Anda di halaman 1dari 56

Pratkium I

Koleksi specimen
Oleh
Nurhalina Rn
Cara Koleksi spesimen tinja
• Untuk menentukan metode koleksi thdp spesimen
yang dicurigai mengandung parasit atau elemen
parrasit.
• Koleksi yg digunakan suatu laboratorium harus
didasarkan atas pengetahuan tentang nilai atau
keterbatasan dari masing-masing metode tersebut.
• Untuk menentukan hasil pemeriksaan laboratorium
yang didasarkan atas penemuan dan identifikasi
parasit, salah satu aspek terpenting adalah saat
melakukan koleksi spesimen atau fiksasi awal
organisme.
Keamanan
• Semua spesime harus ditangani dengan hati-hati, karena setiap spesimen
adalah sumber infeksius yang potensial (bakteri, virus, jamur da parasit).
• Hal2 yg harus diperhatikan untuk keamanan adalah :
✔ pemberian label yang benar ; nama pasien, nama dokter, nmr identfikasi,
tgl dan waktu pengambilan spesimen.yg menunjukan jenis pemeriksaan
laboratorium yg diminta.
✔ Riwayat perjalanan yg penting
✔ Spesimen harus disertai dgn formulir permintaan
✔ Tempat khusus yang dirancang untuk menangani spesimenn (mungkin
diperlukan lemari khsus dengan peralatan tertentu).
✔ Tempat pengumpulan yang baik untuk sentrifus;
✔ Cara-cara pembuangan limbah yang baik
✔ Peraturan yang melarang, makan, minum, merokok dll di lab.
✔ Penggunaan atau penyiapan eter asetat yang tepat
✔ Dan apabila tersedia tehnik kutur organisme dan atau inokulasi binatang
yang benar.
✔ Semua pedoman umum harus diterapkan dalam pemeriksaan parasitologi
diagnostik yg dilaksanakan dlm lab mikrobiologi.
Prosedur pengambilan spesimen
• Pada pasien di Rs, prosedur pre analitik utk menemukan parasit
usus harus selalu dilakukan sebelum pemeriksaan radiologis dgn
barium.
• Spesimen tinja yg mengandung barium tdk dapat digunakan
untuk pemeriksaan cacing dan protozoa usus (tidak terdeteksi
selama 5-10 hari) setlh barium diberikan kpd pasien.
• Obat-abat tertentu yg mempengaruhi deteksi protozoa usus
antara lain minyak meneral, bismuth, antibiotik (seperti tetrasiklin
yg mempengaruhi flora usus), anti malaria,antasid, anti diare dan
preparat anti diare yg tdk dpt diabsorbsi. ( tdk dapat ditemukan
selama 1 minggu-samppai bbrp minggu)
• Pengambilan spesimen harus ditund setelah pemberian obat2an
tsbt (5-10 hari berturut-turut) dan paling sedikit 2 minggu (juner,
1962)
Koleksi spesimen
• Spesimen tinja harus dikumpulkan dalam tempat
penampungan yang bersih dan bermulut lebr;
seringkali dipilih karton berlilin atau plastik dgn
tutup yg rapat. (agr spesimen tdk tumpah dan
menjg kelembaban spesimen)
• Spesimen tdk boleh terkontaminasi dgn air atau
urin karena air dapat mengandung organisme
bentuk bebas yg menyerupai parasit manusia,
sedangkan urin dapat menghancurkan
organisme2 yg bergerak (motil)
Tempat penimpanan spesimen
Jumlah spesimen yg diperiksa
• Untuk pemeriksaan parasit dalam tinja, biasanya diajurkan
3 spesimen yg diperiksa.
• 2 spesimen dikumpulkan setelah defikasi normal
• 1 spesimendikumpulkan setelah pemberian obat pencahar
seperti magnesium sulfat atau soda fosfo fleet.
• Pencahr yg bahan dasarnya minyak,, tidak dianjurkan .
• Apabila pasien dicuruai menderita amebiasis intestinal
dianjurkan untuk mengambil 6 spesimen (dapat menjamin
ditemukannya 90 % iinfeksi amebik, sawist & Faust, 1942)
• Pasien yg menerima pengobatan utk infeksi protozoa hrs
diperiksa 3-4 minggu setelah pengobatan. Sedangkan pd
pengobatan untuk infeksi taneasis, dianjurkan 5-6 minggu
setelah pengobatan.
Jumlah spesimen
• Jumlah sampel yg dibutuhkan minimal 20-30
mg/tinja padat atau 2-3 sendok makan tinja
cair.
• Bila ditemukan muskus atau darah maka
sampel diambil dr tempat tersebut krn parasit
biasanya terdapat disitu.
• Tdk boleh menggunakan tinja yg ditampung di
kloset atau terkontaminasi barium atau
produk x-ray
Persiapan Penderita
• Terangkan cara penampungan apa yang akan
diperiksa
• Penderita diminta untuk defekasi pada
penampung faces bermulut besar
• Jangan kencing di tempat penampungan
• Jangan meletakkan kertas toilet pada
penampung karena akan berpengaruh
terhadap hasil
Waktu Koleksi
• 1 dari 3 spesimen yg dinajurkan di atas harus
diikirim pd hari yg berbeda, kalau memungkinkan
setiap selang satu hari atau satu seri dari 3
spesimen dlm waktu tidak lebih dari 10 hari.
• Apabila yg diperlukan 6 spesimen, koleksi pd hari
yg berbeda atau tdk lebih dari 14 hari.
• Byk organisme terutama protozoa usus jumlahya
dalam tinja tidak tetap setiap hari sehingga utk
pemeriksaan yg adekuat dibutuhkan minimal 3
spesimen dlm 1 seri pemeriksaan.
(lincicome,1942).
Jenis spesimen, stabilitas spesimen dan
kebutuhn utk pengawetan
• Untuk menemukan tropozoit motil (amoeba atau flagelata)
dianjurkan spesimen segar.
• Untuk pemeriksaan spesimen cair, harus dikerjakan dalam
30 menit setelah dikeluarkan, bukan saat spesimen sampai
di laboratorium.
• Apabila dalam wkt tersebut tdk mungkin dikerjakan maka
spesimen harus diberi pengawet.
• Spesimen yg lunak harus diperiksa dalam 1 jam setelah
dikeluarkan ; harus digunakan pengawet apabl dlm 1 jam
tdk mmungkin diperiksa.
• Untuk spesimen padat tdk perlu segera dperiksa dapat
diperiksa setiap saat dalam 24 jam. Dalam hal ini sebbagian
spesimen dapat diawetkan dan sisanya dapat disimpan di
dalam lemari es.
• .
• Umumnya tropozoit hanya ditemukan dalam
spesimen cair. Kista dan tropozoit dapat
ditemukan dalam dalam spesimen yg lunak.
• Namun hanya kista yg ditemukan dalam
spesimen yg padat
• Telur cacing lebih tahan tanpa pengawet
daripada protozoa usus.
• Sebelum diperiksa spesimen tinja tidak boleh
diinkubasi atau dibekukan.
Pengawetan Spesimen
• Keterlambatan pemeriksaan di laboratorium,
dapat disebbkan karena bebban pekerjaan di
lab atau karn jarak/ waktu yg dibutuhkan
spesimen untuk mencapai tempat tsbt.
• Pengawetan dapt menggunakan formalin,
merthiolat (thimerosal), iodine formalin (MIF),
sodimu acetate-acetic acid formalin (SAF),
larutan schaudinn dan polyvinil alchohol
(PVA).
Elemen-elemn dalam pemeriksaan mikroskopik
• Tropozoit dan kista protozoa usus
• Telur dan larva cacing
• Sel darah merah_yg menunjukan adanya ulserasi atau masalah
perdarahan lainnya
• Sel darah putih (polymorfonuklear nutrofil (PMN)) yg menunjukan
adanya peradangan.
• Makrofag, yang mungkin ada pada infeksi bakteri atau parasit.
• Sel darah putih (eosinofil), yg biasanya menunjukan adanya
respon imun (yang mungkin berhubungan dgn infeksi parasit)
• Kristal Charcot-Leyden, yg dapat ditemukan bila terjadi
disintegrasi eosinofil (dapat/ tidak berhubungan dengan infeksi
parasit)
• Jamur (candida, Sp),
• Sel-sel tanaman,butiran tepung sari atau spora jamur yg dapat
menyerupai telur cacing atau kist protozoa.
• Serat-serta tanaman atau akar rambut atau rambut binatang yg
dddapat menyerupai larva cacing
Tinja terdiri dari :
• Sisa makanan yg tdk dapat dicerna
• Pigmen dan garam empedu
• Sekresi intestinal termasuk mukus
• Lekosit yg migrasi dari jaringan darah
• Epitel
• Bakteri
• Material organik terutama kalsium dan fosfat
• Makanan yg td dicernah dalam jumlah yg sangat
kecil
• gas
Tehnik Pemeriksaan cacing Parasit
Pemeriksaan Tinja
1. Secara makroskopis
a. Warnah tinja
b. Bau tinja
c. Adanya lendir, darah atau potongan
jaringan, sisa makanan yg belum dicernah,
bahan sisa pengobatan, dll
d. Konsistensi tinja ; padat, lunak, cair
• Sebelum melakukan pemeriksaan terlebih dahulu
harus diketahui habitat dari parasit.
• Pemeriksaan telur-telur cacing dari tinja terdiri dari
dua macam cara pemeriksaan, yaitu secara kualitatif
dan kuantitatif. Pemeriksaan kualitatif dilakukan
dengan menggunakan metode natif, metode apung,
dan metode harada mori. Sedangkan pemeriksaan
kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode
kato. Berikut adalah prinsip kerja dari berbagai
metode pemeriksaan parasit pada feses (Beaver, P.C.,
Yung. R.C., Cupp. E. W. 1984).
Metode Natif
• Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan
baik untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit
ditemukan telur-telurnya. Cara pemeriksaan ini menggunakan
larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2%. Penggunaa eosin 2%
dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur cacing
dengan kotoran disekitarnya.
• Eosin memberikan latar belakang merah terhadap telur yang
berwarna kekuning-kuningan dan untuk lebih jelas memisahkan
feces dengan kotoran yang ada. Kekurangan dari metode ini
adalah hanya dilakukan untuk infeksi berat, infeksi ringan sulit
terditeksi. Kelebihann meotde ini adalah mudah dan cepat dalam
pemeriksaan telur cacing semua spesies, biaya yang di perlukan
sedikit, peralatan yang di gunakan sedikit (Soejoto dan Soebari,
1996).
Metode Apung (flotation)
(Soejoto dan Soebari, 1996).
• Metode ini digunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau larutan
gula jenuh yang didasarkan atas BD (Berat Jenis) telur sehingga telur akan
mengapung dan mudah diamati. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan
feses yang mengandung sedikit telur. Cara kerjanya didasarkan atas berat
jenis larutan yang digunakan, sehingga telur-telur terapung dipermukaan
dan juga untuk memisahkan partikel-partikel yang besar yang terdapat
dalam tinja. Pemeriksaan ini hanya berhasil untuk telur-telur Nematoda,
Schistostoma, Dibothriosephalus, telur yang berpori-pori dari famili
Taenidae, telur-telur Achantocephala ataupun telur Ascaris yang infertil.
• Kekurangan dari metode ini adalah penggunaan feses banyak dan
memerlukan waktu yang lama, perlu ketelitian tinggi agar telur di
permukaan larutan tidak turun lagi. Kelebihan dari metode ini adalah
dapat di gunakan untuk infeksi ringan dan berat, telur dapat terlihat jelas.
Dalam praktikum pemeriksaan feses ini, metode apung yang kami gunakan
sebagai acuan yang terdiri dari sentrifugasi dan disentrifugasi.
a) Sentrifugasi

• 100 ml NaCl jenuh (33%) dimasukan kedalam beker glass.


• 10 gram feses sampel pertama diambil menggunakan lidi dan
dimasukan kedalam larutan NaCl jenuh (33%) kemudian di aduk
sehingga larut.
• Bila terdapat serat-serat selulosa di saring menggunakan
penyaring teh.
• Hasil saringan dituangkan ke dalam tabung reaksi sampai pada
permukaan tabung reaksi.
• Di sentrifugasi selama 10 menit.
• Permukaan sampel pada tabung reaksi di ambil dengan
menggunakan jarum ose secara swab dan di oleskan pada objek
glass, kemudian di tutup dengan menggunakan cover glass.
• Di amati di bawah mikroskop.
b.Tanpa sentrifuge
• 100 ml NaCl jenuh (33%) dimasukan kedalam beker glass.
• 10 gram feses sampel kedua diambil menggunakan lidi dan
dimasukan kedalam larutan NaCl jenuh (33%) kemudian di aduk
sehingga larut.
• Bila terdapat serat-serat selulosa di saring menggunakan
penyaring teh.
• Hasil saringan dituangkan ke dalam tabung reaksi sampai
cembung pada permukaan tabung reaksi.
• Didiamkan selama 5-10 menit dan ditutup dengan cover glass dan
segera angkat.
• Di letakkan di atas objek glass preparat dengan cairan berada di
antara objek glass dan cover glass, kemudian di periksa di bawah
mikroskop. Selanjutnya cara kerja tersebut di ulang pada sampel
feses ketiga.
Metode Harada Mori

• Metode ini digunakan untuk menentukan dan


mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma Duodenale,
Necator Americanus, Srongyloides Stercolaris dan
Trichostronngilus yang didapatkan dari feses yang diperiksa.
Teknik ini memungkinkan telur cacing dapat berkembang
menjadi larva infektif pada kertas saring basah selama
kurang lebih 7 hari, kemudian larva ini akan ditemukan
didalam air yang terdapat pada ujung kantong plastik.
Kekurangan dari metode ini adalah hanya dilakukan untuk
identifikasi infeksi cacing tambang, waktu yang dibutuhkan
lama dan memerlukan peralatan yang banyak. Kelebihan
dari metode ini adalah lebih mudah dilakukan karena hanya
untuk mengidentifikasi larva infektif mengingat bentuk larva
jauh lebih besar dibandingkan dengan telur.
• Bahan yang diperlukan adalah kantong plastic dengan ujung sempit dan tertutup,
berukuran 17 x 3 cm, kertas saring dengan ujung runcing berukuran 15 x 2,5 cm, air
bersih, api lilin, lidi, dan bahan pemeriksaan tinja.
Teknik pemeriksaan :
• Oleskan sejumla tinja pada bagian tengah kertas saring.
• Masukkan kertas saring yang sudah dioles tinja ke dalam kantong plastic dengan
ujung runcing lebih dahulu sehingga ujung runcing kertas saring masuk ke bagian
sempit kertas saring menjadi basah dan air akan tertampung.
• Kemudian disiram air ledeng sihingga cacing tertinggal dalam saringan.
• Hasil saringan ditampung dalam suatu bejana kaca yang melebar( petridish besar)
dan dilarutkan dengan air.
• Pemeriksaan dilakukan dengan kaca pembesar (loupe) dan dilakukan pada dasar
meja yang hitam warnanya.
• Perhitungan cara mudah dapat dilakukan dengan meberi garis- garis yang sejajar
pada dasar bejana.
• Untuk mendeterminai cacing dilakukan di bawah mikroskop.
4.Metode kato
• Teknik sediaan tebal (cellaphane covered thick smear tecnique)
atau disebut teknik Kato. Metode ini digunakan untuk
menemukan adanya telur cacing parasit dan menghitung jumlah
telur cacing yang terdapat pada feses. Pengganti kaca tutup
seperti teknik digunakan sepotong “cellahane tape”. Teknik ini
lebih banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakan lebih
banyak tinja. Teknik ini dianjurkan untuk Pemeriksaan secara
massal karena lebih sederhana dan murah. Morfologi telur cacing
cukup jelas untuk membuat diagnosa. Pada metode ini diadakan
penambahan melachite green untuk memberi latar belakang hijau.
Anak-anak mengeluarkan tinja kurang lebih 100 gram/hari,
dewasa mengeluarkan tinja kurang lebih 150 gram/hari. Jadi,
misalnya dalam 1 gram feces mengandung 100 telur maka 150
gram tinja mengandung 150.000 telur.
• Kekurangan dari metode ini adalah bahan feses yang
digunakan banyak. Kelebihan dari metode ini adalah dapat
mengidentifikasi tingkat cacing pada penderita berdasar
jumlah telur dan cacing, baik di kerjakan di lapangan, dapat
digunakan untuk pemeriksaan tinja masal karena murah
dan sederhana, cukup jelas untuk melihat morfologi
sehingga dapat didiagnosis.
• Perbandingan cacing jantan dan betina biasanya 1:2
sehingga kita dapat menghitung jumlah cacing dalam usus
penderita tersebut. Beratnya penyakit cacing berdasarkan
jumlah cacing dalam tubuh seseorang atau jumlah telur
pada tiap gram tinja dari hasil pemeriksaan dengan metode
Stoll dapat dilihat dari daftar di bawah ini.
• Pemeriksaan telur cacing kuantitatif dengan
metode Kato Katz. Alat dan bahan yang
diperlukan yaitu gelas benda, selotip dengan tebal
40 mm, ukuran 3x3 cm, kawat kasa dengan
ukuran lubang tertentu dipotng dengan ukuran
3x3 cm, karton yang tebal diberi lubang dengan
volume tertentu sehingga tinja yang dicetak
dengan karton tersebut dapat diketahui beratnya,
lidi dan kertas minyak, larutan Malachitegreen
yang terdiri dari : 100 ml gliserin ditambah 100 ml
aquadest ditambah 1 ml Malachitegreen 3%
(Soejoto dan Soebari, 1996).
Pemeriksaan tinja dengan metode
kosentrasi
• Pemeriksaan tinja dengan metode sedimentasi (
metode faust dan russel)\
• Pemeriksaan tinja secara flotasi dgn larutan NaCl
jenuh (metode willis)
• Pemeriksaan tinja dgn tehnik kato
• Pemeriksaan tinja dengan modifikasi kato katz
• Pemeriksaan tinja dgn tehnik formalin-eter (Ritchie)
• Tehnik AMS III (Acid-sodium sulfate-trithone-ether
concetration-(armi med sch)
• Tehnik hitung telur (Stool)
• Sediaan tinja langsung kaca tutup metode beaver
Pemeriksaan tinja khusus
• Beberapa macam telur dalam tinja tdk dapat
menentukan spesiesnya seperti cacing
tambang :
1. Cara biakan harada mori
2. Cara biakan modifikasi harada mori
3. Cara biakan medium arang
4. Cara biakan medium pasir
5. Cara pembiakan telur
Tehnik pemeriksaan spesimen lainnya
1. Pemeriksaan cacing kremi : ANAL SWAB
2. Pemeriksaan bahan sigmoidoskopi,
parasit yg mungkin ditemukan : E.Hystolica &telur caing
Cara pengambilan bahan : cara aspirasi/ dikerok
Cara pemeriksaan spesimen : cara langsung, sediaan permanen
3. Tractus urogenital
Parasit yg mungkin ditemukan : T.vaginalis, mirofilaria,
S.haemotobium
Pemeriksaan spesimen : sediaan langsung, sediaan permanen.
4. Dahak : Larva dari ascaris lumbricoides, cacing tambang dan telur
paragonismus wetermanii.
5. Kulit ; dengan iirisan kulit , contoh Onchocerca volvulus
6. Kelenjar limfe : Toxoplasma, filaria
Anal swap
sigmoidoskopi
Tractus urogenital
Pemeriksaan dahak
Nematoda Usus
• Ascaris Lumbricoides : pemeriksaan tinja secara
langsung, keluar sendiri (mulut, tinja, hidung),
• Cacing tambang : sediaan langsung dan biakan harada
mori
• Trichuris trichiura : Pemeriksaann tinja secara
langsung
• Stringloides stercoralis :
larva rhabditiform : tinja segar, aspirasi duodenum
Larva filaform dan dws : biakan 2x24 jam
• Oxyuris vermikularis : Anal Swab
Nematoda Jaringan
1. W. Branchofti :
❑ Dgn parasit : mikrofilaria dalam darah, PCR
❑ Dgn radiologi : USG, linfosintigrafi
❑ Dgn immunologi : ICT, deteksi antibodi
2. B. malayi dan B.Timori
❑ Dgn parasit = W.brancofti
❑ Dgn radiologi : tdk ada
❑ Dgn immunologi : deteksi IgG4
Sediaan darah tipis dan tebal
vs telpon pintar
Telpon pintar, yg menggabungkan dgn
mikroskop mini
Trematoda
1. F. Hepatica :
• Telur dalam tinja, cairan duodenum,empedu
• Reaksi serologis : ELISA
• Imunodiagostik : deteksi Ag
• USG dgn fasioliasis bilier
2. P.Westermani
• Telur dalam sputu/ cairan pleura
• Reaksi serologis
3. Trematoda usus : telur dalam tinja
4. Trematoda darah :
• Telur dalam tinja, urin, jaringan biopsi
• Reaksi serologi
Cestoda
• T.saginata = T.Solium
1. Proglotid keluar aktif dengan tinja/ keluar spontan
2. Telur dalam tinja atau swab
3. Dengan sisterkosis :
• Hispatologi
• CT scan. MRI
• Deteksi antibodi : Elisa, Western blot (EIBT), counter
immuno electrophoresis (CIE)
• Deteksi coproantigen pd tinja
• PCR
Pemeriksaan Elisa
PCR

ELISA
Alat MRI

Anda mungkin juga menyukai