Anda di halaman 1dari 10

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

DI SUSUN OLEH:

WA SUHAINI (011901005)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH BUTON
BAUBAU
2021
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Q.S Surat Ali-Imran Ayat 110
Artinya : Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Kajian ayat : (Adalah kamu) hai umat Muhammad dalam ilmu Allah swt. (sebaik-
baik umat yang dikeluarkan) yang ditampilkan (buat manusia, menyuruh kepada yang
makruf dan melarang dari yang mungkar serta beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli
Kitab beriman, adalah ia) yakni keimanan itu (lebih baik bagi mereka. Di antara mereka
ada yang beriman) misalnya Abdullah bin Salam r.a. dan sahabat-sahabatnya (tetapi
kebanyakan mereka orang-orang yang fasik) kafir.
Peran Islam dalam perkembangan ipteks pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama,
menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang
seharusnya dimiliki umat Islam. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam
wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan. Ini
bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan,
melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang
sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan
dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam
(yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan
sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam,
Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan ipteks, didasarkan pada
ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan
iptek jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek ipteks dan
telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau
pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan teknologi dan seni dunia , yang kini dipimpin oleh
perdaban barat , mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan
dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan iptek modern.
A. Rumusan Masalah
Bagaimana sinergi ilmu dan pengintegrasiannya dengan nilai dan ajaran agama?
Bagaimana paradigma ilmu tidak bebas nilai?
Bagaimana paradigma ilmu bebas nilai?
Bagaimana perlunya akhlak islami dalam dan penerapan ipteks?
B. Tujuan
Mendeskripsikan sinergi ilmu dan pengintegrasiannya dengan nilai dan ajaran agama
Mendeskripsikan paradigma ilmu tidak bebas nilai 
Mendeskripsikan paradigma ilmu bebas nilai 
Mendeskripsikan akhlak islami dalam penerapan ipteks.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sinergi Ilmu Dan Pengintegrasiannya Dengan Nilai Dan Ajaran Agama


Merujuk kepada sejarah Islam, teknologi bukanlah sesuatu yang asing. Teknologi
akan terus berkembang sejalan dengan kepandaian manusia untuk memudahkan urusan
kehidupan. Islam tidak pernah menghalangi atau bahkan mengharamkan teknologi
terutama dimanfaatkan untuk pendidikan. Tidak ada hukum sesuatu itu haram kecuali
terdapat nas dan dalil terang menyatakan sesuatu itu haram.
Wacana perpaduan antara sains dan Agama di Indonesia sudah lama digaungkan
sebagaimana yang tertuang dalam UUSPN Nomor 20 Tahun 2003 pasal 30 yang
mewajibkan penyelenggaraan pendidikan Agama pada semua strata pendidikan sebagai
bentuk kesadaran bersama untuk mencapai kualitas hidup yang utuh.
Peserta didik saat ini sangat kritis dan tidak begitu saja menerima pelajaran
pendidikan agama Islam. Ketika disampaikan tentang haramnya makanan tertentu maka
mereka tidak serta merta menerima namun mereka mempertanyakan tentang keharaman
makanan tersebut. Dalam kasus seperti inilah peran sains diharapkan mampu
memberikan penjelasan secara menyeluruh. Sehingga antara pendidikan agama Islam dan
sains dapat saling mendukung dalam memberikan pemahaman yang utuh kepada peserta
didik.
Integrasi sinergis antara Agama dan ilmu pengetahuan secara konsisten akan
menghasilkan sumber daya yang handal dalam mengaplikasikan ilmu yang dimiliki
dengan diperkuat oleh spiritualitas yang kokoh dalam menghadapi kehidupan. Islam tidak
lagi dianggap sebagai Agama yang kolot, melaikan sebuah kebutuhan untuk
mengaktualisasikan diri di berbagai bidang kehidupan, dan sebagai fasilitas untuk
perkembangan ilmu dan  teknologi. 
Agama, dalam  hal ini Islam sebagai paradigma, saat ini masih sebagai justifikasi
atau pembenaran terhadap konsep-konsep sains dan belum menjadi paradigma keilmuan
yang menyeluruh (holistik). Orientasi  dan sistem pedidikan di sekolah antara ilmu
Agama dan ilmu umum haruslah diintegrasikan secara terpadu dalam sebuah proses
pelarutan, maksudnya antara Agama dan sains dapat disinergikan secara fleksibel, dan
link and match.
Integrasi sains dan Agama memiliki nilai penting untuk menghilangkan anggapan
antara Agama dan sains adalah dua hal yang tidak dapat disatukan, dan untuk
membuktikan bahwa Agama (Islam) bukan Agama  yang kolot yang tidak menerima
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan Agama yang terbuka dan wahyu
(al-qur’an) merupakan sumber atau inspirasi dari semua ilmu.
Sebagai seorang muslim yang mesti kita pikirkan bahwa penyebab Islam dalam
kondisi terpuruk dan terbelakang dalam konteks sains adalah “kalau bangsa-bangsa lain
sudah berhasil membangun stasiun luar angkasa dan sudah berpikir tentang bagaimana
mengirimkan pesawat rung angkasa berawak ke Mars, Umat kita (Islam) masih sibuk
untuk menyelesaikan problem-problem yang semestinya sudah tidak perlu dipersoalkan
seperti halnya kunut, bid’ah, do’a jama’ah, zikir ba’da shalat, dan lain sebagainya“.
Melirik sejarah Peradaban Islam (Sains) pada antara abad 8-12M kita dapat
mengenal sejumlah figur intelektual muslim yang menguasai dua disiplin ilmu,  baik ilmu
Agama maupun ilmu umum (sekalipun pada hakikatnya dalam pandangan Islam ilmu
umum itu juga merupakan ilmu Agama, merupakan kalam tuhan yang kauniyah/ tersirat)
sebut saja misalnya Ibn Sina (370-428/980-1037), al-Ghazali (450-505/ 1059-1111) Ibn
Rusd, Ibn Thufail dan lain sebagainya. Mereka adalah para figur intelektual  muslim yang
memiliki kontribusi besar terhadap kemajuan-kemajuan dunia Barat modern sekarang ini.
Jika pada awalnya kajian-kajian kelslaman hanya berpusat pada Alquran, Hadis, Kalam,
Fiqih dan Bahasa, maka pada periode berikutnya, setelah kemenangan Islam di berbagai
wilayah, kajian tersebut berkembang dalam berbagai disiplin ilmu: fisika, kimia,
kedokteran, astronomi, dan ilmu-ilmu sosial lainnya.

B. Paradigma ilmu tidak bebas nilai


Ilmu yang tidak bebas nilai (value bond) memandang bahwa ilmu itu selalu terikat
dengan nilai dan harus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai.
Perkembangan nilai tidak lepas dari dari nilai-nilai ekonomis, sosial, religius, dan nilai-
nilai yang lainnya.
Menurut salah satu filsof yang mengerti teori value bond, yaitu Jurgen Habermas
berpendapat bahwa ilmu, sekalipun ilmu alam tidak mungkin bebas nilai, karena setiap
ilmu selau ada kepentingan-kepentingan. Dia juga membedakan ilmu menjadi 3 macam,
sesuai kepentingan-kepentingan masing-masing;

1. Pengetahuan yang pertama, berupa ilmu-ilmu alam yang bekerja secara empiris-
analitis. Ilmu ini menyelidiki gejala-gejala alam secara empiris dan menyajikan hasil
penyelidikan untuk kepentingan-kepentingan manusia. Dari ilmu ini pula disusun
teori-teori yang ilmiah agar dapat diturunkan pengetahuan-pengetahuan terapan yang
besifat teknis. Pengetahuan teknis ini menghasilkan teknologi sebagai upaya manusia
untuk mengelola dunia atau alamnya.
2. Pengetahuan yang kedua, berlawanan dengan pengetahuana yang pertama, karena
tidak menyelidiki sesuatu dan tidak menghasilkan sesuatu, melainkan memahami
manusia sebagai sesamanya, memperlancar hubungan sosial. Aspek kemasyarakatan
yang dibicarakan adalah hubungan sosial atau interaksi, sedangkan kepentingan yang
dikejar oleh pengetahuana ini adalah pemahaman makna.
3. Pengetahuan yang ketiga, teori kritis. Yaitu membongkar penindasan dan
mendewasakan manusia pada otonomi dirinya sendiri. Sadar diri amat dipentingkan
disini. Aspek sosial yang mendasarinya adalah dominasi kekuasaan dan kepentingan
yang dikejar adalah pembebasan atau emansipasi manusia.
C. Paradigma ilmu bebas nilai

Ilmu bebas nilai dalam bahasa Inggris sering disebut dengan value free, yang
menyatakan bahwa ilmu dan teknologi adalah bersifat otonom. Ilmu secara otonom tidak
memiliki keterkaitan sama seklai dengan nilai. Bebas nilai berarti semua kegiatan terkait
dengan penyelidikan ilmiah harus disandarkan pada hakikat ilmu itu sendiri. Ilmu
menolak campur tangan faktro eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu itu
sendiri.
Josep Situmorang menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada 3 faktor sebagai indikator
bahwa ilmu itu bebas nilai, yaitu:

1. Ilmu harus bebas dari pengendalian-pengendalian nilai. Maksudnya adalah bahwa


ilmu harus bebas dari pengaruh eksternal seperti faktor ideologis, religious,
cultural, dan social.
2. Diperlukan adanya kebebasan usaha ilmiah agar otonom ilmu terjamin.
Kebebasan di sisni menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.
3. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding
menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis sendiri itu bersifat universal.

Dalam pandangan ilmu yang bebas nilai, eksplorasi alam tanpa batas dapat
dibenarkan, karena hal tersebut untuk kepentingan ilmu itu sendiri, yang terkadang hal
tersebut dapat merugikan lingkungan. Contoh untuk hal ini adalah teknologi air
condition, yang ternyata berpengaruh pada pemanasan global dan lubang ozon semakin
melebar, tetapi ilmu pembuatan alat pendingin ruangan ini semata untuk pengembangan
teknologi itu dengan tanpa memperdulikan dampak yang ditimbulakan pada lingkungan
sekitar. Dalam ilmu bebas nilai tujuan dari ilmu itu untuk ilmu.
Dengan bebas nilai kita maksudkan suatu tuntutan dengan mengajukan kepada
setiap kegiatan ilmiah atas dasar hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Orang yang
mendukung bebas nilai ilmu pengetahuan akan melakukan kegiatan ilmiah berdasarkan
nilai yang khusus yang diwujudkan ilmu pengetahuan. Karena kebenaran dijunjung tinggi
sebagai nilai, maka kebenaran itu dikejar secara murni dan semua nilai lain
dikesampingkan.

D. Perlunya akhlak islami dalam penerapan ipteks 


Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dunia, yang kini dipimpin oleh
perdaban barat satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru
dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh
perkembangan ipteks modern membuat orang lalu mengagumi dan meniru- niru gaya
hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis terhadap segala dampak negatif yang
diakibatkanya.
Padahal Islam sangat memperhatikan pentingnya ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni dalam kehidupan umat manusia. Martabat manusia disamping ditentukan oleh
peribadahannya kepada Allah, juga ditentukan oleh kemampuannya mengembangkan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Islam sangat mendukung umatnya untuk
melakukan research dan bereksperimen dalam hal apapun, termasuk dalam IPTEKS. Bagi
Islam, IPTEKS adalah termasuk ayat-ayat Allah yang perlu digali dan dicari
keberadaannya. Dalam QS. Yunus ayat 101 A dijelaskan bahwa “Katakanlah
(Muhammad): lakukanlah nadzar (penelitian dengan menggunakan metode ilmiah)
mengenai apa yang ada di langit dan di bumi.
Peran Pendidikan Agama Islam dalam Perkembangan Sains dan Teknologi
Peran Pendidikan Islam dalam perkembangan teknologi, diantaranya adalah sebagai
berikut :
Aqidah Islam Sebagai Dasar Sains dan Teknologi
Inilah peran pertama pendidikan islam yang dimainkan dalam iptek, yaitu menjadikan
aqidah Islam sebagai basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam
sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah SAW.
Syariah Islam sebagai Standar Pemanfaatan Sains dan Teknologi
Peran kedua Islam dalam perkembangan sains dan teknologi, adalah bahwa
Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan sains dan teknologi. Ketentuan halal-
haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan
iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah
dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan sains dan teknologi yang tidak boleh
dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam. Jika dua peran ini dapat
dimainkan oleh umat Islam dengan baik, insyaAlloh akan ada berbagai berkah dari Allah
kepada umat Islam dan juga seluruh umat manusia.
Upaya Pendidikan Islam dalam Menghadapi Dampak negatif Sains dan Teknologi
Materi pendidikan Islam harus mampu menstimulir fitrah manusia, baik fitrah ruhani,
akal, maupun perasaan sehingga dapat melaksanakan perannya dengan baik, entah
sebagai hamba Allah SWT..ataupun sebagai khalifah dimuka bumi.

MenurutProf. A. Qodry Azizy (2004: 81), tiga komponen yang dimiliki pendidikan Islam
sebagai kunci dalam mengendalikan dan mengembalikan sains dan teknologi ke posisi
semula, yaitu:
Amar ma’ruf
Pendidikan Islam memperkenalkan konsep pengembangan amar ma’ruf. Tidak
hanya kaitannya dalam pergaulan sosial saja, akan tetapi amar ma’ruf ini dimaknai juga
sebagai pengembangan diri dan iptek secara positif. Jadi apapun yang dihasilkan oleh
umat Islam harus mampu memberikan nilai positif bagi kehidupannya dan habitat di
sekelilingnya. Begitu pun dalam pengembangan iptek, umat Islam harus mengarahkan
penggunaan iptek kepada hal yang benar, yang diridhoi oleh Allah SWT.
Nahi Munkar
Pendidikan Islam mengarahkan manusia untuk mampu membedakan dan memilih
kebenaran. Seandainya ada penyalahgunaan iptek, maka pendidikan Islam mengharuskan
umat Islam untuk menghindarinya dan memperbaiki serta mencegah penyalahgunaannya
kembali.
Iman kepada Allah
Poin ketiga ini menjadi poin utama dasar pendidikan Islam. Karena dengan
keimanan yang kuat, umat Islam akan mampu menghadapi dampak negatif iptek yang
hadir. Iman kepada Allah SWT akan menghadirkan rasa takut untuk bermaksiat terhadap-
Nya, dan rasa malu untuk melakukan kerusakan di bumi. Sebesar apapun serangan
dampak negatif iptek, umat Islam akan mampu membentengi diri melalui peningkatan
keimanan yang terus menerus. Karena pada dasarnya dampak negatif iptek tidak akan
terbendung, hanya diri kitalah yang harus membentengi diri sebaik mungkin untuk
menghadapinya. 
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan 
IPTEKS yaitu Ilmu Teknologi dan Seni adalah suatu hal yang sangat diperhatikan
dalam Islam, martabat manusia disamping ditentukan oleh peribadahannya kepada Allah,
juga ditentukan oleh kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu
Islam mewajibkan setiap umat muslim untuk menuntut ilmu, karena manusia adalah
makhluk yang telah dikaruniai potensi akal yang sepatutnya diperintahkan untuk berfikir
dan berilmu. Tetapi IPTEK dan Seni pada zaman sekarang ini telah dikuasai oleh
peradaban Barat yang mana banyak yang melenceng dari syara’. Sejatinya, ilmu adalah
amal jariyah maka IPTEK dan Seni haruslah dijalankan sesuai dengan hukum dan syara
dan yang patut dipertimbangkah adalah mengenai halal-haramnya, bukan manfaatnya
saja.
B. Saran 
Sebagai makhluk yang diciptakannya, sudah sepatutnya kita berjalan di dunia ini
sesuai dengan aturan pencipta kita, Allah Azza wa Jalla, karena akan telah dikaruniai
kepada kita, maka kewajiban menuntut ilmu harus segera kita jalankan. Tentunya, sesuai
dengan aturan Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Ina. 2015. Etika Pengembangan dan Penerapan Ipteks. (Online)


http://inafauzia95.blogspot.com/2015/05/etika-pengembangan-dan-penerapan-ipteks.html
Salim, Asbar. 2015. Etika Pengembangan dan Penerapan Ipteks. (Online)
https://asbarsalim009.blogspot.com/2015/03/etika-pengembangan-dan-penerapan-ipteks.html?
m=1

Anda mungkin juga menyukai