Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL KEGIATAN BIOHERBISIDA FARMAKOGNOSI

Ekstrak Daun Ketapang terhadap Pertumbuhan Rumput Teki

Nama Kelompok :

Dwi Rulitasari (15030244004)

Nailiz Zakiyah Apriliani (15030244005)

Atim Febry Masula (15030244021)

Atika Dahlila Fauzi (15030244030)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PROGRAM STUDI BIOLOGI
2017
DAFTAR ISI

Daftar isi .. i

Bab I Pendahuluan

1.1. Latar belakang ......................................................................................... 1


1.2. Rumusan masalah .................................................................................. 2
1.3. Tujuan ................................................................................................... 2

Bab II Kajian pustaka ................................................................................................ 3

BAB III Metode penelitian


3.1. Waktu dan Tempat penelitian ................................................................ 11
3.2. Bahan dan alat penelitian........................................................................ 11
3.3. Metode .................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tanaman budidaya yang sangat berpotensi dalam dunia pertanian yaitu
jagung (Zea mays). Diantara banyak penyebab ketidakberhasilan dalam budidaya
tanaman jagung, slah satu diantaranya yaitu adanya gulma. Gulma tumbuh di sekitar
tanaman budidaya dan menyerap nutrisi dalam tanah yang seharusnya diserap oleh
tanaman budidaya tersebut, sehingga tanaman tersebut kekurangan nutrisi karena
kalah bersaing dengan gulma yang memiliki daya serap yang lebih tinggi dari
tanaman budidaya yang mengakibatkan tanaman budidaya tersebut mati karena
kekurangan nutrisi. Alhasil beberapa kerugian yang ditumbuhkan gulma menimbukan
beberapa kerugian adalah penurunan hasil pertanian akibat persaingan dalam
perolehan air, unsur hara dan tempat hidup, penurunan kualitas hasil, menjadi inang
hama dan penyakit, membuat tanaman keracunan akibat senyawa racun atau alelopati.
Gulma yang akan diuji coba pada penelitian ini yaitu rumput teki Cyperus
rotundus L. Rumput teki sebagai gulma karena sangat sulit untuk diberantas yang
mayoritas tumbuh di tempat terbuka yang tidak terkena paparan sinar matahari secara
langsung seperti sawah, ladang, kebun, tegalan, dan pinggir jalan (Gunawan,1998).
Tempat yang cocok untuk tumbuhanya rumput teki yaitu di tempat yang memiliki
curah hujan lebih dari 1000 mm pertahun, kelembapan 60 85 %, bersuhu rata-rata
25C, dan pH tanah berkisar 4,0 7,5 (Lawal, 2009). Rumput teki yang hidup di
ladang jagung sangat menggangu para petani untuk menumbuhkan jagungnya, apalagi
jagung yang baru ditanam karena sistem perakaran yang belum kuat sehingga dalam
penyerapan nutrisi yang ada dia dalam tanah juga belum maksimal. Jagung yang baru
tumbuh akan bersaing dengan rumput teki untuk mendapat nutrisi semaksimal
mungkin, sedangkan penyerapan nutrisi oleh rumput teki lebih kuat dibandingkan
dengan akar jagung muda yang baru tumbuh. Oleh karena itu, diperlukan perlakuan
untuk memberantas gulma rumput teki bisa dengan menyiangi maupun menggunkan
pestisida kimia. Akan tetapi terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dari cara
tersebut. Jika menyiangi rumput dirasa kurang efektif karena kurang membutuhkan
waktu yang lama untuk menyiangi semua rumput teki di seluruh ladang jagung.
Sementara itu, jika menggunkan cara menyemprot dengan pestisida kimia memiliki
kelebihan dalam efesiensi waktu dan lebih praktis, tetapi kelemahannya yaitu dapat
membuat manusia iritasi kulit atau berbahaya jika terhirup, sehingg untuk mengatasi
masalah tersebut diperlukan solusi yaitu pembuatan pestisida yang berbahan baku
alami (biopestisida).
Biopestisida yang akan dibuat yaitu berasal dari tumbuhan ketapang yang
diekstrak karena ketapang memiliki kandungan senyawa obat seperti flavonoid,
triterpenoid, tanin, alkaloid, steroid dan asam lemak. Ekstrak daun ketapang (T.
catappa L.) diketahui memiliki saponin, [15]-[16]-[17]- [18].
Oleh sebab itu, penggunaan bioherbisida diperlukan untuk membasmi jumlah
rumput tekiyang tumbuh di sekitar tanaman jagung yang muda, sehingga nutrisi di
dalam tanah dapat diserap tanaman jagung secara optimal jika tidak ada yang
persaingan dengan rumput teki. Selain itu, eksperimen ini diharapkan dapat
memaksimalkan hasil panen jagung dengan mengurangi jumlah tanaman pesaing
seperti rumput teki, bioherbisida diharapkan, dan meningkatkan produktifitas kerja
petani jagung.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh bioherbisida yang berasal dari ekstrak daun ketapang
(Terminalia catappa) terhadap pembasmian gulma rumput teki (Cyperus rotundus)?

C. Tujuan
Mengetahui pengaruh bioherbisida yang berasal dari ekstrak daun ketapang
(Terminalia catappa) terhadap pembasmian gulma rumput teki (Cyperus rotundus).

D. Manfaat
1. Adanya bioherbisida dalam bidang pertanian dapat mengefisienkan waktu, tenaga
kerja, dan biaya untuk membasmi gulma
2. Mengurangi efek bahaya bagi manusia, komponen anorganik seperti tanah dan
udara, serta tidak mematikan tanaman budidaya.
3. Rumput teki yang telah mati hendaknya dibiarkan mati di tempatnya agar
diuraikan oleh detrivor tanahkemudian menjadi unsur hara yang dapat diserap
tumbuhan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
Tanaman Jagung (Zea mays)
Secara umum jagung mempunyai pola pertumbuhan yang sama, namun interval
waktu antartahap pertumbuhan dan jumlah daun yang berkembang dapat berbeda.
Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu (1) fase
perkecambahan, saat proses imbibisi air yang ditandai dengan pembengkakan biji
sampai dengan sebelum munculnya daun pertama; (2) fase pertumbuhan vegetatif,
yaitu fase mulai munculnya daun pertama yang terbuka sempurna sampai tasseling
dan sebelum keluarnya bunga betina (silking), fase ini diidentifiksi dengan jumlah
daun yang terbentuk; dan (3) fase reproduktif, yaitu fase pertumbuhan setelah
silking sampai masak fisiologis.

Gambar 3.1 Tanaman Jagung

Rumput Teki (Cyperus rotundus)


Rumput Teki (Cyperus rotundus) adalah salah satu gulma yang penyebarannya
luas. Gulma ini hampir selalu ada di sekitar segala tanaman budidaya, karena
mempunyai kemampuan tinggi untuk beradaptasi pada jenis tanah yang beragam.
Termasuk gulma perennial dengan bagian dalam tanah terdiri dari akar dan umbi.
Umbi pertama kali dibentuk pada tiga minggu setelah pertumbuhan awal. Umbi tidak
tahan kering, selama 14 hari dibawah sinar matahari, daya tumbuhnya akan hilang.
Rumput teki banyak ditemukan pada tempat yang menerima curah hujan lebih
dari 1000 mm pertahun yang memiliki kelembapan 60-85 %. Suhu terbaik untuk
pertumbuhan rumput teki adalah suhu dengan rata-rata 25C, pH tanah untuk
menumbuhkan rumput teki berkisar antara 4,0-7,5 (Gunawan,1998).
Rumput teki merupakan tanaman herba menahun yang banyak tumbuh di lahan
pertanian sebagai gulma. Tanaman ini sangat mudah ditemukan di Indonesia karena
beriklim tropis. Umbi batang merupakan mekanisme pertahanan yang ada pada
rumput teki, karena dengan ini rumput teki dapat bertahan berbulan-bulan.
Rumput teki yang termasuk ke dalam famili Cyperaceae merupakan tanaman
gulma tahunan. Kulit umbi berwarna hitam dan berwarna putih kemerahan dalamnya,
serta memiliki bau yang khas. Bunga terletak pada ujung tangkai memiliki tiga tunas
kepala benang sari yang berwarna kuning jernih (Gunawan,1998). Batang berbentuk
segitiga, helaian daun memiliki bentuk garis, dan warna permukaan berwarna hijau
tua mengkilat dengan ujung daun meruncing. Bunga rumput teki berbentuk bulir
majemuk (Gunawan, 1998). Menurut Tjitrosoepomo (2001), klasifikasi tanaman
rumput teki sebagai berikut :

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Cyperales
Family : Cyperaceae
Genus : Cyperus
Species : Cyperus rotundus
Gambar 3.2 Rumput Teki

Morfologi Gulma Rumput Teki


a. Akar
Akar Rumput teki (Cyperus rotundus)
merupakan sistem perakaran serabut, memiliki
banyak percabangan, memiliki banyak anak
cabang akar, dan memiliki rambut-rambut
halus. Akar rumput teki tumbuh memanjang
dan menyebar di dalam tanah (Tjitrosoepomo, Gambar 3.3 Akar Rumput Teki

2001).
b. Batang
Batang Rumput teki (Cyperus rotundus)
tumbuh tegak, berbentuk segitiga, berongga
kecil dan agak lunak, tingginya 10-30 cm dan
penampangnya 1-2 mm, membentuk umbi di
pangkal batang, membentuk rimpang panang
yang dapat membentuk tunas baru, dan daun-
Gambar 3.4 Batang Rumput Teki
daun terdapat di pangkal batang
(Tjitrosoepomo, 2001).

c. Daun
Daun Rumput teki (Cyperus rotundus)
berbangun daun garis, licin, tidak berambut,
warna permukaan atas hijau tua sedangkan
permukaan bawah hijau muda, mempunyai
parit yang membujur di bagian tengah, dan
Gambar 3.5 Daun Rumput Teki
ujungnya agak runcing (Tjitrosoepomo, 2001).

d. Bunga
Bunga Rumput teki (Cyperus rotundus)
memiliki bulir longgar terbentuk di ujung
batang, braktea dua sampai empat, tidak rontok,
panjangnya melebihi panjang perbungaan,
bercabang utama 3- 9 yang menyebar, dan satu
bulir berbunga sepuluh sampai empat puluh Gambar 3.6 Bunga Rumput Teki

(Tjitrosoepomo, 2001).

e. Buah
Buah rumput teki (Cyperus rotundus L.)
berbentuk bulat telur berisi tiga dan panjangnya
kurang lebih 1,5 mm. Buah rumput teki
tersusun berselang-seling sedikit bertumpang-
tindih dan merapat ke sumbu, buah rumput teki Gambar 3.7 Buah Rumput Teki
berbentuk bulat telur, dan lepes
(Tjitrosoepomo, 2001).

f. Biji
Biji rumput teki (Cyperus rotundus) terdiri dari
10-40 buliran yang tersusun berselang-seling,
sedikit bertumpang-tindih dan merapat ke
sumbu, biji berbentuk bulat telur dan lepes,
panjangnya kurang lebih 3 mm, berwarna
coklat kemerah-merahan, benang sari dan putik Gambar 3.8 Biji Rumput Teki

tersembul keluar (Tjitrosoepomo, 2001).

Ketapang (Terminalia catappa)


Deskripsi Tanaman Ketapang
Ketapang merupakan tumbuhan multiguna. Kayunya digunakan untuk
konstruksi rumah, bahan obat, dan bahkan sekarang banyak ditanam dipinggir
jalan. Umumnya tumbuh alami di daerah pantai. Namun saat ini banyak
dijumpai tumbuh pada daerah-daerah tropis hingga ketinggian 800 mdpl. Pohon
ketapang banyak dijumpai di Asia Tenggara, dibawa dari Asia Tenggara dan
menyebar ke berbagai belahan dunia lainnya termasuk India, Polinesia,
Madagaskar, Pakistan, Afrika Barat, Afrika Timur, Amerika Selatan, dan
Amerika Tengah (Hidayat dan Napitupulu, 2015).
Pada setiap daerah tumbuhan ketapang mempunyai nama yang berbeda-
beda, antara lain: hatapang (Batak), katafa (Nias), katapieng (Minangkabau),
lahapang (Simeulue), ketapas (Timor), talisei, tarisei, salrise (Sulawesi Utara),
tiliso, tiliho, ngusu (Maluku Utara), sarisa, sirisa, sirisal, sarisalo (Maluku), dan
kris (Papua Barat) (Hidayat dan Napitupulu, 2015).
Menurut Tjitrosoepomo (2002), klasifikasi tanaman ketapang tersusun dalam
sistematika sebagai berikut :

Kingdom: Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Family : Combretaceae
Genus : Terminalia
Species : Terminalia catappa

Gambar 3.9 Pohon Ketapang

Morfologi daun ketapang

Ketapang (Terminalia catappa)


termasuk daun yang tidak lengkap karena
hanya memiliki tangkai daun (petiolus) dan
helaian daun (lamina). Ketapang (Terminalia
catappa) memiliki ujung daun dan pangkal
daun meruncing (acuminatus), tepi daun yang
rata (interger), daging daun tipis lunak Gambar 3.10 Daun Ketapang

(herbaceous) dan pertulangan menyirip


(penninervis) yaitu memiliki satu ibu tulang
daun dan beberapa tulang cabang yang berarah
dari pusat menuju tepi daun (Tjitrosoepomo,
2002).
Kandungan Senyawa Kimia Daun Tanaman Ketapang
Ketapang (Terminalia catappa) sering disebut dengan kenari tropis diketahui
mengandung senyawa obat seperti flavonoid, alkaloid, tannin, triterpenoid atau
steroid, resin, dan saponin. Ketapang kerap dijadikan pohon pelindung karena
daunnya yang berbentuk seperti payung (Tjitrosoepomo, 2002).
Menurut Harborne (1987), senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang
berasal dari tumbuhan, yang mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang
mengandung satu atau dua penyulih hidroksil. Senyawa fenol cenderung mudah larut
dalam air karena umumnya berkaitan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya
terdapat dalam vakuola sel.
Harborne (1987) menyatakan bahwa tanin terdapat dalam tumbuhan
berpembuluh, angiospermae, dan khususnya dalam jaringan kayu. Tanin secara kimia
dibagi menjadi dua jenis utama yaitu tanin terkondensasi dan tanin yang terhidrolisis.
Tanin dapat digunakan sebagai antibakteri karena mempunyai gugus fenol, sehingga
tanin mempunyai sifat-sifat seperti alkohol yaitu bersifat antiseptik yang dapat
digunakan sebagai komponen antimikroba. Tanin merupakan senyawa yang dapat
mengikat dan mengendapkan protein berlebih dalam tubuh, himpunan polihidroksi
fenol yang dapat dibedakan dari fenol-fenol lain karena kemampuannya untuk
mengendapkan protein.
Harborne (1987) mengemukakan bahwa senyawa triterpenoid memiliki fungsi
sebagai pertahanan terhadap serangga pengganggu dan faktor pengatur pertumbuhan.
Dalam bidang farmakologi, senyawa triterpenoid berperan sebagai antitumor,
antiinflamasi dan anti mikrobial. Steroid adalah suatu kelompok senyawa yang
mempunyai kerangka dasar siklopentanaperhidrofenantrena, mempunyai empat
cincin terpadu. Senyawa-senyawa ini mempunyai efek fisiologi tertentu.
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta
dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel
darah serta memiliki fungsi sebagai antimikroba, sitotoksik dan sebagai bahan baku
untuk sintetis sterol (Harborne, 1987).
Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh dan sebagai campuran,
jarang dijumpai hanya flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan. Disamping itu,
sering terdapat campuran yang terdiri atas flavonoid yang berbeda kelas (Harborne,
1987).
Senyawa alkaloid memiliki fungsi bagi tumbuhan sebagai zat racun untuk
melawan serangga atau hewan pemakan tanaman dan sebagai faktor pengatur tumbuh.
Kegunaan lain senyawa alkaloid dibidang farmakologi sebagai stimulan sistem saraf,
obat batuk, obat tetes mata, obat malaria, obat kanker, dan antibakteri (Harborne,
1987).
Senyawa-senyawa tersebut menghambat pertumbuhan tumbuhan lain sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai bioherbisida (Perez, et al., 2010). Denada dan Kristanti
(2013) menunjukkan hasil penelitiannya bahwa senyawa fenol dan flavonoid pada
Terminalia catappa dapat menghambat pertumbuhan dari gulma rumput teki (Cyperus
rotundus).
B. Hipotesis
Ha : Adanya pengaruh pemberian ekstrak daun ketapang (Terminalia catappa)
terhadap pembasmian gulma rumput teki (Cyperus rotundus).
Ho : Tidak adanya pengaruh pemberian ekstrak daun ketapang (Terminalia
catappa) terhadap pembasmian gulma rumput teki (Cyperus rotundus).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian merupakan jenis penelitian eksperimental karena terdapat variabel
di dalamnya, yaitu membandingkan variabel respon terhadap variabel kontrol melalui
variabel manipulasi.

B. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September Oktober 2017, bertempat
di Laboratorium Anatomi dan Fisiologi, gedung C10 Jurusan Biologi Fakultas MIPA
Universitas Negeri Surabaya.

C. Variabel Penelitian
Variabel manipulasi : konsentrasi ekstrak daun ketapang 0% sebagai kontrol, 3%,
7%, dan 10%
Variabel respon : mortalitas rumput teki
Variabel kontrol : jenis rumput teki, umur tanaman, media tanam, waktu dan
volume penyiraman,

D. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAK) dengan menggunakan satu perlakuan, yaitu perbedaan konsentrasi ekstrak
daun ketapang. Konsentrasi daun ketapang yang digunakan adalah 0% sebagai
kontrol, 3%, 7%, dan 10% dengan lima kali penguangan, sehingga diperoleh 20 unit
eksperimen.
Desain eksperimen penelitian ini seperti pada tabel di bawah ini.
Perlakuan Pengulangan
Ekstrak Daun
1 2 3 4 5
Ketapang (%)

A (0%)

B (3%)

C (7%)
D (10%)

Tata Letak Unit Penelitian

BLOK 1 BLOK 2 BLOK 3 BLOK 4 BLOK 5

A1 B2 C3 D4 D5

B1 C2 D3 A4 C5

C1 D2 A3 B4 B5

D1 A2 B3 C4 A5

Rumput teki dibiakkan pada polybag. Setiap rumput teki diberikan pemberian ekstrak
daun ketapang sebanyak 10 ml/polibag, penyiraman yang merata serta jumlah
tanaman rumput teki pada polibag sebanyak lima buah per perlakuan.

E. Alat dan Bahan


Alat : Bahan :
Pengaduk Umbi rumput teki (Cyperus rotundus)
Cawan petri Daun ketapang hijau
Beaker glass 1 L Pereaksi Mayers
Gelas ukur 10 ml H2SO4 pekat
Cetok H2SO4 37%
Kertas label Etanol 96%
Polibag KI
Penggaris CH3COOH glasial
Pisau Tanah
Kertas dan Spidol Pupuk kandang
Tempat penyiraman (Sprayer)
Timbangan
Vacum Rotary Evaporator
F. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Ekstrak
a) Penyiapan Bahan Daun Ketapang
Daun Ketapang (Terminalia catappa) segar ditimbang sebanyak 1 kg, dicuci
bersih dengan air mengalir, lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan
pada suhu ruang dan terhindar dari sinar matahari langsung. Diperoleh
simplisia kering, kemudian simplisia kering tersebut digiling menggunakan
blender sehingga diperoleh serbuk simplisia daun ketapang.

b) Ekstraksi Daun Ketapang


Serbuk daun ketapang (Terminalia catappa) diambil dan dimaserasi
menggunakan etanol 96% dengan perbandingan 1:3 untuk perendaman
pertama, sedangkan untuk perendaman kedua dan ketiga adalah 1:2. Masing-
masing dimaserasi selama 24 jam. Hasil maserasi disaring dengan corong
menggunakan pompa vacum. Lalu filtrat yang diperoleh diuapkan dengan
menggunakan rotary vacum evaporator dan kemudian dihasilkan ekstrak
kental daun ketapang (Terminalia catappa) berwarna hijau pekat dengan
konsentrasi 100%.

2. Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak (Depkes RI, 2000)


Pemeriksaan karakteristik ekstrak daun ketapang dengan cara :
a) Organoleptik
Pengujian ini dilakukan dengan mengamati bentuk, warna dari ekstrak
yang dihasilkan.

b) Rendemen ekstrak
Rendemen ekstrak etanol daun ketapang (Terminalia catappa) dihitung
dengan membandingkan bobot awal simplisia dengan bobot akhir
ekstrak yang dihasilkan.
% Rendemen = Bobot ekstrak yang dihasilkan x 100%
Bobot awal simplisia

c) Susut pengeringan (Materia Medika Indonesia V. 1989)


Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menimbang ekstrak sebanyak
10 g dan dimasukkan ke dalam botol timbang bertutup yang
sebelumnya telah ditara. Kemudian dimasukkan ke dalam oven pada
suhu 105C sehingga diperoleh bobot yang relatif tetap. Lanjutkan
pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara
dua penimbang berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.

% Susut pengeringan = 100%

Keterangan :
a = bobot cawan kosong
b = bobot sampel dan cawan sebelum dikeringkan dalam oven
c = bobot sampel dan cawan setelah dikeringkan dalam oven.
3. Penapisan Fitokimia (Ayoola et al., 2008.)
Pemeriksaan kandungan kimia dalam daun ketapang (Terminalia catappa)
diantaranya:
a) Identifikasi senyawa saponin
0,5 g ekstrak ditambahkan 5 ml air suling di tabung percobaan. Larutan
dikocok secara perlahan dan diamati hingga terbentuk busa yang stabil.

b) Identifikasi golongan flavonoid


Sejumlah tertentu serbuk/ekstrak sampel tumbuhan ditambahkan 100
ml akuades panas, dididihkan selama 15 menit, saring dengan kertas
saring, diperoleh filtrat yang akan digunakan sebagai larutan
percobaan. Ke dalam 5 ml larutan percobaan (dalam tabung reaksi),
ditambahkan serbuk atau
lempeng magnesium secukupnya dan 1 ml HCl pekat, tambahkan 5 ml
amilalkohol, dikocok dengan kuat, biarkan hingga memisah, terbentuk
warna merah, kuning dan jingga pada lapisan amilalkohol
menunjukkan adanya senyawa flavonoid (Harbone, 1984).

c) Identifikasi golongan hidrokuinon


Sejumlah ekstrak sampel ditaruh pada spot plate dan ditambahkan
NaOH 10%. Terbentuknya warna merah menandakan uji positif adanya
senyawa fenol hidrokuinon (Harbone, 1984).
d) Identifikasi golongan tannin (fenol)
0,5 g ekstrak dipanaskan dalam 10 ml air dalam tabung reaksi
kemudian disaring. Beberapa tetes ferri klorida 0,1% ditambahkan dan
diamati pembentukan untuk warna hijau kecokelatan atau pewarnaan
biru kehitaman.

e) Identifikasi golongan alkaloid


Sejumlah tertentu ekstrak sampel tumbuhan dilembapkan dengan 5 ml
ammonia 30%, digerus dalam mortir, lalu tambahkan 20 ml kloroform
dan digerus kembali dengan kuat, campuran tersebut disaring dengan
kertas saring, filtrat berupa larutan organik di ambil (sebagai larutan
A), sebagian dari larutan A (10 ml) diekstraksi dengan 10 ml larutan
HCl 1:10 dengan mengocokkan dalam tabung reaksi, ambil larutan
bagian atasnya (larutan B). larutan A diteteskan beberapa tetes pada
kertas saring dan disemprot atau ditetesi dengan pereaksi Draggendorff,
terbentuk warna merah ataupun jingga pada kertas saring menunjukkan
adanya senyawa alkaloid. Larutan B dibagi dalam 2 tabung reaksi,
ditambahkan masing-masing pereaksi Draggendrorff dan Mayer,
terbentuk endapan merah bata dengan pereaksi Dragendrorff dan
endapan putih dengan pereaksi Mayer menunjukkan adanya senyawa
golongan alkaloid (Farnsworth, 1966).

f) Identifikasi golongan terpenoid (Salkowski test)


Sebanyak 0,5 g masing-masing ekstrak ditambahkan 2 ml
kloroform. Tambahkan sebanyak (3 ml) dengan hati-hati dan akan
membentuk lapisan. Warna cincin coklat kemerahan menunjukkan
adanya terpenoid.
4. Pengujian Ekstrak Terhadap Rumput Teki
Rumput teki dibiakkan pada polybag selama satu minggu hingga
rumput tumbuh dengan baik, jumlah tanaman rumput teki pada polibag
sebanyak lima buah per perlakuan.
Pengujian ekstrak daun ketapang terhadap rumput teki dilakukan
dengan cara penyiraman rumput teki diberikan pemberian ekstrak daun
ketapang sehari dua kali (pagi dan sore) sebanyak 10 ml/polibag. Dilihat
mortalitas rumput teki. Pengujian dilakukan lima kali pengulangan.
DAFTAR PUSTAKA

Ayoola, GA., Coker HAB., Adesegun SA., Adepujo AA., Obaweya K., Ezennia
EC., Atangbayila TO. 2008. Phytochemical Screening and Antioxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used for Malaria Therapy
in Southwestern Nigeria. Journal of Pharmaceutical Research, 7 (3), p.
1019-1024
Farnswoth., Norman N. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants.
Journal of Pharmaceutical Sciences. Volume 55, Number 3.
Gunawan, D. 1998. Tumbuhan Obat Indonesia. Yogyakarta: Pusat Penelitian Obat
Tradisional UGM
Harborne, J. B. 1996. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisis.
Padmawinata K, Sudiro I, Penerjemah. Penerbit Institut Teknologi
Bandung, Bandung
Lawai, O. A. dan O. Adebola.2009. Chemical Composition of The Essential Oils of
Cyperus Rotundus L. From South Afrika. Journal Molecules. Hal 2909-2917
Tjitrosoepomo. G. 2001. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada. University
Press

Anda mungkin juga menyukai