Anda di halaman 1dari 17

APLIKASI METODE TAHLILI DALAM FIQH AL-HADIS

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Ulumu Hadis”


yang disusun oleh:

Dosen pembimbing:
DR. ANDI DARUSSALAM, M.Ag.

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


PASCASARJANA UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Selain al-Quran al-Karim, hadis Nabi Saw. juga termasuk sumber ajaran yang

wajib bagi umat Islam. Oleh karena itu, jika pemahaman terhadap al-Quran itu wajib

atau penting, maka hal serupa juga harus berlaku terhadap hadis Nabi Saw. karena

pemahaman terhadap keduanya tidak dapat dipisahkan begitu saja.

Untuk memahami isi kandungan hadis berbeda dengan cara memahami al-

Quran. Jika dalam memahami al-Quran membutuhkan syarat dan teknik tertentu,

maka demikian pula halnya dengan usaha untuk memahami isi serta maksud dari

hadis Rasulullah Saw. Hal ini dikupas dan dikaji dalam suatu bidang ilmu hadis yang

disebut dengan metode pemahaman hadis.

Istilah pemahaman dalam hadits meliputi hal: menjelaskan maksud, arti,

kandungan, atau pesan hadis dan disiplin ilmu lain. 1 Jadi metode pemahaman hadîts,

adalah cara-cara yang diterapkan dalam memahami hadîts,.

Tentu saja dalam memahami isi, kandungan, dan maksud dari suatu hadis

para ulama di kalangan umat muslim berbeda pandangan. Dalam buku “Filsafat Ilmu

Hadis” diterangkan bahwa tipologi pemahaman ulama terhadap hadis dapat

diklasifikasikan menjadi dua kelompok yakni tekstualis dan kontekstualis.2 Dimana

pembahasan secara ekplisit mengenai kedua hal tersebut dapat kita temukan dalam

pembahasan metode pemahaman hadis secara umum.

1Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi (Metode dan Pendekatan), (Yogyakarta: Center for
Educational Studies and Development (CESaD) YPI Al-Rahmah. 2001)
2 Abustani Ilyas, Laode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis, (Cet. I, Zadahaniva, 2011) h.
159

2
2

Dalam kajian tafsir al-Quran ada empat metode tafsir yang digunakan dalam

mengkaji al-Quran yang juga digunakan oleh para pensyarah hadis dalam memahami

kandungan matan hadis yaitu metode Tahlili (analitis) metode Ijmali (global), metode

Muqaran (perbandingan) dan metode Mawdu’iy (tematik).

Pengkajian yang rinci terhadap keempat metode tersebut membutuhkan waktu

yang panjang untuk memahaminya, oleh karena itu dalam makalah ini hanya akan

dibahas sedikit tentang salah satu dari keempat metode terebut yaitu metode tahlili

beserta aplikasi penggunaannya dalam memahami sebuah hadis

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan metode Tahlili?

2. Apa saja kelebihan dan kekurangan metode Tahlili?

3. Bagaiamana penggunaan metode Tahlili dalam memahami suatu hadis?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Tahlili

Tahlili berasal dari bahasa Arab hallala-Yuhallilu-Tahlil yang berarti

”menguraikan” atau menganalisis. Namun Tahlili disini dimaksudkan adalah

mengurai, menganalisis dan menjelaskan makna-makna yang terkandung dalam hadis

Rasulullah SAW dengan memaparkan aspek-aspek yang terkandung didalamnya

sesuai dengan keahlian dan kecenderungan pensyarah tersebut.3

Metode tahlili adalah metode analisa yang biasa digunakan dalam ilmu tafsir

untuk menginterpretasi ayat-ayat al-Qur’an. Metode ini kemudian diadopsi oleh para

pakar hadis dalam menginterpretasi hadis Nabi Saw. Dari segi bahasa, tahlili berarti

menjelaskan setiap bagian dari suatu jenis serta fungsinya masing-masing.4

Sedangkan defenisi terminologinya, metode tahlili adalah metode yang mengurai

kosa kata dan lafadz, menjelaskan apa yang diistinbatkan dan mengaitkan antara satu

sama lain dengan merujuk aspek historis dan nash-nash yang lain.5

Dalam metode Tahlili atau syarh tahlili dapat berbentuk ma’tsur (riwayat)

atau ra’yi (pemikiran rasional). Syarah yang berbentuk ma’tsur ditandai dengan

banyaknya riwayat-riwayat yang datang dari sahabat, tabi’ al-tabi’in atau ulama

3 http://www.tongkronganislami.net /2015/11/makalah-metode-tahlili-dalam-kitab.html,
diakses pada 3 Mei 2017
4Majma al-Lugah al-Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasit ( Cet IV; Kairo: Maktabah al-Syuruq al-
Dauliyah, 2004), h. 194
5 H.S. Agil Husain al Munawar dan Masykur Hakim, I’jaz al-Qur’an dan Metodologi Tafsir,
(Cet I;Semarang: Dina Utama,1994), h. 36.

3
4

hadis dalam penjelasan terhadap hadis yang disyarahi. Adapun syarah yang berbentuk

ra’yi banyak didominasi oleh pemikiran rasional pensyarahnya.6

B. Kelebihan dan Kekurangan Metode Tahlili

Dari suatu sumber dikemukakan beberapa kelebihan dan kekurangan dari

metode tahlili . Adapun kelebihannya antara lain sebagai berikut:

a) Ruang lingkup pembahasan yang sangat luas.

Metode tahlili dapat mencakup berbagai aspek: kata, frasa, klausa,

kalimat, sabab al-wurud, munasabah (korelasi internal) dan lain sebagainya.

b) Memuat berbagai ide dan gagasan.

Memberikan kesempatan yang sangat longgar kepada pensyarah untuk

menuangkan ide-ide, gagasan-gagasannya dalam syarah hadîs dan juga

gagasan lain dikemukakan oleh ulama.

Kemudian kekurangan dari metode tahlili ialah sebagai berikut:

a) Menjadikan Petunjuk Hadis Parsial

Metode tahlili menjadikan petunjuk hadîts bersifat parsial atau

terpecah-pecah, sehingga seolah-olah hadîs memberikan pedoman secara

tidak utuh dan tidak konsisten karena syarah yang diberikan pada hadîts lain

yang sama karena kurang memperhatikan hadis lain yang mirip atau sama

redaksinya dengannya.

b) Melahirkan Syarah Yang Subyektif

Dalam metode tahliliy, pensyarah tidak sadar bahwa dia telah

mensyarah hadîts secara subyektif. dan tidak mustahil pula ada di antara mereka yang

6 Abustani Ilyas, Laode Ismail Ahmad,, h.163


5

mensyarah hadîts sesuai dengan kemauan pribadinya tanpa mengindahkan kaidah-

kaidah atau norma-norma yang berlaku.7

C. Contoh Penggunaan Metode Tahlili Dalam Memahami Hadis.

Contoh penggunaan metode tahlili dalam pemahaman hadis dapat kita lihat dari

hadis Rasulullah Saw yang membicarakan tentang Kedudukan Mujahid Dalam Islam

sebagai berikut:

‫ال‬$$‫ق‬ ‫حدثين زهري بن حرب حدثنا جرير عن عامرة وهو ابن القعقاع عن أيب زرعة عن أيب هريرة‬
‫بييل‬$$‫قال رسول هللا صىل اللهم عليه وسمل تضمن هللا ملن خرج يف سبيهل ال خيرجه إال هجاد يف س‬
‫ه‬$$‫رج من‬$$‫كنه اذلي خ‬$$‫ه إىل مس‬$$‫وإ مياان يب وتصديقا برسيل فهو عيل ضامن أن أدخهل اجلنة أو أرجع‬
‫وم‬$$‫اء ي‬$$‫بيل هللا إال ج‬$‫ا من لكم يلكم يف س‬$$‫ده م‬$$‫ر أو غنمية واذلي نفس محمد بي‬$$‫ا انل من أج‬$$‫انئال م‬
‫ق عىل‬$$‫وال أن يش‬$$‫ده ل‬$$‫ك واذلي نفس محمد بي‬$$‫ون دم ورحيه مس‬$$‫ه ل‬$$‫ه حني لكم لون‬$$‫ة كهيئت‬$$‫القيام‬
‫أمحلهم وال جيدون‬$‫عة ف‬$$‫د س‬$$‫دا ولكن ال أج‬$$‫املسلمني ما قعدت خالف رسية تغزو يف سبيل هللا أب‬
‫سعة ويشق علهيم أن يتخلفوا عين واذلي نفس محمد بيده لوددت أين أغزو يف سبيل هللا فأقتل مث‬
‫يل عن‬$‫دثنا ابن فض‬$‫اال ح‬$$‫ريب ق‬$$‫و ك‬$‫أغزو فأقتل مث أغزو فأقتل و حدثناه أبو بكر بن أيب شيبة وأب‬
8
)‫(رواه مسمل‬. ‫عامرة هبذا اإلسنا‬
Artinya:
“…Dari Abi Hurairah ra. Dari Nabi Saw. bersabda “Allah akan menanggung
orang yang keluar di jalan Allah hanya untuk berjihad di jalanku (Allah),
beriman kepadaku dan membenarkan rasulku, maka dia akan dijamin untuk
dimasukkan ke dalam surga atau kembali ke rumahnya dalam keadaan
memperoleh pahala atau ghanimah (harta rampasan). Demi jiwa Muhammad
dalam genggaman-Nya, tak satupun luka yang diperoleh di jalan Allah, kecuali
datang pada hari kiamat sebagaimana keadaannya ketika dilukai. Warnanya
adalah warna darah, wanginya seharum misik (minyak wangi). Demi jiwa
Muhammad dalam genggaman-Nya seandainya tidak memberatkan terhadap
orang Islam saya tidak akan duduk dibelakang pasukan (tidak ikut) berperang di

7 Buchari M, Metode Pemahaman Hadis, Sebuah Kajian Hermeneutik, (Jakarta: Nuansa


Madani, 1999), h. 22-23
8 Abu al-Husain, Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim, (Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub, 1996)
Jilid 3 hal. 1495.
6

jalan Allah selamanya akan tetapi saya tidak mampu (fisik dan materi) untuk
membawa mereka (perang) dan mereka juga tidak akan mampu bahkan mereka
akan merasa berat untuk diam (tidak ikut saya dalam perang). Demi jiwa
Muhammad dalam genggaman-Nya saya rindu untuk berperang di ja
lan Allah lalu saya terbunuh (kata tersebut diulangi tiga kali).  
a) Kualitas Hadis

Semua perawi hadits tersebut di atas tsiqah, mulai dari Abu Hurairah, Abu

Zur’ah, “Umarah bin al-Qa’qa’, Jarir bin Abd Humaid dan Zuhair bin Harb, sehingga

bisa dipastikan hadis tersebut Shahih.

b) Perawi Hadis

Pada makalah ini diuraikan riwayat hidup 2 di antara perawi hadis di atas, yaitu:

1. Abu Hurairah

Abu Hurairah adalah salah satu sahabat yang paling banyak meriwayatkan

hadis-hadis Rasulullah saw. Mengenai nama aslinya dan nama ayahnya, para

sejarawan beragam komentar. Di antara mereka ada yang mengatakan Abd Rahman

bin Shahar dan ada pula yang mengatakan Abd Rahman bin Ghanam, bahkan ada

yang menyebut namanya dengan nama Abdullah, Sakin, Amir, Barir dan masih

banyak lagi nama-nama yang lain.9 Namun yang paling masyhur adalah Abd Rahman

bin Sakhar al-Dawsy (salah satu kabilah di Yaman), sedangkan nama Islam yang

diberikan Rasulullah sebagai pengganti nama jahiliyahnya adalah Abd Syams bin

Sakhar. Kemudian Rasulullah memberinya gelar dengan Abu Hurairah pada saat

Rasulullah melihat Abu Hurairah membawa kucing dan pada akhirnya Abu

Hurairahlah yang lebih dikenal dibanding nama aslinya.  

Abu Hurairah masuk Islam pada tahun ke-7 hijriyah yaitu pada tahun perang

khabar dan meninggal dunia pada tahun 57 H. di al-Aqiq menurut pendapat yang

9Abu al-Hajjaj Yusuf  bin Zaky al-Mizzy, Tahdzib al-Kamal (Bairut Lebanon: Muassasah al-


Risalah, 1980) Jilid 32,  h. 463.
7

paling kuat. Dia juga dikenal sebagai pemimpin ahl al-Shuffah (para sahabat yang

menghuni masjid Nabawi). Dan dialah sahabat yang paling banyak meriwayatkan

hadis. Menurut Baqi bin Mukhallad sebanyak 5374 buah hadis yang dia riwayatkan.

Dia mengambil hadis dari sekitar 800 sahabat, bahkan al-Bukhari meriwayatkan

sekitar 93 hadis darinya sementara Imam Muslim meriwayatkan sekitar 189 hadis

darinya.10 Dan dia juga termasuk sahabat yang mendapatkan doa khusus dari

Rasulullah yaitu doa agar dapat menghapal semua apa yang didengarnya

sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim dan al-Turmudzi dalam

kitab mereka.11   

Diantara guru-gurunya adalah Rasulullah sendiri dan sahabat-sahabat senior

seperti khulafa’ al-rasyidin, sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga, Aisyah dan

lain-lain. Sementara murud-muridnya antara lain dari kalangan sahabat seperti Anas

bin Malik, Jabir bin Abdullah, Usamah bin Zaid dan sahabat-sahabat junior,

sedangkan dari kalangan tabi’in antara lain adalah Hasan al-Bashry, Said bin

Musayyib, Atha’ bin Abi Rabah, Ibnu Syihab al-Zuhry dan lain-lain.

2. Abu Zur’ah

Nama sebenarnya adalah Abdulah bin Abdul Karim, seorang hafidh besar

yang terkenal, teman temannya mengakui kelebihannya dalam ilmu hadits, Abu

Zur’ah seorang penghapal hadits dan seorang yang mendhabitkannya.

Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam kitabnya Ma’rifatu Ulumil Hadits, bahwa

diwaktu Qutaibah bin Sa’ad pergi ke Rai, penduduknya meminta kepadanya.agar

10 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Sinar Grafika Offset, cet ke-1, 2008),h. 247
11 Lebih lengkapnya lihat Shahih al-Bukhari Kitab al-‘Ilm bab Hifzh al-‘Ilm Jilid 1 hal. 56.
Shahih Muslim kitab Fadhail al-Shahabah bab Min Fadhail Abi Hurairah Jilid 4 hal. 1939 dan Sunan
al-Turmudzi kitab al-Manaqib ‘anRasulillah bab Manaqib Abi Hurairah Jilid 5,  hal. 684.
8

mengeluarkan hadits, Maka Qutaibah menolak dan berkata,” Apakah yang aku

riwayatkan kepada kamu sesudah majlisku dihadiri Ahmad ibn Hanbal, Yahya ibn

Ma’in, Ali ibn Mahdy, Abu Bakar ibn Abi Syainah dan Abu Khuzaimah?”. Mereka

berkata kepadanya : disini ada seorang pemuda yang dapat menyebutkan segala apa

yang telah anda riwayatkan dari majlis ke majlis, maka Abu Zur’ah pun menyebut

hadits satu per satu. Al-Hakim menggolongkan beliau ini ke dalam golongan fuqaha

hadits. Ia wafat pada tahun 264 H.

3. Pengertian Kosa Kata dan Frase

‫من‬$$‫تض‬ :Akar katanya adalah  ‫مضن‬ yang berarti menjadikan sesuatu dalam

kandungan/himpunan sesuatu lain. Namun dalam hadis ini artinya adalah menjamin

dengan cara mewajibkan pada diri atas dasar memberi karunia dan memulyakan yang

berarti menanggung atau menjamin.12

‫هجاد‬: Berasal dari kata ‫هجد‬ yang berarti payah, usaha atau tenaga sehingga


kata ‫اجلهاد‬ jika dibaca fathah jimnya maka bermakna tanah tandus atau keras sehingga

dapat dikatakan ‫هجاد‬ adalah usaha kuat dan  keras atau mengarahkan seluruh daya

dalam menghadapi apa saja13 sehingga dalam hadis ini, jihad adalah mengerahkan

segala daya dalam berperang.   

‫إميان يب‬     : Berasal dari kalimat ‫أمن‬ yang memiliki dua arti yaitu amanah

(dapat dipercaya, ketentraman hati) dan tasdiq (pembenaran)14dan maksud iman

dalam hadis di atas adalah keyakinan dengan hati, pembenaran dengan lisan dan

12 Abu al-Hasan Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’jam Maqayis al-Lughah, (Bairut


Lebanon: Dar al-Fikr) Jilid 3 ,h. 292.
13 Muhammad bin Mukrim bin Manzhur al-Afriqy, Lisan al-Arab (Bairut Lebanon: Dar
Ihya’ al-Turats al-Araby, 1996) Jilid 3, h. 133.
14 Abu al-Hasan Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’jam Maqayis al-Lughah, h.138
9

pengaplikasian dengan fisik. Makna asli iman adalah keyakinan dan pembenaran

mantap yang tak tercampuri oleh keraguan atau kebimbangan.  

  ‫ وتصديق برسيل‬: Maksud dari lafal ini adalah meyakini akan kebenaran para
utusan Allah yang mulya. Dan lafal ini juga mengandung dalil atau argumentasi

bahwa iman adalah sesuatu yang universal yang tidak dapat dipecah-pecah atau

dipereteli. Maka iman tidak akan sah hanya dengan beriman kepada sebagian

kandungannya sedangkan kandungan iman yang lain diingkari seperti beriman

kepada Allah dan mendustakan para rasul.15

‫امن‬$$‫ض‬: kata ‫امن‬$$‫ض‬ dalam hadis ini adalah menjadikan orang-orang yang

berjihad di jalan Allah dalam jaminan dan tanggungan Rasulullah agar dimasukkan

ke dalam surga di akhirat kelak. Meskipun lafal  ‫ضامن‬ dalam bentuk isim fa’il namun
maknanya dapat berarti isim maf’ul yakni orang yang dijamin.    

‫غنمية‬: Kata ini pada dasarnya menunjukkan arti memanfaatkan sesuatu yang
tidak pernah dimiliki sebelumnya. Namun dalam hadis ini, yang dimaksud

dengan  ‫غنمية‬ adalah harta yang diperoleh oleh para mujahid dari musuh-musuhnya
dengan cara paksa atau karena menang.

‫أجر‬: adalah balasan bagi setiap amal, jamaknya


adalah ‫ور‬$$$$$‫أج‬ atau ‫ارة‬$$$$$‫إج‬ sehingga dapat dipahami bahwa yang dimaksud

dengan ‫أجر‬ dalam hadis ini adalah paha dari Allah swt yang akan diberikan dan

dinikmati di akhirat kelak.  

  ‫نفس محمد بيده‬ : Kalimat ini merupakan salah satu bentuk sumpah atas nama
Allah, Dzat Yang Maha Suci lagi Maha Pencipta, karena semua jiwa makhluk ada

15 Muhammad Ali al-Shabuny, Min Kunuz al-Sunnah. h. 170.


10

dalam genggaman-Nya. Dialah yang memiliki hak penuh akan kehidupan dan

kematian, penciptaan dan pengadaan.

‫لكم‬ : Kata yang terdiri dari ‫م‬-‫ل‬-‫ك‬ ini memiliki dua makna yaitu ucapan yang
memahamkan dan juga bermakna luka.16 Dan dalam hadis ini, makna yang

dikehendaki adalah makna luka, maksudnya bahwa tak satupun luka yang didapat

dalam medan perang di jalan Allah kecuali luka itu akan muncul di hari kiamat

seperti semula, warnanya bagaikan warna darah dan wanginya sewangi minyak

kasturi.

‫يشق‬ : kata ini bermakna kesusahan, kepayahan dan keberatan. Sebagaimana


firman Allah (‫ق عليك‬$$‫د أن أش‬$$‫“ )وما أري‬Maka aku tidak hendak memberatkan atau

menyusahkan kamu”. Dan dalam hadits juga dikatakan ( ‫لوال أن أشق عيل أميت ألمرهتم‬

‫الة‬$$‫د لك ص‬$$‫واك عن‬$$‫“ )ابلس‬Seandainya aku tidak menyusahkan atau memberatkan


umatku, niscaya aku suruh mereka untuk bersiwak (sikat gigi) setiap mau shalat”. 

‫خالف رسية‬ : Lafal ini terdiri dari dua kata yaitu ‫خالف‬ yang berarti belakang
dan ‫رسية‬ yang berarti sekelompok  pasukan atau satu kompi pasukan. Dari sini dapat

dipahami bahwa maksud lafal tersebut adalah Rasulullah tidak mau ketinggalan

dalam medan perang, bahkan dia ingin keluar dan ikut serta dalam setiap perang

bersama kelompok atau kompi pasukan yang berjihad di jalan Allah.    

‫عة‬$$‫س‬   : Arti dasarnya adalah keluasan, kemewahan dan kelapangan, akan

tetapi yang dimaksud dalam hadis ini adalah  kekuatan, kekuasaan dan harta yang

cukup untuk menyiapkan pasukan dalam berjihad di jalan Allah.

16 Abu al-Hasan Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’jam Maqayis al-Lughah, h.106


11

‫لوددت‬        : Kata ini berasal dari tiga huruf yaitu ‫د‬-‫د‬-‫و‬ yang menunjukkan


arti suka, kasih, sayang, harap dan angan-angan sehingga maksudnya adalah saya

suka dan mengharap sekali.

‫أغزو‬ : Kata ‫أغزو‬  terdiri dari huruf ‫و‬-‫ز‬-‫غ‬ yang berarti mencari sesuatu, sukar


 

membuahkan atau melahirkan sehingga ‫الغازى‬ yaitu orang yang mencari dan susah

menghasilkan. Oleh karena itu, orang yang berperang dikatakan ‫الغازى‬ karena dia

mencari ridha Allah namun harus melalui susah payah.

4. Kandungan Hadits

Rasulullah Saw. memberikan gambaran tentang pahala atau balasan orang

yang berperang atau berjihad di jalan Allah yaitu mereka yang mengorbankan jiwa

dan hartanya demi mengangkat harkat dan martabat agama. Balasan dan pahala apa

yang lebih besar (dari pahala jihad ini) dan kedudukan apa yang lebih tinggi melebihi

kedudukan yang diperuntukkan Allah kepada orang-orang yang berjihad di Jalan-

Nya. Di mana Allah berfirman dalam Q.S Ali Imran: 169-170;


‫واَل حَت ۡ سنَب ٱذَّل ِ ين ُق ِتلُو ْا يِف سب ِ ٱ‬
١٦٩ ‫ون‬ َ ُ‫ِيل هَّلل ِ َأ ۡم َ ٰواَۢت ۚ ب َ ۡل َأ ۡح َيٓا ٌء ِعندَ َرهِّب ِ ۡم يُ ۡر َزق‬ َ َ َّ َ َ
‫ٱ‬
‫و ٌف عَلَهۡي ِ ۡم َواَل‬$ۡ $‫و ْا هِب ِ م ِ ّم ۡن َخلۡ ِفه ِۡم َأاَّل َخ‬$$‫ون ِب ذَّل ِ َين ل َ ۡم يَلۡ َح ُق‬ ‫ٱ‬
َ ُ ‫فَ ِر ِح َني ِب َمٓا َءاتَهٰى ُ ُم هَّلل ُ ِمن فَضۡ هِل ِ ۦ َوي َۡس َتبۡرِش‬
١٧٠ ‫ُون‬ َ ‫مُه ۡ حَي ۡ َزن‬
Terjemahnya:
“Dan Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah
itu mati bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki.
Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya
kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih
tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.

Kehidupan itu adalah kehidupan abadi lagi kekal selama-lamanya dalam

surga keabadian dan singgasana kenikmatan. Kehidupan itu hanyalah sebagian


12

anugerah yang diberikan oleh Allah sebagai penghormatan kepada para mujahid. Di

samping itu, dalam kehidupan dunia, Allah telah menyiapkan untuk mereka

panggilan yang indah (nama yang harum) di mana nama-nama mereka akan dikenang

dalam daftar sejarah sepanjang zaman.

Mereka senantiasa hidup meskipun jasad telah tiada, mereka senantiasa

disebut dan dielukan oleh setiap bibir dan dicintai oleh setiap hati. Dan inilah rahasia

pelarangan Allah berkata bahwa para syuhada (pahlawan yang gugur di medan

perang) telah mati/gugur karena sesungguhnya Allah mengabadikan nama baik

mereka. Anugerah dan kemulyaan itu sudah cukup menjadi sebuah penghormatan dan

kebanggaan bagi mereka.

Sungguh hadis Rasulullah telah menjelaskan bahwa Allah telah menjamin

surga bagi siapa saja yang berjihad di jalan Allah, mengikhlaskan amal baiknya untuk

Allah, beriman kepada Rasul-Nya, membenarkan dan meyakini janji-janji-Nya.

Pahala dan balasan yang besar ini hanya diperuntukkan bagi mujahid yang menuntut

penegakan kalimat Allah dan memulyakan agama dibalik jihadnya. Rasulullah pernah

ditanya tentang seseorang yang berperang karena nafsu belaka supaya dikenal bahwa

dia pemberani, atau berperang karena memperoleh materi (harta rampasan) atau

berperang karena melindungi keluarganya, maka Rasulullah menjawab dengan

kalimat yang mengagumkan seperti yang diriwayatkan darinya “Barang siapa yang

berperang untuk menegakkan dan mengangkat kalimat Allah maka dialah yang

berperang di jalan Allah”. Bahkan Rasulullah menutup hadisnya dengan sebuah

sumpah bahwa seandainya bukan karena orang-orang Islam akan mengalami

kerumitan dan kesusahan dan seandainya bukan kerena kepayahan yang akan

menimpa orang-orang mukmin, maka Rasulullah tidak akan pernah ketinggalan


13

sedikitpun mengambil bagian dalam setiap perang. Akan tetapi karena belas kasih

sayangnyalah terhadap umatnya sehingga dia tidak turut serta dalam setiap perang.

Rasulullah mengharap dan berangan-angan agar dia terbunuh di jalan Allah

kemudian hidup kembali kemudian berjihad dan terbunuh dan begitulah seterusnya…

karena dia tahu betapa besar pahala dan balasan bagi syuhada di jalan Allah, maka

hormatilah dan mulyakanlah setiap panglima dan pemimpin. Betapa indah seorang

sastrawan muslim berkebangsaan Turki seraya berkata “Jika Anda tidak terbakar dan

aku tidak terbakar maka dari mana cahaya itu akan muncul?”.     

Hadis di atas memberikan informasi tentang pentingnya setiap muslim untuk

berjihad di jalan Allah sebab apapun yang terjadi, apakah menang atau kalah,

semuanya akan mendapatkan balasan. Jika menang maka ada dua balasan yang

diperoleh yaitu balasan dunia berupa materi (harta rampasan) dan pahala di akhirat

nanti, namun jika kalah atau terbunuh maka juga akan mendapat balasan yakni pahala

dan mati syahid. Bahkan arwah mereka berada dalam surga. Kalaupun tidak, mereka

akan masuk surga bersama para al-sabiqin (orang Islam awal) dan al-

muqarrabin (orang-orang yang dekat dengan Allah) tanpa hisab, tanpa adzab bahkan

tanpa siksa karena dosa-dosanya sebab mati syahid-lah yang menjadi penebus dan

penghapus atas dosa-dosa yang telah dilakukannya selama hidup.17

Adapun pengertian jihad menurut bahasa yaitu bermakna mengerahkan

seluruh kemampuan antara kedua belah pihak unuk saling mempertahankan

posisinya, meskipun hanya berdasarkan perkiraan saja. Kan makna jihad menurut

17 Yahya bin Syaraf al-Nawawy, Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi (Bairut Lebanon: Dar


al-Kutub al-Ilmiyah, 1421 H/2000 M) Jilid 13 h. 19
14

pengertian syara’, urf dan istilah adalah berperang di jalan Allah dengan segala

ketentuannya.18

18 Syamsuddin Ramadlan al-Nawiy, Hukum Islam seputar Jihad dan Mati Syahid, (Cet.
I;Surabaya:Fadillah Print,2006),h. 33.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemebahasan yang begitu singkat tentang metode Tahlili ini, maka dapat

dikemukakan sebuah kesimpulan sebagai berikut:

1. Tahlili berasal dari bahasa Arab hallala-Yuhallilu-Tahlil yang berarti

”menguraikan” atau menganalisis. Namun Tahlili disini dimaksudkan adalah

mengurai, menganalisis dan menjelaskan makna-makna yang terkandung

dalam hadis Rasulullah SAW dengan memaparkan aspek-aspek yang

terkandung didalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan pensyarah

tersebut.

2. Kelebihan dari metode ini ialah ruang lingkup pembahasan yang sangat luas,

dan Memuat berbagai ide dan gagasan. Adapun kekurangannya adalah

menjadikan petunjuk hadis parsial, melahirkan syarah yang subyektif.

3. Dari contoh metode tahlili di atas dapat disimpulkan bahwa Aplikasi metode

tahlili melalui beberapa langkah, yaitu, penetapan judul hadis, mengumpulkan

sanad, matan dan mukharrij hadis yang terkait dengan judul, kemudian

menentukan kualitas atau kedudukan hadis, memberikan pengertian baik

dalam arti kosa kata  maupun frase serta menjelaskan kandungan

hadis. Contoh hadis yang diambil penulis tentang kedudukan mujahid dalam

Islam adalah hadis shahih dengan melihat para perawinya yang tsiqah.

15
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim
Al-Hajjaj, Abu, Yusuf  bin Zaky al-Mizzy, Tahdzib al-Kamal, Bairut Lebanon: Jilid
32, Muassasah al-Risalah, 1980
Al-Hasan, Abu Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’jam Maqayis al-Lughah, Bairut
Jilid 3, Lebanon: Dar al-Fikr.
Al-Husain, Abu ,& bin al-Hajjaj, Muslim, Shahih Muslim, Riyadh: Jilid 3, Dar ‘Alam
al-Kutub, 1996.
Al-Nawawy, Yahya bin Syaraf,  Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi, Bairut
Lebanon: Jilid 13, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1421 H/2000 M.
Al-Nawiy, Syamsuddin Ramadlan Hukum Islam seputar Jihad dan Mati Syahid, Cet.
I;Surabaya:Fadillah Print, 2006.
Buchari M, Metode Pemahaman Hadis, Sebuah Kajian Hermeneutik, Jakarta: Nuansa
Madani, 1999
H.S. Agil Husain al Munawar dan Masykur Hakim, I’jaz al-Qur’an dan Metodologi
Tafsir, Cet I;Semarang: Dina Utama,1994
Ibn, Ahmad, ‘Aliy ibn Hajar al- ‘Asqalâniy (selanjutnya disebut al-‘Asqalâniy), Fath
al-Bâriy bi Syarh Shahih al-Bukhâry, Beirut: Jilid 1, Dar al-Ma’rifah, t.th.
Ilyas, Abustani Laode Ismail Ahmad, Filsafat Ilmu Hadis, Cet. I, Zadahaniva, 2011.
Kementrian Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahnya, CV. Diponegoro,
2013
Majid, Abdul Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Sinar Grafika Offset, Cet ke-1, 2008),h.
247
Majma al-Lugah al-Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasit ( Cet IV; Kairo: Maktabah al-
Syuruq al-Dauliyah, 2004),
Manzhur al-Afriqy, Muhammad bin Mukrim, Lisan al-Arab, Bairut Lebanon: Jilid 3,
Dar Ihya’ al-Turats al-Araby, 1996.
Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi (Metode dan Pendekatan), (Yogyakarta: Center for
Educational Studies and Development (CESaD) YPI Al-Rahmah. 2001)
Shahih al-Bukhari, al-‘Ilm bab Hifzh al-‘Ilm, Jilid 1.
Shahih Muslim, Fadhail al-Shahabah, Jilid 4
Sunan al-Turmudzi, al-Manaqib ‘an Rasulillah,  Jilid 5
http://www.tongkronganislami.net. diakses pada 3 Mei 2017

16

Anda mungkin juga menyukai