ACARA X
PERMUDAAN HUTAN SECARA ALAM
Disusun Oleh :
Nama : Novia Assifa Belladinna
NIM : 18/430156/KT/08845
Coass : Hilarius Grahadi Brian
Shift : Sabtu, 07.00 WIB
ABSTRAK
Permudaan merupakan proses regenerasi dari tegakan tua penyusun hutan yang
mati secara alamiah atau dipanen oleh manusia. Secara umum permudaan hutan
dibagi menjadi dua macam yaitu permudaan secara alam dan buatan. Pada area
pengamatan di Taman Nasional Gunung Merapi, proses permudaan alami terjadi
pada area dengan kerusakan tinggi akibat erupsi. Dari hasil pengamatan di lapangan,
banyak ditemukan jenis tanaman Acacia decurrens yang cukup mendominasi,
sebagai tumbuhan pionir yang muncul pada saat proses permudaan terjadi. Selain itu
banyak ditemukan spesies bukan asli daerah pegunungan seperti Alpukat, jabon,
ketapang yang ditanam oleh masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa
permudaan tidak sepenuhnya terjadi secara alami, namun terdapat campur tangan
manusia dalam pembentukan formasinya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan permudaan yaitu faktor
lingkungan seperti ketersediaan unsur hara, cahaya dan air. Faktor lainnya adalah
faktor genetic dimana Acacia decurrens merupakan salah seed supplier yang
memiliki kemampuan bertahan hidup dan viabilitas benih yang baik, sehingga
permudaan yang terjadi di area tersebut dapat berjalan secara alami walaupun
dibeberapa bagian terdapat campur tangan manusia dalam prosesnya.
Kata kunci :
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Peristiwa bencana erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 meninggalkan
beberapa wilayah yang mengalami kerusakan dari mulai sangat ringan hingga
kerusakan yang sangat berat. Erupsi berupa awan panas, debu vulkanik, dan
lahar menyebabkan beberapa perubahan dan kerusakan terhadap lingkungan di
sekitarnya. Debu vulkanik panas yang dilepaskan dalam volume besar ini
membakar pepohonan dan menutup tanah. Debu vulkanik memiliki kandungan
air dan nutrisi yang rendah sehingga tidak dapat menjadi substrat bagi
tumbuhan. Mekanisme pemulihan suatu ekosistem setelah mengalami gangguan
dikenal dengan sebutan suksesi.
Tujuh tahun pasca erupsi wilayah-wilayah yang dulunya mengalami
kerusakan mulai menunjukkan perubahannya kembali ada yang kembali seperti
keadaan semula dan mulai ditemukan beberapa jenis tanaman baik tanaman
endemik maupun tanaman yang didatangkan untuk tujuan rehabilitasi lahan.
Regenerasi dari beberapa jenis yang dapat bertahan hingga saat ini, terutama
tumbuhan bawah juga menjadi indikator keberhasilan permudaan alam yang
terjadi dia area tersebut. Dalam praktikum ini dilakukan pengamatan di Taman
Nasional Gunung Merapi untuk mengetahui dan membandingkan
keanekaragaman jenis sebelum dan sesudah erupsi serta memahami proses
permudaan yang terjadi.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah mahasiswa mampu mempelajari berbagai
faktor yang berpengaruh pada keberhasilan permudaan alam tanaman hutan di
Taman Nasional Gunung Merapi.
1.3 Manfaat
Dengan mengetahui proses permudaan alam yang terjadi bermanfaat untuk
mengetahui tingkat keberhasilan permudaan alam yang terjadi pada tempat yang
terdampak erupsi merapi hingga mengalami kerusakan yang cukup parah, selain
pada wilayah terdampak erupsi merapi juga dapat diaplikasikan pada suatu
kawasan hutan yang dibiarkan setelah habis masa daur sehingga mengalami
permudaan secara alam.
III. Metode
1.1 Waktu
Praktikum Silvikultur Acara X ini dilaksanakan pada pukul 07.30 WIB hingga
selesai pada hari Sabtu, 14 september 2019
1.2 Tempat
Praktikum Silvikultur Acara X ini dilaksanakan di Taman Nasional Gunung
Merapi.
VI. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa faktor yang
berpengaruh pada keberhasilan permudaan alam tanaman hutan di Taman Nasional
Gunung Merapi adalah faktor lingkungan yang meliputi cahaya, ketersediaan air, dan
unsur hara di dalam tanah yang tersedia oleh material vulkanik hasil erupsi serta
faktor internal meliputi jenis tumbuhan, kualitas benih dan distribusi benih. Dalam
hal ini benih yang cukup memiliki kemampuan bertahan hidup dan viabilitas benih
yang baik merupakan Acacia decurrens sebagai spesies pionir.
VII. Saran
Dalam pengambilan data terlalu lama karena harus menyesuaikan jalur yang telah
dibuat, tiap kelompok harus menunggu kelompok sebelumnya selesai membuat petak
ukur untuk membuat petak ukur selanjutnya. Selain itu juga terkendala oleh
keterbatasan informasi mengenai beberapa jenis tumbuhan bawah yang menyulitkan
dalam identifikasi jenis. Sebaiknya dalam praktikum selanjutnya telah dibuat tanda-
tanda yang memudahkan untuk membuat petak ukur tiap kelompok, selain itu juga
diberikan pengenalan mengenai bebarapa jenis tumbuhan yang dominan di tempat
tersebut untuk memudahkan identifikasi.
IX. Lampiran