Anda di halaman 1dari 7

VEGETASI GULMA TANAMAN PERKEBUNAN DENGAN

METODE TITIK

RESUME

Diajukan untuk melengkapi tugas mata kuliah Gulma Tanaman Perkebunan serta
memenuhi syarat untuk menyelesaikan semester ganjil Program Studi Ilmu
Pertanian Perkebunan

Dosen Pembimbing:
Oria Alit Farisi, S.P., M.P

Disusun Oleh:
Indah Hidayati H ( 201510801013 )
Astrilia Ferlyta Mandailing ( 201510801014 )
Achmad Ariful Maulidana ( 201510801015 )
Lestarih ( 201510801016 )

PROGRAM STUDI ILMU PERTANIAN PERKEBUNAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan
kepentingan manusia sehingga manusia berusaha untuk mengendalikannya
(Sembodo, 2010). Gulma dan tanaman budidaya akan bersaing mendapatkan
unsur hara akibatnya tanaman kelapa sawit tumbuh tidak optimal dan akan
berpengaruh terhadap produktivitas tanaman. Tanaman kelapa sawit memiliki
arti penting bagi pembangunan nasional, Selain mampu menyediakan
lapangan kerja, hasil dari tanaman ini juga merupakan sumber devisa Negara.
Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon yang tingginya dapat mencapai 24 m.
Keberadaan gulma di perkebunan dapat juga mempengaruhi kualitas produksi
perkebunan, misalnya biji-biji gulma dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhan benih tanaman. Biji-biji gulma tumbuh menjadi tempat hidup
atau inang tempat berlindung hewan-hewan kecil seperti insekta dan hama
sehingga memungkinkan hewan-hewan tersebut berkembangbiak dengan baik
(Lau et al. 2021).
Analisis vegetasi gulma menggunakan metode titik, Metode titik
merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan menggunakan cuplikan
berupa titik. Metode ini tumbuhan yang dapat dianalisis hanya satu tumbuhan
yang benar-benar terletak pada titik-titik yang disebar atau yang
diproyeksikan mengenai titik-titik tersebut. Metode ini menggunakan
variable-variabel, diantaranya : kerapatan, dominansi, dan frekuensi (Rohman
dan Sumberartha, 2001). Kelimpahan setiap spesies individu atau jenis
struktur biasanya dinyatakan sebagai suatu persen jumlah total spesises yang
ada dalam komunitas, dan dengan demikian merupakan pengukuran yang
relatif. Nilai relatif ini, akan diperoleh sebuah nilai yang merupak INP. Nilai
ini digunakan sebagai dasar pemberian nama suatu vegetasi yang diamati.
Kelimpahan dan frekuensi adalah sangat penting dalam menentukan struktur
komunitas (Michael, 1994)(Siregar et al., 2021).
BAB 2. ISI

Dari penelitian yang telah dilaksanakan metode titik dan teknik pencuplikan
sampel secara purposive sampling didapatkan gulma yang terdiri dari rumput, teki
dan gulma berdaun lebar dengan komposisi untuk gulma berdaun lebar (broad
leaves), rumput (grasses), gulma golongan teki (seedges) dan gulma tumbuhan
paku (pteridophyta). Umur sawit 3-5 tahun yang paling banyak ditemukan A.
conyzoides yang berjumlah 1311 individu. Umur sawit 5-7 tahun banyak
ditemukan A. conyzoides yang berjumlah 1834 individu. Umur sawit >7 tahun A.
conyzoides yang berjumlah 658 individu. Pada stasiun 3 terdapat gulma rumput 8
jenis yang paling banyak ditemukan yaitu A. compressus yang berjumlah 2010
individu, gulma berdaun lebar 9 jenis yang paling banyak ditemukan A.
conyzoides yang berjumlah 7220 individu, gulma paku 7 jenis yang paling banyak
ditemukan Dicranopteris linearis yang berjumlah 2676 individu, sedangkan gulma
teki 3 jenis ditemukan C. rotundus berjumlah 216 individu. Umur sawit 3- 5 tahun
yang paling banyak ditemukan A. conyzoidesberjumlah 2928 individu.Umur
sawit 5- 7 tahun yang paling banyak ditemukan A. compressus berjumlah 989
individu.Umur sawit >7 tahun yang paling banyak ditemukan A. conyzoides
berjumlah 4244 individu. Tingginya tingkat frekuensi dan frekuensi relatif gulma
atau persaingan gulma tergantung pada curah hujan, varietas, kondisi tanah,
kerapatan gulma, lamanya tanaman dan gulma bersaing, umur tanaman saat gulma
mulai bersaing. Bahwa secara fisik gulma bersaing dengan tumbuhan dalam hal
pemanfaatan ruang, cahaya dan secara kimiawi dalam hal pemanfaatan air, nutrisi,
gas-gas penting dalam proses alelopati. Hal ini menggambarkan bahwa kondisi
fisik menyebabkan gulma yang mampu tumbuh di kedua lokasi penelitian ini pun
berbeda.
Sedangkan pada perkebunan karet menggunakan metode titik ini vegetasi
sengaja ditanam di beberapa lokasi kebun yang mendapat cukup penyinaran
matahari sehingga pertumbuhannya tidak terganggu dan dapat memberikan
manfaat yang optimal pada tanaman karet. Mucuna bracteata. Bisa ditemukan di
pinggir jalan dan di daerah kebun yang tidak terlalu dalam. Pada daerah yang
terletak di pinggir akan mendapat sinar matahari yang lebih banyak dibandingkan
dengan bagian tengah kebun, sehingga pertumbuhan tanaman penutup kacangan
lebih baik pertumbuhannya. Penanaman Mucuna bracteata. Gulma daun lebar
jenis Clibadium Surinamense dengan nilai SDR 11,89% cukup mendominasi
diantara vegetasi lainnya setelah Mucuna bracteata. Gulma ini termasuk kedalam
gulma yang merugikan dan perlu adanya pengendalian atau pemberantasan.
Gulma Clibadium Surinames. sangat berbahaya pada kondisi lahan kering dan
kebun memasuki fase gugur daun di musim kemarau. Gulma ini sangat mudah
terbakar dan memicu kebakaran di kebun karet. Selain itu, apabila dibiarkan
tumbuh Clibadium Surinames akan tumbuh mencapai tinggi 1- 2 meter sehingga
akan menyulitkan proses eksploitasi dan manajemen tanaman. Jenis vegetasi yang
terdapat dibawah tegakan karet umur 16-20 tahun berjumlah 16 jenis. Jenis
vegetasi gulma yang mendominasi adalah Paspalum conjugatum Berg dengan
nilai SDR sebesar 24,54% dan SDR 17,02% kemudian masih diikuti oleh
Eleusine indica (L) dengan nilai SDR 12,21% dan Clibadium Surinames juga
sedikit mendominasi pada arah lereng ini. Pada kelompok umur 16-20 tahun
sudah tidak lagi ditanami tanaman kacangan penutup tanah karena dinilai
produksi lateksnya dinilai sudah stabil. Vegetasi yang tumbuh pada kelompok
umur 16-20 tahun biasanya tumbuh secara sporadis, seperti Borreria alata
(6,83%), Mikania micrantha (2,26%) dan Melastoma malabathricum (6,02%).
Sementara beberapa jenis vegetasi lainnya tumbuh secara bergerombol seperti
Paspalum conjugatum Berg (20,78%), Eleusine indica (L) (14,06%), Cyperus
Kyllingia (6,26%), Scleria sumantrensis (7,12%). Vegetasi yang ditemukan
tumbuh tidak bergerombol antara lain Panicum Colonum (2,50%), Mikania
micrantha (2,26%), Hyptis suavadens (3,66%) dan Cleome aspera koen (2,59%).
Keadaan ini disebabkan karena berkurangnya penyerapan (absorbsi) dari udara.
Berkurangnya suhu dan intensitas cahaya dapat mengahambat pertumbuhan
karena proses fotosintesis terganggu. Semakin bertambah umur karet, hal tersebut
yang menyebabkan menurunnya komposisi vegetasi yang terdapat di dalam
pertanaman karet. Pengaruh intensitas cahaya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman sejauh mana berhubungan erat dengan proses fotosintesis.
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan
kepentingan manusia sehingga manusia berusaha mengendalikannya.
Pengendalian yang dapat dilakukan dengan analisis vegetasi gulma tanaman
yang ada di perkebunan kelapa sawit, dengan menggunakan metode titik.
Metode titik merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan menggunakan
cuplikan berupa titik. Metode ini tumbuhan yang dapat di analisis hanya satu
tumbuhan yang benar – benar terletak pada titik – titik yang disebar atau di
proyesksikan mengenai titik tersebut. Dan dengan penelitian yang telah
dilaksanakan dengan metode titik ini didapatkan gulma yang terdiri dari
rumput, teki dan gulma daun lebar.
Dan pada perkebunan karet setelah menggunakan metode titik ini dapat
ditemukan gulma daun lebar jenis Cibadium Surinaminse yang cukup
mendomonasi diantara vegetasi lainnya. Gulma ini termasuk jenis gulma
yang merugikan oleh karna itu perlu adanya pengendalian atau
pemberantasan. Dan dalam perkebunan karet ini menggunakan metode
vegetasi sengaja ditanam di beberapa lokasi kebun yang mendapat cukup
penyinaran matahari sehingga pertumbuhannya tidak terganggu dan dapat
memberikan manfaat yang optimal pada tanaman karet.
DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, I., Yolanda, R., Purnama, A. A., Studi, P., Biologi, P., Pengaraian, U. P.,
& Vegetasi, A. (2014). ( Elaeis quinensis Jacq .) di DESA SUKA MAJU
KECAMATAN RAMBAH.
Ramlan, D. N., Riry, J., & Tanasale, V. L. (2019). Inventarisasi Jenis Gulma di
Areal Perkebunan Karet (Hevea brasiliensis) Pada Ketinggian Tempat
Yang Berbeda di Negeri Liang Kecamatan Teluk Elpaputih Kabupaten
Maluku Tengah. JURNAL BUDIDAYA PERTANIAN, 15(2), 80-91.
Siregar, D. A., Sitinjak, R. R., Suratni Afrianti, D., & Agustina, N. A. (2021).
Analisis Vegetasi Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis quineensis
Jacq.) di Desa Salang Tungir, Namorambe, Deli Serdang. JURNAL BIOS
LOGOS, 11(2), 129–133.
https://doi.org/https://doi.org/10.35799/jbl.v11i2.34674
Subroto, B. A. G., & Setiawan, B. A. (2018). Keragaman vegetasi gulma di
bawah tegakan pohon karet (Hevea Brasiliensis) pada umur dan arah lereng
yang berbeda di PTPN IX Banyumas. Jurnal Ilmiah Pertanian, 14(2), 1-13.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai