Anda di halaman 1dari 27

BAB III

ANALISIS TAH{LI@LI@ QS A<LI ‘IMRA<N/3: 156-157

A. Kajian Surah A<li ‘Imra>n

1. Kajian Nama Surah.

Surah A>li ‘Imra>n dinamai demikian karena di dalamnya dikemukakan

kisah keluarga ‘Imra>n dan terperinci; yaitu ‘Isa>, Yahya, Maryam dan ibu beliau.

Sedang ‘Imra>n adalah ayah dari ibu Nabi ‘Isa> yaitu Maryam as.

Surah ini terdiri dari 200 ayat, sekitar 80 ayat pertama berkaitan dengan

kedatangan serombongan pendeta Kristen dan Najran (sebuah lembah diperbatasan

Yaman dan Arab Saudi), pada tahun IX Hijriah untuk berdiskusi dengan Nabi saw. di

mesjid Madinah menyangkut ‘Isa> as. Dalam kaitannya dengan keesaan Tuhan.

Walau telah berlangsung beberapa hari, diskusi tidak mencapai kata sepakat sehingga

akhirnya Nabi Muhammad saw.mengajak mereka bermubahalah sebagaimana akan

terbaca nanti.

Dalam kesempatan kehadiran para pendeta itu ke mesjid Nabi saw. di

Madinah, mereka melaksanakan shalat sesuai dengan ajaran agama Kristen yang

mereka anut, di dalam mesjid Nabawi di Madinah. Nabi saw. yang melihat hal

tersebut membiarkan mereka. Demikian diuraikan oleh al-Qurtubi dalam tafsirnya

dan dikutip oleh Syaikh Muhammad Sayyid Tanta>wi, pemimpin tertinggi al-Azhar,

juga dalam tafsirnya.1

1
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah : Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. II
(Cet. II; Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 249.

31
32

Nama surah ini banyak, di antaranya: surah ‫األمان‬al-ama>n ( kesamaan),


‫الكزن‬al-kanz, ‫ طيبة‬t}i>bah, tetapi yang populer adalah A>li ‘Imra>n.
2. Kandungan Surah

Menurut Sayyid Qutb dalam tafsirnya kiranya belum lengkap pengenalan

secara umum terhadap surah ini sebelum kita kemukakan ada tiga langkah penting

cara memahaami kandungan surah Al-‘Imra>n.2

Langkah yang pertama ialah menjelaskan makna di>n dan makna Islam.

Di>n agama yang didefinisikan oleh Allah, dikehendakinya dan diridhainya,

bukanlah semata-mata akidah mengenai Allah. Tetapi, ia merupakan sebuah

gambaran yang utuh mengenai i’tikad (keyakinan) kepada Allah Yang Mahasuci lagi

Mahaluhur, sebuah gambaran tauhid yang mutlak, jelas dan pasti. Yaitu, tauhid

ulu>hiyyah “mengesakan sembahan” yang dengan inilah manusia dan semua

makhluk di alam semesta mengarah kepada ubudiahnya, dan tauhid qawa>mah

“kesatuan pengurusan” atas manusia serta seluruh alam semesta maka, tidak ada

sesuatu pun yang terlaksana kecuali dengan pertolongan Allah, dan tidak ada yang

mengurus makhluk kecuali Allah.

Adapun langkah kedua yang menjadi fokus surah ini adalah menggambarkan

keadaan kaum muslimin dalam hubungan mereka dengan Tuhannya dan kepasrahan

mereka kepadanya, serta penerimaan mereka terhadap segala sesuatu yang datang

darinya dengan penerimaan yang penuh, ketaatan, dan mengikutinya dengan

secermat-cermatnya.

2
Sayyid Qutb,Tafsi>r fi> Z{ila>l al-Qur’a>n, terj. As’ad Yasin, Abdul Aziz Sa>lim
Basyarahil, Muchotob Hamzah (Cet; IV: Jakarta, Gema Insani Press, 2008), h. 22.
33

Langkah yang ketiga ialah memperingatkan agar tidak menjadikan orang-

orang mukmin sebagai pemimpin dan agar jangan menganggap sepele terhadap

peringatan yang melarang mengangkat pemimpin-pemimpin kafir ini.Juga

menetapkan bahwa tidak ada iman dan hubungan dengan Allah yang disertai dengan

mengangkat pemimpin yang kafir yang tidak berhukum kepada kitab Allah dan tidak

mengikuti manhaj-Nya dalam kehidupan.

Demikian tiga langkah besar yang tersusun rapidan saling melengkapi dalam

menetapkan tas}awwur(presepsi), pemikiran islami, dan dalam menjelaskan hakekat

tauhid dengan segala konsekuensinya bagi kehidupan manusia dan perasaannya

terhadap Allah serta pengaruhnya terhadap sikap mereka kepada musuh-musuh Allah

yang tidak ada sikap lain selain itu.

3. Eksistensi ayat tentang Mengandai-andai QS ‘A<li Imra>n/156-157.

Tujuan utama surah Ali> ‘Imra>n adalah pembuktian tentang tauhid, keesaan

dan kekuasaan Allah swt. serta penegasan bahwa dunia, kekuasaan, harta, dan anak-

anak yang terlepas dari nilai-nilai Ilahiyah, tidak akan bermanfaat di akhirat kelak.

Hukum-hukum alam yang melahirkan kebiasaan-kebiasaan, pada hakikatnya

ditetapkan dan diatur oleh Allah yang Maha Hidup dan Qayyu>m (Maha Menguasai

dan Mengelola segala sesuatu), sebagaimana terlihat dari peristiwa-peristiwa yang

dialami oleh A>li ‘Imra>n (keluarga ‘Imra>n). Sebentar lagi surah ini akan

memaparkan kisah Maryam, ‘Isa>, Zakariyya>, dan lain-lain, yang melalui

merekalah Allah swt. menunjutkan keesaan, kekuasaan, dan penguasaan-Nya atas

alam raya, serta terlihat pula bagaimana keluarga itu ayah, ibu, dan anak, atau suami

dan istri tunduk patuh dan percaya kepada Allah yang maha esa.
34

Tujuan sungguh pada tempatnya karena al-Fa>tihah yang merupakan surah

pertama merangkum seluruh ajaran Islam secara singkat, dan al-Baqarah menjelaskan

secara lebih terperinci tuntunan-tuntunan agama. Nah, surah A>li ‘Imra>n datang dan

menekankan sesuatu yang menjadi dasar dan sendi utama tuntunan tersebut, yakni

tauhid. Tanpa kehadiran tauhid, pengalaman tuntunan lainnya tidak bernilai di sisi-

Nya.3

Sedangkan apa yang dilakukan orang-orang kafir yakni mengandai-andai

bertentangan dengan keluarga Imran yang membuktikan kekuasaan Allah untuk

mengatur segala sesuatu. Mengandai-mengandai merupakan perilaku yang tidak

meyakini akan adanya takdir yang telah ditentukan oleh Allah. Maka dalam QS ‘A<li

‘Imra>n/ 2:156. Allah memerintahkan untuk tidak mengandai-andai seperti orang

kafir dan meyakini segala ketentuan Allah.

B. Teks ayat dan terjemahnya QS Ali ‘Imra>n/3: 156-157

‫اَي َأهُّي َا اذَّل ِ َين آ َمنُ""وا اَل تَ ُكونُ""وا اَك ذَّل ِ َين َك ُفَروا َوقَالُوا ْخ" َ"واهِن ِ ْم َذا رَض َ بُوا يِف اَأْل ْر ِض َأ ْو اَك ن ُوا‬
‫ِإ‬ ‫ِإِل‬
‫غُ" ًّ"زى ْلَو اَك ن ُوا ِع ْن""دَ اَن مَا مَاتُوا َومَا قُ ِتلُ""وا ِل َي ْجعَ َل اهَّلل ُ َذكِل َ َحرْس َ ًة يِف قُلُ"وهِب ِ ْم َواهَّلل ُ حُي ْ يِي‬
ٌ‫ُّم لَ َم ْغ ِف َرة‬ ِ ِ ِ ِ
ْ ‫) َولَئ ْن قُت ْلتُ ْم يِف َس ب ِيل اللَّه أ َْو ُمت‬156( ٌ‫"ون ب َ ِص"ري‬ َ "ُ‫يت َواهَّلل ُ ِبمَا تَ ْع َمل‬"ُ ‫َويُ ِم‬
)157( ‫ِم َن اللَّ ِه َو َرمْح َةٌ َخْيٌر مِم َّا جَيْ َمعُو َن‬
Terjemahnya:
156. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir
(orang-orang munafik) itu, yang mengatakan kepada Saudara-saudara mereka
apabila mereka mengadakan perjalanan di muka bumi atau mereka berperang:
"Kalau mereka tetap bersama-sama kita tentulah mereka tidak mati dan tidak
dibunuh." akibat (dari perkataan dan keyakinan mereka) yang demikian itu,
Allah menimbulkan rasa penyesalan yang sangat di dalam hati mereka. Allah

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. III
3

(Cet. II; Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 3-4.


35

menghidupkan dan mematikan. dan Allah melihat apa yang kamu kerjakan.
157. Dan sungguh, sekiranya kamu gugur di jalan Allah atau mati, sungguh
pastilah ampunan Allah dan Rahmatnya lebih baik (bagimu) dari pada apa
(harta rampasan) yang mereka kumpulkan.4

C. Makna Fungsional Ayat

a. (‫)اَي َأهُّي َا اذَّل ِ َين آ َمنُوا اَل تَ ُكون ُوا اَك ذَّل ِ َين َك َف ُرو‬
َ )pada permulaan penggalan ayat di atas menunjukkan sebagai huruf
Huruf(‫اي‬

nida’ (panggilan) sedangkan kata (‫ي‬ ُّ ‫)َأ‬merupakanmunada’ (yang dipanggil). Fa


huwa mudaf (‫)ها‬mud}af ilai>h adapun tanda jar nya dengan harakat sukun. Kata (

‫)آ َمنُوا‬adalah bentuk fi’ilma>d}i>. Adapun huruf(‫ )وا‬merupakan waw al-jama>’ah


kedudukannya adalah dirafa karena merupakan bentuk fa’i>l. Sedangkan huruf ( ‫ل‬ 5

‫)َا‬merupakan bentuk la> na>f i(yang menunjukkan penafian, pengecualian atau


tidak). Kata (‫كون ُ ""وا‬ ُ َ‫)ت‬merupakan bentuk fi’il mud}a>ri dan dirafa dengan
menggunakan huruf waw al-jama’ah karena merupakan fa>’il. Kata (‫ين‬ َ ِ ‫ )اذَّل‬adalah
isim mausul yang ditetapkan atas fathi adapun kedudukannya adalah di rafa karena

mubtada’. Sedangkan kata ( ‫ ) َك َف ُروا‬adalah bentuk fiilma>d}i>. Adapun huruf(‫)وا‬


merupakan waw al-Jama’ah kedudukannya adalah dirafa karena merupakan bentuk

fail. dan jumlah dari fiil dan fail yaitu muta’alliq atau kembali kepada ‫اذَّل ِ َين‬.6

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an al-Kari@m: Terjemah Tajwid Warna (Sukoharjo:


4

Madina Quran, 2016), h. 70.


Ah{mad ‘Ubaid al-Du‘a>s, I‘ra>b al-Qur’a>n, juz 1 (Damaskus: Da>r al-Muni>r, t.th), h.
5

168. Lihat juga: Mah{yu> al-Di>n bin Ah{mad Mus{t{afa> Darwi>sy, I‘ra>b Al-Qur’a>n wa
Baya>nuh, juz 2 (Beirut: Da>r al-Yama>mah, 1415 H), h. 83. Lihat juga: Mah{mu>d bin ‘Abd al-
Rah{i>m S{a>fi>, al-Jadwal fi> I‘ra>b al-Qur’a>n al-Kari>m, juz 4, h.350.
6
Mah{yu> al-Di>n bin Ah{mad Mus{t{afa> Darwi>sy, I‘ra>b Al-Qur’a>n wa
Baya>nuh, juz 2, h. 83.
36

b. ( ‫َ)وقَالُوا خ َْواهِن ِ ْم َذا رَض َ بُوا يِف اَأْل ْرض‬


‫ِإ‬ ‫ِإِل‬
Huruf(‫)و‬َ berfungsi sebagai huruf ‘at{af atau yang menunjukkan relasi antara
penggalan kalimat tersebut dengan kalimat sebelumnya. Sedangkan kata (‫)قَالُوا‬
7

adalah‘at{af kepada‫ َك َف ُروا‬. Adapun kata ( ِ‫)ل‬adalah huruf jar Sedangkan kata ( ِ ‫خ َْواهِن‬
8

‫ ْ)م‬majru>r yaitu kata yang di jar dengan huruf ِ‫>ل‬. Adapun tanda jar nya adalah‫ِإ‬
dengan harakat kasrah yang jelas. Huruf (‫ ) َذا‬adalah huruf syarat. Sedangkan kata (

‫ )رَض َ بُوا‬adalah bentuk fi’ilma>d}i>. Adapun ‫ِإ‬huruf (‫ )وا‬merupakan waw al-jama>’ah


kedudukannya adalah dirafa karena merupakan bentuk fa’i>l. Adapun kata ( ‫)يِف‬

adalah huruf jar. Sedangkan kata (‫ )اَأْل ْرض‬majru>r yaitu kata yang di jar dengan

huruf fi>. Adapun tanda jar nya adalah dengan harakat kasrah yang jelas9

c. ( ‫)َأ ْو اَك ن ُوا غُ ًّزى ل َ ْو اَك ن ُوا ِع ْندَ اَن‬


Huruf (‫ )َأ ْو‬berfungsi sebagaihuruf ‘at{af atau yang menunjukkan relasi antara

penggalan kalimat tersebut dengan kalimat sebelumnya. Sedangkan kata (‫)اَك ن ُوا‬

adalah‘at{af kepada ‫ َك َف ُروا‬. Sedangkan kata (‫ )غُ ًّزى‬mafulum bih atau yang dikena

perbuatan adapun tanda nasabnya dengan harakat fathah yang jelas. Huruf (‫)لَو‬ ْ
adalah huruf syarat. Sedangkan kata (‫ )اَك ن ُوا‬adalah bentuk fi’ilma>d}i>. Adapun

huruf (‫ )وا‬merupakan waw al-jama>’ah kedudukannya adalah dirafa karena

merupakan bentuk fa’i>l. Adapun kata ( َ‫ ) ِع ْند‬menunjukkan tempat fa huwamud}af

adapun huruf (‫ان‬ َ ) adalah mudafun ilaih

7
Mah{mu>d bin ‘Abd al-Rah{i>m S{a>fi>, al-Jadwal fi> I‘ra>b al-Qur’a>n al-
Kari>m, juz 4, h.350.
8
Mah{yu> al-Di>n bin Ah{mad Mus{t{afa> Darwi>sy, I‘ra>b Al-Qur’a>n wa
Baya>nuh, juz 2, h. 83.
9
Mah{mu>d bin ‘Abd al-Rah{i>m S{a>fi>, al-Jadwal fi> I‘ra>b al-Qur’a>n al-
Kari>m, juz 4, h.350.
37

d. (‫) َما َماتُوا َو َما قُ ِتلُوا ِل َي ْج َع َل اهَّلل ُ َذكِل َ َحرْس َ ًة يِف قُلُوهِب ِ ْم‬
Adapun huruf (‫) َما‬merupakan bentuk la> na>fi (yang menunjukkan penafian,

pengecualian atau tidak). Sedangkan kata (‫ ) َماتُوا‬adalah bentuk fi’ilma>d}i>. Adapun

huruf(‫ )وا‬merupakan waw al-jama>’ah kedudukannya adalah dirafa karena

merupakan bentuk fa’i>l. Huruf(‫)و‬ َ berfungsi sebagaihuruf ‘at{af atau yang


menunjukkan relasi antara penggalan kalimat tersebut dengan kalimat sebelumnya.

Huruf (‫) َما‬merupakan bentuk la> na>fi(yang menunjukkan penafian, pengecualian


atau tidak). Kata (‫ )قُ ِتلُوا‬adalah bentuk fi’ilma>d}i>. Adapun huruf(‫ )وا‬merupakan

waw al-jama>’ah kedudukannya adalah dirafa karena merupakan bentuk fa’i>l.

Huruf (‫)ل‬pada kata (‫ ) ِل َي ْجعَ َل‬berfungsi sebagai qasam yaitu (sumpah). Sedangkan 10

kata (‫ل‬َ ‫ )جَي ْ َع‬merupakan fiil mud}ari mabni ‘ala> al-Fathi. Kata ( ُ ‫)اهَّلل‬adalah lafadz
jalalah yang berbentukfail. Sedangkan kata (ً‫حرْس َ ة‬ َ ) mafulum bih atau yang dikena
perbuatan adapun tanda nasabnya dengan harakat fathah yang jelas. kata ( ‫)يِف‬

merupakan huruf jar sedangkan kata (‫ )قُلُ"وهِب ِ م‬majru>r yaitu kata yang di ja>r

dengan huruf fi>. Adapun tanda jar nya adalah dengan harakat kasrah yang jelas. fa

huwa mud}af ‫ مِه‬mud}af ilai>h. 11

َ ُ‫يت َواهَّلل ُ ِب َما تَ ْع َمل‬


e. ( ٌ‫ون ب َ ِصري‬ "ُ ‫َ)واهَّلل ُ حُي ْ يِي َويُ ِم‬
Adapun kata ( ُ ‫ )اهَّلل‬adalah lafaz jalalah yang ditetapkan atas dhamma adapun

kedudukannya adalah dirafa karena mubtada’. Huruf ( ‫ )حُي ْ يِي‬merupakan fiil mud}ari.

Huruf (‫)و‬
َ berfungsi sebagaihuruf ‘at{af atau yang menunjukkan relasi antara
10
Ah{mad ‘Ubaid al-Du‘a>s, I‘ra>b al-Qur’a>n, juz 1, h. 168.
11
Mah{yu> al-Di>n bin Ah{mad Mus{t{afa> Darwi>sy, I‘ra>b Al-Qur’a>n wa
Baya>nuh, juz 2, h. 83.
38

penggalan kalimat tersebut dengan kalimat sebelumnya. Huruf "ُ ‫)يُ ِم‬merupakan fiil
(‫يت‬
mud}ari. Adapun kata (‫ون‬َ ُ‫ )تَ ْع َمل‬merupakan bentuk fi’il mud}a>ri dan dirafa dengan
menggunakan huruf waw al-jama’ah karena merupakan fa>’il. Sedangkan huruf (

ٌ‫ )ب َ ِصري‬adalah khabar.
f. ( ِ ‫ِيل اهَّلل‬
ِ ‫َ)ولَنِئ ْ قُ ِتلْمُت ْ يِف َسب‬
Huruf (‫)و‬ َ pada permulaan penggalan ayat di atas menunjukkan sebagai
huruf isti’nafyaitu makna yang menunjukkan sebagai permulaan kalimat baru.

Adapun huruf ( ْ ‫ )لَنِئ‬adalah huruf syarat. Sedangkan kata ( ْ ‫ )قُ ِتلْمُت‬adalah bentuk
fi’ilma>d}i>. ( ‫ )يِف‬merupakan huruf jar sedangkan kata (‫ِيل‬
ِ ‫ َ)سب‬majru>r yaitu kata
yang di ja>r dengan huruf fi>. Adapun tanda jar nya adalah dengan harakat kasrah

yang jelas. fa huwa mud}af ( ِ ‫ )اهَّلل‬mud}af ilai>h.


g. ( ِ ‫)َأ ْو ُممُّت ْ ل َ َم ْغ ِف َر ٌة ِم َن اهَّلل‬
Huruf (‫ )َأو‬berfungsi sebagaihuruf ‘at{af atau yang menunjukkan relasi antara

penggalan kalimat tersebut dengan kalimat sebelumnya. Huruf ( ‫ ) ُممُّت‬adalah bentuk

fi’ilma>d}i>.12

َ ‫َ)و َرمْح َ ٌة َخرْي ٌ ِم َّما جَي ْ َم ُع‬


h. (‫ون‬
Adapun kata (‫ ) َو َرمْح َ ٌة‬adalah isim yang ditetapkan atas dhamma adapun

kedudukannya adalah di rafa karena mubtada’. Sedangkan kata ( ٌ ‫ ) َخرْي‬adalah khabar.


Adapun huruf (‫) ِم َّما‬ yaitu kata (‫) ِم َن‬ adalah huruf jar sedangkan huruf (‫) َما‬

merupakan isim maus}ul yang ditetapkan atas sukun adapun tanda jar nya adalah

12
Ah{mad ‘Ubaid al-Du‘a>s, I‘ra>b al-Qur’a>n, juz 1, h. 168.
39

dengan harakat kasrah yang jelas. َ ‫ )جَي ْ َم ُع‬merupakan bentuk fiil mud}a>ri dan di
(‫ون‬
rafa dengan menggunakan huruf waw al-Jama’ah karena merupakan fa>’il.13

D. Tafsi>r al-Mufrada>t

1. ‫امنوا‬
Kata kerja ini berakar dari huruf-huruf h{amzah ( ‫)محزة‬, mi>m (‫)ممي‬, dan nu>n
( ‫)ن""ون‬, yang bermakna pokok ‘aman’, ‘tenteram’, ‘tenang’, dan ‘hilangnya rasa

takut’.14Kata a>mana ( ‫ ) َا َم َن‬adalah bentuk fi’il ma>d}i>. Asal makna kata a>mana
yang artinya “jujur, dapat dipercaya”. Kata ini terulang sebanyak 32 kali dalam al-

Qur’an.Iman pada dasarnya pembenaran dan keyakinan, dan dikatakan sesungguhnya

Allah swt.15menanamkan dirinya dengan mukmin karena Dia bersaksi dengan

kemaha-esaannya yang disebut dalam al-Qur’an sebagaimana kita bersaksi bahwa

tidak ada Tuhan selain Allah. Maka mukmin jika disifatkan kepada makhluk yaitu dia

yang yakin dengan apa yang memikatnya. Dan ketika disifatkan kepada Allah swt.

bermakna Allah yang mengamankan siapa yang tidak sepantasnya mendapatkan

azabnya.16 Mukmin yang hakiki, iman mereka tidak bisa pergi karena itu adalah

pemberian, keutamaan dan kekhususan dari Allah swt.

2. ‫كفروا‬

13
Mah{yu> al-Di>n bin Ah{mad Mus{t{afa> Darwi>sy, I‘ra>b Al-Qur’a>n wa
Baya>nuh, juz 2, h. 83.
14
Mah}mu>d Yu>nus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989), h. 49.
15
Muhammad Fua>d ‘Abdul Ba>qi>, Mu’jam al-Mufahras li alfa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m,
h. 103.
Ibra>hi>m bin al-Sirri>, Tafsi>r Asma Allah al-Husna>, Juz I (Da>r al-Tsaqa>fah
16

al-‘Arabiyyah), h. 31-32.
40

Kata kafir merupakan ism fa>’il (kata pelaku) dari kata ‫كفرر‬-‫يكفر‬-‫ كفر‬.Di
dalam al-Qur’an, kata kafir dan seasal dengannya disebut 525 kali. 17 Secara bahasa,

kata kafir mengandung beberapa arti, antara lain ‘menutupi’ QS Ibra>him/ 14: 7,

‘melepaskan diri’ QS Ibra>him/ 14: 22, ‘para petani’ atau kuffa>r ‫ كف""ار‬QS al-
Hadi>d/ 57: 20, ‘menghapus’ QS al-Baqarah/ 2:271, QS al-Anfa>l/ 8:29,’denda’ ‫كفّارة‬

karena melanggar salah satu ketentuan Allah QS al-Ma>idah/ 5: 89 dan 95,’kelopak

yang menutupi buah’, tetapi di dalam al-Qur’an juga berarti lain, yakni,’mata air yang

bening, harum, dan gurih di surga’ QSal-Insa>n/ 76:5.

Dari beberapa arti secara bahasa di atas, menurut al-As}faha>ni> dan Ibn

Manzu>r, yang dekat kepada arti secara istilah adalah ‘menutupi’, dan

‘menyembunyikan’. Kafir adalah orang yang mengingkari agama Allah swt. atau

tidak percaya akan adanya Allah, Nabi-nabi-Nya, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-

Nya, hari kiamat, Qadha dan Qadar yang baik maupun buruk.18 Malam hari disebut

‫اكفر‬ karena ia menutupi siang atau tersembunyinya sesuatu oleh kegelapan. Awan

disebut kafir karena ia dapat menutupi atau menyembunyikan cahaya matahari. Kafir

terhadap nikmat Allah berarti seseorang menutupi atau menyembunyikan nikmat

Allah dengan cara tidak mensyukurinya. Demikian juga petani karena menutupi atau

menyembunyikan benih dengan tanah waktu bercocok tanam. Namun secara

terminologi, kafir dapat dipahami dengan beberapa pengertian, diantaranya adalah:

17
Muhammad Fua>d ‘Abdul Ba>qi>, Mu’jam al-Mufahras li alfa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m,
h. 772.
Sahabuddin, et.al. (editor), Ensiklopedia al-Qur’an Kajian Kosakata, Vol. III (Cet. I;
18

Jakarta: Lentera Hati, 2007), h. 415-418.


41

a) Tidak adanya pembenaran atau mengingkari utusan Allah terhadap risalah yang

dibawa oleh Rasul yang diketahui arah dan tujuannya, baik orang yang awam

maupun cendekia.

b) Menutupi nikmat yang diberikan oleh Allah swt. dengan perbuatan yang

mengindikasikan pengingkaran kepada Allah.

Kafir dapat digolongkan kepada empat bagian yaitu:

a) Kafir al-Ingka>r yaitu sama sekali tidak mengenal Allah swt. dan tidak

mengetahuinya. Ada juga yang berpendapat bahwa kafir ingkar adalah

mengingkari dengan hati, dengan lisan dan tidak mempercayai kebenaran dan

tidak mengiginkan kebenaran terebut.

b) Kafir al-Juhu>d yaitu mengakui Allah swt. dengan hatinya dan tidak mengakui

dengan lisannya seperti kafirnya iblis.

c) Kafir al-Nifa>q yaitu mengakui dengan lisannya dan tidak mengakui dengan

hatinya, seperti kafirnya orang yang ada di madinah (yastrib) yaitu Abdullah bin

salam.

d) Kafir al-‘Ina>d yaitu mengetahui Allah swt. dengan hatinya dan mengakui

dengan lisannya, namun tidak mengamalkan agama-Nya. Ada juga yang

mengatakan bahwa kafir al-‘Ina>d yaitu mengetahui dengan hati dan tidak

membenarkan dengan hati dan lisannya dan memilih untuk tidak beragama.

3. ‫األرض‬
Kata ard} yang di dalam al-Qur’an bisa diartikan sebagai bumi. Akan tetapi

tidak semua kata itu diartikan sebagai bumi, karena ada juga yang digunakan untuk

mengingformasikan penciptaan alam semesta dengan sistem tata surya belum


42

terbentuk sampai sekarang.19Menurut Ibn Zakaria, term al-ard} yang terdiri atas tiga

huruf; ‫ الض""اد‬-‫ ال""راء‬-‫اهلم""زة‬sehingga terbaca “‫ ”األرض‬memiliki tiga makna dasar,


yakni; ‫ الزمكة‬berarti rileks; ‫ الرعدة‬berarti gemetar; dan ‫ أعاةل‬berarti tinggi. 20

Menurut al-Ragib al-As}fah}ani, ard adalah benda yang menjadi lawan dari

al-sama> (langit), dan bentuk jamaknya adalah ardu>n, meskipun di dalam al-Qur’an

kata ini tidak pernah disebutkan dalam bentuk jamak. Lafal ard} juga digunakan

untuk mengunkapkan sesuatu yang paling rendah, sebagaimana lafal al-sama>

digunakan untuk mengunkapkan sesuatu yang paling tinggi.21

4. ( ‫)غزى‬
Gaza> berasal dari kata kerja ‫يغزو‬-‫غز‬ mempunyai makna al-khuruj ila>

muharaba>h al-‘aduwi (keluar untuk memerangi musuh).22 Dalam Mu’jam

Mawa>yis, Ibn Fa>ris memberikan pengertian bahwa term al-gazwah berasal dari

huruf ‫ز‬-‫(غ‬gain-zal), dan huruf mu’tal yang memiliki dua arti asal: (1) menuntut
sesuatu, dan(2) vaksin.23Dari pengertian ini dapat dimaknai bahwa al-Gazwu adalah

jihad dalam pengertian perang secara fisik melawan musuh. Dalam al-Qur’an kata al-

Gazwu hanya disebut satu kali saja yaitu dalam bentuk masdar yaitu ‫ غزى‬pada QS
A<li-Imra>n/3: 156.24

19
Hasan Zaini, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosa Kata, Vol. I, h. 94.
Abu> al-H}sain Ah}hmad bin Fa>ris bin Zakariya>, Muqa>yi>s al-Lugah, Juz II (t.tp:
20

Da>r al-Fikri, 1979), h. 460.


Abu al-Qasim al-H{usain bin Muhammad al-Ragib al-As{hfahani, Al- Mufrada>t fi>
21

Ghari>bil Qur’a>n, terj. Ahmad Zaini Dahlan, Kamus Al-Qur’a>n, Penjelasan Lengkap Makna Kosa
Kata Asing dalam al-Qur’an, Jilid. 2 (Cet. I; Jawa Barat: Pustaka Khazanah Fawa’id, 2017), h. 73.
Selanjutnya al-Ra>gib al-As}faha>ni>, Kamus Al-Qur’an.
22
al-Ra>gib al-As}faha>ni>, Kamus Al-Qur’an. Juz I, h. 606.
23
Ibnu Fa>ris bin Zakariya>, Mu’jam Maqa>yis al-Lugah, Juz IV, h. 423.
24
Fu’ad ‘Abdu al-Ba>qi>, al-Mu’jam al-Mufahras li> Alfa>z al-Qur’an al-Kari>m, h. 632.
43

‫اَي َأهُّي َا اذَّل ِ َين آ َمنُوا اَل تَ ُكونُ""وا اَك ذَّل ِ َين َك ُفَروا َوقَالُوا ْخ" َ"واهِن ِ ْم َذا رَض َ بُوا يِف اَأْل ْر ِض َأ ْو اَك ن ُوا‬
‫ِإ‬ ‫ِإِل‬
‫غُ" ًّ"زى ْلَو اَك ن ُوا ِع ْن""دَ اَن مَا مَاتُوا َومَا قُ ِتلُ""وا ِل َي ْجعَ َل اهَّلل ُ َذكِل َ َحرْس َ ًة يِف قُلُ"وهِب ِ ْم َواهَّلل ُ حُي ْ يِي‬
)156( ٌ‫ون ب َ ِصري‬ َ ُ‫يت َواهَّلل ُ ِب َما تَ ْع َمل‬
"ُ ‫َويُ ِم‬

Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu seperti orang-orang kafir
yang mengatakan kepada saudara-saudaranya apabila mereka mengadakan
perjalanan di bumi atau berperang, “sekiranya mereka tetap bersama kita,
tentulah mereka tidak mati dan tidak terbunuh.” (dengan perkataan) yang
demikian itu, karena Allah hendak menimbulkan rasa penyesalan di hati
mereka. Allah menghidupkan dan mematikan, dan Allah Maha melihat apa
yang kamu kerjakan.25

Menurut Ibnu ‘Abba>s, kata ( ‫ ) غزى‬dalam ayat ini berarti “ikut serta bersama
Rasulullah Saw. Dalam suatu peperangan. Atas dasar penafsiran ini, maka pemakain

kata al-Gazwu dalam al-Qur’an terfokus pada konteks perang.26

Melalui term ini al-Gazwu ini, al-Qur’an menegaskan bagaimana sikap yang

harus diambil oleh orang-orang yang beriman dalam suatu peperangan. Mereka tidak

dibolehkan bersikap seperti orang-orang kafir atau orang munafik yang tidak pernah

konsisten. Dalam tradisi sejarah Islam, kata al-Gazwu bentuk jamak dari gazwah

diartikan perang yang dipimpin langsung oleh Rasulullah Saw. Sedangkan perang

yang tidak dipimpin langsung oleh Rasulullah Saw. Disebut saryah atau sariyyah.27

5. ‫ليجعل‬

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Kementrian Agama RI, Al-Mahir Al-Qur’an al-
25

Karim Terjemah Tajwid Warna (Sukoharjo: PenerbitMadina Qur’an, 2016), h.


26
Rohimin, Jihad; makna dan hikmah, (Cet. V; Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009), h. 27.
27
Rohimin, Jihad; makna dan hikmah, h. 28.
44

28
Kata ini diartikan dengan ‘menjadikan atau menciptakan’. ‫ جعل‬merupakan kata
yang berlaku umum pada seluruh ‫( ِف ِع ْل‬kata kerja). Maka ia lebih umum dari pada
‫( فَ َع َل‬melakukan).Arti itu bersifat umum dan dapat digunakan untuk segala bentuk
perbuatan. Kata ja’ala dengan kata turunannya didalam al-Qur’an disebut 346 kali,

terdapat di dalam 66 surah.29 Al-Qur’an menggunakan kata ja>’ala di dalam

beberapa arti.30

a. Ja’ala yang mempunyai satu objek, berarti khalaqa ‫خلق‬menciptakan dan

ik}htara’a ‫اخرتع‬membuat atau menjadikan, yakni menjadikan, menciptakan,


dan membuat sesuatu dari ketiadaan dan belum ada. Sebagai contoh kata al-

z}uluma>t dan al-nu>rdalam QS al-An’a>m/ 6: 1, ‫وجعل الظلمت والنور‬dan


Allah telah menciptakan gelap dan terang, berarti keduanya dijadikan dari

ketiadaan dan belum ada sebelumnya.

b. Ja’ala berarti menjadikan atau mengadakan sesuatu dari materi atau bahan yang

sudah ada sebelumnya. Hal ini dijelaskan Allah di dalam QS al-Nah}l/16: 72

dan QS al-Syu>ra>/ 42: 11, ‫ وهللا جع ""ل لمك من أنفس ""مك أزوجا‬dan Allah

menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri. Azwa>j “pasangan”

dijadikan Allah dari jenis manusia yang sudah ada sebelumnya. Di dalam QSal-

Ru>m/ 30: 21 ditemukan keterangan ‫خلق‬dengan ungkapan yang sama seperti


di dalam QS al-Nah}l/ 16: 72 di atas. Kata khalaqa pada ayat ini

menggambarkan kehebatan ciptaan Allah dan sebab-sebab penciptaan pasangan

tersebut. Dengan penggunaan kata ja’ala dimaksudkan bahwa proses

28
Mah}mu>d Yu>nus, Kamus Arab-Indonesia, h. 69.
29
Muhammad Fua>d ‘Abdul Ba>qi>, Mu’jam al-Mufahras li alfa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m,
h. 217.
30
Sahabuddin, et.al. (editor), Ensiklopedia al-Qur’an Kajian Kosakata, Vol. III, h. 368.
45

penciptaan pasangan tersebut. Dengan penggunaan kata ‫جعل‬ dimaksudkan

bahwa proses penciptaan pasangan bagi manusia berasal dari materi yang sudah

ada sebelumnya dan hendaknya hal tersebut dapat dimanfaatkan sebaik-

baiknya.

c. Ja’ala berarti ‘menuduh dengan dusta’. Arti ini terkandung di dalam QS al-

H{ijr/ 15: 91, “yaitu orang-orang yang telah menjadikan al-Qur’an itu terbagi-

bagi.” Ayat ini menunjukkan kedustaan perkataan kaum kafir terhadap kitab

suci al-Qur’an. Mereka menuduh bahwa al-Qur’an itu adalah sihir, dongeng dan

buatan Rasulullah saw.

d. Ja’ala berarti menjadikan sesuatu dengan mengubahnya dari suatu bentuk

(keadaan) kepada bentuk yang lain’. Pengertian ini dapat dilihat di dalam QS

al-Baqarah/ 2: 22 ‫ رض فرش""ا اذل جع""ل لمك األ‬dialah yang menjadikan bumi

sebagai hamparan. Ayat ini mempunyai dua objek,pertama adalah bumi; dan

yang kedua,adalah hamparan. Karena bumi diciptakan Allah sedemikian rupa,

ia dapat dijadikan hamparan, tempat tinggal dan lainnya oleh manusia.

e. Ja’ala berarti ‘menetapkan atau memutuskan sesuatu untuk dijadikan suatu

yang lain, baik benar maupun salah’. Keputusan yang bersifat baik terdapat

dalam QS al-Qas}as}/ 28:7, sedangkan ayat yang menunjukkan keputusan yang

salah ada dalam QS al-An’a>m/6: 136.

6. ‫حرسة‬
Kata h}asrah ‫ حرسة‬berasal dari h}asara ‫حرس‬yangterdiri dari huruf ha’, sin,
dan ra’. Kata itu bermakna tersingkapnya pakaian dari badan seseorang sehingga

badannya kelihatan. Keterbukaan aurat seseorang membuat ia terkesima dan malu


46

karena menurut adat aurat itu harus ditutup.31 Dari kata h}asira timbul kata h}asrah

‫حرسة‬ yang berarti sirnanya sesuatu yang tidak bisa diraih lagi, dan timbul

penyesalan yang teramat di dalam diri seseorang. Kehilangan tersebut terjadi

kemudian dan itu akibat dari kesalahan yang bersangkutan atau karena jangkauan

pemikirannya yang kurang arif.32

Dihubungkan dengan ayat al-Qur’an, kata h}asarah ‫ حرسة‬mempunyai berbagai


pengertian, yaitu:

a. H{asrah ‫حرسة‬ berarti penyesalan seperti dalam QS al-Anfa>l/ 8:36, QS

Ya>si>n/ 36: 30, menggambarkan penyesalan orang-orang yang tidak mau

beriman dan orang-orang yang munafik. Juga penyesalan bagi orang yang

menyembah sesuatu selain Allah, seperti di dalam QS al-Baqarah/ 2: 167, juga

penyesalan orang kafir yang tidak percaya pada hari kiamat, seperti dalam QS

al-An’a>m/ 6: 31. Di samping itu, teguran Allah kepada orang yang berbuat

dosa agar bertaubat sebelum ajal tiba sehingga kelak tidak ada penyesalan lagi

di hari kemudian, seperti di dalam QS al-Zumar/ 39: 56, selain itu kata itu

bermakna penyesalan yan bersifat keduniaan, baik itu karena berlaku boros

terhadap harta yang ada maupun berlaku kikir, seperti di dalam QS al-Isra>’/

17: 29. Juga merupakan teguran kepada Nabi Muhammad saw. agar jangan

terlalu gelisah melihat orang yang menganggap perbuatan jahat sebagai suatu

kebaikan, seperti di dalam QS Fa>t}ir/ 35: 8.

31
Sahabuddin, et.al. (editor), Ensiklopedia al-Qur’an Kajian Kosakata, Vol. III, h. 300.
32
Abu> al-H}usain Ah}mad bin Fa>ris bin Zakariyya>, Maqa>yis al-Lug}ah, Juz II, h. 61.
Lihat jugaMuh}ammad bin Mukarram bin Manz}u>r al-Ans}ary al-Ifri>qy al-Mis}riy, Lisān
al-‘Arab, op. cit., Juz IV, h. 189.
47

b. H{asrah ‫ حرسة‬bermakna hari kiamat karena pada hari kiamat semua manusia,
tanpa terkecuali, merasa menyesal kurang banyak berbuat kebaikan dan

kebijakan semasa hidup didunia, seperti dalam QS Maryam/ 19: 39.

c. H{asrah ‫ حرسة‬juga bermakna rasa letih dan payah. Makna tersebut berkaitan
dengan keadaan manusia yang menggunakan semua potensinya untuk

mengamati dan mempelajari jagat raya ini. Mereka merasa letih dan payah

karena tidak menemukan ketidak-seimbangan di dalam ciptaan Allah, seperti di

dalam QS al-Mulk/67: 4. Ayat ini sebenarnya berbicara tentang orang yang

tidak beriman meskipun mereka telah menggunakan semua peralatan dan

kemampuan untuk melihat ketidakseimbangan pada ciptaan Allah. Setelah

usaha itu mereka merasa kesal, kenapa tidak bisa menemukan ketidak-

seimbangan di dalam ciptaan Allah.

Ketiga pengertian kata h}asrah yang dikemukakan di atas sebenarnya bisa di

kembalikan kepada makna kebahasaan yang dikemukakan di atas, meskipun kata

h}asrah ada yang bermakna hari kiamat. Dapat dipahami bahwa hari kiamat itu

adalah hari penyesalan setiap orang atas usaha yang pernah dilakukannya, dan

mereka tidak bisa mengulanginya kembali, sebagaimana di dalam QS Ibra>him/ 14:

44, juga di dalam QS al-Muna>fiqu>n/ 63: 10. Dengan demikian, kalau diperhatikan,

pemakaian kata h}asrah tersebut lebih mengacu pada suatu kekeliruan yang diketahui

dan kemudian baru timbul suatu penyesalan, tetapi penyesalan itu sudah tidak berarti

lagi bagi yang bersangkutan.33

7. ‫قلوهبم‬

33
Quraish Shihab dkk., Ensiklopedia al-Qur’an Kajian Kosakata, jilid II, h. 536.
48

Dari segi kebahasaan, kata tersebut berasal dari kata qalaba ‫قلب‬ yang

mempunyai dua arti, yaitu menunjukkan inti sesuatu atau yang terbaik dari sesuatu,

dan mengembalikan sesuatu dari satu arah kearah yang lain. 34 Hati manusia

dinamakan qalb karena ia merupakan inti serta yang terbaik dari manusia. Disamping

itu, ia juga berpotensi untuk berbolak balik.

Kata ‫ القلب‬juga berarti segumpal daging dari fua>d atau sesuatu yang

dikaitkan dengan benda yang tergantung. Ibn Si>dah mengatakan ‫ القلب‬adalah ‫فئاد‬
dan jamaknya adalah ‫اقلب‬dan ‫قلوب‬dan firman Allah:
‫وح ْاَأل ِم ُني عَىل قَلْب َِك‬
ُ ‫نَ َز َل ِب ِه ُّالر‬
Al-Zajja>j memaknainya bahwa Jibril turun kepadanya maka dia

mengepalkan hatinya kemudian menetaplah maka beliau tidak pernah lupa

selamanya. Dan terkadang ‫ القلب‬diungkapkan dengan akal berdasarkan firman Allah:


ٌ َ‫َّن يِف َذكِل َ ذَل ِ ْكرى ِل َم ْن اَك َن هَل ُ ق‬
‫لب‬
‫ِإ‬
Yaitu Akal, al-Farra>’ mengatakan bahwa di Arab itu boleh mengatakan

ma> laka Qalbun ‫ ماكل قلب‬atau ma> Qalbuka ma’aka‫ ماقلبك معك‬artinya kamu
tidak bersama dengan akalmu dan ai>na zahaba Qalbuka? ‫ اين ذهب قلبك‬yaitu

dimana pergi akalmu?Diriwayatkan dari Nabi saw.

‫ وَألنْي ُ َأفْ ِئد ًة‬, ‫ مُه ْ َأ َر ُّق قُلُواًب‬,‫أاتمك َأهل ال َيمن‬


Maka ‫ القلوب‬disifatkan dengan halus dan ‫ أفئدة‬dengan lembut dan seakan-

akan kata ‫ القلب‬lebih khusus dari ‫ الفئاد‬dalam pemakaiannya. Dan dikatakan ‫القلوب‬

34
al-Ra>gib al-As}faha>ni>, Kamus Al-Qur’an. h. 219.
49

dan ‫ الفئ""اد‬itu keduanya dekat berdasarkan kesamaan, kemudian penyebutan yang

berulang karena berbeda lafaz sebagai penegasan.

Dalam kamus al-Muh}i>t juga disebutkan bahwa ‫القلوب‬ adalah ‫لفئاد‬ atau

lebih khusus darinya dan juga diartikan dengan akal.35

E. Munasabah Ayat

1. Hubungan dengan ayat sebelumnya

Pada ayat sebelumnya berbicara tentang orang-orang yang terlibat dalam

perang Uhud. Selain itu juga membicarakan tentang faktor penyebab kesalahan

mereka yang menjadi sebab batin dari petaka yang meraka alami, sedangkan sabab

lahirnya adalah pelanggaran terhadap perintah rasul saw. dengan bertemunya kedua

pasukan yakni pasukan mukmin dan pasukan kafir pada perang uhud tersebut

merupakan sebuah tipu daya setan yang berusaha mempengaruhi dan mendesak kaum

muslimin sehingga tergelincir dari ketinggian iman dan jauh dari rahmat Allah saw.36

Akan tetapi meskipun pasukan mukmin telah berbuat suatu kelalaian akan

tetapi Allah Maha pemaaf dengan menghapus dosa tersebut sehingga habis dan hilang

sama sekali. Selain itu Allah juga memberi magfirah yang dapat menutup dosa

sehingga tidak dapat terlihat kelak di hari kemudian.

Sedangkan pada ayat yang peneliti kaji menjelaskan tentang pemberian

tuntunan kepada kaum muslimin dengan menjadikan beberapa hal dari peristiwa itu

sebagai titik tolak tuntunan yang di mulai dari sisi akidah, yakni meluruskan

Muj al-Di>n Abu> Ta>hir Muhammad Ibn Ya’qu>b al-Fairu>za>ba>di>, Al-Qa>mu>s al-
35

Muh}i>t, Juz. I, (Cet. VIII; Bairu>t: Muassasah al-Risa>lah li> al-Tiba>’ah wa al-Nasyr wa al-
Tauzi>’, 1426 H/2005 M), h. 127.
36
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol. II, h. 249.
50

prasangka buruk terhadap Allah saw. serta larangan untuk mengikuti orang-orang

kafir atau munafik serta menjelaskan kekeliruan ucapan mereka mengenai kematian

dan keengganan untuk berjihad.

Maka dapat dipahami dari penjelasan diatas bahwa ayat sebelumnya berkaitan

erat dengan ayat yang peneliti kaji dapat dilihat dari bujukan syaitan yang kemudian

melahirkan kesombongan didalam diri kaum muslimin dan kaum kafir sehingga

mereka mengandai-andai berlebihan untuk dapat mengalahkan lawannya sehingga

mereka kemudian gugur terbunuh dijalan Allah.

2. Munasabah dengan ayat sesudahnya

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa pada ayat yang penulis teliti

berbicara tentang larangan menggandai-andai dengan mengikuti kebiasaan orang-

orang kafir atau munafik yang menyebabkan mereka terbunuh akibat kelalaian

mereka sendiri, sehingga meninggal karena gugur lebih mulia dari pada meningal

bukan karena gugur.

Sedangkan pada ayat setelahnya menjelaskan tentang anugerah dan rahmat Allah

swt. yang mendahulukan kata mati atau gugur dalam medan perang lebih wajar dari

pada meninggal dunia bukan karena gugur terbunuh dalam medang perang

sebagaimana diketahui bahwa kematian bukan karena pembunuhan lebih banyak

karena mati terbunuh yang dinilai oleh banyak orang meninggal secara tidak

normal.37

37
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Vol. II, h.159.
51

Maka ayat yang peneliti kaji erat kaitannya pula dengan ayat setelahnya sebab

masing-masing berbicara tentang kematian diakibatkan karena gugur dimedan perang

lebih mulia dari pada meninggal dunia bukan karena gugur dalam peperangan.

F. Tafsiran Ayat

‫اَي َأهُّي َا اذَّل ِ َين آ َمنُ""وا اَل تَ ُكونُ""وا اَك ذَّل ِ َين َك ُفَروا َوقَالُوا ْخ" َ"واهِن ِ ْم َذا رَض َ بُوا يِف اَأْل ْر ِض َأ ْو اَك ن ُوا‬
ْ‫غُ" ًّ"زى ْلَو اَك ن ُوا ِع ْن""دَ اَن مَا مَاتُوا َومَا قُ ِتلُ""وا ِل َي ْجعَ َلِإِلاهَّلل ُ َذكِل َ ِإ َحرْس َ ًة يِف قُلُ"وهِب ِ ْم َواهَّلل ُ حُي يِي‬
)156( ٌ‫ون ب َ ِصري‬ َ ُ‫يت َواهَّلل ُ ِب َما تَ ْع َمل‬
"ُ ‫َويُ ِم‬
Terjemahnya:
Hai kaum muslimin, janganlah kalian seperti ihwal (perbuatan) orang-orang
munafik yang berkata tentang saudara-saudara mereka yang sedang
berpergian untuk tujuan berniaga dan kasab, kemudian mati di tempat
perantauannya. Atau mereka sebagai pasukan perang yang sedang berperang
di negrinya, atau di negri lain, akhirnya mereka terbunuh. Kemudian mereka
mengatakan, “andaikata mereka (saudara-saudaranya yang mati itu),
bermukim bersama kami, niscaya mereka tidak akan mati terbunuh.”38

Allah swt. melarang dan memperingatkan kaum mukmin agar jangan sampai

bersikap menyerupai orang-orang kafir di dalam akidah mereka yang sesat yang biasa

diketahui dengan jelas dari perkataan mereka atau komentar mereka tentang saudara-
saudara mereka yang mati di perjalanan atau mati di tengah medan pertempuran, “

Seandainya mereka tidak melakukan itu, maka tentunya mereka tidak mengalami apa

yang menimpa mereka tersebut.”39

Wahai orang-orang beriman, janganlah kalian seperti orang-orang munafik itu

yang berkata dan berkomentar tentang perkara para saudara mereka ketika para

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an al-Kari@m: Terjemah Tajwid Warna (Jakarta: Madina
38

Quran, 2016), h. 70.


Wahbah al-Z}uhaili, al-Tafsi@r al-Muni@r: fi@ al-‘Aqi@dah wa al-Syariah wa al-
39

Manhaj, terj. ‘Abdul Hayyie al-Kattani, dkk., Tafsir al-Muni@r: Aqidah, Syari’ah, dan Manhaj, jilid 2
(Cet. I; Jakarta: Gama Insani, 2014), h. 471-472.
52

saudara mereka tersebut melakukan perjalanan untuk berdangang lalu meninggal

dunia atau ketika mereka berperang lalu terbunuh, “Seandainya mereka tidak pergi

dan tetap berada bersama kami, maka tentunya mereka tidak mati dan terbunuh.”

Allah menyebutkan kaum munafik disini dengan sebutan kaum kafir, untuk

menjelaskan bahwa perkataan seperti itu tidak seharusnya keluar dari mulut-mulut

orang beriman. Melainkan hanya pantas keluar dari mulut orang-orang kafir. Sebab

orang yang telah mati atau terbunuh, berarti perkara itu telah selesai (tidak ada

“andai-andai”) dan perkataan mereka, law ka>na kaza> (yang disimpulkan dari lafal

ayat lau ka>nu>) merupakan perbuatan sia-sia. Sebab yang sudah terjadi tidak

mungkin kembali, tidak ada gunanya menyesali yang sudah terjadi. Dan orang

mukmin sejati seharusnya sehat akal dan pandangan pemikirannya tidak akan

mengeluarkan perkataan seperti itu.40

Perkataan seperti itu tidak lain menunjukkan bahwa yang mengatakan itu

sebenarnya orang yang tidak mengerti agama, dan masih ingkar terhadapnya. Sebab

Allah swt. telah berfirman dalam QS A<li> ‘Imra>n/03: 145.

ُّ ‫اب‬
‫الد ْنيَا‬ ‫و‬ ‫ث‬
َ ‫د‬ ِ
‫ر‬ ‫ي‬ ‫ن‬‫م‬ ‫و‬ ‫ج‬
‫َّاًل‬ ‫ؤ‬ ‫م‬ ‫ا‬ ‫اب‬ ‫ت‬ِ‫س أَ ْن مَتُوت إِاَّل بِِإ ْذ ِن اللَّ ِه ك‬ ٍ ‫ف‬
ْ ‫ن‬ِ‫وما َكا َن ل‬
ْ
َ َ ُ ْ ََ َ ُ ً َ َ َ ََ
ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِِ
َ ‫اب اآْل خَرة نُ ْؤته مْن َها َو َسنَ ْج ِزي الشَّاك ِر‬
‫ين‬ َ ‫نُ ْؤته مْن َها َو َم ْن يُِر ْد َث َو‬
Terjemahnya:
Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah,
sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa
menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia
itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula)

Must}afa al-Mara>gi>, Tafsir al-Mara>gi, ter. Bahrun Abu Bakar, dkk, Terjemahan Tafsir
40

al-Mara>gi, Juz IV (Cet. II; Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1974), h.150.
53

kepadanya pahala akhirat itu. dan Kami akan memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur.41

Kata ‫ إلخ""واهنم‬yang diterjemahkan diatas dengan kepada saudara-saudara

mereka yang tentu saja masih hidup.Ada juga yang memahaminya dalam arti

disebabkan saudara-saudara mereka yang telah mati, yakni ucapan mereka lahir dan

disebabkan oleh kematian saudara-saudara mereka. Ini berarti bahwa mengucapkan

kata-kata itu berbicara kepada orang lain yang tidak disebut dalam ayat ini siapa
mereka. Tidak disebutkan mitra bicara di sini untuk mengisyaratkan bahwa ucapan

tersebut merupakan isu yang mereka sebarluaskan untuk mengeruhkan jiwa orang-

orang beriman.42

ُ ‫ ِل َي ْج َع َل‬Janganlah kalian seperti orang-orang kafir,


‫هللا َذاكِل َ َحرْس َ ًة يِف قُلُ ْ"وهِب ِ ْم‬
yang berkata tentang orang-orang yang telah mati atau terbunuh dari kalangan

mereka, bahwa mereka tidak akan terbunuh andaikata mereka bersama kami. Allah

menimpakan hal itu kepada mereka agar akibat dari perkataan mereka yang disertai

keyakinan itu justru penyesalan dan kekecewaan di dalam hati mereka lantaran

kehilangan teman-teman, di samping agar mereka bertambah lemah. Selain itu agar

mereka kecewa atas kemampuannya terhadap teman-temannya untuk bisa mencegah

sangkaan mereka sebagai penyebab utama kematian.43

Dalam tafsir al-Misbah yang firman Nya : ‫ ليجع""ل هللا‬diterjemahkan diatas


dengan akibatnya Allah. Kata akibat dipahami dari huruf ( ‫ ) لـــ‬yang dibaca li. Huruf

la>m ini oleh pakar bahasa dinamai ‫ الم العاقبة‬dengan makna seperti tersebut. Huruf

41
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an al-Kari@m: Terjemah Tajwid Warna, h. 68.
42
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol. II, h. 253.
Must}afa al-Mara>gi>, Tafsir al-Maragi, Juz IV (Cet. I; Mesir: Maktabah wa Maktaba’ah
43

Must}afa al-Ba>bi> al-Halbi, 1946), h. 107.


54

semacam ini cukup banyak dalam al-Qur’an, walau sering disalah pahami, sehingga

diterjemahkan dengan agar supaya, padahal tidak selalu harus diterjemahkan atau

dipahami demikian. Salah satu contoh yang lain adalah firmannya: ‫فالتقطه آل فرعون‬
‫ ليكون هلم عد ٌواوحزان‬.Huruf ( ‫ ) لـــ‬pada kata ( ‫ ) ليكون‬bukan dalam arti supaya,
tetapi dalam arti akibatnya.44 Karena itu, ayat di atas harus diterjemahkan dengan

“Maka dipungutlah dia keluarga Fir’aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan

kesedihan bagi mereka” QSal-Qas}as{/ 28: 8.

Penyebutan kata ‫ يف قل ""وهبم‬dalam hati mereka pada firman-Nya: rasa

penyesalan besar di dalam hati mereka walaupun rasa penyesalan pasti berada dalam

hati bertujuan untuk menggambarkan bahwa penyesalan itu demikian dalam sehingga

akan sangat lama mereka derita.45 Dalam tafsir Ibn Katsi>r menjelaskan ‫ليجع"ل هللا‬
‫ ذاكل حرسة يف قل""وهبم‬Allah menimbulkan keyakinan ini dalam hati mereka agar
penyesalan mereka makin bertambah terhadap orang-orang mereka yang mati dan

terbunuh.46

Maka hati mereka penuh dengan bisikan-bisikan, getaran-getaran,

penentangan, dan alasan yang dicari-cari, pertanyaan mereka, “Apakah ada bagi kita

barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?” menyimpan perasaan bahwa

mereka terpaksa mengikuti sesuatu yang tidak atas pilihan mereka hingga mereka

telah menjadi korban dari kepemimpinan yang buruk. Juga menyimpan perasaan

44
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol. II, h. 253.
Abu> al-Qa>sim Mah{mu>d bin ‘Amr bin Ah}mad al-Zamakhsyari>, Tafsi>r al-
45

Kasysya>f, Juz I (Cet III; Beirut: Da>r al-Kitab al-‘Arabi>, 1407 H), h. 430.
Al-Imam Ibn Katsi>r, Tafsi>r Ibn Katsi>r, Jilid IV (Cet. I; Bandung: Sinar Baru
46

Algensindo, 2000), h.170.


55

bahwa seandainya mereka yang menghendaki peperangan tersebut, niscaya mereka

tidak akan mengalami hal seperti itu.47

Maka dalam kegelapan pandangan seperti ini, tidak mungkin mereka dapat

melihat tangan Allah dibalik peristiwa-peristiwa itu. Juga tidak mungkin mereka

dapat melihat hikmahnya dalam ujian ini. Semuanya, menurut mereka, adalah

kerugian dan kerugian, kesia-siaan dan kesia-siaan.

‫وهللا حيي ومييت‬ yakni semua makhluk berada di dalam genggaman

kekuasaan-Nya, dan hanya kepada Allah-lah urusan itu dikembalikan. Tidak ada

seorang pun yang hidup dan tidak ada seorang pun yang mati kecuali berdasarkan

kehendak dan takdirnya. Tidak ditambahkan pada umur seseorang, tidak pula

dikurangi sesuatu dari usianya kecuali dengan keputusan dan takdir Allah.48

Di dalam tafsir al-Azhar dijelaskan bahwa bukan manusia, bukan karena pergi

merantau atau berperang dan bukan karena tinggal di rumah. Datang kehendak Allah

supaya manusia hidup, hiduplah dia didunia ini, mau tidak mau. Datang kehendak

Allah mesti mati, matilah dia, entah dia di medan perang, entah dalam pelayaran,

entah dirumah sendiri di kasur yang empuk.49 Artinya, ditangan-Nya penciptaan itu

berada dan kepada-Nya segala sesuatu kembali. Tidak seorang pun hidup dan mati

kecuali atas kehendak dan takdir-Nya. Dan tidak akan bertambah atau berkurang

umur seseorang, karena semuanya telah ditetapkan melalui qada dan qadar-Nya.

Sayyid Qut}b, Penerjamah As’ad Yasin, Abdul Aziz Sa>lim Basyarahil, Muchotob
47

Hamzah, Tafsi>r fi> Z{i>lal al-Qur’a>n, (Cet. IV; Jakarta: Gema Insani Press, 2008), h.191.
48
Al-Imam Ibn Katsi>r, Tafsi>r Ibn Katsi>r, Jilid IV, h.170.
Abdul Malik Abdulkarim Amrullah, Tafsi>r al-Azha>r (Cet.I; Singapura: Pustaka Nasional
49

PTE LTD Singapura), h. 963.


56

‫ وهللا مبا تعمل""ون بصري‬yaitu pengetahuan dan penglihatan Allah menembus

semua makhluk-Nya, tidak ada sesuatu pun yang samar dari perkara mereka bagi

Allah.50Dalam tafsir al-Mara>gi> dikatakan bahwa bagi Allah tidak ada sesuatu yang

samar dari penglihatan-Nya mengenai hal-hal yang kalian pendam di dalam jiwa

kalian yaitu akidah-akidah yang berpengaruh pada perkataan dan sikap kalian. Oleh

karena itu, jadikanlah jiwa kalian tidak timbul hal-hal seperti yang biasa di lakukan

oleh orang-orang kafir.51

Selanjutnya Allah memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang mati

atau gugur di jalan Allah, bahwa mereka telah memperoleh tempat kembali yang

paling baik. Allah berfirman:

‫ُّم لَ َم ْغ ِفَرةٌ ِم َن اللَّ ِه َو َرمْح َةٌ َخْيٌر مِم َّا جَيْ َمعُو َن‬
‫ت‬
ُْ ْ‫م‬ ‫َو‬
‫أ‬ ِ َّ‫ولَئِن قُتِْلتُم يِف سبِ ِيل الل‬
‫ه‬ َ ْ ْ َ
Ayat ini mengandung makna yang menunjukkan bahwa mati terbunuh di jalan

Allah merupakan sarana untuk memperoleh rahmat Allah, ampunan, dan ridha-Nya.

Hal ini jelas lebih baik dari pada tetap hidup di dunia dan mengumpulkan semua

perbendaharaannya yang fana itu.52Dalam tafsiran Ibnu Katsi>r juga mengatakan ayat

ini mengandung makna bahwa berperang dan mati di jalan Allah merupakan salah

satu sarana mendapatkan rahmat, ampunan, dan keridhaan-Nya. Dan yang demikian

itu lebih baik dari pada tetap hidup di dunia ini dan memperoleh segala isinya yang

fana ini.53

50
Al-Imam Ibn Katsi>r, Tafsi>r Ibn Katsi>r, Jilid IV , h.170.
51
Must}afa al-Mara>gi>, Tafsir al-Mara>gi>, Juz IV, h. 153.
Abu> al-Qa>sim Mah}mu>d Ibn ‘Amru>Ibn Ah}mad al-Zamakhsyari<, al-Kasysyaf ‘an
52

H{aqa>iqi Gawa>mid} al-Tanzi<l, Juz I, h. 432.


53
Al-Imam Ibn Katsi>r, Tafsi>r Ibn Katsi>r, Jilid IV, h.171.
57

Kemudian Allah swt. memberitakan bahwa semua orang mati atau terbunuh,

tempat kembali dan kepulangannya hanyalah kepada Allah swt. Lalu Allah akan

memberikan balasan kepadanya sesuai dengan amal perbuatannya. Jika amal

perbuatannya baik, maka balasannya baik pula, dan jika amal perbuatannya buruk,

maka balasannya buruk pula.Untuk itu Allah swt. berfirman dalam QS Ali>-Imra>n/

3: 158.

)158( ‫ُّم أ َْو قُتِْلتُ ْم إَلِ ىَل اللَّ ِه حُتْ َشُرو َن‬ ِ
ْ ‫َولَئ ْن ُمت‬
Terjemahnya:
Dan sungguh jika kamu meninggal atau gugur, tentulah kepada Allah saja
kamu dikumpulkan.54

Kepada ampunan dan rahmat inilah, Allah menyadarkan orang-orang yang

beriman, dia tidak menyadarkan mereka, dalam posisi ini, kepada kemuliaan individu

dan kepada ungkapan-ungkapan manusia. Akan tetapi, Dia hanya menyadarkan

mereka apa yang ada disisi Allah, dan menghubungkan mereka dengan rahmat Allah.

Sedangkan, rahmat dan apa yang ada disisi Allah itu lebih baik dari pada segala

sesuatu yang dikumpulkan manusia secara mutlak, dan lebih baik dari pada kekayaan

dan kedudukan apa pun yang menjadi pergantungan hati manusia.55

54
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an al-Kari@m: Terjemah Tajwid Warna , h. 70.
Sayyid Qut}b, terj. As’ad Yasin, Abdul Aziz Sa>lim Basyarahil, Muchotob Hamzah,
55

Tafsi>r Fi> Z{i>lal al-Qur’a>n,h.191.

Anda mungkin juga menyukai