x. Untuk pasien yang beresiko cedera kepala (misalnya pasien dalam
terapi antikoagulan, gangguan kejang berat, riwayat jatuh mengenai
kepala), pertimbangkan penggunaan pelindung kepala
y. Penggunaan dudukan toilet yang ditinggikan
z. Musik relaksasi
aa. Program olahraga/ aktivitas
bb. Transfer ke sisi yang lebih stabil
cc. Secara aktif, libatkan pasien dan keluarga dalam program
pencegahan jatuh
dd. Berikan instruksi kepada pasien sebelum memulai aktivitas
ee. Penggunaan alat bantu sesuai dengan kebutuhan pasien
ff. Meminimalisir gangguan/distraksi
gg. Periksa ujung anti-selip pada tongkat dan walker
hh. Instruksikan pasien untuk menggunakan pegangan

6. Asesmen Resiko Jatuh Morse

Faktor Resiko Skala Poin Skor


Pasien
Riwayat Jatuh Ya 25
Tidak 0
Diagnosis Sekunder Ya 15
( 2 diagnosis medis) Tidak 0
13

Alat Bantu Berpegangan pada perabot 30


Tongkat/alat penopang 15
Tidak ada/ kursi roda/ perawat/ 0
tirah baring
Terpasang Infus Ya 20
Tidak 0
Gaya Berjalan Terganggu 20
Lemah 10
Normal/ tirah baring/ imobilisasi 0
Status Mental Sering lupa akan keterbatasan 15
yang dimiliki
Sadar akan kemampuan diri 0
sendiri
Total
Kategori :

Resiko Tinggi : 45

Resiko Sedang : 25 – 44

Resiko rendah : 0 – 24

E. SOP Pencegahan Cedera pada Pasien Resiko Jatuh

Standar Operasional Prosedur (SOP)

JUDUL :

Pencegahan Cedera pada Pasien Resiko Jatuh

Pengertian Jatuh adalah suatu peristiwa di mana seorang mengalami


jatuh dengan atau tanpa disaksikan oleh orang lain, tak
disengaja / tak direncanakan, dengan arah jatuh ke lantai,
dengan atau tanpa mencederai dirinya. Penyebab jatuh
dapat meliputi faktor fisiologis (pingsan) atau lingkungan
(lantai yang licin) (Yohanto, 2014). 
14

Standar operasional prosedur pencegahan cedera pada


pasien dengan resiko jatuh adalah prosedur kegiatan untuk
menilai dan mengevaluasi ulang serta mengambil tindakan
pada pasien yang mempunyai resiko jatuh di bangsal rawat
inap.

Tujuan Untuk meminimalisasi kejadian cedera akibat pasien jatuh


di bangsal rawat inap Rumah Sakit.

Indikasi Pasien rawat inap dengan indikasi resiko jatuh.

Alat 1. Walker 
Pengaman 2. Tongkat(Cane) 
3. Wedge (bantalan) 
4. Dudukan toilet yang ditinggikan 
5. Karpet/tikar anti-licin 
6. Alarm tempat tidur 
7. Lap buddy 
8. Gait belt 
9. Tempat tidur rendah / khusus 
10. Gelang identifikasi resiko jatuh 
*penggunaan walker / cane  hanya ditujukan pada
pasien yang memang telah menggunakannya sebelum
dirawat atau direkomendasikan oleh fisioterapis.

Prosedur A. Prosedur Pencegahan Jatuh Untuk Semua Pasien 


1. Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien 
2. Posisikan bel panggilan, pispot dan pegangan
tempat tidur berada dalam jangkauan 
3. Jalur untuk pasien berjalan harus bebas obstruksi
15

dan tidak licin 


4. Jauhkan kabel-kabel dari jalur berjalan pasien 
5. Posisikan tempat tidur rendah (tinggi tempat tidur

sebaiknya   63,5 cm) dan pastikan roda terkunci 


6. Tentukan penggunaan paling aman untuk
pegangan di sisi tempat tidur. Ingat bahwa
menggunakan 4 sisi pegangan tempat tidur
dianggap membatasi gerak ( mehanical restraint) 
7. Menggunakan sandal anti licin 
8. Pastikan pencahayaan adekuat 
9. Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan 
10. Bantu pasien ke kamar mandi jika diperlukan 
11. Evaluasi efektifitas obat-obatan yang
meningkatkan predisposisi jatuh (sedasi,
antihipertensi, diuretic, benzodiazepine, dan
sebagainya) konsultasikan dengan dokter atau
petugas farmasi jika perlu
12. Konsultasikan dengan dokter mengenai kebutuhan
fisioterapi pada pasien dengan gangguan
keseimbangan/gaya berjalan/penurunan
fungsional
13. Nilai ulang status kemandirian pasien setiap hari
14. Pantau adanya hipertensi ortostatik jika pasien
mengeluh pusing atau vertigo dan ajari pasien
untuk bangun dari tempat tidur secara perlahan
15. Gunakan peninggi tempat dudukan toilet, jika
diperlukan
16. Penggunaan alat bantu (tongkat, penopang), jika
perlu
17. Berikan edukasi mengenai teknik pencegahan
16

jatuh kepada pasien dan keluarganya


B. Prosedur Pencegahan Jatuh pada Pasien Resiko
Sedang dan Tinggi
1. Langsung diterapkan pada saat pasien memasuki
ruang perawatan
a. Berikan tanda didepan kamar pasien untuk
identifikasi pasien resiko jatuh
b. Lokasi kamar tidur berdekatan dengan pos
perawat
c. Kunjungi pasien setiap jam oleh petugas
medis dan lakukan pengawasan ketat
d. Pastikan sepanjang waktu bahwa posisi
tempat tidur rendah dan kedua sisi pegangan
tempat tidur terpasang dengan baik
e. Tawarkan bantuan ke kamar mandi setiap 2
jam
f. Batasi aktivitas pasien dan berikan tindakan
pencegahan pada pasien dan keluarga
g. Perawat mengingatkan keluarga untuk
membawa alas kaki dan alat bantu dari rumah
(seperti tongkat, alat penopang)
h. Nilai kebutuhan akan fisioterapi
i. Nilai gaya berjalan pasien dan catat
j. Pastikan pasien menggunakan alat bantu yang
sesuai
k. Kolaborasi dengan tim interdisiplin dalam
merencakan program pencegahan jatuh
l. Pastikan perangkat keselamatan pasien
digunakan dan berfungsi dengan baik
2. Berdasarkan kategori jatuh pasien, evaluasi
17

penggunaan alat pengaman dengan mengacu pada


Pedoman Penggunaan Alat Pengaman sesuai
dengan kategori resiko jatuh
C. Prosedur Penggunaan Tempat Tidur Rendah
(Khusus)
1. Pada pasien dengan resiko tinggi, tempat tidur
harus berada pada posisi serendah mungkin.
Tempat tidur hanya boleh ditinggikan saat
pemeriksaan medis, penanganan keperawatan, dan
atau saat mentransfer.
2. Bantalan diletakkan di sisi tempat tidur yang
sering digunakan pasien untuk turun dari tempat
tidur. Pegangan di sisi tempat tidur harus
terpasang dengan baik.
Catatan : panjang pegangan di sisi tempat tidur <
panjang tempat tidur sehingga tidak dianggap
sebagai pembatas gerak.
3. Pada pasien bukan resiko tinggi, pengaturan
tinggi tempat tidur tidak boleh melebihi 63,5 cm.
D. Prosedur Mengecek Bed Pad Alarm (Dengan
Menggunakan Tombol)
1. Hidupkan alarm
2. Cek dengan menekan tombol alarm
3. Alarm berbunyi → dapat dipergunakan (berfungsi
dengan baik)
4. Alarm tidak berbunyi → segera ganti dengan
alarm lainnya
5. Beritahukan kepada perawat yang bertugas
F. Prosedur Mengecek Pull String Alarm
(Menggunakan Penarikan Tali)
18

1. Hidupkan Alarm
2. Tarik tali yang menggantung dari alarm
3. Alarm berbunyi → dapat dipergunakan (berfungsi
dengan baik
4. Alarm tidak berbunyi → segera ganti dengan
alarm lainnya
5. Beritahukan kepada perawat yang bertugas
Dokumentasi
1. Pencatatan dilakukan pada setiap pasien dengan
menggunakan Asesmen Resiko Jatuh
2. Semua pasien dengan kategori risiko sedang dan
tinggi akan dilakukan pencatatan status jatuh pada
bagian “Rencana Perawatan Interdisiplin” di sub-
bagian ”Proteksi”.

Anda mungkin juga menyukai