Anda di halaman 1dari 40

1

LAYERING

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman untuk mempertahankan jenisnya dan memperbanyak individunya (diperbanyak
manusia) perlu dilakukan pembiakan. Salah satu pembiakan tanaman adalah dengan cara generatif
dan vegetatif. Perkembangbiakan vegetatif merupakan peristiwa perkembangbiakan makhluk hidup
yang terjadi tanpa pertemuan 2 sel kelamin atau perkawinan misalnya layarge. Pembiakan vegetative
tanaman dengan layarge atau dapat juga disebut bumbun ini dapat dibedakan menjadi dua macam
cara yaitu layarge dalam tanah (merunduk) dan layarge diatas tanah (cangkok). Layarge dalam tanah
adalah perbanyakan tanaman dengan cara melakukan pelengkungan cabang, kemudian
membenamkan kadalam tanah. Tanaman yang diperbanyak dengan cara ini haruslah yang mempunyai
batang lentur yang mudah dibengkokkan tanpa rusak sama sekali. Bagian batang yang akan
dilenturkan dan ditimbun biasanya dilukai untuk menstimulir terbentuknya akar atau tunas adventiv
sebelum dipisahkan dari tanaman induk.
Sedangkan layarge diatas tanah atau cangkok adalah suatu peristiwa translokasi yaitu dengan
menyayat batang pada bagian floemnya sedangkan xylem dibiarkan utuh. Setelah beberapa lama akan
terjadi penggembungan pada bagian yang di sayat karena ada timbunan bahan organik. Bagian bekas
luka yang menggembung disebut kalus. Pada batang atau akar tumbuhan dikotil, jika mengalami luka
maka akan ada usaha untuk memperbaiki bagian tesebut dengan pembentukan kalus dan dengan
bantuan hormon luka atau kambium luka (asam traumalin) (Purnomosidhi et al., 2002).
Teknik layering merupakan alternatif perbanyakan untuk tanaman yang mudah patah. Layering
juga cocok dilakukan untuk tanaman yang sulit untuk diperbanyak secara setek, okulasi, dan sambung,
sedangkan jika menggunakan biji akan lama pertumbuhannya (Gunawan, 2014).

Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari cara perbanyakan tanaman dengan melakukan
pencangkokan (layering).

METODE

Tempat dan Waktu


Kegiatan pencangkokan dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Institut Pertanian Bogor.
Praktikum dilakukan pada hari Selasa, 21 Februari 2017. Kegiatan ini dimulai pukul 07.00-10.00 WIB.

Bahan dan Alat


Bahan tanaman yang digunakan untuk mencangkok berasal dari tanaman pucuk merah dan
sirsak. Media yang digunakan untuk menutup cangkokan yaitu tanah dan kokopit. Selain itu, bahan
yang digunakan untuk menginisiasi pertumbuhan akar adalah ZPT auksin (Rooton F). Alat yang
digunakan terdiri dari cutter, plastik untuk membungkus media, dan tali raffia.

Metode Pelaksanaan
Persiapan bahan tanaman dilakukan dengan mencari tanaman yang sudah sesuai kriteria untuk
dicangkok, seperti batangnya telah berkambium sempurna, cabang yang ingin dicangkok tidak
berbunga dan berbuah. Cabang kemudian disayat dengan menggunakan pisau cutter secara melingkar
dan dibuat memanjang ke bawah sepanjang kurang lebih 10 cm. Kulit batang yang telah disayat
selanjutnya dikelupas dan lapisan kambium yang terdapat pada batang cabang dihilangkan dengan
2

cara dikerik. Batang yang sudah dihilangkan kambiumnya didiamkan selama beberapa menit hingga
kering.
Persiapan media untuk pencangkokan dengan mengisi plastik bening menggunakan media
tanam cocopeat yang telah dibasahi. Plastik yang sudah berisikan cocopeat dipadatkan kemudian
diikat. Beri sayatan memanjang pada plastik dari arah ikatan sampai ke bawah yang panjangnya
disesuaikan dengan panjang batang yang dikelupas.
Perlakuan akan dilakukan dengan penambahan rooton pada batang yang akan dicangkok.
Perlakuan rooton dilakukan dengan mengolesi pasta rooton pada bagian yang akan dicangkok,
kemudian segera tutup menggunakan media cangkok. Rooton mengandung senyawa aktif auksin untuk
menginduksi terbentuknya akar, sehingga tidak dapat didiamkan terlalu lama terkena cahaya. Plastik
yang berisikan media diikat kedua ujungnya dengan tali raffia untuk menjaga agar tidak terlepas dari
batang cangkokan. Kelembaban media cangkok dapat dijaga dengan membuat lubang-lubang kecil
pada plastik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Tabel 1. Persentase hasil air layering pohon sirsak dan pucuk merah.
Jenis Persentase Keberhasilan (MST)
Tanaman
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Pohon
Sirsak 88.00% 84.00% 68.33% 60.33% 58.33% 58.33% 52.67% 52.67% 52.67% 51.00% 45.00% 45.00% 39.00%
Pucuk
Merah 84.72% 78.06% 78.06% 78.06% 78.06% 76.34% 76.34% 73.33% 70.00% 70.00% 70.00% 64.72% 56.11%
Kedua
Komoditas 86.21% 77.12% 73.64% 70.00% 69.10% 68.18% 65.61% 63.94% 62.21% 62.12% 58.63% 55.76% 48.33%

Pembahasan
Praktikum air layering dilaksanakan pada 2 jenis tanaman oleh 22 kelompok Hampir semua
tanaman yang dilakukan pencangkokan berhasil, rata-rata keberhasilan sudah berada diatas 50%.
Terdapat beberapa kelompok yang mampu berhasil sampai 100%, namun banyak juga tanaman yang
gagal atau mati saat di cangkok. Ketidak keberhasilan pencangkokan dapat disebebkan oleh pemilihan
betang yang terlalu muda selain itu dapat juga disebabkan oleh media tanam yang terlalu kering
sehingga inisiasi akar terganggu. Kegagalan juga dapat disebabkan karena pembersihan batang dari
kambium yang kurang sempurna sehingga kulit batang terbentuk kembali dan akhirnya akar tidak
terbentuk (Adams dan Early, 2004).
Selain itu pemberian Rooton juga mempengaruhi keberhasilan, karena Rooton berfungsi
menginisiasi munculnya akar sebagai zat pengatur tumbuh berupa auksin. Rooton-F adalah salah satu
jenis zat pengatur tumbuh sintetik golongan auksin yang secara komersil banyak digunakan untuk
membantu perbanyakan tanaman. Suatu potongan daun maupun potongan batang dapat
menghasilkan akar adventif bila diberi serbuk auksin. Kandungan bahan aktif Rooton-F antara lain; 1-
napthalene acetamide (0.067%), 2-methy-1-napthalene asetat (0.033%), 2-methyl-1-napthalene
acetamide (0.013%), indole 3-buthiryc acid (0.057%), tetra methylum disulfide (4.00%) (MJ, 2011).
Waktu pelaksanaan pencangkokan juga dapat mempengaruhi keberhasilan pencangkokan. Jika
pencangkokan dilakukan pada awal musim hujan, kegagalan pencangkokan akibat kekeringan pada
media dapat dihindari. Jika cangkok dilakukan pada musim hujan maka tidak perlu dilakukan
penyiraman kembali, dan diharapkan persen keberhasilan akan lebih tinggi karena pada musim hujan
media akan terhindar dari cekaman kekeringan.
3

KESIMPULAN

Cangkok merupakan salah satu metode perbanyakan tanaman secara vegetatif. Aplikasi
Rooton-F dilakukan untuk menginisiasi munculnya akar terutama pada tanaman yang sulit berakar.

DAFTAR PUSTAKA

Adams CR, Early MP. 2004. Principles of Horticulture fourth edition. Oxford (UK): Elsevier Butterworth-
Heinemann
Gunawan E. 2014. Perbanyakan Tanaman Cara Praktis dan Populer. AgroMedia
MJ. 2011. Kandungan Rooton-F. [Internet]. [diunduh 8 Juni 2016]. Tersedia pada:
http://kandunganrooton-f.blogspot.com
Purnomosidhi P., Suparman, Roshetko J. M. dan Mulawarman. 2002. Perbanyakan dan Budidaya
Tanaman Buah-buahan. ICRAF, Bogor.
4

PENYEMAIAN BIJI

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pembiakan tanaman atau perbanyakan tanaman (plant propagation) adalah proses
menciptakan tanaman baru dari berbagai sumber atau bagian tanaman, seperti biji, stek, umbi, dan
bagian tanaman lainnya. Tujuan utama dari pembiakan tanaman adalah untuk mencapai pertambahan
jumlah, memelihara sifat-sifat penting dari tanaman dan juga untuk mempertahankan eksistensi
jenisnya. Ada dua cara perbanyakan tanaman, yaitu (1) perbanyakan secara seksual atau generatif dan
(2) perbanyakan secara aseksual atau vegetatif.
Perbanyakan secara generatif yaitu melalui perkecambahan biji. Perkecambahan adalah proses
fisiologi pada tahap awal pertumbuhan benih. Pada perkecambahan benih, kembali aktifnya
pertumbuhan embrio ditunjukan oleh munculnya radicula yang menembus dan mucul dari benih
(Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, 2004). Salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
perkecambahan benih adalah kelembaban media, cahaya, sifat fisik dan kimia media.
Biji merupakan cara yang paling umum untuk membiakkan tanaman menyerbuk sendiri, dan
juga digunakan oleh tanaman menyerbuk silang secara meluas. Sering ini merupakan satu-satunya
cara yang mungkin dan praktis untuk digunakan. Banyaklah keuntungan pembiakan dengan biji. Ini
biasanya merupakan cara yang paling murah dalam pembiakan. Biji juga memberikan cara yang paling
memuaskan untuk menyimpan tanaman dalam jangka waktu yang lama (Harjadi, 1996).
Perbanyakan tanaman dengan biji (generatif) terutama dilakukan untuk penyediaan batang
bawah yang nantinya akan diokulasi atau disambung dengan batang atas dari jenis unggul.
Perbanyakan dengan biji juga masih dilakukan terutama pada tanaman tertentu yang bila diperbanyak
dengan cara vegetatif menjadi tidak efisien (tanaman buah tak berkayu). Keunggulan tanaman ini
digunakan sebagai batang bawah adalah karena memiliki batang yang kokoh dan tahan penyakit tular
tanah. Tanaman-tanaman yang sudah dikembangkan sebagai batang bawah di antaranya adalah karet,
durian, jeruk, dan alpukat (Bank Indonesia, 2012).

Tujuan
Mengetahui cara melakukan penyamaian dari biji untuk persiapan batang bawah

METODE

Tempat dan Waktu


Kegiatan penyemaian biji dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Institut Pertanian
Bogor. Praktikum dilakukan pada hari Selasa, 28 Februari 2017. Kegiatan ini dimulai pukul 07.00-10.00
WIB.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan untuk menyemai yaitu biji yang berasal dari tanaman buah
seperti nnangka, lengkeng, rambutan, sirsak, jeruk, jambu, alpukat, pala, dan duku. Media yang
digunakan untuk persemaian terdiri dari campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan
1:1. Selain itu, bahan yang digunakan yaitu fungisida Dithane untuk mensterilkan bahan tanaman,
bakterisida, dan polybag.
Metode Pelaksanaan
Biji buah yang masih menempel dengan buahnya dibersihkan, kemudian media tanam tanah
dan pupuk kandang dicampur hingga rata dan dimasukkan kedalam polybag. Biji buah-buahan yang
telah dibersihkan tadi direndam kedalam dithane 2 g/l. kemudian biji ditanam dalam media yang telah
disiapkan dengan kedalaman sekitar 2-3 cm dari bagian atas untuk biji berukuran kecil dapat ditanam
5

4-5 per polybag, untuk yang berukuran besar 1 biji per polybag, tutup dengan tanah halus. Beri label
tanda pada polybag. Simpan polybag yang sudah ditanami biji di bawah net house.
6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tabel 2. Waktu berkecambah benih


Umur tanaman (MST)
Peubah yang diamti Jenis tanaman
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Waktu berkecambah Nangka
Alpukat
Pala
Sirsak
Rambutan
Jeruk
Lengkeng
Jambu
Duku
7

Tabel 3. Persentase tanaman hidup

Rata-rata% 56.9 77.2 90.3 91.5 89.9 86.8 86.1 85.1 84.3 78.2 81.3 75.6
Nangka STDEV 46.4 38.1 24.5 23.0 23.6 27.3 27.0 26.6 26.3 33.0 31.7 36.3
KK 81.6 49.3 27.2 25.2 26.2 31.4 31.3 31.3 31.2 42.2 39.0 48.0
Rata-rata% 52.3 45.5 55.0 67.5 81.0 75.0 80.0 81.0 79.5 79.5 79.5 82.5
Alpukat STDEV 49.9 46.1 42.6 37.3 29.5 33.5 25.1 24.9 25.2 25.2 25.2 24.5
KK 95.5 101.3 77.5 55.2 36.4 44.7 31.4 30.7 31.6 31.6 31.6 29.7
Rata-rata% 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Pala STDEV 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
KK 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Rata-rata% 34.8 32.4 29.0 30.6 32.1 35.1 36.0 34.8 35.1 31.6 29.6 30.6
Sirsak STDEV 48.3 46.0 44.5 42.5 38.9 34.9 36.6 35.2 34.9 33.7 31.5 32.9
KK 138.8 142.2 153.6 139.0 121.3 99.4 101.6 101.1 99.5 106.7 106.6 107.4
Rata-rata% 68.2 78.1 88.8 81.0 81.5 77.4 76.5 74.4 76.4 77.5 78.0 74.8
Presentasi tanaman Rambutan STDEV 39.2 33.3 21.6 31.5 26.2 30.7 29.7 31.9 27.7 27.7 28.0 29.0
hidup
KK 57.4 42.6 24.3 38.9 32.2 39.7 38.9 42.9 36.2 35.8 35.9 38.9
Rata-rata% 51.6 52.7 49.3 51.2 48.3 47.3 50.1 45.8 43.6 44.5 41.3 40.3
Jeruk STDEV 49.4 46.9 43.2 39.6 40.3 38.5 35.3 35.9 36.4 36.1 34.2 35.3
KK 95.9 88.9 87.7 77.5 83.5 81.5 70.4 78.4 83.5 81.0 82.8 87.6
Rata-rata% 74.2 72.4 78.7 76.1 73.7 68.0 67.9 71.5 70.6 69.5 69.7 68.6
Lengkeng STDEV 37.2 35.0 23.0 21.5 20.8 24.9 22.9 22.3 21.5 22.1 24.8 25.6
KK 50.1 48.3 29.2 28.3 28.3 36.7 33.8 31.2 30.4 31.7 35.5 37.3
Rata-rata% 56.4 61.6 73.9 68.2 76.3 70.5 73.5 70.4 66.7 67.8 67.4 66.1
Jambu STDEV 48.5 40.7 34.3 33.0 24.6 27.4 23.7 25.3 28.5 29.3 29.7 30.5
KK 86.1 66.1 46.4 48.4 32.3 38.9 32.2 36.0 42.8 43.2 44.0 46.1

Rata-rata% 43.2 38.6 44.6 44.6 46.1 47.0 48.7 48.1 49.0 42.7 40.4 36.4
Duku 47.0 48.6 48.0 42.1 40.5 39.3 37.7 36.8 37.5 36.3 37.0 37.7
STDEV
KK 108.9 125.9 107.5 94.4 87.8 83.6 77.4 76.4 76.5 85.0 91.4 103.5
8

Tabel 4. Tinggi tanaman


Rata-rata% 0.0 1.2 6.0 10.5 14.2 15.8 19.0 20.5 23.2 26.0 28.2 27.3
Nangka STDEV 0.0 1.9 4.4 6.5 7.4 8.0 8.9 8.8 9.6 11.3 9.2 11.8
KK 0.0 158.5 73.3 61.6 51.8 50.8 46.7 42.9 41.5 43.3 32.4 43.2
Rata-rata% 0.0 0.2 1.4 4.4 7.9 10.7 14.0 17.4 19.4 21.5 24.8 27.0
Alpukat STDEV 0.0 0.9 3.3 5.2 6.3 6.7 7.5 8.0 7.9 8.8 11.6 10.8
KK 0.0 458.3 234.0 117.3 78.9 62.6 53.7 46.1 40.9 41.1 46.6 40.2
Rata-rata% 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Pala STDEV 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
KK 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Rata-rata% 0.0 0.0 0.3 1.1 1.7 3.0 3.5 4.8 5.7 6.0 6.0 6.2
Sirsak STDEV 0.0 0.0 0.8 2.5 3.3 3.6 3.7 4.8 5.3 5.8 6.4 7.2
KK 0.0 0.0 283.9 229.5 193.8 122.7 105.8 100.1 93.3 97.2 107.1 116.4
Rata-rata% 0.4 2.6 6.5 7.8 10.8 11.3 12.6 13.8 15.7 16.7 17.8 18.9
Tinggi tanaman Rambutan STDEV 1.2 3.5 4.9 4.4 5.9 6.5 7.1 7.2 7.4 8.0 8.5 9.2
KK 315.8 131.1 75.5 56.3 54.8 58.0 56.5 51.9 47.2 47.9 47.6 48.6
Rata-rata% 0.0 0.4 2.0 3.0 3.9 4.7 4.9 5.5 5.4 5.7 6.2 6.6
Jeruk STDEV 0.0 1.0 2.3 2.9 3.8 4.1 4.6 5.0 4.2 4.8 5.0 6.0
KK 0.0 230.3 113.0 99.0 97.1 87.7 94.9 91.0 78.1 83.0 81.1 90.9
Rata-rata% 0.2 2.0 4.2 6.1 7.2 7.6 8.5 10.1 10.9 12.1 12.6 14.2
Lengkeng STDEV 0.7 2.6 2.3 2.4 2.9 2.7 2.9 3.4 3.7 4.3 6.0 6.8
KK 356.8 130.6 54.9 39.2 40.3 35.8 34.6 33.6 34.2 35.7 47.3 47.7
Rata-rata% 0.0 0.9 2.7 4.5 5.5 7.3 8.7 10.0 11.9 13.6 17.5 19.3
Jambu STDEV 0.2 1.3 3.0 3.8 3.9 4.3 4.7 4.7 5.4 5.9 6.4 7.3
KK 458.3 143.7 110.1 84.4 70.8 58.9 54.5 47.3 45.4 43.5 36.7 37.8
Rata-rata% 0.0 0.0 0.6 1.8 2.4 3.6 3.5 5.1 5.5 6.1 5.4 5.7
Duku STDEV 0.0 0.0 1.6 2.1 2.6 3.5 3.5 4.5 5.5 6.1 5.0 5.5
KK 0.0 0.0 250.1 118.5 108.0 97.5 100.8 87.3 98.9 98.9 91.4 96.5
9

Tabel 5. Jumlah daun


Rata-rata% 0.0 0.2 1.8 2.7 3.9 4.2 5.6 6.0 6.2 7.0 7.7 7.3
Nangka STDEV 0.0 0.5 2.6 3.6 5.7 6.1 6.7 5.6 6.3 6.4 6.5 6.4
KK 0.0 326.2 149.4 132.4 146.6 143.8 120.4 94.3 101.1 91.4 83.5 87.7
Rata-rata% 0.0 0.1 0.4 1.8 3.3 4.9 6.3 8.3 9.2 9.5 9.2 11.2
Alpukat STDEV 0.0 0.4 1.0 3.1 4.5 5.1 3.7 5.0 4.4 4.7 4.0 3.7
KK 0.0 458.3 261.6 166.6 137.9 103.0 59.2 60.7 48.4 49.0 42.8 33.1
Rata-rata% 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Pala STDEV 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
KK 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Rata-rata% 0.0 0.0 0.0 0.4 0.8 1.5 1.8 2.1 2.7 2.3 2.5 2.9
Sirsak STDEV 0.0 0.0 0.0 1.1 2.2 2.7 2.8 3.2 3.3 2.5 2.9 3.6
KK 0.0 0.0 0.0 245.0 265.4 180.8 153.7 149.2 120.7 108.8 115.2 123.3
Rata-rata% 0.2 0.8 1.9 3.2 4.4 4.5 5.2 6.0 6.6 7.8 8.5 8.6
Jumlah daun Rambutan STDEV 0.6 1.4 2.2 2.6 2.6 3.2 3.1 3.3 3.9 4.5 4.7 5.3
KK 315.8 177.4 116.2 80.1 60.0 71.7 60.5 55.9 58.5 58.0 55.7 62.0
Rata-rata% 0.0 0.1 1.5 2.2 2.6 2.9 3.7 4.2 4.3 4.6 5.4 5.1
Jeruk STDEV 0.0 0.4 1.4 1.6 2.2 2.0 2.4 2.8 3.4 3.8 4.1 4.2
KK 0.0 447.2 94.9 73.3 83.2 70.5 64.6 65.0 78.0 82.1 76.1 82.3
Rata-rata% 0.1 0.9 2.7 3.8 4.6 6.1 7.2 8.4 9.1 10.2 10.9 11.2
Lengkeng
STDEV 0.4 1.4 1.7 2.1 1.8 2.6 3.2 3.1 3.0 3.6 4.3 4.5
KK 458.3 155.9 63.2 56.8 38.5 43.1 43.8 37.1 32.9 35.0 39.3 40.2
Rata-rata% 0.1 0.7 2.2 3.8 5.5 7.8 8.9 10.4 12.1 13.4 14.7 16.4
Jambu STDEV 0.4 1.1 2.4 3.1 3.9 5.1 5.5 6.2 8.2 8.2 8.8 10.1
KK 458.3 160.5 108.6 80.1 71.1 64.9 62.5 59.9 67.7 61.1 59.8 61.7
Rata-rata% 0.0 0.0 0.3 0.7 0.8 1.9 2.6 2.8 3.5 4.3 3.3 3.4
Duku STDEV 0.0 0.0 1.0 1.2 1.1 2.6 2.8 2.3 3.3 5.6 3.6 3.9
KK 0.0 0.0 326.2 179.6 131.3 134.8 106.0 82.3 95.7 129.9 107.6 114.7
10

Tabel 6. Jumlah tunas


Nangka Rata-rata% 0.1 0.4 0.9 1.4 1.5 1.6 1.6 1.6 1.7 1.7 1.7 1.8
STDEV 0.4 0.9 1.0 1.0 1.0 1.0 1.1 1.1 1.1 1.1 1.3 1.2
KK 458.3 227.0 118.3 74.7 69.2 67.0 67.0 73.9 66.4 68.3 73.9 68.1
Alpukat Rata-rata% 0.0 0.0 0.2 0.7 0.9 1.4 1.6 1.7 1.7 1.8 1.9 2.1
STDEV 0.0 0.0 0.5 0.8 0.7 1.8 1.8 1.8 1.8 1.9 2.1 2.2
KK 0.0 0.0 261.6 114.5 74.4 131.0 115.8 108.9 104.7 104.6 113.2 106.2
Pala Rata-rata% 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
STDEV 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
KK 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Sirsak Rata-rata% 0.0 0.0 0.1 0.3 0.6 0.7 0.7 0.7 1.1 0.9 0.7 0.9
STDEV 0.0 0.2 0.2 0.9 1.5 1.1 1.1 1.0 1.8 1.6 1.6 1.7
KK 0.0 469.6 447.8 373.4 252.3 143.9 151.1 148.8 167.7 181.7 221.8 188.5
Rambutan Rata-rata% 0.2 0.8 2.0 2.6 2.6 2.6 2.6 2.7 2.9 2.8 3.3 3.4
Jumlah tunas STDEV 0.5 1.8 3.1 3.3 3.1 3.3 3.4 3.2 3.3 3.2 3.2 3.2
KK 226.4 223.1 160.0 125.0 117.6 128.2 126.7 118.1 114.6 114.9 96.7 92.2
Jeruk Rata-rata% 0.1 0.3 0.7 1.1 1.1 1.1 1.1 1.0 1.2 1.2 1.4 1.4
STDEV 0.2 0.7 1.0 1.3 1.1 1.0 1.0 1.0 1.0 1.1 1.4 1.3
KK 447.2 219.0 134.5 124.6 105.2 91.3 97.2 97.0 83.8 91.2 102.2 94.0
Lengkeng Rata-rata% 1.0 1.2 2.0 2.5 2.7 2.7 3.1 3.1 3.4 3.4 3.4 3.7
STDEV 2.6 2.3 2.5 2.5 2.4 2.6 2.8 2.8 2.7 2.6 2.6 2.8
KK 272.7 194.5 126.7 100.9 90.5 96.3 90.6 92.2 78.1 76.9 77.8 75.4
Jambu Rata-rata% 0.2 0.8 1.5 3.8 5.9 4.7 5.0 4.7 4.6 4.3 4.4 4.3
STDEV 0.7 1.7 2.3 7.0 8.7 7.9 8.1 7.9 7.8 7.7 7.4 7.3
KK 356.8 219.2 156.4 187.9 146.9 170.3 161.7 168.4 168.0 179.8 166.8 168.2
Duku Rata-rata% 0.1 0.0 0.2 0.5 0.6 0.8 0.8 0.9 0.9 0.8 0.9 0.9
STDEV 0.4 0.0 0.5 0.6 0.6 1.0 1.0 1.1 1.0 0.9 0.9 0.9
KK 458.3 0.0 254.3 129.2 110.8 128.8 126.8 113.3 109.3 107.7 101.1 100.9
11

Pembahasan
Perbanyakan tanaman dengan menggunakan biji dilakukan untuk mendapatkan batang bawah
yang baik karena tanaman yang berasal dari biji memiliki perakaran yang kuat. Selain itu, batang
bawah yang diperoleh relatif toleran terhadap berbagai macam penyakit (Harjadi, 1996).
Penanaman benih (biji) ke lapangan dapat dilakukan secara langsung (direct planting) dan
secara tidak langsung yang berarti harus disemaikan terlebih dahulu di tempat persemaian.
Penanaman secara langsung ke lapangan biasanya dilakukan apabila biji-biji (benih) tersebut
berukuran besar dan jumlah persediaannya melimpah. Meskipun ukuran benih besar tetapi kalau
jumlahnya terbatas, maka benih tersebut disemaikan terlebih dulu (Pelupessy, 2007).
Berdasarkan data hasil pengamatan, pada data waktu berkecambah setiap kolompok pada
komoditas yang sama memiliki waktu berkecambah yang berbeda. Misalkan pada tanaman nangka,
ada yang sudah berkecambah pada awal MST dan bahkan ada yang berkecambah pada 6 MST. Hal
tersebut mungkin terjadi karena beberapa factor, yaitu kandungan hara di setiap media yang berbeda
atau biji buah tersebut masih dorman dan membutuhkan waktu yang cukup lama agar dapat tumbuh
berkecambah.
Pada persentase tanaman hidup, tanaman nangka memiliki persentase tanaman hidup paling
tinggi dan tanaman pala tidak terdapat tanaman yang hidup. Hal tersebut terjadi mungkin karena biji
yang digunakan tidak bagus atau sudah mati. Selain itu setiap minggu persentase tanaman hidup
semua tanaman mengalami penurunan, yang diakibatkan karena kurangnya perawatan pada semua
tanaman. Banyak gulma yang tumbuh dan cendawan serta penyakit yang menyerang tanaman.
Berdasarkan jumlah daun yang diamati, hasil percobaan menunjukkan bahwa rata-rata jumlah
daun mengalami peningkatan setiap MST. Rata-rata jumah daun terbanyak terdapat pada komoditas
jambu biji 12 MST (16,4 daun), kemudian alpukat dan lengkeng dengan rata-rata 11,2 daun per
tanaman. Sedangkan tanaman lain menunjukkan jumlah daun dibawah 9 helai.
Peubah tinggi tanaman menunjukkan kecenderungan yang sama seperti pada peubah jumlah
daun yaitu, mengalami peningkatan tiap minggunya. Hal tersebut tidak terjadi pada peubah jumlah
tunas yang relatif tetap dan dapat berkurang akibat kematian bibit yang ditanam. Tanaman dengan
petunasan terbanyak yaitu lengkeng yang menunjukkan rata-rata 3,7 tunas pertanaman. Data yang
didapatkan menunjukkan nilai koefisien keragaman paling kecil yaitu pada tanaman nangka, yang
berarti pertumbuhan tanaman ini relatif seragam pada setiap kelompok dan ulangannya.

KESIMPULAN

Penyemaian biji dilakukan untuk biji yang berukuran kecil, atau yang berukuran besar dengan
jumlah ketersediaannya yang rendah. Penyemaian dilakukan untuk mendapatkan calon batang bawah
untuk perbanyakan selanjutnya. bahwa pembiakan dari biji memerlukan waktu yang lebih lama.

DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia. 2012. [Internet]. [diunduh 8 Juni 2016]. Tersedia pada:


http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/ /16068/PembibitanTanamanBuah2.pdf
[DPTH] Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. 2004. Petunjuk Teknis Pengujian Mutu Fisik dan
Fisiologis Benih. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial.
Harjadi SS. 1996. Pengantar Agroomi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.
Pelupessy L. 2007. Teknik Persemaian. Implementasi Program NFP-FAO Regional Maluku & Maluku
Utara dalam Pelatihan Penanaman Hutan di Maluku & Maluku Utara Ambon, 12 13
Desember 2007.
12

PERBANYAKAN TANAMAN DENGAN STEK DAUN DAN BUKU


TUNGGAL

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perbanyakan tanaman secara vegetatif merupakan cara perkembangbiakan tanaman dengan
memanfaatkan bagian tanaman, seperti batang, cabang, pucuk daun, umbi, dan akar. Tujuannya untuk
menghasilkan tanaman baru dengan spesifikasi tanaman yang persis sama dengan induknya.
Perbanyakan vegetatif buatan merupakan perkembangbiakan tanaman tanpa melalui perkawinan.
Proses perbanyakan secara vegetatif buatan melibatkan campur tangan manusia. Perbanyakan secara
vegetatif yang disengaja oleh manusia dapat dilakukan dengan beberapa cara. Salah satunya yaitu
dengan stek tanaman (Budiman, 2001).
Dengan penerapan teknik pembiakan vegetatif akan diperoleh bibit yang memiliki struktur
genetik yang sama dengan induknya (Nugroho, 1992). Bahan awal perbanyakan dapat menggunakan
stek daun berupa lembaran daun atau lembaran daun beserta petiol. Bahan awal pada stek daun tidak
akan menjadi bagian dari tanaman baru. Penggunaan bahan yang mengandung kimera periklinal
dihindari agar tanaman-tanaman baru yang dihasilkan bersifat true to type (Wudianto dan Rini, 1991).
Masalah pada stek daun secara umum adalah pembentukan tunas-tunas adventif, bukan akar adventif.
Pembentukan akar adventif pada daun lebih mudah dibandingkan pembentukan tunas adventif
(Hartmann et al., 1997).
Stek buku tunggal diambil dari tanaman muda yang berasal dari stek tunas ataupun stek muda
yang berasal dari umbi kecil (kurang dari 10 gram). Tanaman yang telah mempunyai 5 sampai 6 daun
dipotong, dan ditinggalkan satu daun yang besar pada bagian bawah tanaman supaya terjadi
pertumbuhan tunas kembali dari tanaman tersebut. Dua sampai sepuluh kali pengambilan stek dapat
dilakukan dengan tetap meninggalkan daun baru yang tua pada setiap pengambilan stek. Setiap
batang dipotong-potong menjadi beberapa bagian, setiap bagian harus mempunyai buku dan daun.
Tanamkan potongan-potongan dipindahkan ke lapangan maupun digunakan sebagai induk untuk
perbanyakan berikutnya. Hama dan penyakit yang bukan tular umbi umumnya dapat dihindari dengan
cara ini, kecuali bila terjadi kontaminasi. Setiap stek buku tunggal dapat menghasilkan sampai dengan
500 gram umbi setiap tanaman di lapangan (Sahat dan Hidayat 1996).

Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui cara perbanyakan vegetatif dengan metode stek daun, dan stek
buku tunggal pada tanaman hias.

METODE

Waktu dan Tempat


Praktikum perbanyakan tanaman dengan stek daun dan buku tunggal dilaksanakan pada hari
Selasa tanggal 7 Maret 2017dari pukul 07.00-10.00. Praktikum bertempat di Kebun Percobaan
Leuwikopo.

Bahan dan Alat


Bahan tanam yang digunakan dalam praktikum yaitu Sansevieria, Begonia, Vanili, Kalanchoe,
dan Peperomia. Media tanam yang digunakan yaitu campuran tanah dan pupuk kandang dengan
perbandingan 1:1. Selain itu, bahan yang digunakan yaitu fungisida Dithane untuk mensterilkan bahan
tanaman, bakterisida, dan polybag. Alat yang digunakan yaitu cutter, gunting tanaman, pot (kotak kue
plastik), dan ember.
13

Metode Pelaksanaan
Stek Daun
Menyiapkan media tanam yang lembab pada wadah mika yang telah dilubangi. Media tanam
terdiri atas campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Wadah mika diisi dengan

media sebanyak bagiannya. Bahan tanam disiapkan untuk stek daun, yaitu daun Pepperomia,

Begonia, dan Cocor Bebek. Stek daun ditanam dengan cara meletakkannya di atas permukaan tanah.
Setelah semua bahan tanam tersusun, simpan wadah di net house dengan posisi wadah tertutup untuk
menjaga kelembaban media. Untuk stek daun dengan bahan tanam Lidah Mertua ditanam pada
polybag.

Stek Buku Tunggal


Menyiapkan media tanam dengan campuran tanah dan pupuk kandang (1:1). Polybag diisi
dengan media tanam yang telah dibuat. Menyiapkan bahan tanam untuk stek buku tunggal, yaitu ubi
jalar. Setiap batang dipotong-potong menjadi beberapa bagian, setiap bagian harus mempunyai buku
dan daun. Tanamkan potongan-potongan stek buku tunggal pada polybag yang telah disediakan. Beri
label pada polybag sebagai penanda.
14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tabel 7. Persentase tanaman hidup


Umur tanaman (MST)
Peubah yang diamti Jenis tanaman
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Rata-rata% 92.1 86.4 84.6 76.6 72.8 64.4 30.8 45.8 42.0 43.7 43.7
Lidah mertua STDEV 22.2 26.5 27.2 32.4 33.6 37.3 34.2 38.2 38.3 38.5 38.5
KK 24.1 30.6 32.2 42.3 46.2 57.9 110.8 83.5 91.2 88.1 88.1
Rata-rata% 96.9 91.5 82.5 83.5 80.9 74.4 41.8 61.6 60.1 61.6 58.3
Cocor bebek STDEV 7.0 22.3 31.8 28.5 28.3 33.9 40.9 37.8 36.8 37.8 9.5
KK 7.2 24.3 38.6 34.1 35.0 45.6 97.9 61.4 61.3 61.4 2.7
Rata-rata% 97.6 91.2 80.1 66.0 63.6 61.2 42.8 44.4 45.0 38.1 36.2
Vanili STDEV 5.4 11.8 28.9 35.6 35.0 36.9 34.3 34.0 36.9 34.7 33.9
KK 5.5 13.0 36.0 54.0 55.0 60.3 80.2 76.6 82.0 91.0 93.6
Rata-rata% 87.7 83.5 61.7 63.1 54.7 50.6 34.4 44.9 44.2 42.6 42.6
Peperomia 1 STDEV 28.9 28.9 44.2 42.4 44.2 45.0 40.9 40.8 40.5 41.6 41.6
KK 32.9 34.6 71.7 67.2 80.9 88.8 119.1 90.7 91.5 97.7 97.7
Rata-rata% 86.8 77.6 67.5 62.9 49.1 43.7 20.8 38.0 36.3 35.8 34.8
Presentasi tanaman
Peperomia 2 STDEV 31.1 38.3 43.3 43.4 46.4 45.8 34.4 41.0 38.9 38.5 39.2
hidup
KK 35.8 49.4 64.2 69.0 94.5 104.7 165.4 108.0 107.1 107.5 112.6
Rata-rata% 79.9 58.2 55.7 54.6 44.4 44.3 22.2 34.5 34.5 33.2 29.4
Peperomia 3 STDEV 37.8 47.8 48.3 47.4 48.5 46.2 36.6 42.5 42.5 43.3 43.1
KK 47.3 82.1 86.7 86.9 109.1 104.4 164.8 123.2 123.2 130.5 146.3
Rata-rata% 57.2 64.3 50.0 50.0 42.9 40.5 26.3 35.1 28.0 28.0 28.0
Peperomia 4 STDEV 51.3 49.7 51.9 51.9 51.4 49.2 43.7 46.3 43.1 43.1 43.1
KK 89.6 77.3 103.8 103.8 119.8 121.5 166.1 131.6 153.9 153.9 153.9
Rata-rata% 57.8 52.4 37.0 37.0 33.1 38.9 16.0 27.7 27.7 27.7 27.7
Peperomia 5 STDEV 49.3 48.4 46.5 46.5 42.8 46.5 32.0 40.9 40.9 40.9 40.9
KK 85.3 92.4 125.8 125.8 129.1 119.5 200.6 147.6 147.6 147.6 147.6
Rata-rata% 88.9 74.5 72.5 60.6 57.5 54.6 29.8 41.2 39.9 35.0 38.7
Begonia STDEV 30.3 39.5 43.7 47.7 45.8 46.4 41.5 40.7 40.0 40.7 39.3
KK 34.0 53.1 60.3 78.7 79.7 84.9 139.4 98.9 100.2 116.4 101.5
15

Tabel 8. Jumlah daun tanaman


Rata-rata% 2.0 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 1.0 0.9 0.9 0.9 0.9
Lidah mertua STDEV 2.4 1.5 1.3 1.2 1.2 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1
KK 122.5 102.1 93.8 93.1 96.0 109.1 110.6 133.7 128.5 133.7 133.7
Rata-rata% 3.9 3.8 4.3 5.0 5.2 7.7 8.1 8.4 9.4 9.0 10.1
Cocor bebek STDEV 3.9 3.6 4.7 4.9 4.4 10.6 11.2 11.6 12.7 11.6 11.8
KK 100.5 96.3 109.4 98.4 85.4 138.4 138.2 138.9 136.1 130.0 130.7
Rata-rata% 8.8 8.3 7.5 7.1 5.7 5.7 5.7 4.9 4.5 4.8 4.6
Vanili STDEV 10.8 9.6 8.2 7.3 6.1 6.0 5.9 5.4 4.9 5.6 5.6
KK 122.3 116.5 109.0 102.4 108.4 105.2 103.4 110.9 109.5 115.9 120.4
Rata-rata% 5.9 5.3 5.2 5.8 5.2 5.6 5.5 5.4 5.3 5.2 5.7
Peperomia 1 STDEV 7.0 6.5 7.1 7.0 6.8 6.9 6.9 6.8 6.7 6.7 6.8
KK 117.9 122.6 137.1 120.3 129.9 122.9 125.2 126.4 126.6 130.2 119.9
Rata-rata% 1.6 1.3 1.2 1.7 1.7 1.9 1.9 2.1 2.3 2.1 2.8
Jumlah Daun Peperomia 2 STDEV 1.1 1.2 1.1 2.2 3.0 3.4 3.4 3.7 4.2 3.9 4.8
KK 73.9 92.8 92.1 128.5 179.1 179.0 184.2 177.4 186.3 186.6 172.6
Rata-rata% 1.2 1.1 0.8 1.2 1.1 1.3 1.3 1.3 1.4 1.3 1.3
Peperomia 3 STDEV 1.2 1.2 1.0 1.6 1.7 2.0 2.0 2.1 2.1 1.9 2.3
KK 100.7 117.9 129.0 126.5 157.1 158.4 158.4 156.5 154.5 151.4 176.6
Rata-rata% 0.5 0.4 0.3 0.7 0.6 0.7 0.9 0.9 0.9 0.7 0.7
Peperomia 4 STDEV 0.7 0.7 0.6 1.4 1.4 1.5 1.6 1.6 1.7 1.5 1.5
KK 151.3 160.5 204.9 207.5 234.9 223.7 187.9 187.9 203.9 215.7 215.7
Rata-rata% 0.7 0.8 0.7 1.0 0.9 0.9 0.9 0.8 0.8 1.2 1.3
Peperomia 5 STDEV 1.3 1.4 1.3 1.6 1.5 1.7 1.7 1.7 1.7 2.5 2.5
KK 191.1 171.3 190.0 158.1 162.3 184.8 184.8 198.0 198.0 202.2 193.4
Rata-rata% 1.4 1.3 1.2 1.3 1.2 1.2 1.2 1.2 1.3 1.2 1.1
Begonia STDEV 1.4 1.5 1.6 1.5 1.4 1.4 1.4 1.7 1.7 1.5 1.3
KK 98.3 112.6 133.8 116.6 116.7 124.3 124.3 142.6 125.5 117.8 120.2
16

Tabel 9. Jumlah tunas tanaman


Rata-rata% 0.2 0.2 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Lidah mertua STDEV 0.7 0.7 0.7 0.4 0.4 0.5 0.5 0.4 0.2 0.2 0.2
KK 447.2 447.2 447.2 447.2 447.2 435.9 435.9 447.2 435.9 447.2 447.2
Rata-rata% 0.4 0.4 0.8 1.6 1.7 2.2 2.4 2.7 2.4 2.6 2.7
Cocor bebek STDEV 1.2 1.0 1.4 2.0 1.9 2.8 3.1 3.4 3.3 3.6 124.3
KK 271.8 228.3 182.9 124.3 115.1 125.5 126.0 127.4 138.9 141.1 137.4
Rata-rata% 1.2 1.3 1.5 1.6 1.6 2.3 2.2 2.1 2.2 2.2 2.1
Vanili STDEV 3.7 3.7 3.7 3.3 3.3 3.9 3.7 3.4 3.2 3.4 3.4
KK 312.7 288.0 254.0 205.3 205.3 166.7 163.5 159.1 144.7 154.7 157.1
Rata-rata% 1.1 0.8 1.0 0.9 1.0 1.5 1.5 1.5 1.9 2.0 3.7
Peperomia 1 STDEV 3.2 2.9 2.9 2.5 2.5 2.6 2.6 2.6 3.3 3.5 9.6
KK 283.9 352.9 307.5 275.0 235.2 180.9 174.3 171.8 175.5 177.3 262.6
Rata-rata% 0.2 0.2 0.3 0.5 0.6 0.6 0.7 0.9 1.0 0.7 1.2
Jumlah Tunas Peperomia 2 STDEV 0.7 0.7 0.8 1.3 1.8 1.8 2.1 2.3 2.4 1.6 2.4
KK 424.3 424.3 314.6 266.7 307.8 307.8 293.5 254.7 247.4 245.9 208.1
Rata-rata% 0.0 0.0 0.0 0.1 0.0 0.1 0.1 0.1 0.1 0.3 0.6
Peperomia 3 STDEV 0.0 0.0 0.0 0.5 0.0 0.2 0.2 0.5 0.5 0.8 1.7
KK 0.0 0.0 0.0 412.3 0.0 424.3 424.3 424.3 424.3 297.5 255.9
Rata-rata% 0.0 0.0 0.0 0.1 0.0 0.0 0.1 0.1 0.1 0.1 0.2
Peperomia 4 STDEV 0.0 0.0 0.0 0.3 0.0 0.0 0.3 0.3 0.3 0.3 0.6
KK 0.0 0.0 0.0 360.6 0.0 0.0 374.2 374.2 374.2 374.2 270.2
Rata-rata% 0.0 0.1 0.1 0.2 0.3 0.4 0.3 0.5 0.5 0.6 0.5
Peperomia 5 STDEV 0.0 0.3 0.3 0.6 0.6 0.9 0.9 1.1 1.1 1.4 1.4
KK 0.0 346.4 360.6 259.6 204.9 266.7 277.8 244.1 244.1 234.9 258.4
Rata-rata% 0.3 0.3 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.3 0.3 0.3 0.5
Begonia STDEV 1.1 1.2 1.1 0.9 0.9 0.9 0.9 0.7 0.7 0.7 1.1
KK 376.2 356.5 324.8 266.7 226.1 266.7 266.7 244.2 244.2 244.2 220.0
17

Pembahasan
Perbanyakan tanaman secara vegetatif pada prinsipnya adalah merangsang tunas adventif
yang ada dibagian-bagian tanaman seperti batang, cabang, ranting, pucuk, daun, umbi dan akar agar
berkembang menjadi tanaman sempurna yang memiliki akar, batang, dan daun sekaligus. Tanaman
cocor bebek, peperomia, vanili, lidah mertua, dan begonia merupakan tanaman yang digunakan dalam
parameter yang diamati antara lain rata-rata jumlah daun, rata-rata jumlah tunas dan rata-rata
persentase hidup.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa secara keseluruhan tanaman yang diperbanyak
menggunakan stek daun dan stek buku tunggal mengalami penurunan jumlah tanaman hidup. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai persentase hidup tanaman sebagian besar menurun setiap minggunya.
Sementara itu, koefisien keragaman persentase tanaman setiap minggunya mengalami peningkatan.
Sebagai contoh, Koefisien Keragaman (KK) tabel 7 pada tanaman lidah peperomia berkisar antara
24,1-88,1. Nilai koefisien keragaman menunjukkan ketepatan perlakuan dalam suatu percobaan dan
menunjukkan besar kecilnya pengaruh lingkungan dan faktor lainnya yang tidak dapat dikendalikan
dalam suatu percobaan, makin tinggi koefisien keragaman maka semakin rendah percobaan tersebut
dapat diandalkan (Gomes dan Gomes, 1995). KK paling kecil terjadi saat tanaman berada pada 11
MST (2.7) pada cocor bebek, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh lingkungan pada saat itu tidak
cukup memberikan pengaruh besar. Sebaliknya, KK paling besar terjadi saat 1 MST (447,2) pada lidah
mertua.
Pada tabel 8 menunjukan rata-rata jumlah daun selama 11 minggu setelah perbanyakan,
petambahan rata-rata jumlah daun pada tanaman cocor bebek lebih banyak dan lebih cepat dibanding
tanaman yang lain, dengan nilai rata-rata jumlah daun pada minggu pertama 3,9 dan hasil pada minggu
ke-12 didapatkan hasil rata-rata sebesar 10,1 yang artinya tanaman mengalami perbanyakan jumlah
daun. Namun terdapat beberapa tanaman yang mengalami penurunan data yang diakibatkan daun layu
dan mati.
Kebanyakan dari tanaman yang mati disebabkan kekurangan air dan kurangnya pemeliharaan
tanaman secara rutin. Hal ini terlihat dari bagian tanaman yang mengalami kondisi layu dan kekeringan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi tanaman yang diperbanyak dengan cara stek yaitu, suhu,
kondisi media, kelembaban, hama penyakit, umur bahan stek dan pemberian zat pengatur tumbuh
(ZPT). Pengamatan lainnya dilakukan terhadap jumlah tunas, rata-rata jumlah tunas mengalami
peningkatan yang lambat hingga 11 MST meskipun terdapat beberapa tanaman ada yang menurun
diakiatkan mati atau layu. Peningkatan terbesar terjadi pada stek daun tanaman peperomia I dengan
rata-rata pertumbuhan sebesar 3,7 pada 11 MST. Pertumbuhan yang lambat pada tunas dapat
disebabkan pemeliharaan yang kurang intensif. Begitu pula dengan yang terjadi pada jumlah daun
yang mengalami pertumbuhan tidak optimal.

KESIMPULAN

Perbanyakan tanaman menggunakan stek daun menghasilkan tanaman baru yang sama
dengan induknya, keberhasilan perbanyakan tanaman dengan stek tidak terlepas dari perlakuan yang
diberikan selama pemeliharaan, faktor lingkungan dan faktor dari dalam tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

Budiman. 2001. Budidaya Jeruk. Bina Cipta, Bandung.


Gomez, K.A., dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian. Edisi kedua. Penerjemah E.
Sjamsudin dan J.E. Baharsjah. Statistical Procedures For Agricultural Research. UI-PRESS,
Jakarta.
18

Hartman H.T, Kester D.E, Davies F.T. and Geneve R.L. 1997. Plant Propagation Principles and
Practices. Prentice Hall. New Jersey.
Nugroho H. 1992. Perbanyakan, dan Perawatan Tanaman. Bogor : PT Gramedia.
Sahat S. dan Hidayat I.M. 1996. Teknik Perbanyakan Umbi Bibit Kentang Secara Cepat. Balitsa,
Bandung.
Wudianto, Rini. 1991. Membuat Setek, Cangkok dan Okulasi. Penebar Swadaya. Jakarta
19

PERBANYAKAN STEK BATANG

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Stek batang merupakan salah satu metode perbanyakan tanaman secara vegetatif berasal dari
batang untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru dengan cara pemotongan batang dari tanaman
induk. Stek memiliki keunggulan, yaitu lebih praktis, lebih mudah, lebih ekonomis, lebih cepat
dibandingkan teknik perbanyakan secara vegetatif lainnya karena masa juvenile tanaman relatif lebih
pendek, serta memiliki sifat yang sama dengan induknya (Rukmana, 1997).
Tjitrosomo et al. (1980) mengemukakan bahwa stek batang banyak dipraktekkan pada tanaman
tidak berkayu. Stek batang terdiri dari potongan batang sepanjang 10-30 cm atau lebih dengan buku-
buku dan kuncup-kuncup lateral. Jika potongan-potongan itu ditanam dalam tanah, maka akar-akar
akan tumbuh dari bagian pangkal dan kuncup yang paling atas akan tumbuh menjadi tajuk. Wattimena
(1988), stek yang menggunakan batang sebagai bahan stek sangat menguntungkan karena
mempunyai persediaan makanan yang memadai.
Rochiman dan Harjadi (1973) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
penyetekan dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu faktor tanaman, faktor lingkungan, dan faktor
pelaksanaan. Faktor tanaman, meliputi macam bahan stek, umur bahan stek, adanya tunas dan daun
pada stek, kandungan bahan makanan stek, dan pembentukan kalus. Faktor lingkungan, meliputi
media pertumbuhan, kelembaban, temperatur, dan aspek cahaya. Faktor pelaksanaan, meliputi
perlakuan sebelum pengambilan bahan stek, waktu pengambilan stek, pemotongan stek dan pelukaan,
penggunaan ZPT, kebersihan alat pemotong, media perakaran, tempat pertumbuhan dan
pemeliharaan.
Waktu yang tepat untuk melakukan stek adalah pagi hari, ketika tekanan turgor masih tinggi,
sehingga bahan tanaman yang dipotong lebih segar. Ukuran stek berkisar 5-7 cm atau 2-3 buku.
Jumlah daun pada batang disisakan 3-5 helai untuk mengurangi transpirasi (Harjanto dan Rahmania,
2007). Keberhasilan stek batang dapat dilihat dari keadaan tanaman yang tetap tumbuh baik serta
tumbuhnya akar pada bagian tanaman yang dipotong atau dilukai. Hal ini tentu dipengaruhi pula oleh
kondisi lingkungan, seperti suhu, kelembaban, cahaya, serta kandungan karbohirat dalam tanaman.
Faktor-faktor ini akan berpengaruh pada regenerasi akar dan tunas baru. Suhu yang sesuai untuk
tanaman yang baru distek berkisar antara 120 C hingga 270 C, karena tingginya suhu akan
mempengaruhi laju transpirasi, baik suhu tanah maupun suhu lingkungan (Sudarmono, 1997).

Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa bisa mengetahui dan memahami materi tentang stek
batang dan diharapkan mampu untuk mengaplikasikanya.

METODE

Waktu dan Tempat


Praktikum perbanyakan stek batang lunak, stek batang berkayu, dan stek pucuk dilaksanakan
pada hari Selasa,14 Maret 2017 dari pukul 07.00-10.00. Praktikum bertempat di Kebun Percobaan
Leuwikopo.

Bahan dan Alat


Bahan tanam yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu singkong, dracaena, ubi jalar, buah
naga, soka, lada, puring, Bugenville, Lee Kwan Yu, dan gardenia. Bahan lain yang digunakan yaitu
media tanam (tanah dan pupuk kandang) serta rotoon F. Alat yang digunakan yaitu gunting tanam,
ember,cutter, koret, cangkul dan polybag.
20

Metode Pelaksanaan
Menggunakan Polybag
Campur media tanam yang akan digunakan sampai merata. Siapkan bahan tanam yang akan di
stek. Isi polybag dengan media tanam lalu tanam bahan tanam (beri rooton pada bahan tanam yang
berkayu). Siram tanaman dengan air dan tanaman disimpan dan disusun dengan teratur.

Menggunakan plastic lalu digulung


Siapkan plastik bening yang akan di isi media tanam, lalu ratakan media tanam diatasnya.
Tanam bahan tanamn yang akan akan di stek dengan cara menyusunnya secara ditidurkan.
Sebelumnya bahan tanam sudah dioleskan dengan rooton pada bagian bawah batang. Gulung bahan
tanam dan media tersebut dan mengikatnya dengan tali rafia.
21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Tabel 10. Rata-rata persen tumbuh tanaman
Jenis Tanaman 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 9 MST 10 MST SD KK

Lada perdu 80.30 60.98 45.07 40.53 27.62 18.91 15.91 13.64 13.64 11.36 36.82 156.35
Gardenia 89.36 72.50 54.71 50.16 43.80 40.70 36.15 26.15 22.29 23.20 36.15 94.84
Soka 91.86 75.09 66.00 63.58 63.12 56.76 48.80 46.38 46.38 33.49 37.96 70.74
Bougenville 81.80 61.66 47.11 45.66 31.41 34.51 29.82 24.14 18.71 17.05 36.66 111.89
Puring 100 92.77 80.97 74.64 70.05 68.13 64.53 61.99 59.35 54.81 27.80 41.73
Dracena 85.95 63.14 36.36 37.82 27.27 22.73 18.89 15.57 13.95 12.50 35.97 144.68
Buah Naga 100 95.90 91.55 84.19 76.69 74.87 69.89 69.44 66.03 57.94 25.70 35.69
Lee Kwan Yu 98.55 83.31 69.13 67.58 60.68 55.38 46.90 43.60 41.91 37.37 34.65 0.66
Singkong 100 99.43 88.52 93.07 91.93 88.41 85.00 79.77 67.95 63.41 26.46 33.79
Ubi Jalar 97.59 85.64 71.68 76.23 70.55 68.05 64.39 61.16 48.95 44.41 36.60 58.39

Tabel 11. Rata-rata jumlah daun tanaman


Jenis Tanaman 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 9 MST 10 MST SD KK
Lada perdu 1.32 0.95 1.14 1.23 1.00 0.82 0.59 0.50 0.50 0.36 1.69 223.59
Gardenia 2.18 2.50 3.32 2.41 2.68 2.77 3.18 3.27 3.73 2.95 5.02 167.67
Soka 8.55 8.05 8.09 9.32 9.36 7.86 8.14 7.68 8.18 6.73 11.27 137.72
Bougenville 3.36 3.00 2.86 3.09 3.00 4.59 4.91 4.64 4.45 4.41 7.56 190.23
Puring 8.68 9.64 10.77 11.23 12.00 11.73 12.55 12.91 14.23 12.82 16.11 140.88
Dracena 2.27 1.23 0.86 0.73 0.59 0.55 0.45 0.41 0.41 0.59 2.25 287.83
Buah Naga 1.23 1.09 1.00 1.00 0.91 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 2.76 276.25
Lee Kwan Yu 6.36 6.59 5.82 6.18 6.27 5.45 5.27 5.32 5.32 5.16 8.43 1.45
Singkong 10.95 7.55 7.23 8.77 10.14 8.77 9.59 8.82 8.05 7.00 11.02 126.59
Ubi Jalar 9.05 6.45 6.09 7.73 8.91 10.14 10.18 10.41 9.05 9.59 13.06 151.77
22

Tabel 12. Rata-rata jumlah tunas tanaman


Jenis Tanaman 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 9 MST 10 MST SD KK

Lada perdu 0.05 0.00 0.00 0.05 0.09 0.23 0.23 0.23 0.23 0.14 0.36 268.16
Gardenia 0.05 0.14 0.27 0.41 0.95 0.86 0.91 0.82 0.95 0.59 2.15 371.25
Soka 0.24 0.50 0.41 0.55 0.41 0.55 0.50 0.59 0.82 0.73 1.23 235.08
Bougenville 0.00 0.09 0.00 0.27 0.50 1.27 1.45 1.59 1.50 1.68 3.43 330.01
Puring 0.32 0.64 0.73 1.14 1.36 1.59 1.95 2.18 2.09 2.45 2.75 208.71
Dracena 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.05 0.05 0.05 0.06 140.71
Buah Naga 0.00 0.00 0.18 0.27 0.41 0.50 0.50 0.64 0.68 0.55 0.84 205.05
Lee Kwan Yu 0.18 0.23 0.32 0.36 0.18 0.50 0.59 0.59 0.86 0.86 1.55 3.14
Singkong 1.91 1.77 2.09 2.27 2.14 2.18 2.23 2.23 1.73 1.64 2.68 134.15
Ubi Jalar 0.64 0.73 0.77 1.32 1.45 1.73 1.68 1.77 1.36 1.32 1.84 154.37
23

Pembahasan
Rata-rata persentase hidup tanaman mengalami fluktuasi selama 10 minggu, dapat dilihat pada
gambar 1. Lada perdu adalah tanaman yang memiliki presentase hidup yang paling rendah sedangkan
puring, buah naga dan singkong konstan diatas 50% presentase hidupnya. Banyak faktor yang
mempengaruhi keberhasilan stek batang. Terdapat faktor tanaman itu sendiri, lingkungan dan faktor
pelaksanaanya (Rochiman dan Harjadi, 1973). Penurunan presentase hidup tanaman dengan
perbanayakan melalui stek batang pada praktikum ini disebabkan oleh terlalu lembabnya media tanam
dan kurangnya perawatan oleh praktikan.

Gambar 1. Grafik presentase hidup pada perbanyakan melalui stek batang

Rata-rata jumlah daun mengalami kenaikan dapat dilihat dari table 11. Puring merupakan
tanaman yang memiliki daun terbanyak dan perbanyakan daunnya juga cepat. Lada perdu merupakan
tanaman yang perbanyakan daunnya lama. Setelah puring, dracena dan singkong juga cepat dalam
memperbanyak daun. Selain itu, beberapa soka telah berbuah. Seperti halnya daun, pada rata-rata
jumlah tunas tanaman juga mengalami kenaikan dapat dilihat dari tabel 12. Puring merupakan tanaman
terbanyak dan penambahan tunasnya cepat meningkat tajam sedangkan dracena merupakan tanaman
dengan jumlah tunas paling sedikit dan penambaan tunas tanamannya lambat. Banyaknya tanaman
yang perlu diamati dan kesibukan membuat praktikan kurang memperhatikan tanaman yang telah
dirawat. Hal tersebut menyebabkan ketidakfalidan data tinggi.

KESIMPULAN

Perbanyakan tanaman menggunakan stek batang lunak maupun berkayu menghasilkan


tanaman baru yang sama dengan induknya, keberhasilan perbanyakan tanaman dengan stek tidak
terlepas dari perlakuan yang diberikan selama pemeliharaan, faktor lingkungan dan faktor dari dalam
tanaman. Stek batang lunak memiliki tingkat keberhasilan perbanyakan lebih tinggi daripada stek
batang berkayu.
24

DAFTAR PUSTAKA

Harjanto H dan Rahmania N. 2007. Memperbanyak Tanaman Hias Favorit. Jakarta (ID): Penebar
swadaya
Rochiman K. dan Harjadi S.S. 1973. Pembiakan Vegetatif. Bahan Bacaan Pengantar Agronomi.
Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tjitrosomo S.S., Harran S., Djaelani M., Hartana A., dan Sudiarta A. 1980. Botani Umum Jilid I.
Departemen Botani. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wattimena G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat antar Universitas- IPB. Bekerjasama
dengan Lembaga Sumberdaya informasi IPB. Bogor.
25

PEMBIAKAN ORGAN STRUKTUR KHUSUS

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Salah satu metode pembiakan vegetatif adalah menggunakan organ khusus. Ciri khas tanaman
yang memiliki organ khusus adalah selama siklus hidupnya menghimpun makanan dari daun dan
menyimpan makanan dalam organ spesifik tempat cadangan makanan. Organ khusus antara lain umbi
(true bulbs, bulbus), cormus (corms), ubi batang (tuber), ubi akar (tuberous root), dan akar tinggal atau
geragih (rhizome, runners). Perbanyakan vegetatif ini memiliki beberapa kelemahan. Perbanyakan
dengan rimpang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan bakal bibit yang bermutu
dari rimpang yang sehat (umur 10-12 bulan), serta memerlukan bahan tanam yang lebih banyak (2,5-7
cm/bibit). Rimpang tersebut juga mudah terserang patogen, seperti jamur, bakteri virus, maupun
nematoda (Marlin et al. 2013).
Kegiatan perbanyakan tanaman dengan menggunakan struktur atau organ khusus sering terjadi
secara alami di alam. Perbanyakan tanaman dengan struktur khusus dapat juga dilakukan ketika suatu
tanaman organ seksualnya tidak berfungsi (pisang), tanaman lebih mudah terbentuk melalui pembiakan
vegetatif (nenas menggunakan crown), dan tanaman yang terbentuk dengan organ khusus populasinya
lebih seragam (bawang merah menggunakan umbi) (Syukur et al., 2012).
Perbanyakan tanaman harus mempertimbangkan faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor
genetik adalah keterangan genetika dari pohon induk asal yang di dalamnya mengandung banyak dan
jenis hara makro dan mikro, ko-faktor, zat pengatur tumbuh alami, dan kemampuan untuk bahan
perbanyakan tanaman. Faktor lingkungan dapat berupa suhu, kelembababn, aerasi, ketinggian, iklim,
kandungan bahan organik, dan zat pengatur tumbuh sintetis (Ardisela, 2010).

Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui cara perbanyakan vegetatif dengan
menggunakan struktur khusus runner atau stolon, corm, bulb, tuber, rhizome, dan anakan.

METODE

Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Institut Pertanian Bogor. Praktikum
ini dilaksanakan pada hari Selasa, 21 Maret 2017 dari pukul 07.00-10.00 WIB.

Bahan dan Alat


Bahan tanam yang digunakan adalah nanas, sirih, talas Belitung, bawang merah, lili paris, kucai
mini, kunyit, jahe, kencur, pisang, iles-iles dan amarilis. Media tanam yang digunakan adalah campuran
tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Selain itu, insektisida berbahan aktif Mankozeb
80%. Alat yang digunakan cangkul, kored, ember dan cutter.

Metode Pelaksanaan
Menyiapkan bahan tanam dan media berupa campuran tanah dan pupuk kandang
perbandingan 1:1. Bahan tanam yang sudah dibagi atau dipisahkan dari bagiannya lalu direndam di
dalam Agrepth+Dipthane. Isi media tanam kedalam polybag, lalu menanam bahan tanam didalam
polybag tersebut.
26

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Tabel 13. Rata-rara persentase tanaman hidup

Jenis Tanaman 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 9 MST SD KK

Nanas 95.45 95.45 95.45 92.04 90.9 82.95 80.68 73.86 70.45 30.62 37.11222
Pisang 86.36 77.27 71.81 61.63 39.4 37.13 34.86 28.04 28.04 43.45889 100.7944
Talas Belitung 90.9 93.63 93.63 93.63 95.9 93.68 96.68 87.59 87.59 21.76 23.69
Amarilis 100 97.72 93.18 93.18 84.09 79.54 75 65.9 68.93 29.79556 38.65
Bawang merah 97.57 93.94 91.44 85.04 86.18 81.86 76.59 69.09 68.18 19.97111 25.53889
Sereh 100 100 97.72 97.27 94.09 92.54 92.54 88 88 13.39444 14.62778
Kucai mini 100 97.72 97.72 100 97.72 95.45 95.45 88.63 88.63 12.69333 13.68
Lily paris 100 100 100 100 98.86 100 99.54 94.54 94.54 5.615556 5.898889
Jahe 95.45 95.45 93.18 93.18 93.18 90.5 90 83.33 80.85 24.80667 27.69
Kencur 88.63 90.9 88.63 87.09 85.45 79.13 71.59 67.04 63.09 36.22667 49.27222
Kunyit 93.18 90.9 87.5 75.45 70.45 63.63 63.63 60.98 55.3 37.44667 54.23222
Iles-iles 88.63 77.27 67.04 54.54 43.68 42.16 34.59 31.54 29.9 43.62778 97.16556
27

Tabel 14. Rata-rata jumlah daun tanaman


Jenis Tanaman 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 9 MST SD KK

Nanas 10 11 11 12 13 14 14 15 17 13.91889 113.8667


0 0 0 1 0 0 0 0 0
Pisang 0.022222 43.03222
1 1 2 2 3 3 3 4 4
Talas Belitung 2.572222 126.1901
Amarilis 2 2 1 2 2 2 2 2 3
1.906667 136.1567
6 4 5 6 7 12 11 7 6
Bawang merah 9.744444 138.7544
11 10 11 13 14 16 17 18 19
Sereh 13.28333 98.71111
26 24 25 26 27 31 31 33 34
Kucai mini 18.53444 66.72778
30 25 25 26 29 32 32 34 35
Lily paris 20.56444 70.90556
3 3 3 4 5 7 7 8 8
Jahe 4.932222 119.2367
2 2 1.56 3 3 3 3 3 4
Kencur 2.622222 124.64
1 1 1 2 2 2 2 2 2
Kunyit 1.494111 196.3767
1 1 0 0 0 0 0 0 0
Iles-iles 0.296667 83.09333

Tabel 15. Rata-rata jumlah tunas tanaman


Jenis Tanaman 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 9 MST SD KK

Nanas 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1.26 148.9878


Pisang 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0.152222 162.3778
1 1 2 1 2 2 2 2 2
Talas Belitung 1.423333 132.9311
Amarilis 1 1 1 1 1 2 2 2 2 1.372222 155.5733
Bawang merah 3 3 3 4 5 5 6 4 4 4.428889 115.1401
Sereh 2 2 2 2 3 4 4 4 4 1.811111 76.87889
Kucai mini 1 1 2 2 2 3 3 3 4 2.5 123.1322
3 3 4 4 4 4 4 5 6
Lily paris 4.003333 109.4354
Jahe 2 2 2 2 3 4 3 4 4 1.937778 84.00444
Kencur 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1.374444 106.0156
Kunyit 1 1 1 1 2 1 1 1 1 0.971111 129.5333
Iles-iles 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0.494444 245.77
28

Pembahasan
Tanaman mengalami pertumbuhan umumnya pada 1 MST,selain itu jumlah daun dan jumlah
tunas mengalami pertumbuhan setiap minggu. Hal ini menandakan tanaman masih dalam kondisi aktif
tumbuh. Persentase tanaman hidup terus mengalami penurunan bisa dilihat pada gambar 2. hal ini
disebabkan karena cekaman lingkungan pada fase pertumbuhan, seperti cekaman air dan kompetisi
dengan gulma.

Gambar 2. Grafik presentase hidup pada perbanyakan organ khusus

Cekaman air yang dimaksud adalah penyediaan air pada tanaman dilakukan tidak secara
merata. Kandungan air yang tinggi pada tanaman akan meningkatkan kegiatan enzim-enzim yang bisa
mempercepat terjadinya respirasi, sehingga perombakan makanan semakin besar (Sutopo, 1988
dalam Manurung, 2007). Kompetisi dengan gulma juga dapat mempengaruhi persentase tanaman
hidup pada fase pembibitan. Gulma dapat menjadi pesaing dalam memperebutkan sumber cahaya, air
dan hara. Anggun (2012) menyatakan apabila gulma perlu dikendalikan pada fase awal pertumbuhan
vegetatif atau umur empat minggu setelah tanam.
Tanaman dari famili Zingiberaceae atau jahe-jahean memiliki korelasi antara ukuran rimpang
dengan pertumbuhan tanaman. Ukuran benih/rimpang yang semakin besar akan meningkatkan
pertumbuhan tanaman, komponen hasil, dan bobot kering rimpang. Temulawak dapat diproduksi tinggi
dengan menggunakan rimpang induk yang utuh (10,6 t/ha) atau rimpang cabang (5-6 t/ha) (Sukarman
et al., 2011). Jahe dapat tumbuh optimum dengan menggunakan rimpang berbobot 32 g (Hailemichael
dan Tesfave, 2008). Kunyit dapat menjadi lebih vigor dengan menggunakan benih dari rimpang cabang
(30-50 g) atau rimpang induk (48-52 g) (Hossain et al., 2004). Hal ini disebabkan karena pertumbuhan
tanaman dari umbi dan rimpang dipengaruhi oleh cadangan karbohidrat (Addai dan Scott, 2011).
Tanaman nanas ditumbuhkan dari crown, setengah crown, dan helai daun. Bibit yang berasal
dari crown menunjukkan tunas yang tumbuh lebih cepat dan lebih besar persentase hidup. Ardisela
(2010) menyatakan apabila perbedaan pertumbuhan crown disebabkan karena faktor kandungan
karbohidrat di dalam crown. Karbohidrat pada crown bervariasi, tergantung dari seberapa banyak
karbohidrat diserap oleh buah dan daun untuk pertumbuhan. Crown akan mudah membentuk akar
apabila kandungan C/N ratio yang tinggi karena C/N ratio optimum dapat meningkatkan peranan ZPT
dalam proses pembentukan akar. Semakin banyak kandungan unsur hara dalam tanah, crown yang
terbentuk juga akan semakin banyak.
Pembibitan nanas dengan menggunakan crown juga harus mempertimbangkan faktor
lingkungan. Pembibitan nanas harus dilakukan penyiraman yang cukup banyak atau senantiasa dalam
29

keadaan lembab (Ardisela, 2010). Hal ini disebabkan karena daerah perakaran nanas cukup tinggi.
Pertumbuhan crown nanas dalam praktikum juga tidak maksimal. Hal ini disebabkan karena suplai air
yang diberikan tidak konsisten dan kompetisi dengan gulma yang cukup tinggi.
Bawang merah biasa ditanam menggunakan umbinya karena pertumbuhan tanaman yang
dihasilkan lebih seragam. Tanaman bawang merah sangat rentan terhadap curah hujan yang tinggi.
Lingkungan yang demikian dapat menyebabkan daunnya mudah rusak, sehingga menghambat
pertumbuhannya dan dapat menyebabkan umbinya mudah busuk (Samadi dan Cahyono, 2005).
Perbanyakan tanaman pisang, umumnya menggunakan bibit dari hasil pemisahan anakan. Kelemahan
bibit dari anakan adalah jumlah bibit yang dihasilkan terbatas. Selain itu hasil pemisahan anakan
sangat rentan tertular penyakit (Rugayah et al.. 2012).

KESIMPULAN

Perbanyakan vegetatif dengan menggunakan organ khusus menunjukkan pertumbuhan yang


cukup cepat. Penggunaan rhizoma, anakan, umbi, dan crown dapat menumbuhkan tanaman baru.
Perbanyakan tanaman dengan metode ini harus konsisten dalam pemberian air dan pembersihan dari
gulma untuk mendapatkan hasil yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Addai I. K. dan Scott P. 2011. Influence of bulb size at planting on growth and development of the
common hyacinth and lily. Agric. Biol. J. N. Am. 2 (2): 298-314.
Anggun C. 2012. Budidaya tanaman kunyit (Curcuma domestica Val) dan khasiatnya sebagai obat
tradisional di PT. Indmira Citra Tani Nusantara Jl. Kaliurang KM. 16,3 Sleman Yogyakarta.
Skripsi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Ardisela D. 2010. Pengaruh dosis Rootone-F terhadap pertumbuhan crown tanaman nenas (Ananas
comosus). Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah. 1(2): 48-62.
Hailemichael G. dan Tesfave K. 2008. The effect of seed rhizome size on the growth, yield and
economic return of ginger (Zingiber officinale Rosc.). Asian J. Plant Sci. 7 (2): 213-217.
Hossain M. A., Ishimine Y., Akamine H. dan Motomura K. 2004. Effect of seed rhizome size on growth
and yield of turmeric (Curcuma longa L.). Plant Production Science. 8: 86-94.
Manurung H. L. E. 2007. Pengaruh lama pada berbagai media penyimpanan bahan setek terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman ubi jalar (Ipomea batatas L.). Skripsi. Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Marlin, Romeida A., Hartal, dan Gonggo B. 2013. Pengembangan teknologi mikropropagasi tanaman
jahe gajah bebas penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum. Universitas Bengkulu,
Bengkulu.
Rugayah, Hasporo D., Ulumudin A., dan Motiq F. W. 2012. Kajian teknik perbanyakan vegetatif pisang
ambon kuning dengan pembelahan bonggol (corm). J. Agrotropika 17(2):58-65.
Samadi B. dan Cahyono B. 2005. Bawang Merah Intensifikasi Usaha Tani. Kanisius, Yogyakarta.
Sukarman, Rahardjo M., Rusmin D., dan Melati. 2011. Pengaruh ukuran benih rimpang terhadap
pertumbuhan dan produksi temulawak. Bul. Littro. 22 (2): 127-135.
Syukur M., Sujiprihati S. dan Yunianti R. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta.
30

GRAFTING DAN BUDDING

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyambungan (grafting) dan okulasi (budding) merupakan cara membiakan tanaman secara
vegetatif. Menurut Purnomosidhi et al., (2002), grafting/menyambung adalah cara perbanyakan
tanaman dengan cara menyambung pucuk (batang atas) yang berasal dari suatu tanaman induk pada
tanaman lain (batang bawah). Batang ataslah yang akan memberikan hasil sesuai dengan sifat induk
yang diinginkan. Batang bawah hanyalah sebagai tempat untuk tumbuh dan mengambil makanan dari
dalam tanah. Dalam metode grafting, terdiri atas dua bagian yaitu bagian bawah (rootstock) dan bagian
atas (scion). Tumbuhan yang digunakan sebagai batang bawah biasanya dipilih yang mempunyai sifat
perakaran yang baik, dan bagian batang atas yang dipilih yang mempunyai sifat vegetatif yang baik
pula (Hidayat, 2009).
Kedua teknik ini membutuhkan tanaman batang atas (entress) dan batang bawah (rootstock)
(Ashari, 1995). Bagian tanaman yang akan ditempel dan berkembang disebut scion (Kunmar, 2011) .
Teknik grafting dan budding pada dasarnya sama, namun yang berbeda adalah scion yang
digunakannya. Scion yang digunakan pada teknik grafting adalah satu batang utuh yang terdiri atas
mata-mata tunas yang banyak, sedangkan menurut Hseyin (2000) dalam Rahardjo M et.al (2013)
menyatakan bahwa scion yang digunakan pada budding adalah dengan menempelkan mata tunasnya
saja.
Beberapa faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan dalam memproduksi bibit dengan
metode grafting, yaitu (1) faktor tanaman, (2) faktor lingkungan, dan (3) faktor keterampilan orang yang
melakukan grafting (Tambing dan Hadid, 2003). Salah satu keuntungan dari grafting ialah banyak
digunakan untuk produksi bibit yang akan ditanam di kebun benih dan bermanfaat untuk penyelamatan
kandungan genetik tanaman (Sukendro et al., 2010)
Perbanyakan tanaman dengan cara grafting dan budding merupakan teknik perbanyakan yang
memerlukan ketekunan dan kemahiran, karena prosesnya yang rumit dan tingkat keberhasilannya yang
fluktuatif. Selain itu, proses ini juga memerlukan beberapa perlengkapan khusus seperti pisau okulasi
dan plastik. Menurut Ashari (1995), banyak jenis tanaman buah-buahan yang sukar/tidak dapat
diperbanyak dengan cara-cara tersebut, tetapi mudah dilakukan penyambungan, misalnya pada
manggis, mangga, belimbing, jeruk dan durian.

Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam pembiakan
vegetatif tanaman dengan cara grafting dan budding dan menentukan teknik yang memiliki hasil yang
baik.

METODE

Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Institut Pertanian Bogor. Praktikum
ini dilaksanakan pada hari Selasa, 9 Mei 2017 dari pukul 07.00-10.00 WIB.

Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan diantaranya bibit tanaman durian dan alpukat. Alat yang digunakan
diantaranya pisau okulasi dan plastik es kimo untuk mengikat hasil sambungan.

Langkah Kerja
31

Siapkan batang atas dan batang bawah (berasal dari perkecambahan biji) dari masing-masing
tanaman. Tanaman durian digunakan untuk teknik grafting dan tanaman alpukat digunakan untuk teknik
budding. Metode penyambungan yang dilakukan yaitu menempelkan daerah kambium pada bagian
salah satu sisi dari batang atas dan bawah.
Pada metode grafting, tanaman batang bawah dipotong pangkal atasnya, lalu buat irisan
berbentuk v ke arah dalam pada bagian pangkal. Sedangkan untuk batang atas, ambil bagian pucuk
yang memiliki mata tunas kemudian iris lancip membentuk v ke arah luar. Upayakan ukuran kambium
keduanya sama besarnya untuk meminimalkan resiko kegagalan okulasi. Tempelkan batang batang
atas dan batang bawah, kemudian rekatkan dengan plastik es kimo agar tidak bergeser.
Metode budding dilakukan dengan menyiapkan tanaman batang bawah yang utuh, namun satu
mata tunasnya dikelupas hingga bagian kambium. Lalu ambil mata tunas dari batang entress. Rekatkan
mata tunas dengan penampang kambium yang sudah disiapkan dengan lilitas plastik es kimo. Sungkup
hasil sambungan okulasi dengan plastik bening dan letakkan dibawah naungan untuk menjaga
kelembaban di lingkungan sekitar. Amati persentase okulasi yang berhasil, tumbuh tunas baru dari
batang atas, jumlah tunas, dan tinggi tunas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Tabel 16. Rata-rata persentase hidup Grafting dan Budding
% hidup
Kelompok Rata-rata Grating + Budding
Grafting Budding
1 100% 0% 50%
2 80% 100% 90%
3 20% 40% 30%
4 100% 80% 90%
5 100% 100% 100%
6 100% 80% 90%
7 100% 60% 80%
8 100% 40% 70%
9 60% 20% 40%
10 80% 60% 70%
11 40% 20% 30%
12 60% 100% 80%
13 60% 100% 80%
14 80% 0% 40%
15 80% 100% 90%
16 80% 80% 80%
17 75% 100% 88%
18 100% 40% 70%
19 100% 80% 90%
20 60% 20% 40%
21 80% 60% 70%
22 40% 100% 70%
Rata-rata 77% 63% 70%
32

Pembahasan
Praktikum pembiakan tanaman secara vegetatif dengan teknik grafting dan budding
menggunakan bahan tanaman durian dan alpukat. Pengamatan dilakukan setiap minggu dengan
mengamati keberhasilan okulasi, jumlah daun, dan tunas yang muncul. Berdasarkan hasil yang
diperoleh perbanyakan secara grafting dan budding memiliki persentase keberhasilan yang cukup
tinggi yaitu lebih dari 60%. Tanaman yang diperbanyak dengan teknik budding memiki perentase
berhasil yang lebih rendah dibanding dengan teknik grafting. HAsil ini tidak sesuai dengan literature,
seperti yang disampaikan Hseyin (2000) dalam Rahardjo M et.al (2013) Metode sambung dengan
tingkat keberhasilan tertinggi pada tanaman buah adalah dengan metode tempel mata tunas,
berikutnya dengan metode sayatan batang bawah berbentuk V.
Banyak faktor yang menyebabkan praktikum yang telah dilakukan menunjukkan hasil yang
kurang bagus tersebut. Kesalahan yang paling besar diperkirakan terjadi saat pelaksanaan praktikum,
terutama saat praktikan mengikat/membungkus tanaman yang diberi perlakuan grafting atau budding.
Dalam pengikatan, tidak jarang praktikan sangat kurang berhati-hati dalam melaksanakannya. Dalam
hal mengikat/membungkus tanaman praktikan sering kali membuat tanaman banyak
bergoyang/tergoyang, sehingga kemungkinan dalam hal ini entres yang sebelumnya telah dilengketkan
pada jendela dengan posisi yang tepat menjadi bergeser. Selain kesalahan dalam hal pelaksanaan
percobaan, kesalahan yang mungkin terjadi yang mengakibatkan tanaman yang di okulasi tidak hidup
adalah dalam hal perawatan/penjagaan tanaman. Tidak jarang dalam menjaga tanaman praktikan
kurang berhati-hati atau dapat dikatakan kurang memperhatikan tanaman.
Keberhasilan metode sambung setiap jenis tanaman mempunyai tingkat keberhasilan yang
berbeda. Keberhasilan penyambungan ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya perbedaan jenis,
aksesi dalam satu jenis, umur fisiologis antara batang atas dan bawah (Kumar,2011), ukuran diameter
antara batang bawah dan batang atas,serta waktu pelaksanaan grafting. Ukuran batang atas dan
bawah yang tidak sama menyebabkan pertautan posisi kambium tidak tepat. Hal ini menyebabkan
kegagalan sambungan (Yuniastuti,2002). Selain itu,keberhasilan penyambungan juga ditentukan oleh
meningkatnya keterampilan menyambung(Saefudin ,2009).
Perlakuan penghilangan setengah bagian daun atau dikupir akan mengurangi penguapan pada
tanaman bagian atas sehingga cukup memiliki kandungan air. Penguapan pada daun lebih besar
dibandingkan dengan penguapan dari batang. Pengkupiran daun berpengaruh terhadap penguapan
atau transpirasi tanaman lewat daun. Jika laju transpirasi tinggi menyebabkan tanaman akan banyak
mengeluarkan air, sedangkan transport air tanaman bagian atas yang disambung belum sempurna,
akibatnya pada tanaman bagian atas akan cepat kering dan proses penyambungan tidak akan berhasil.

KESIMPULAN

Grafting dan budding merupakan teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif cukup efesien
dilakukan apabila dilakukan oleh orang yang ahli. Teknik ini cukup beresiko gagal apabila yang
melakukannya tidak terampil. Perbanyakan dengan teknik budding lebih efesien karena dari setiap
mata tunas bisa tumbuh menjadi satu tanaman baru.

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta.


Hidayat S. dan Sri W. 2009. Seri tumbuhan obat berpotensi hias (2). PT Elex Media Komputindo,
Jakarta.
Kumar, G.N.M. 2011. Propagation of Plants by Grafting and Budding.Washington State University.
Washington State University Extension. http://pubs.wsu.edu. [6 Juni 2017].
33

Purnomosidhi, Suparman, Roshetko J. M., dan Mulawarman. 2002. Perbanyakan dan Budidaya
Tanaman Buah-Buahan dengan Penekanan pada Durian, Mangga, Jeruk, Melinjo, dan
Saw: Pedoman Lapang. International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) dan
Winrock Internasional, Bogor.
Rahardjo M., Djauharia E., Darwati I.,dan Rosita S.M.D. 2013. Pengaruh umur batang bawah terhadap
pertumbuhan benih mengkudu tanpa biji hasil grafting. Balai Penelitian Rempah dan Obat,
Bogor.
Saefudin. 2009. Kesiapan Teknologi Sambung Pucuk Dalam Penyediaan Bahan Tanaman Jambu
Mangga. Balai Penelitian Tanaman Buah, Sukabumi.
Sukendro A. 2010. Studi pembiakan vegetatif intsia bijuga (Colebr.) O.K. Melalui Grafting. Silvikultur
Tropika, 1(1): 6-10.
Tambing Y. dan Hadid A. 2008. Keberhasilan pertautan sambung pucuk pada mangga dengan waktu
penyambungan dan panjang entries. Berbeda. Agroland, 15(4): 296-301
Yuniastuti, S. 2002. Perbaikan tanaman buah-buahan lokal kualitas rendah dengan varietas unggul
melalui penyambungan pohon dewasa (anggur, mangga, dan apokat). Buletin Teknologi dan
Informasi Pertanian. 6: 19-31.
34

AKLIMATISASI ANGGREK

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perbanyak tanaman anggrek dengan metode kultur jaringan in vitro sudah banyak
dikembangkan. Benih anggrek yang lemah tidak dapat dibiarkan langsung tumbuh di lapangan karena
akan beresiko pada kematian tanaman. Benih anggrek dibiakkan di media kultur jaringan dan
selanjutnya diintroduksi ke lapangan. Proses pemindahan tanam tanaman in vitro ke lapangan disebut
aklimatisasi. Aklimatisasi dilakukan untuk penyesuaian bibit terhadap kondisi di luar botol (Kusumo,
2001). Tahap aklimatisasi sering menjadi titik kritis dalam aplikasi teknik kultur jaringan. Aklimatisasi
diperlukan karena tanaman hasil kultur jaringan belum memiliki organ yang kuat, sepeti lapisan lilin
yang masih tipis, sel-sel palisade belum berkembang maksimal, dan jaringan pembuluh dari akar ke
pucuk kurang berkembang. Oleh sebab itu aklimatisasi akan membantu tanaman beradaptasi terhadap
perubahan kondisi lingkungan seperti suhu, kelembapan, dan intensitas cahaya (Muhit, 2007).
Aklimatisasi adalah tahap akhir dalam perbanyakan kultur jaringan. Proses pemindahan tanam
tanaman in vitro ke lapangan disebut aklimatisasi. Aklimatisasi dilakukan untuk penyesuaian bibit
terhadap kondisi di luar botol (Kusumo, 2001). Aklimatisasi akan membantu tanaman beradaptasi
terhadap perubahan kondisi lingkungan seperti suhu, kelembapan, dan intensitas cahaya (Muhit, 2007).
Proses aklimatisasi yang terlalu ekstrim dapat menyebabkan perubahan bentuk anakan yang tidak
sesuai dengan tanaman induknya. Seperti penelitian terhadap tanaman jahe hasil kultur jaringan asal
organogenesis yang memperlihatkan morfologi berbeda dengan induknya setelah diaklimatisasi di
rumah kaca (Syahid dan Hobir, 1996; Hobir et al., 1999). Namun, normalnya hasil aklimatisasi pasti
akan sama dengan tanaman induknya seperti hasil yang diperoleh pada pertumbuhan tanaman
temulawak asal kultur in vitro yang diaklimatisasi di rumah kaca, memiliki penampilan morfologi sama
dengan induk (Syahid dan Hadipoentyanti, 2001).
Keberhailan aklimatisasi ditentukan oleh berbagai faktor. Faktor utama yang menjadi penentu
antara lain media tanam yang digunakan, kondisi lingkungan, dan perlakuan selama proses
aklimatisasi. Media tanam aklimatisasi berfungsi untuk tempat tumbuhnya tanaman, untuk itu perlu
digunakan media tanam yang sesuai. Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap keberlangsungan
aklimatisasi misalnya kelembaban, suhu, dan intensitas cahaya. Perlakuan pemberian zat pengatur
tumbuh seperti benziladenin (BA) (Zasari, 2010) dan pemupukan seperti pupuk daun (Andriyani et al.,
2010) dapat mendukung upaya pertumbuhan dan perkembangan planlet hasil aklimatisai.

Tujuan
Praktikum aklimatisasi ini bertujuan untuk mengenalkan proses aklimatisasi tanaman,
mempersiapkan bahan tanam dan media tanam untu aklimatisasi, dan proses pekembangan tanaman
hasil aklimatisasi.

METODE

Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Institut Pertanian Bogor. Praktikum
ini dilaksanakan pada hari Selasa, 4 April 2017 dari pukul 07.00-10.00 WIB.

Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah planlet anggrek Phaleonopsis, media tumbuh
berupa spagnomos, agrept (bakterisida), fungisida, hypoklorit. Alat yang digunakan adalah alat tulis,
kamera, tray ,dan alat penunjang lainnya.
35

Langkah Kerja
Planlet dikeluarkan dari botol kultur dan dibersihkan dari agar-agar yang menempel di bagian
akar tanaman. Lalu, rendam planlet selama 2 menit di larutan baterisida dan fungisida, tiriskan hingga
cukup kering. Siapkan spagnomos, lalu balutkan ke akar dan peras hingga tidak ada air. Masukan
planlet yang terbungkus spagnomos ke tray, lalu pindahkan ke rumah kaca untuk menyesuaikan
tanaman dengan lingkungan luar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Tabel 17. Rata-rata jumlah tanaman hidup
MST
1 2 3 4 5 6 7
Rata-rata 25.45 24.45 24.09 23.45 23.14 22.95 22.82
SD 9.17 8.27 8.56 8.57 8.87 8.90 8.93
KK 36.02 33.83 35.52 36.55 38.32 38.79 39.14

Pembahasan
Aklimatisasi merupakan kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptik ke lahan
non-aseptic. Hasil yang diperoleh pada pengamatan selama 7 minggu terhadap bibit anggrek yang
diaklimatisasi adalah jumlah tanaman hidup terus menurun. Hal ini disebabkan karena kurangnya
perawatan yang dilakukan oleh praktikan.
Setiap kelompok melakukan aklimatisasi anggrek sebanyak 30 bibit, berdasarkan gambar 3.
Pada minggu pertama menunjukan rata-rata tanaman yang hidup sebanyak 25,45. Hal ini menunjukkan
bahwa tanaman telah brhasil dilakukan aklimatisasi dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya.
Nilai kematian yang ditunjukkan dengan menurunnya jumlah tanaman hidup menunjukkan adanya
seleksi alami yang terjadi pada bibit yang tidak tahan. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi awal bibit
maupun media tanam dan faktor lingkungan.

Gambar 3. Grafik jumlah tanaman hidup


36

Perlakuan pertama yaitu penggunaan media tanam spaghnum moss. Spaghnum moss memiliki
kelebihan yakni dapat menyerap air dan mempertahankan air dengan baik sehingga kelembaban
media dan lingkungan lebih terjaga. Menurut Yusnita (2010) kelembaban ideal lingkungan di tempat
aklimatisasi pada saat awal harus diatur agar lebih dari 70% dan selanjutnya secara bertahap
kelembaban dapat diturunkan. Sifat fisik spaghnum moss yang menyerupai lumut meebutuhkan
kecermatan dalam hal penyiraman. Selain itu penyiraman diusahakan agar tidak terlalu banyak untuk
menghindari kejenuhan air ataupun jangan terlalu kering karena adanya sifat spaghnum moss yang
dapat menyerap kelembaban dan air di akar anggrek (Parwito, 2012).
Perlakuan lainnya yaitu naungan di rumah Angle yang mengkondisikan intensitas cahaya
matahari agar sesuai. Intensitas cahaya matahari yang sesuai pada tahap aklimatisasi tanaman
anggrek hanya sekitar 30% dan kemudian dapat ditingkatkan menjadi 40-50% seiring berjalannya
waktu pertumbuhan (Yusnita, 2010). Perlakuan seperti pemberian bakterisida dan fungisida pada
planlet ketika akan dilakuakn aklimatisasi juga penting dilakukan untuk menghindari serangan bakteri
dan cendawan. Pemeliharaan berupa penyiraman, pemberian vitamin dan aplikasi pupuk daun
seharusnya dilakukan pula untuk menunjang keberhasilan kegiatan aklimatisasi.

KESIMPULAN

Keberhasilan aklimatisasi dipengaruhi oleh media dan juga factor lingkungan. Selain itu,
kondisi planlet yang hendak dipindahkan ke media di luar kultur jaringan juga sangat mempengaruhi.

DAFTAR PUSTAKA

Andriyani LY., Buhaira dan Nancy. 2010. Pengaruh konsentrasi dan frekuensi penyemprotan pupuk
daun terhadap pertumbuhan planlet anggrek dendrobium (Dendrobium jade gold) pada
tahap aklimatisasi. Jurnal Agronomi 10(1):51-54.
Hobir, S.F. Syahid dan I. Mariska, 1999 Pengaruh pupuk dan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan
produksi jahe asal kultur jaringan. Jurnal Puslitbangtri Vol IV (4) : 129-134
Kusumo, S. 2001. Jurnal penelitian dan pengembangan pertanian. Indonesia Agriculture Research and
Development Journal. Bogor.
Muhit, A. 2007. Teknik produksi tahap awal benih vegetative krisan (Chrysanthemum morifolium R.).
bulletin Teknik Pertanian. 12 (1).
Parwito D.L. 2012. http://lcnursery.wordpress.com/2010/10/04/spaghnum-moss-sebagai-media-tanam-
anggrek [8 Juni 2016]
Syahid, S.F. dan Hobir,1996. Pertumbuhan dan produksi rimpang jahe asal kultur jaringan. Jurnal
Penelitian Tanaman Industri. Vol. II (2): 95-100.
Yusnita, Handayani Y. 2010. Pengecambahan biji dan pertumbuhan seedling Phalaenopsis hibrida in
vitro pada dua media dasar dengan atau tanpa arang aktif. Jurnal Agrotropika 16(2):70-75.
Zasari M. 2010. Studi perbanyakan dan regenerasi in vitro protocorm-like-bodies serta aklimatisasi
planlet anggrek dendrobium hibrida. Tesis. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
37

Pembuatan Media dan Subkultur

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi
yang sama. kultur jaringan bisa diartikan membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman
kecil yang mempunyai sifat seperti induknya (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Tujuan utama dari
perbanyakan secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari eksplan yang bebas
mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell, 1976). Selain itu, menurut Yusnita (2004),
bahwa pada tahap in vitro mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari
mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam
tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru,
sehingga akan memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling
kuat,untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell, 1976). Pada teknik
subkultur mempunyai tujuan supaya kultur atau planlet mendapatkan unsur hara atau nutrisis dalam
rangka pertumbuhannya, sehingga subkultur mempunyai tahapan yang lebih mudah dibandingkan
tahapan lain dalam kultur jaringan (Herdaryono dan Wijayani, 1994)
Aspek penting dalam kultur jaringan adalah varietas tanaman dan media kultur. Varietas
tanaman menentukan seberapa banyak hara yang diperlukan agar dapat tumbuh optimal. Media kultur
adalah kebutuhan terhadap zat pengatur tumbuh, khususnya kombinasi dan konsentrasi dari zat
pengatur tumbuh yang harus disediakan. Zat pengatur tumbuh yang umumnya digunakan adalah
auksin seperti NAA dan IBA, serta sitokinin seperti BAP (Basri, 2008).
Media Murashige and Skoog adalah media yang umumnya dipakai dalam kultur jaringan.
Komposisi media Murashige and Skoog antara lain hara makro dan hara mikro. Hara makro
mengandung KNO3 1900 mg L-1, NH4NO3 1650 mg L-1, CaCl2.2H2O 440 mg L-1, MgSO4.7H2O 370
mg L-1, dan KH2PO4 170 mg L-1. Hara mikro mengandung MnSO4.4H2O 22.3 mg L-1, ZnSO4.7H2O
8.6 mg L-1, KI 0.83 mg L-1,CuSO4.5H2O 0.025 mg L-1, CoCl2. 6H2O 0.025 mg L-1, FeSO4.7H2O
27,8 mg L-1, dan Na2EDTA.2H2O 32,3 mg L-1 (Murashige and Skoog, 1962 dalam Dzuraibak, 2014).
Beberapa alasan perlu dilakukannya subkultur antara lain; (1) unsur hara dalam media sudah
banyak berkurang, (2) nutrisi dalam media menguap karena kering, akibatnya media mengandung
garam dan gula tinggi, (3) pertumbuhan tanaman sudah memenuhi botol atau tabung sehingga
berdesakan, (4) sudah saatnya dipindah tanamkan untuk diperbanyak atau diakarkan, (5) eksplan
memerlukan komposisi media baru untuk membentuk organ atau struktur baru, dan (6) media berubah
menjadi cair karena penurunan pH oleh tanaman (Wardiyati, 1998).
Planlet in vitro tidak melakukan fotosintesis selama dikulturkan selama dikulturkan, karena
semua keperluan hara telah disediakan pada media. Subkultur dapat dilakukan dengan memanipulasi
media tumbuh dan lingkungan. Modifikasi media dapat dilakukan dengan menambahkan sukrosa
dengan konsentrasi tinggi, namun tidak menyebabkan planlet mati dengan meningkatnya tekanan
osmotik (Sari, 2013).

METODE

Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di Lab Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Institut Pertanian Bogor pada Selasa, 25 April 2017 dan Selasa, 6 Mei 2017.

Bahan dan Alat


38

Alat yang digunakan adalah labu takar, botol, tissue, plastik, karet, pinset, corong, pengaduk,
autoklaf, pH meter, kompor, panci, bunsen, gunting dan petridish dan spidol. Bahan yang digunakan
untuk media MS adalah aquades, hara makro 10 ml/L, hara makro II 20 ml/L, hara mikro 10 ml/L,
vitamin 10 ml/L, Fe 10 ml/L, Gula 30 g, agar-agar 7 g/L, dan Myo 10 ml/L, alcohol dan bahan tanam
Mint.

Langkah Kerja
Pembuatan Media
Langkah awal pembuatan media baik MS0 maupun MS yaitu memipet larutan stok dan
memasukkannya ke dalam labu takar. Melarutkan gula dengan menambahkan akuades sebanyak 50
ml dan mencampurkannya dengan larutan stok yang telah dipipet. Menambahkan aquades ke dalam
larutan yang telah tercampur hingga mencapai 500 ml lalu aduk dengan spatula. Mengatur pH media
sekitar 5,8-6,0 dengan cara menambahkan HCl 1 N atau KOH 1 N. Memasukkan media yang telah siap
ke dalam panci dan menambahkan agar-agar sebanyak 4 gram untuk masing-masing jenis media lalu
dimasak hingga mendidih. Media yang telah mendidih dimasukan ke dalam 20 botol kultur untuk MS0
dan 20 botol lainnya untuk MS dan masing-masing botol sebanyak 25 ml, kemudian botol ditutup
dengan plastik dan ikat dengan karet gelang. Botol diberi label kelompok, tanggal dan nama jenis
media. Media disterilkan dengan autoclave selama 20 menit. Media yang telah steril disimpan di ruang
kultur pada suhu 20 oC.

Subkultur Tanaman
Sterilkan laminar air flow dengan menyalakan air flow sambil di semprot oleh alkohol, kemudian
keringkan denga tissu, masukan alat dan bahan yang telah disemprot oleh alkohol, nyalakan Bunsen
dan jauhkan dari alkohol, buka tutup bahan tanaman yang ada di dalam botol kemudian keluarkan, alat
dipanaskan diatas api sebelum digunkan dengan tujuan mematikan bakteri yang menmpel pada
alat,pindahkan planlet ke media baru dengan komposisi 5 bahan tanmana dalam satu botol, tutup
kembali botol yang telah ditanam, beri label.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Tabel 18. Data hasil subkultur tanaman Mint
Pengamatan Hasil
Rata-rata 37.95
Presentase Kontaminasi Stdev 30.34
KK 79.93
Rata-rata 62.05
Presentase Hidup Stdev 30.34
KK 48.89
Rata-rata 63.95
Jumlah Daun Stdev 27.18
KK 42.51

Pembahasan
Berdasarkan data pengamatan, terdapat kontaminasi pada media subkultur yang dilakukan.
Rata-rata persentase kontaminasi sebesar 37,95 % dengan Standar Deviasi 30,34 dan Koeisien
Keragaman 79,93. Indikator kontaminasi ditandai dengan munculnya bakteri ataupun cendawan yang
39

menempel pada planlet maupun pada media yang semakin hari luasan kontaminasi terus menyebar.
Kontaminasi cendawan umumnya berwarna putih abu-abu atau kehitaman dan merah muda.
Kontaminasi cendawan umumnya terlihat pada 2-3 minggu setelah pembuatan media. Kontaminasi
cendawan dapat berasal dari sumber media dan terbawa saat proses pembatan media yang kurang
baik atau lingkungan tumbuh kultur yang kurang memadai (Karjadi dan Buchory, 2007).
Persentase jumlah tanaman yang hidup cukup baik, setiap minggu masih bertahan di 60% lebih
tanaman yang masih hidup. Tanaman mati bisa dikarenakan planlet tanaman Mint terkontaminasi oleh
bakteri atau jamur, faktor lain bisa disebabkan oleh mencoklatnya media tanam karena adanya
senyawa phenol, senyawa ini pada kadar tertentu menyebabkan pencoklatan, menghambat
metabolism sel daerah dalam dan masalah jaringan ( Rossa et al., 2011). Salah satu upaya untuk
menekan pencoklatan bisa dengan menambahkan asam askorbat pada media sebagai anti oksidan.
Data terakhir yang bisa kita dapat selama pengamatan adalah rata-rata jumlah daun tanaman Mint
yang hasilnya sebesar 63,95. Penambahan jumlah daun terus meningkat setiap minggu dengan
pertumbuhan tanaman.
Faktor yang menentukan keefektifitasan aplikasi bidang bioteknologi adalah efisiensi sistem
dan kemampuan regenerasi suatu tanaman. Dalam kultur jaringan tanaman, materi tanaman yang
diisolasi (protoplas, sel, jaringan, dan organ) diupayakan untuk tumbuh dan membentuk tanaman baru
(Sukmadjaja, 2011). Faktor lain yang menentukan keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro
adalah pemilihan bahan eksplan. Bahan eksplan yang masih muda adalah bahan yang baik untuk
digunakan sebagai perbanyakan tanaman secara in vitro. Semakin tua organ tanaman eksplan, maka
proses pembelahan dan regenerasi sel cenderung menurun, oleh karena itu jaringan yang masih muda
lebih baik digunakan karena pada umumnya jaringan tersebut masih berproliferasi daripada jaringan
yang berkayu atau yang sudah tua.

KESIMPULAN

Pemilihan media dan eksplan menentukan keberhasilan perbnayakan, subkultur dilakukan


ketika kepadatan jaringan atau organ dalam media kultur sudah penuh, subkultur dilakukan untuk
meningkatkan jumlah organisme yang dihasilkan, kegiatan subkultur duikatakan berhasil karena planlet
tumbuh dengan baik dengan ditandai bertambahnya ukuran dan perbanyakan tunas adventif.

DAFTAR PUSTAKA

Basri Z. 2008. Multiplikasi empat varietas krisan melalui teknik kultur jaringan. J. Agroland. 15 (4): 271-
277.
Dzuraibak R. F. 2014. Inisiasi dan proliferasi kalus serta induksi kalus embriogenik pada kultur antera
kedelai (Glycine max L. Merrill). Tesis. Insitut Pertanian Bogor, Bogor.
Karjadi A.K. dan Buchory A. 2007. Pengaruh NAA dan BAP terhadap pertumbuhan jaringan meristem
bawang putih pada media B5. J Hort. 17 (3): 217-223.
Hendaryono, D.P.S, dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Pustaka, Jakarta. Sukmadjaja, Deden dan Ade Mulyana. 2011. Regenerasi dan Pertumbuhan
Beberapa Varietas Tebu(Saccharum officinarum L.) secara In Vitro. Jurnal AgroBiogen
7(2):106-118
Rossa Y, Endang dan Gati L.2011.perbanyakan pulai pandak (Rauwolfia serpentine L.) dengan kultur
jaringan. Jurnal Natur Indonesia 14(1): 68-77.
Sari, D.C. 2013. Induksi Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum L.) secara In vitro pada Suhu
Medium dengan Beberapa Konsentrasi Gula. Skripsi. Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakiltas Pertanian, IPB Bogor. Bogor
Wetherell, D. F. 1976. Plant tissue culture series. Avery publishing group inc. New Jersey.
40

Wardiyati. 1998. Kultur Jaringan Tanaman Hortikultura. FP UB. Malang.


Yusnita. 2004. Kultur Jaringan: Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Agromedia

Anda mungkin juga menyukai