Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH ILMU GULMA

ANALISIS VEGETASI PADA LAHAN KACANG TANAH


CANGKRINGAN, SLEMAN, YOGYAKARTA

Oleh :
1. Alnus Meinata (15/377791/KT/07909)
2. Ken Lisa Nanda (15/378174/PN/13980)
3. Ina Hidayati (15/379666/PN/14120)
4. Hartini (15/383387/PN/14218)
5. Shelsy Lorensa (15/383407/PN/14238)

PROGRAM STUDI AGRONOMI


DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gulma dapat didefinisikan sebagai tumbuhan yang tidak dikehendaki manusia,
semua tumbuhan selain tanaman budidaya, tumbuhan yang belum diketahui manfaatnya,
tumbuhan yang mempunyai pengaruh negatif pada manusia baik secara langsung maupun
tidak dan lain sebagainya, mempunyai daya saing atau daya kompetisi yang tinggi terhadap
tanaman pokok, dapat menjadi inang sementara bagi penyakit atau parasit tanaman utama,
dan menghambat kelancaran aktivitas manusia (Sukman, 1991).
Keberadaan gulma pada areal pertanaman budidaya dapat menimbulkan kerugian baik
dari segi kuantitas maupun kualitas produksi. Kerugian yang ditimbulkan oleh gulma
diantaranya penurunan hasil pertanian akibat persaingan atau kompetisi dalam perolehan
sumber daya (air, udara, unsur hara, dan ruang hidup), menjadi inang hama dan penyakit,
dapat menyebabkan tanaman keracunan akibat senyawa racun yang dimiliki gulma
(alelopati), menyulitkan pekerjaan lapangan dan dalam pengolahan hasil serta dapat merusak
atau menghambat penggunaan alat pertanian. Kerugian-kerugian tersebut merupakan alasan
kuat mengapa gulma harus dikendalikan.
Dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea
L.), diperlukan aspek pembudidayaan dengan menerapkan teknologi budidaya yang
dianjurkan. Pengelolaan gulma dilakukan dengan tujuan untuk membatasi investasi gulma
sedemikian rupa sehingga tanaman dapat dibudidayakan secara produktif dan efisien atau
merupakan prinsip mempertahankan kerugian minimum yaitu menekan populasi gulma
sampai pada tingkat populasi yang tidak merugikan secara ekonomi atau tidak melampaui
ambang ekonomi, namun dalam pengendaliannya diperlukan pengetahuan yang cukup
tentang gulma yang bersangkutan dan cara pengendalian yang tepat (Hidayati, 2013).
Salah satu cara untuk mengetahui cara tepat dalam pengendalian gulma adalah dengan
analisis vegetasi. Vegetasi dapat diartikan sebagai komunitas tumbuhan yang menempati
suatu ekosistem. Komposisi vegetasi sering kali berubah seiring dengan berjalannya waktu,
perubahan iklim, dan aktivitas manusia. Perubahan vegetasi ini mendorong perlu
dilakukannya analisis vegetasi. Komposisi gulma beragam kemudian pengendalian yang
tidak memperhatikan komposisi gulma akan menurunkan hasil secara langsung dan tidak
langsung sehingga perlu analisis vergetasi untuk menentukan cara pengendalian gulma yang
tepat

B. Tujuan
Mengetahui komposisi gulma dan menentukan cara pengendalian gulma yang tepat di
lahan kacang tanah.
BAB II

METODE PENELITIAN

A. Tempat, Tanggal dan waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah Cangkringan, di lahan pertanian komoditas kacang


tanah seluas ± 500m2 (Arachis hypogaea) pada tanggal 14 Mei, 2018 pukul 15.00-16.00.

B. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan random sampling dengan jumlah ulangan


empat plot berukuran 50 cm x 50cm, menggunakan perlatan sederhana yang didapatkan di
lapangan. Berikut merupakan contoh pengambilan sampel di lapangan.

Gambar 1. Pengambilan plot sampel gulma di lahan.

Kemudian semua jenis gulma diambil semua bagiannya, akar batang dan daunnya
untuk dihitung FN, DN dan KNnya. Setelah dihitung FN, DN dan KN maka data ditabulasi
untuk mengetahui jenis gulma dominan dan kelompok gulma dominan.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Kelompok Gulma di Lahan Kacang tanah

Kelompok KN (%) SDR


No. Nama Gulma FN (%) IV
Gulma (%)

1 Acalypha indica D/S 9.18 8.82 18.01 9.00


2 Cleome aspera D/S 2.30 8.82 11.12 5.56
3 Cynodon dactylon R/T 2.04 5.88 7.92 3.96
4 Cyperus rotundus T/T 24.74 11.76 36.51 18.25
5 Dactyloctenium aegyptium R/T 26.02 8.82 34.84 17.42
6 Eleusine indica R/T 12.50 5.88 18.38 9.19
7 Lindernia crustacea D/S 4.59 8.82 13.42 6.71
8 Melochia pyramidata D/S 1.79 8.82 10.61 5.30
9 Phyllanthus urinaria D/S 2.55 5.88 8.43 4.22
10 Physalis angulata D/S 0.51 2.94 3.45 1.73
11 Portulaca oleracea D/S 10.46 11.76 22.22 11.11
12 Tagetes sp. D/S 1.79 5.88 7.67 3.83
Triantnema portulacastrum
13 L. D/S 1.02 2.94 3.96 1.98
14 Vernonia cinerea D/S 0.51 2.94 3.45 1.73
Keterangan :
DS = Daun Lebar Semusim
DT = Daun Lebar Tahunan
TS = Tekian Semusim
TT = Tekian Tahunan
RS = Rumputan Semusim
RT = Rumputan Tahunan
Gulma merupakan tumbuhan yang tidak dikehendaki untuk tumbuh di suatu areal
budidaya tanaman. Hal ini dikarenakan dengan adanya gulma akan menyebabkan terjadi
penurunan hasil yang diperkirakan mencapai 18-88%. Sehingga tanaman kacang tanah sering
mendapat gangguan gulma dengan populasi cukup tinggi, yang berakibat tanaman tidak
mampu memberikan hasil polong secara maksimal. Gangguan gulma yang cukup merugikan
ini antara lain disebabkan pertumbuhan vegetatif kacang tanah tergolong lambat, sehingga
kanopinya tidak dapat menutup permukaan tanah dengan segera seperti pada tanaman
kacang-kacangan lain. Sifat tumbuh ini akan memberi peluang bagi tumbuhnya gulma,
karena kanopi tanaman baru dapat menutup permukaan tanah pada umur 30–40 hari. Apabila
populasi gulma tidak dikendalikan dengan baik, maka faktor-faktor yang mendukung
pertumbuhan tanaman seperti air, hara, cahaya dan ruang tumbuh tidak dapat dimanfaatkan
oleh tanaman kacang tanah secara optimum, sehingga tanaman akan memberikan hasil di
bawah potensinya (Harsono dan Widaryono, 2015). Kerugian yang ditimbulkan oleh gulma
sangat bervariasi, tergantung pada populasi dan jenisnya. (Callaway, 1992 cit. Lialiyah et al.,
2014). Gulma juga dapat menurunkan kualitas hasil pertanian akibat tercampurnya biji-biji
gulma dengan hasil panen pada saat panen maupun akibat tercampurnya biji-biji gulma
sewaktu melakukan proses pengolahan. Beberapa sifat gulma yang membedakannya dengan
tanaman budidaya yaitu memiliki adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan terganggu,
menghasilkan biji dalam jumlah yang sangat banyak, daya kompetisi tinggi, dormansi biji
lama sekali, dan kesanggupan bertahan hidup pada keadaan lingkungan tumbuh yang tidak
menguntungkan lebih besar, serta dapat menyebar luas/berkembang biak secara vegetatif
disamping pembiakan generatif. Berdasarkan kesamaan respon terhadap herbisida, gulma
dibedakan menjadi tiga golongan yaitu gulma rumput-rumputan (grasses), gulma berdaun
lebar (broadleave), dan gulma teki (sedges). Gulma rumputan atau disebut sebagai gulma
berdaun pita merupakan gulma dari kelompok graminae yang memiliki ciri-ciri tulang daun
sejajar tulang daun utama, panjang dan lebar daun jelas berbeda (Solahudin et al., 2010).
Gulma ditinjau dari siklus hidupnya terdiri atas beberapa kelompok antara lain, gulma
annual, biannual dan perennial. Kelompok gulma annual atau gulma semusim menyelesaikan
siklus hidupnya dalam satu tahun atau satu musim. Gulma semusim umumnya menghasilkan
banyak biji dan membutuhkan kondisi lingkungan yang khusus untuk dapat melanjutkan
hidupnya. Gulma daun lebar semusim seperti Ageratum conyzoides, teki semusim seperti
Cyperus difformis dan rumput semusim seperti Echinocloa colonum (Barus, 2003). Guna
menentukan pilihan cara pengendalian gulma yang tepat maka sangat diperlukan cara-cara
menganalisis vegetasi gulma terlebih dahulu. Analisis vegetasi gulma beserta identifikasi
spesies gulma dilakukan sebelum tindakan pengendalian dipilih dan diterapkan.
Ketidaktepatan dalam analisis bisa menyebabkan pengendalian gulma menjadi tidak efektif
dan efisien, karena memboroskan biaya, waktu dan tenaga (Solahudin et al., 2010).
Berdasarkan analisis vegetasi yang telah dilaksanakan pada lahan kacang tanah
berumur 1 bulan setelah tanam di wilayah Umbulmartani, Ngemplak, Sleman, DIY diperoleh
data seperti tabel di atas. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa:
Kerapatan mutlak (KM) suatu spesies adalah jumlah individu suatu spesies dari
seluruh unit sampel yang diperoleh dengan menghitung jumlah individu tiap spesies gulma
tertentu dalam petak contoh. Sementara, KN (kerapatan nisbi) adalah nilai KM spesies gulma
tertentu dibagi total KM semua jenis gulma. Tinggi rendahnya kerapatan nisbi suatu jenis
gulma ditentukan kemampuan kompetisi masing-masing gulma dengan tanaman utama. Dari
tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai KN tertinggi diperlihatkan pada spesies
Dactyloctenium aegyptium sebesar 26.02% dan KN terendah sebesar 0.51% yang
diperlihatkan pada spesies Vernonia cinerea dan Physalis angulata.
Nilai Frekuensi Mutlak (FM) suatu spesies adalah jumlah unit sampel yang terdapat
spesies gulma tersebut, nilai FM yang diperoleh akan menurunkan nilai FN suatu spesies.
Dari data di atas diketahui bahwa nilai FN tertinggi sebesar 11.76% oleh spesises Cyperus
rotundus dan Portulaca oleracea, sedangkan FN terendah pada gulma jenis Physalis
angulata, Triantnema portulacastrum L., Vernonia cinerea sebesar 2,94%
Dominansi Mutlak (DM) suatu spesies adalah jumlah berat kering (dapat pula tinggi
atau luas kanopi) suatu spesies dari seluruh unit sampel. Nilai DM akan menurunkan nilai
DN suatu spesies. Namun, pada pengamatan kali ini tidak menggunakan bobot kering gulma.
Penentuan gulma dominan sangat perlu dilakukan karena dapat berpengaruh langsung dengan
kebijakan pengendalian gulma agar pengendalian dapat dilakukan dengan efektif dan efisien,
khususnya dalam hal teknik pengendalian serta alat dan bahan yang digunakan.
Summed Dominance Ratio/Nisbah Jumlah Dominan berguna untuk menggambarkan
hubungan jumlah dominansi suatu jenis gulma dengan jenis gulma lainnya dalam suatu
komunitas, sebab dalam suatu komunitas sering dijumpai species gulma tertentu yang
tumbuh lebih dominan dari species yang lain cit. Mas’ud, 2013). Dari hasil analisis vegetasi
pada lahan kacang tanah berumur 1 bulan, gulma yang tumbuh terdapat 14 jenis gulma yang
terdiri atas 3 gulma golongan rumput, 1 jenis tekian, dan 10 jenis gulma berdaun lebar serta
gulma tahunan sebanyak 4 jenis dan gulms semusim sebanyak 11 jenis. Berdasarkan
morfologinya, gulma yang dominan sesuai dengan nilai SDR yang tertinggi adalah dari
golongan teki yaitu Cyperus rotundus (18.25%), dari golongan berdaun lebar yaitu Portulaca
oleracea (11.11%) dan dari golongan rumput adalah Dactyloctenium aegyptium (17.42%).
Sementara sescara total SDR, dari 14 jenis gulma yang ada, dari morfologinya menunjukkan
bahwa gulma berdaun lebar yang palinng dominan sebab memiliki nilai SDR sebanyak
51.17%. gulma daun lebar merupakan tumbuhan C3 sehingga mampu memanfaatkan cahaya
pada intensitas yang lebih rendah untuk mempertahankan hidupnya, selain itu juga memiliki
kecepatan perpanjangan batang terutama pada pembentukan daunnya yang cepat sehingga
mengakibatkan proses fotosintesis optimal dan fotosintat yang dihasilkan juga maksimal
untuk mendukung proses pertumbuhan serta perkembangannya. Sedangkan gulma teki yang
ditemukan hanya ada satu jenis disebabkan oleh adanya pengolahan tanah yang dilakukan
terus-menerus sehingga biji dan umbi gulma yang berada di bawah permukaan tanah
terangkat ke atas permukaan, kemudian terkena sinar matahari, dan mati. Selin itu, gulma
tekian juga termasuk tumbuhan C4 yang sangat perka terhadap naungan (Pujisiswanto dan
Hidayat, 2008). Berdasarkan daur hidupnya gulma yang dominan adalah gulma semusim
dengan nilai SDR sebanyak 51.17%. Gulma semusim mampu memanfaatkan respon
sehubungan dengan kerapatan dan mortalitas untuk menjaga out put reproduksi yang stabil
(Rao, 2000 cit. Mas’ud, 2013).
Upaya pengendalian yang dapat diusahakan untuk mengendalikan gulma dengan
dominasi gulma berdaun lebar dan merupakan gulma semusim ialah secara secara mekanis,
kultur teknis, serta kimiawi. Pengendalian mekanis dilakukan dengan cara mengolah tanah,
menyiang dengan cangkul atau sabit, mencabut atau membakar gulma. pada saat yang tepat
yakni pada awal periode kritis atau umur 3–9 minggu setelah tanam dan sebelum gulma
memasuki fase generatif atau mengeluarkan bunga. Pengendalian gulma secara kultur teknis
dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem budidaya tanaman, yang antara lain dapat
dilakukan dengan: menyediakan benih yang bebas dari biji gulma, mengatur jarak tanam
yang diarahkan dapat memacu pertumbuhan tanaman sehingga dapat menekan pertumbuhan
gulma, dan melakukan rotasi tanaman, karena dominasi gulma yang tumbuh pada setiap jenis
tanaman akan berbeda (Harsono dan Widaryanto, 2015). Sementara, pengendalian kimiawi
dapat dilakukan dengan mengaplikasikan herbisida kontak.
Penelitian yang dilakukan oleh Cullpepper & York (2000) menyatakan bahwa gulma
rumput-rumputan dan berdaun lebar setahun dan tahunan dapat dikendalikan dengan dosis
herbisida pendimethalin pada dosis 0,9 – 2,0 kg b.a/ha. Pendimethalin efektif mengendalikan
gulma berdaun lebar, teki, dan rerumputan semusim, serta efektif mengendalikan gulma
berdaun lebar yang berbiji kecil (OMAFRA, 2002; Seybold dan Mersie, 2002; Greatvista,
2005)
Menurut Barus (2003), berdasarkan waktu pemakaiannya, herbisida dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu herbisida pratumbuh dan herbisida purnatumbuh. Herbisida pratumbuh
adalah herbisida yang digunakan pada saat gulma belum tumbuh. Sistem kerja dari herbisida
jenis ini dengan cara mematikan biji-biji gulma yang akan berkecambah di dalam maupun di
atas permukaan tanah. Agar dapat merata keseluruh gulma sasaran, herbisida pratumbuh
memerlukan proses pengolahan tanah yang baik dan tekstur tanah yang gembur dan tidak
terbongkah-bongkah. Sementara herbisida purnatumbuh adalah herbisida yang digunakan
setelah gulma tumbuh dan diaplikasikan secara langsung dengan menyemprotkannya ke arah
gulma sasaran, terutama daun yang masih muda dan berwarna hijau.
BAB IV. KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Jenis gulma yang terdapat di lahan kacang tanah adalah Acalypha indica, Cleome
aspera, Cynodon dactylon, Cyperus rotundus, Dactyloctenium aegyptium, Eleusine
indica, Lindernia crustacea, Melochia pyramidata, Phyllanthus urinaria, Physalis
angulata, Portulaca oleracea, Tagetes sp., Triantnema portulacastrum L., Vernonia
cinerea. Jenis gulma yang memiliki total SDR terbesar adalah Cyperus rotundus dan
terkecil adalah Physalis angulata dan Vernonia cinerea. Gulma dominan adalah
gulma berdaun lebar dan semusim.
2. Pengendalian yang dapat dilakukan ialah dengan dengan membabat habis gulma pada
periode kritis dan sebelum masuk fase generatif/ berbunga, perbaikan system
budidaya dan secara kimiawi menggunakan herbisida kontak.
DAFTAR PUSTAKA
Barus, E. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Kanisius, Yogyakarta.
Culpepper, A.S., & A.C. York. 2000. Weed management in ultra narrow row cotton
(Gossypium hirsutum). Weed Technol. 14:19-29.
Harsono, A., dan E Widaryanto. 2015. Pengelolaan gulma pada tanaman kacang tanah.
Monograf Balitkabi 13: 215-233.
Hidayati, M. 2013. Pertumbuhan gulma dan hasil kacang tanah pada berbagai kerapatan
tanam. J. Agroland 20 (2) : 90-98.
Lailiyah, W N., E Widaryanto, dan K P Wicaksono. 2014. Pengaruh periode penyiangan
gulma terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang panjang (Vigna sesquipedalis
L.). Jurnal Produksi Tanaman 2: 566-572.
Mas’ud, H. 2013. Pertumbuhan gulma dan hasil kacang tanah pada berbagai kerapatan
tanam. Jurnal Agroland 2: 90-98.
Pujisiswanto, H., dan K F Hidayat. 2008. Analisis pertumbuhan gulma, tanaman dan hasil
jagung dengan berbagai populasi kacang tanah dan kacang hijau dalam sistem
tumpangsari. Agrista 1: 193-198.
Solahudin, M., K B Seminar, I Wayan Astika, dan A Buono. 2010. Pendeteksian kerapatan
dan jenis gulma dengan metode bayes dan analisis dimensi fraktal untuk pengendalian
gulma secara selektif. Jurnal Keteknikan Pertanian 24: 129-135.
Sukman, Y. 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Rajawali Pers, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai