Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM SILVIKULTUR

ACARA IX
SUKSESI PRIMER DAN SUKSESI SEKUNDER

Disusun Oleh :
Nama : Novia Assifa Belladinna
NIM : 18/430156/KT/08845
Coass : Hilarius Grahadi Brian
Shift : Sabtu, 07.00 WIB

LABORATORIUM SILVIKULTUR DAN AGROFORESTRI


DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
ACARA IX

SUKSESI PRIMER DAN SUKSESI SEKUNDER

ABSTRAK

Suksesi merupakan proses perubahan dalam masyarakat tumbuh-tumbuhan


sesuai dengan habitatnya. Suksesi primer dimulai dari kondisi belum pernah ada
kehidupan tumbuh-tumbuhan, sedangkan suksesi sekunder dimulai dari lahan yang
sebelumnya sudah terdapat tumbuh-tumbuhan. Manfaat mengetahui proses suksesi
yang terjadi pada suatu area adalah sebagai dasar penyusunan rancangan reklamasi
suatu lahan kritis, bekas tambang, kawasan bekas longsor, dan untuk membuat
perencanaan pengelolaan suatu lahan hutan yang tepat.
Pada kawasan Taman Nasional Gunung Merapi proses suksesi dipicu oleh
erupsi merapi 2010 yang menyebabkan kerusakan lingkungan pada beberapa tempat
dengan tingakt kerusakan bervariasi. Pada area dengan kerusakan rendah, masih
banyak ditemukan cemara gunung dan tusam, penutupan tanah oleh tumbuhan bawah
sekitar 70-90%, suhu di area ini sebesar 250C dengan kelembabannya juga tergolong
tinggi karena stratifikasi tajuknya yang juga beragam. Pada area dengan kerusakan
sedang, masih ditemukan seperti rasamala dengan penutupan tanah oleh tumbuhan
bawah sekitar 80-90%. Pada area dengan kerusakan tinggi, proses suksesi yang
terjadi dapat terlihat dengan jelas jika dibandingkan dengan area-area sebelumnya,
ditemukan banyak spesies pioner seperti Acacia decurens. Selain itu banyak
ditemukan spesies bukan asli daerah pegunungan seperti nangka, jati, jabon,
ketapang, dan lain sebagainya dengan tingkat penutupan oleh tumbuhan bawah
berkisar 40-50%.
Kata kunci :

I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Peristiwa bencana erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 meninggalkan
beberapa wilayah yang mengalami kerusakan dari mulai sangat ringan hingga
kerusakan yang sangat berat. Erupsi berupa awan panas, debu vulkanik, dan
lahar menyebabkan beberapa perubahan dan kerusakan terhadap lingkungan di
sekitarnya. Debu vulkanik panas yang dilepaskan dalam volume besar ini
membakar pepohonan dan menutup tanah. Debu vulkanik memiliki kandungan
air dan nutrisi yang rendah sehingga tidak dapat menjadi substrat bagi
tumbuhan. Mekanisme pemulihan suatu ekosistem setelah mengalami gangguan
dikenal dengan sebutan suksesi.
Tujuh tahun pasca erupsi wilayah-wilayah yang dulunya mengalami
kerusakan mulai menunjukkan perubahannya kembali ada yang kembali seperti
keadaan semula dan mulai ditemukan beberapa jenis tanaman baik tanaman
endemik maupun tanaman yang didatangkan untuk tujuan rehabilitasi lahan.
Regenerasi dari beberapa jenis yang dapat bertahan hingga saat ini, terutama
tumbuhan bawah juga menjadi indikator dalam pengamatan suksesi primer dan
sekunder di area tersebut. Dalam praktikum ini dilakukan pengamatan di Taman
Nasional Gunung Merapi pada area terdampak erupsi ringan hingga berat untuk
mengetahui dan membandingkan keanekaragaman jenis tegakan serta
memahami proses suksesi yang terjadi di lokasi tersebut.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah mahasiswa mampu mempelajari tahapan
dan proses dalam suksesi primer dan sekunder serta mampu memahami
manajemen suksesi.

1.3 Manfaat
Pengetahuan tentang kesesuaian jenis dengan tapak dapat diaplikasikan untuk
memperkirakan proses dan jenis suksesi yang terjadi di suatu area berdasarkan
ciri fisik dan vegetasi yang ada, yang dapat diteruskan dalam upaya
merencanakan pengelolaan dan pemanfaatan suatu lahan hutan yang tepat
dengan menyesuaikan kondisi lingkungan yang ada.

II. Tinjauan Pustaka


Suksesi adalah suatu istilah yang digunakan terhadap rangkaian perubahan
yang terjadi dalam masyarakat hutan dengan habitatnya. Atau suksesi yaitu
pergantian suatu komunitas tumbuhan tumbuhan oleh tumbuhan lain. Hal in terjadi
pada tahap integrasi lambat ketika tempat tumbuh mula mula sangat keras dan
sehingga sedikit tumbuhan dapat tumbuh di atasnya atau suksesi tersebut dapat
berjalan sangat cepat ketika suatu komunitas oleh faktor seperti api, banjir, atau
serangga dan diganti oleh yang lain. Perubahan-perubahan itu selalu terjadi dan dapat
dibedakan antara tipe progresif dan tipe retrogesif. Perubahan-perubahan progresif
lebih penting dari pada perubahan-perubahan retrogesif karena menyangkut keaslian
masyarakar tumbuh-tumbuhan dan anggota dari masyarakat tumbuh-tumbuhan itu
sendiri merupakan tenaga dasar yang mendorong sehingga terjadi perubahan.
Apabila dimulai dari keadaan yang paling awal maka dapat terjadi dua suksesi yaitu
Hydrosere dan Xerosere, Hydrosere berjalan dari permulaan air menuju klimaks, dan
Xerosere dari batu menuju klimaks, sere adalah perubahan perubahan lengkap pada
suatu areal dari lahan kosong menuju formasi klimaks (Hardiwinoto, dkk., 2011).
Suksesi dibagi menjadi dua, yaitu sukesi primer dan sekunder.
Suksesi primer adalah perkembangan tumbuhan secara gradual pada suatu
daerah yang sama sekali belum ada vegetasi hingga mencapai keseimbangan atau
klimaks. Suksesi ini dikenal dengan suksesi autogenik karena muncul pada kondisi
dengan faktor-faktor lingkungan yang dominan mempengaruhi pertumbuhan
individu dalam komunitas tumbuh-tumbuhan tersebut (Wanggai, 2009).
Suksesi sekunder terjadi dimana suatu komunitas yang ada saat ini telah
hilang oleh beberapa gangguan,yang hanya meninggalkan tanah yang tetap utuh.
Seringkali daerah itu kembali seperti keadaan semula. Sebagai contoh, daerah hutan
yang telah ditebang dan dibersihkan untuk pertanian, jika ditinggalkan akan
mengalami suksesi sekunder, dan akhirnya bisa kembali menjadi hutan (Campbell,
2004).
Suksesi sekunder berjalan lebih cepat dari suksesi primer, karena adanya
benih-benih tumbuhan yang tersimpan di dalam tanah. Suksesi sekunder juga
memiliki produktivitas yang lebih tinggi karena masih terdapat tumbuhan di lokasi
tersebut. Tumbuhan bawah jenis rumput teki, aster, serta semak ditemukan melimpah
pada tahun awal suksesi sekunder dari ekosistem hutan. Keberadaan tumbuhan
bawah dalam suatu area yang mengalami suksesi merupakan tanda bahwa area
tersebut memiliki kelembaban yang cukup dan nutrient yang telah diolah oleh
tumbuhan (Mataji, dkk., 2010).
III. Metode
1.1 Waktu
Praktikum Silvikultur Acara IX ini dilaksanakan pada pukul 07.30 WIB hingga
selesai pada hari Sabtu, 14 September 2019

1.2 Tempat
Praktikum Silvikultur Acara IX ini dilaksanakan di Taman Nasional Gunung
Merapi.

1.3 Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan berupa lokasi bentangan lahan yang telah ditentukan di
TN Gunung Merapi. Adapun alat yang digunakan dalam kegiatan ini antara lain:
pita meter, tali tambang, kompas, hagameter, thermometer, tally sheet dan alat
tulis.

1.4 Cara Kerja


Hal pertama yang dilakukan adalah menetukan beberapa bentangan lahan di
sekitar hutan Taman Nasional Gunung Merapi termasuk tahapan sere awal, sere
tengah, dan sere lanjut. Lokasi yang telah mewakili suksesi primer maupun
sekunder dipilih diamati tingkat pertumbuhan dari semai, pancang, tiang, hingga
pohon serta tumbuhan bawah yang terdapat di dalam petak ukur. Setiap jenis
diidentifikasi, kemudian pohon diukur tinggi dan diameternya, dan dicatat.
IV. Hasil
table 1. suksesi primer dan sekunder

Tingkat Tinggi Keliling Diameter Diameter TBBC


No.Pu No Spesies Jumlah
Pertumbuhan (m) (m) (cm) (m) (m)
1 Pterygota sp. 1 9,9 0,69 21,97 0,219745 6,6
Pohon
2 Pterygota sp. 1 10,7 0,87 27,7 0,27707 8,2
tiang -
pancang -
PU 1
semai -
BERAT
RIN 3 Plumbago auriculata 1
GAN Tumbuhan
4 Pteridium aquilinum 5
bawah Hedychium gardenerianum
5 7
Sheppard
6 Altingia excelsa 1 11,5 1,14 36,2 0,363057 2,7
7 Pohon Altingia excelsa 1 9,9 1,62 51,59236 0,515924 2
8 Altingia excelsa 1 11,2 1,33 42,35669 0,423567 5
9 tiang pancasuda 1 10 0,565 17,99363 0,179936 6,5
PU 2 10 pancang Altingia excelsa 2
SEDANG 11 Acacia deccuren 6
semai
12 Calliandra haematocephala 1
13 Phegopteris connectillis 13
14 Tumb. bawah Gymocarium robertianum 1
15 Lathyrus vernus 2
16 Pterigota sp. 1 9,9 0,77 24,50986 0,245223 6,6
17 Pohon Acacia dekuren 1 14,8 0,97 30,87606 0,308917 8,2
18 Acacia dekuren 1 18,1 1,07 34,05916 0,340764 11,5
19 Jabon 1 5,4 0,475 15,11972 0,151274 2
tiang
20 Acacia dekuren 1 6 0,407 12,95521 0,129618 3
PU 3 21 Acacia deccuren 1
BERA
RINGAN pancang
T
22 Terminalia catapa 1
23 alpukat 1
24 lamtoro 1
semai
25 kaliandra 4
26 alang-alang 14
Tumb. bawah
27 kerinyu 5
V. Pembahasan

Pada praktikum ini dilakukan pengamatan terhadap hasil proses


suksesi yang terjadi di area Taman Nasional Gunung Merapi. Pengamatan dilakukan
pada 3 tempat terdampak erupsi dengan tingkat kerusakan rendah, sedang, hingga
berat. Kerusakan tersebut akibat erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada tahun 2010
lalu. Kerusakan yang terjadi ini menyebabkan dibeberapa tempat mengalami
perubahan kondisi dan vegetasi penyusunnnya. Lambat laun beberapa tempat yang
mengalami kerusakan mengalami proses suksesi suksesi sebagai bentuk regenerasi
jenis-jenis tumbuhan di area tersbut untuk memulihkan keadaan seperti kondisi
semula. Pada acara ini, data yang disajikan dalam hasil merupakan jenis-jenis
tumbuhan dalam plot (berbagai ukuran sesuai dengan tingkat hidupnya) di area yang
mengalami kerusakan rendah, sedang, hingga berat.
Berdasarkan data yang diperoleh, pada area dengan kerusakan rendah yang
hanya terdampak abu vulkanik, masih banyak ditemukan jenis-jenis khas dataran
tinggi seperti Pterygota sp.. Di area tersebut masih banyak ditemukan berbagai
macam tumbuhan bawah dari jenis Hedychium gardenerianum Sheppard, Pteridium
aquilinum,dan Plumbago auriculata dengan persen penutupan mencapai 90%. Hal
tersebut disebabkan karena tingkat kerusakan yang terjadi tidak begitu parah,
sehingga tidak menyebabkan perubahan lingkungan yang cukup drastis dan
tumbuhan-tumbuhan asli daerah tersebut masih dapat tumbuh kembali. Sayangnya
tidak ditemukan pancang dan tiang, ini diakibatkan oleh letak PU yang tidak
representatif.
Lanjut pada area kedua dengan tingkat kerusakan sedang, dari data yang
diperoleh diketahui jika masih ditemukan jenis-jenis khas dataran tinggi seperti
rasamala. Masih ditemukannya jenis ini bertahan hidup dan berkembang, dapat
diperkirakan bahwa ketika terjadinya perubahan susunan vegetasi di area tersebut,
jenis ini dapat bertahan hidup dan tetap mengalami pertumbuhan dengan baik. Selain
itu, dapat diperkirakan juga bahwa sebelum terjadinya kerusakan akibat erupsi, jenis
ini merupakan jenis yang mendominasi di area tersebut, sehingga banyak
menghasilkan benih yang tinggal dan mampu berkembang menjadi bibit dan tumbuh
secara alami. Di area tersebut, penutupan tanah oleh tumbuhan bawah sekitar 30%
yang didominasi oleh Phegopteris connectillis, Gymocarium robertianum dan
Lathyrus vernus.
Di area terakhir yang terdampak erupsi paling parah oleh awan panas beserta
material vulkaniknya yang menyebabkan terjadinya perubahan total vegetasi di
tempat tersebut, berdasarkan data yang dapat terlihat jelas proses suksesi yang terjadi
jika dibandingkan dengan area-area sebelumnya. Di tempat ini didominasi oleh
tumbuhan pioner dari jenis Acacia decurens, jenis ini merupakan spesies ekspansif.
Selain itu di tempat ini juga banyak ditemukan tumbuhan yang bukan khas daerah
pegunungan seperti ketapang, Alpukat, jabon, dan masih banyak jenis lainnya.
Tumbuhan-tumbuhan ini sampai di tempat ini karena upaya reboisasi oleh
pemerintah dengan melibatkan masyarakat sebagai upaya menghijaukan kembali
areal yang terdampak erupsi cukup parah. Masyarakat umum yang tidak mengetahui
jenis-jenis asli di tempat ini membawa sembarang jenis tumbuhan dalam kegiatan
ini. Selain itu dimungkinkan juga karena area taman nasional yang berdekatan
dengan lahan garapan penduduk yang ditanami jenis-jenis yang memiliki nilai
ekonomi cukup tinggi. Tanaman yang ditanam oleh masyarakat sekitar berkembang
dan bijinya menyebar sampai area taman nasional dan berkembang menjadi seperti
sekarang ini. Pada area ini tingkat stratifikasi tajuknya rendah, sehingga
menyebabkan beberapa bagian tanah terpapar sinar matahari secara langsung karena
tidak tertutup oleh tumbuhan bawah. Di tempat ini masih ditemukan beberapa jenis
tumbuhan bawah alang alang, kerinyu dan beberapa jenis rumput-rumputan. Dengan
tingkat penutupan berkisar 30%.
Dengan mengetahui proses suksesi yang terjadi pada suatu tempat adalah kita
dapat menyusun rancangan perbaikan tapak pada suatu lahan kritis, maupun areal
bekas pertambangan, kawasan terdampak bencana alam, dan lain sebagainya. Selain
itu juga dapat dilakukan perencanaan pengelolaan lahan menyesuaikan dengan
kondisi lingkungan yang ada, sehingga dapat difungsikan optimal seperti kondisi
sebelumnya atau bahkan ditingkatkan produktivitasnya.

VI. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Suksesi primer adalah suksesi sederhana yang dimulai dari kondisi dimana
sebelumnya belum pernah ada kehidupan tumbuh-tumbuhan, sedangkan suksesi
sekunder adalah suksesi yang terjadi pada lahan yang sebelumnya sudah terdapat
tumbuh-tumbuhan.
2. Dalam manajemen suksesi, harus diperhatikan beberapa aspek-aspek sepertu
adalah jenis tumbuhan yang mendominasi dan tumbuhan bawahnya, kondisi
tanah, iklim mikro, dan daya regenerasi tiap individu, sehingga dapat ditentukan
tindakan pengelolaan lahan yang tepat dan meningkatkan produktivitas lahan
terkait.

VII. Saran
Dalam pengambilan data terlalu lama karena harus menyesuaikan jalur yang telah
dibuat, tiap kelompok harus menunggu kelompok sebelumnya selesai membuat petak
ukur untuk membuat petak ukur selanjutnya dan kondisi tapak yang tidak datar.
Karena PU harus menyambung dari kelompok sebelumnya, sehingga kelompok bisa
memilih tempat yang disuk/ sesuai, akibatnya PU yang kami dapat tidak
representative dengan lingkunganya karena PU yang klompok kami gunakan terdapat
tanah lapang yang cukup luas sehingga data pohon kurang representative. Selain itu
juga terkendala oleh keterbatasan informasi mengenai beberapa jenis tumbuhan
bawah yang menyulitkan dalam identifikasi jenis. Sebaiknya dalam praktikum
selanjutnya telah dibuat tanda-tanda yang memudahkan untuk membuat petak ukur
tiap kelompok, selain itu juga diberikan pengenalan mengenai bebarapa jenis
tumbuhan yang dominan di tempat tersebut untuk memudahkan identifikasi.

VIII. Daftar Pustaka


Campbell, dkk. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid III. Jakarta. Erlangga.
Hardiwinoto, S., Sukirno, Adriana, Suginingsih, Budiadi, Priyono S., Widiyatno,
Sambas Sabarnurdin, dan Gunawan Wibisono. 2011. Buku Ajar Mata Kuliah
Silvikultur. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM.
Mataji, A., Morefvand P., Babaie K. S., and Kermanshahi M. M., 2010. Understory
Vegetation as Environmental Factors Indicator in Forest Ecosystems. Int J
Enviro Sci Tech, 7: 629-638.
Wanggai, Frans. 2009. Manajemen Hutan. Grasindo. Bandung.

IX. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai