Anda di halaman 1dari 9

1

PENGELOLAAN ZAKAT MAL DAN INVESTASI UNTUK KEBERMANFAATAN


MASYARAKAT DI PROVINSI BANTEN
ZAKAT INVESTASI Muhamad Julvanaji
M. Haris
Umar Fahrur Roji

Mahasiswa Pasca Sarjana Ekonomi Syariah Universitas Negeri Sultan Maulana Hasannudin Banten
Email: muhamadjulvannaji@gmail.com
Email: muhammadharistabd@gmail.com
Email: fahrurroji46@mail.com

Muljadi
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Tangerang
Email : moeljadi72@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme investasi zakat di masyarakat


Banten yang didampingi oleh jejaring Baznas provinsi Banten, yaitu Lembaga Pertanian Sehat,
Masyarakat Mandiri dan Villa Ternak. Studi lapangan yang dilakukan menunjukkan bahwasanya
mekanisme investasi zakat di masyarakat dampingan dari jejaring Baznas provinsi Banten yaitu
Studi Kelayakan Wilayah, Sosialisasi program, Studi Kelayakan Mitra, Pembentukan kelompok
mitra, Pendampingan intensif, Latihan Wajib Kelompok, Penyaluran dana Bantuan Langsung
Masyarakat, Pertemuan kelompok mingguan, pembentukan kelembagaan lokal dan terakhir
evaluasi.

Key Word: Baznas provinsi Banten, Zakat Investasi

PENDAHULUAN
Posisi Penelitian
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan badan resmi dan satu-satunya yang
dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001 yang memiliki
tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada tingkat
nasional. Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat semakin
mengukuhkan peran BAZNAS sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengelolaan zakat
secara nasional. Dalam UU tersebut, BAZNAS dinyatakan sebagai lembaga pemerintah
nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri
Agama.
Dengan demikian, BAZNAS bersama Pemerintah bertanggung jawab untuk mengawal
pengelolaan zakat yang berasaskan: syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian
hukum, terintegrasi dan akuntabilitas.

FOKUS PENELITIAN
Fokus penelitian adalah berkaitan tentang mekanisme pengelolaan zakat yang
diinvestasikan di Baznas provinsi Banten. Data yang dikumpulkan didapatkan dari informasi
pegawai baznas Provinsi Banten, sehingga penulis berminat meneliti tentang bagaimana
mekanisme pengelolaah zakat yang diinvestasikan. Produk zakat yang diinvestasikan diteliti
berdasarkan konsep pengelolaan Syariah, hal tersebut bertujuan memberikan manfaat untuk
masyarakat.
2

PERMASALAHAN PENELITIAN
Berdasarkan pendahuluan diatas maka permasalahan yang dirumuskan sebagai
berikut:
ZAKAT INVESTASI
1. Bagaimana mekanisme pengelolaan dana zakat yang diinvestasikan di Banten?
2. Apakah dana zakat boleh untuk diinvestasikan?
3. Apakah dana zakat yang sudah diinvestasikan sudah memberikan manfaat bagi
masyarakat?

TINJAUAN TEORI
Lembaga Amil Zakat
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat Pasal 1 angka 1,
pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengkoordinasian dalam
pegumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Susiadi dan Putra (2020) mengatakan
bahwa lembaga pengelola zakat (LPZ) merupakan sebuah institusi yang bertugas dalam
pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah, baik yang dibentuk oleh pemerintah seperti BAZ,
maupun yang dibentuk oleh masyarakat dan dilindungi oleh pemerintah seperti LAZ. Amil zakat
menurut terminologi fikih adalah orang-orang yang diangkat oleh imam (pemerintah) untuk
mengatur urusan zakat, yang melingkupi proses pengumpulan, pencatatan, pendistribusian, dan
sebagainya (Ad-Dimasyqi, 2005).

Zakat Mal
Menurut Sabiq (1983), zakat secara etimologis berasal dari kata yang berarti tumbuh,
kesuburan dan pensucian. Ditambahkan bahwa kata zakat digunakan untuk pemberian harta
tertentu karena di dalamnya terdapat suatu harapan mendapat berkah, mensucikan diri dan
menumbuhkan harta tersebut untuk kebaikan. Adapun menurut terminologis, zakat diartikan
sebagai pemberian sesuatu yang wajib diberikan dari sekumpulan harta tertentu, menurut sifat
- sifat dan ukuran tertentu kepada golongan tertentu yang berhak menerimanya (Zuhailiy,
1409). Dalam kitab Fathul Mu’in disebutkan zakat mal ( harta benda ) yaitu zakat yang di
keluarkan dari harta benda tertentu misalanya emas, perak, binatang, tumbuhan (biji - bijian),
dan harta perniagaan (Zainuddin, 1996).
Hafiduddin dan Didin (2002) mengatakan zakat berfungsi sebagai lembaga jaminan
sosial dan salah satu instrumen untuk mengentaskan kemiskinan, pemerataan pendapat dan
mempersempit kesenjangan antar kelompok kaya dan miskin. Dengan lembaga amil zakat,
kelompok lemah dan kekurangan tidak lagi merasa khawatir terhadap kelangsungan hidupnya,
karena substansi zakat merupakan mekanisme yang menjamin kelangsungan hidup mereka
ditengah masyarakat, sehingga mereka merasa hidup ditengah masyarakat yang beradab,
memiliki nurani, kepedulian dan tradisi saling tolong. Sedangkan secara politis, zakat dapat
mempengaruhi kemampuan sebuah komunitas Negara dalam melangsungkan hidupnya.
Sehingga dapat dikatakan bahwa zakat dapat membentuk integrasi sosial yang kokoh serta
memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat. Menurut Hafiduddin (2002), tugas pokok amil
zakat adalah:
1. Memberikan garis-garis kebijakan umum Badan Amil Zakat.
2. Mengesahkan rencana kerja dari badan pelaksan dan komisi pengawas.
3. Mengeluarkan fatwa syariah baik diminta maupun tidak berkaitan dengan hokum zakat
yang wajib diikuti oleh pengurus badan amil zakat.
4. Memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada badan pelaksana dan komisi
pengawas baik diminta maupun tidak.
5. Memberikan persetujuan atas laporan tahunan hasil kerja badan pelaksana dan komisi
pengawas.
6. Menunujuk akuntansi publik.

Al-Qardhawi (2003) menjelaskan bahwa zakat maal meliputi:


1. Zakat simpanan emas, perak, dan barang berharga lainnya;
3

2. Zakat atas aset perdagangan;


3. Zakat atas hewan ternak;
4. Zakat atas hasil pertanian;
5. Zakat atas hasil olahan tanaman dan hewan;
ZAKAT INVESTASI
6. Zakat atas hasil tambang dan tangkapan laut;
7. Zakat atas hasil penyewaan asset;
8. Zakat atas hasil jasa profesi;
9. Zakat atas hasil saham dan obligasi.

Begitupun dengan yang dijelaskan di dalam UU No. 23 Tahun 2011, zakat maal meliputi;
1. Emas, perak, dan logam mulia lainnya;
2. Uang dan surat berharga lainnya;
3. Perniagaan;
4. Pertanian, perkebunan, dan kehutanan;
5. Peternakan dan perikanan
6. Pertambangan;
7. Perindustrian;
8. Pendapatan dan jasa; dan
9. Rikaz.

Adapun syarat harta yang terkena kewajiban zakat maal yaitu sebagai berikut (Baznas, 2020):
1. Kepemilikan penuh
2. Harta halal dan diperoleh secara halal
3. Harta yang dapat berkembang atau diproduktifkan (dimanfaatkan)
4. Mencukupi nishab
5. Bebas dari hutang
6. Mencapai haul
7. Atau dapat ditunaikan saat panen

Investasi didalam Perspektif Islam


Investasi adalah suatu kegiatan menempatkan dana pada satu atau lebih dari satu jenis
aset selama periode tertentu dengan harapan dapat memperoleh penghasilan dan/atau
peningkatan nilai investasi dimasa mendatang (Prudential Life Assurance, 2014). Hidayati
(2017) mengatakan tujuan Investasi adalah untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
masyarakat baik secara individu, kelompok maupun negara diperlukan adanya investasi.
1. Investasi untuk memenuhi kebutuhan (needs) masyarakat akan barang dan jasa.
Kelangsungan hidup manusia baik secara individu, kelompok maupun negara
membutuhkan syarat harus terpenuhi yaitu kebutuhan minimal (fulfilling the minimum
needs for the life).
2. Investasi untuk memenuhi keinginan (wants) masyarakat akan barang dan jasa. Dorongan
daripada peningkatan kualitas hidup inilah seperti halnya rekreasi, kemudahan dalam
berbagai aktivitas yang kemudian menghasilkan tuntutan baru selain kebutuhan minimal
juga tambahan tuntutan untuk meningkatkan kualitas kehidupan, yang mana untuk
memenuhinya dapat diperoleh dari kegiatan investasi.
Menurut Irham Fahmi dan Yovi (2009), dalam bidang investasi kita perlu menetapkan
tujuan yang hendak dicapai, yaitu:
a. Terciptanya keberlanjutan (continuity) dalam investasi tersebut.
b. Terciptanya profit yang maksimum atau keuntungan yang diharapkan.
c. Terciptanya kemakmuran bagi para pemegang saham.
d. Turut memberikan andil bagi pembangunan bangsa.
Menurut Henry (2009) investasi menurut jenisnya dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu
investasi pada aktiva riil / langsung (direct investment) dan investasi pada aktiva finansial /
tidak langsung (indirect investment).
4

a. Investasi langsung (aktiva riil) yaitu investasi pada asset atau faktor produksi untuk
melakukan usaha (bisnis). Misalnya emas, intan, perak, perkebunan, rumah, tanah, toko,
dan lainnya yangmana investasi ini dapat dilihat secara fisik dan dapat diukur dampaknya
ZAKAT INVESTASI terhadap masyarakat secara keseluruhan. Investasi dalam bentuk ini juga memberikan
dampak ganda yang besar bagi masyarakat luas. Investasi ini melahirkan dampak
kebelakang berupa input usaha atau kedepan berupa output usaha yang merupakan input
bagi usaha lain.
b. Investasi tidak langsung (aktiva finansial) yaitu investasi bukan pada assset atau faktor
produksi, tetapi pada asset keuangan (finansial assets), seperti deposito, surat berharga
(sekuritas) seperti saham dan obligasi, Commercial Papper, reksadana, dan lain sebagainya.
Investasi pada aktiva finansial ini bertujuan untuk mendapatkan manfaat dimasa depan
yang disebut dengan istilah balas jasa investasi berupa deviden atau capital gain.
Menurut MUI (2011) menjelaskan bahwa fatwa DSN-MUI No. 80/DSN-MUI/III/2011
mengatur bagaimana memilih investasi yang dibolehkan syariat dan melarang kegiatan yang
bertentangan dengan prinsip syariahdalam kegiatan investasi dan bisnis, yaitu:
a. Maisīr, yaitu setiap kegiatan yang melibatkan perjudian dimana pihak yang memenangkan
perjudian akan mengambil taruhannya;
b. Gharar, yaitu ketidakpastian dalam suatu akad, baik mengenai kualitas atau kuantitas objek
akad maupun mengenai penyerahannya;
c. Riba, tambahan yang diberikan dalam pertukaran barang-barang ribawi (al-amwā l al-
ribawiyyah) dan tambahan yang diberikan atas pokok utang dengan imbalan penangguhan
imbalan secara mutlak;
d. Bā ṭil, yaitu jual beli yang tidak sesuai dengan rukun dan akadnya (ketentuan asal/ pokok
dan sifatnya) atau tidak dibenarkan oleh syariatIslam;
e. Bay‘i ma‘dū m, yaitu melakukan jual beli atas barang yang belum dimiliki;
f. Iḥ tikā r, yaitu membeli barang yang sangat dibutuhkan masyarakat (barang pokok) pada
saat harga mahal dan menimbunnya dengan tujuan untuk menjual kembali pada saat
harganya lebih mahal;
g. Taghrīr, yaitu upaya mempengaruhi orang lain, baik dengan ucapan maupun tindakan yang
mengandung kebohongan, agar terdorong untuk melakukan transaksi;
h. Ghabn, yaitu ketidakseimbangan antara dua barang (objek) yang dipertukarkan dalam
suatu akad, baik segi kualitas maupun kuantitas;
i. Talaqqī al-rukbā n, yaitu merupakan bagian dari ghabn, jual beli atas barang dengan harga
jauh di bawah harga pasar karena pihak penjual tidak mengetahui harga tersebut;
j. Tadlīs, tindakan menyembunyikan kecacatan objek akad yang dilakukan oleh penjual untuk
mengelabui pembeli seolah-olah objek akad tersebut tidak cacat;
k. Ghishsh, merupakan bagian dari tadlīs, yaitu penjual menjelaskan atau memaparkan
keunggulan atau keistimewaan barang yang dijual serta menyembunyikan kecacatan;
l. Tanā jush/Najsh, yaitu tindakan menawar barang dangan harga lebih tinggi oleh pihak yang
tidak bermaksud membelinya, untuk menimbulkan kesan banyak pihak yang bermniat
memblinya;
m. Dharar, tindakan yang dapat menimbulkan bahaya atau kerugian bagi pihak lain;
n. Rishwah, yaitu suatu pemberian yang bertujuan untuk mengambil sesuatu yang bukan
haknya, membenarkan yang bathil dan menjadikan yang bathil sebagai ssesuatu yang
benar;
o. Maksiat dan zalim, yaitu perbuatan yang merugikan, mengambil atau menghalangi hak
orang lain yang tidak dibenarkan secara syariah, sehingga dapat dianggap sebagai salah
satu bentuk penganiayaan
Mengacu pada paparan di atas, dalam aktivitas muamalah selama tidak ditemukan unsur-unsur
yang dilarang syariah seperti yang diuraikan di atas, maka kegiatan investasi boleh dilakukan
apapun jenisnya
Hejazziey (2014) mengatakan bahwa kajian investasi melalui zakat dapat dilihat dari
dua sisi. Pertama, pengaruh kewajiban zakat terhadap investasi; Kedua, pengaruh harta zakat
ketika dikelola dengan pola investasi yang bersifat produktif. Kewajiban zakat sangat
5

memengaruhi kepada motivasi investasi yang dilakukan oleh umat Islam. Di dalam Islam sangat
dilarang terjadinya penimbunan atau ihtikâ r, seorang Muslim tidak dimotivasi untuk
menyimpan modal atau kekayaannya, dia harus mengembangkan modalnya untuk usaha-usaha
ekonomi yang bersifat produktif.
ZAKAT INVESTASI
Program ini tidak akan dapat berhasil, kecuali dengan menyediakan modal produksi
bagi mereka yang memerlukannya. Hal ini tidak boleh hanya mengandalkan kemampuan para
mustahiq semata-mata, mereka harus dibantu oleh orang-orang yang ahli dibidangnya
(Hejazziey, 2014) Maka di sinilah peranan terpenting dari lembaga pengelola zakat (‘â mil), yaitu
membantu para muzakkî untuk dapat mengelola harta zakat dengan baik untuk menjamin
tingkat perekonomian para mustahiq. Untuk mengembangkan produktivitas zakat, pengelola
zakat (BAZ atau LAZ) dapat melakukan investasi dalam bentuk pengucuran saham, yang pemilik
dan keuntungannya adalah untuk para mustahiq . Hal ini dapat dilaksanakan dalam beberapa
strategi.
Pertama, pemberian modal kerja secara lepas. Kedua, sistem dana bergulir. Ketiga,
menginvestasikannya utuk usaha-usaha yang ril yang dikelola oleh para mustahiq. Keempat,
menginvestasikannya pada usaha-usaha yang sudah maju, dengan harapan mendapatkan
kentungan bagi para mustahiq. Kelima, menyalurkannya untuk pembangunan fasilitas umum,
seperti rumah zakit, sehingga para fakir dan miskin mendapatkan pelayanan yang baik untuk
kesehatan, dan mendapat keringanan pembayaran bahkan bila memungkinkan mereka tidak
membayar sama sekali sebagai suatu jaminan sosial. Strategi pengembangan zakat melalui
pemberian modal kepada mustahiq, akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan
ekonomi di tengah-tengah masyarakat.
Zakat dijadikan sebagai wasîlah atau alat produksi bagi fakir, sesuai dengan kemampuan
dan profesional kerja mereka. Menurut Imam Nawawi, jika menurut kebiasaan mereka bekerja
sebagai orang upahan, maka hendaklah diberikan kepadanya alat untuk dapat memudahkan
pekerjaanya. Strategi yang kedua adalah dengan cara peminjaman modal dari dana zakat. Fakir
miskin yang memiliki kemampuan untuk berdagang diberikan modal, dengan syarat modal
akan dikembalikan kepada pengelola (BAZ/LAZ), sehingga nantinya juga dapat diberikan
kepada mustahiq lain. Strategi ini menjadikan harta zakat dikelola dalam bentuk qardh al-
hasan. Strategi ketiga adalah dalam bantuk dana bergulir.
Harta zakat diberikan kepada mustahiq dengan harapan dana itu dapat diserahkan
kepada mustahiq lain, setelah mustahiq penerima pertama mendapatkan keuntungan,
kemudian menyerahkan modal kepada mustahiq yang berikutnya dan begitu seterusnya.
Misalnya, dalam pemeliharaan ternak, mustahiq akan diberi modal untuk pembelian sapi,
setelah sapi itu mempunyai anak, maka anak sapi menjadi milik mustahiq pertama, sedangkan
induk sapi akan diserahkan kepada mustahiq yang berikutnya. Strategi keempat adalah dalam
bentuk penyertaan saham dalam suatu usaha yang juga dikelola oleh para mustahiq itu sendiri.
Dalam suatu usaha tersebut masing-masing mustahiq diberikan saham dan sebagai pekerja
pada usaha tersebut. Jadi dia akan mendapat keuntungan dari saham yang dimilikinya dan akan
mendapatkan upah dari pekerjaannya. Strategi ini sekaligus akan meningkatkan daya
produktifitas mereka, karena mereka pada hakikatnya adalah bekerja untuk memajukan
usahanya sendiri.
Strategi kelima, manfaatnya lebih diarahkan untuk jaminan sosial bagi masyarakat yang
tidak memiliki kemampuan atau para fakir miskin. Hal ini tentu dapat diharapkan dapat
menjamin kelangsungan kehidupan mereka, dengan mendapatkan kemudahan dan pelayanan
yang baik dalam bidang kesahatan, pendidikan dan bidang sosial lainnya dalam rangka
menjamin hak mereka di tengah-tengah masyarakat untuk hidup sejajar dengan masyarakat
lainnya

KERANGKA KONSEPTUAL
Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif, menggunakan pendekatan
fenomenologi, fokus permasalahan pada mekanisme pengelolaan zakat yang diinvestasikan di
Baznas provinsi Banten. Data yang dikumpulkan didapatkan dari informasi pegawai baznas
Provinsi Banten, yang akan di teliti adalah tentang bagaimana mekanisme pengelolaah zakat
6

yang diinvestasikan. Produk zakat yang diinvestasikan diteliti berdasarkan konsep pengelolaan
Syariah. Dalam hal produk seperti zakat yang diinvestasikan, apakah sudah sesuai atau tidak
dengan syari‟ah.
ZAKAT INVESTASI

Zakat yang
Produk
Diinvestasikan

Mekanisme
Pengelolaan

Gambar 1. Kerangka Konseptual Pengelolaan Zakat Mal dan Investasi

METODE PENELITIAN
Pendekatan Metode penelitian yang akan digunakan yaitu metode deskriptif kualitatif
dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau
mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang
terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak
ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji. Menurut Creswell (1998),
Pendekatan fenomenologi menunda semua penilaian tentang sikap yang alami sampai
ditemukan dasar tertentu. Penundaan ini biasa disebut epoche (jangka waktu).
Konsepepoche adalah membedakan wilayah data (subjek) dengan interpretasi peneliti.
Konsepepoche menjadi pusat dimana peneliti menyusun dan mengelompokkan dugaan awal
tentang fenomena untuk mengerti tentang apa yang dikatakan oleh responden. Moleong (2006)
mengatakan pendekatan fenomenologi, diartikan sebagai stilah “fenomenologi‟ sering
digunakan sebagai anggapan umum untuk menunjuk pada pengalaman subjektif dari berbagai
jenis dan tipe subject yang ditemui. Dalam arti yang lebih khusus, istilah ini mengacu pada
penelitian tentang kesadaran dari perspektif pertama seseorang.
Pendekatan ini dilakukan dengan, pertama, menggambarkan produk zakat yang
diinvestasikan, pengelolaan zakat yang diinvestasikan, dan kontribusi zakat yang diinvestasikan
kepada masyarakat. Kedua, menggambarkan bagaimana mekanisme pengelolaan produk zakat
yang diinvestasikan sehingga dapat disalurkan kepada masyarakat. Ketiga, menggambarkan
bagaimana mekanisme pengelolaan produk zakat yang diinvestasikan sehingga dapat
disalurkan kepada masyarakat.
Berkenaan dengan metode kualitatif, dilakukan pendekatan evaluatif, yang antara lain,
pertama, ingin memusatkan perhatian observasi pada praktik sosial dari fenomena yang terjadi;
kedua, menggali lebih dalam berbagai aspek dan informasi para pelaku serta memperhatikan
dimensi struktural-kultural yang ada, dan ketiga, memanfaatkan semaksimal mungkin
trianggulasi data (Moleong, 2006). Kajian kualitatif lebih menekankan proses daripada produk
sehingga dalam hal ini peneliti lebih banyak mempertanyakan “bagaimana” atau “mengapa”
daripada “apa” karena proses terjadinya sesuatu itu lebih penting daripada adanya sesuatu.

LOKASI PENELITIAN
Lokasi yang dijadikan tempat penelitian adalah Baznas Provinsi Banten. Lokasi ini
dipilih karena beberapa alasan dan pertimbangan, antara lain karena Baznas merupakan salah
satu Lembaga yang kredibel dalam mengelola dana zakat dan daerah provinsi Banten
mempunyai wilayah dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia.

JENIS DAN SUMBER DATA


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data
primer yaitu data yang diperoleh dengan cara melakukan wawancara secara langsung kepada
7

pegawai. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari data yang telah tersusun
dalam bentuk dokumen tertulis dari Baznas provinsi Banten, literatur terdahulu maupun di
internet.
ZAKAT INVESTASI
ANALISIS DATA
Analisis Data Kualitatif (Bogdan & Biklen, 1982) adalah upaya yang dilakukan dengan
jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang
dapat diceritakan kepada orang lain. Sesuai dengan metode penelitian deskriptif, setelah data
yang terkumpul, proses selanjutnya adalah menyederhanakan data yang diperoleh ke dalam
bentuk yang mudah dibaca, dipahami dan diinterpretasi. Hal ini tentunya dalam upaya peneliti
untuk mencari jawaban atas permasalahan yang telah dirumuskan.
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif, artinya dari data yang
diperoleh dilakukan pemaparan serta interpretasi secara mendalam. Data yang ada dianalisis
serinci mungkin sehingga diharapkan dapat diperoleh pemaknaan (verstehen) yang memadai
sebagai karakteristik hasil temuan penelitian. Teknik analisis yang digunakan adalah dengan
menggunakan model interaktif. Dalam model analisis ini terdapat 3 (tiga) komponen analisis,
yaitu: reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, yang dikutip
Andi Prastowo, 2011), yang secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

Koleksi Data
Display Data

Reduksi Data

Pengambilan
Keputusan

Gambar 2. Analisis data Miles dan Huberman

a. Reduksi data Yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian serta penyederhanaan,


pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di
lapangan. Reduksi data dilakukan peneliti dengan cara menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data dengan cara
sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan akhirnya dapat ditarik oleh peneliti.
b. Penyajian dan Display Data Dalam penyajian data peneliti mengumpulkan informasi yang
tersusun yang memberikan dasar pijakan kepada peneliti untuk melakukan suatu
pembahasan dan pengambilan kesimpulan. Penyajian ini, kemudian untuk menggabungkan
informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang terpadu sehingga mudah diamati apa
yang sedang terjadi kemudian menentukan penarikan kesimpulan secara benar.
c. Pengambilan Keputusan /verifikasi
d. Menurut Miles dan Huberman (2007), Kesimpulan-kesimpulan juga dilakukan verifikasi
selama penelitian berlangsung. Secara sederhana , makna-makna yang muncul dari data
harus diuji kebenaran, kekuatan, dan kecocokannya, yakni yang merupakan validitasnya.
Jika tidak demikian, yang dimiliki adalah cita-cita yang menarik mengenai sesuatu yang
terjadi dan yang tidak jelas kebenaran dan kegunaannya. Sugiyono (2007), menjelaskan
bahwa kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah
bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data
berikutnya. Akan tetapi, jika kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal telah
didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten.
8

HASIL PENELITIAN
Deskripsi Badan Amil Zakat Provinsi Nasional (BAZNAS)
Badan amil zakat provinsi nasional (BAZNAS) Provinsi Banten dibentuk berdasarkan
SK Gubernur no. 451.12/Kep.184-Huk/2002 pada tanggal 02 Dessember 2002. Saat itu masih
ZAKAT INVESTASI
menggunakan nama Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Provinsi Bnaten. Namun sejak
keluarnya UU No. 38 Tahun 1999 nama BAZDA kemudian menjadi BAZNAS.
Kelembagaan BAZNAS adalah Terwujudnya BAZNAS sebagai lembaga pengelola zakat
yang kuat, terpercaya, dan modern; Terwujudnya pengumpulan zakat nasional yang optimal;
Terwujudnya penyaluran ZIS-DSKL yang efektif dalam pengentasan kemiskinan, peningkatan
kesejahteraan ummat, dan pengurangan kesenjangan sosial; Terwujudnya profesi amil zakat
nasional yang kompeten, berintegritas, dan sejahtera; Terwujudnya sistem manajemen dan
basis data pengelolaan zakat nasional yang mengadopsi teknologi mutakhir; Terwujudnya
perencanaan, pengendalian, pelaporan, dan pertanggungjawaban pengelolaan zakat dengan
kelola yang baik dan terstandar; Terwujudnya hubungan saling tolong menolong dalam
kebaikan dan ketakwaan antara muzakki dan mustahik; Terwujudnya sinergi dan kolaborasi
seluruh pemangku kepentingan terkait dalam pembangunan zakat nasional; dan Terwujudnya
Indonesia sebagai center of excellence pengelolaan zakat dunia.
Baznas mempunyai sasaran yang harus dicapai, yaitu
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada muzakki, mustahik, dan stakeholder lainnya.
2. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menunaikan zakat melalui OPZ resmi.
3. Meningkatkan pertumbuhan pengumpulan zakat nasional
4. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada mustahik dan penerima manfaat ZIS-DSKL.
5. Meningkatkan manfaat ZIS-DSKL dalam upaya pengentasan kemiskinan, peningkatan
kesejahteraan ummat, dan pengurangan kesenjangan sosial.
6. Meningkatkan kualitas
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan badan resmi dan satu-satunya yang dibentuk
oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001 yang memiliki tugas
dan fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada tingkat nasional.

Daftar Pustaka
Ad Dimasyqi, Taqiyyuddin. 2005. Kifayah Al Akhyar Juzz Al Ula. Beirut: Darul Kutub Al ‘Ilmiah.
Cet-2. Al-Asqolani, Ibnu Hajar. 1996. Tarjamah Bulughul Maram. Bandung: Cv.
Diponegoro.
Baznas 2020
Bogdan, Robert C. & Sari Knopp Biklen. 1982. Qualitative Research For Education: An.
Introduction Ti Theory And Methods. Boston: Allyn And Bacon, Inc.
Creswell, John W. (1998), Research Design: Qualitative And Quantitative Approaches. Sage
Publications. Usa
Fahmi, Irham Dan Yovi Lh. 2009. Teori Portofolio Dan Analisis Investasi, Bandung: Alfabeta
Fatwa Dsn-Mui No. 80/Dsn-Mui/Iii/2011
Hafidhuddin, Didin, 2002. Zakat Dalam Perekonomian Moderen, Jakarta: Gema Insani.
Hejazziey, Djawahir. 2014. Perbankan Syariah Dalam Teori Dan Praktik. Yogyakarta:
Deepublish.
Henry Faizal Noor. 2009. Investasi, Pengelolaan Keuangan Bisnis Dan Pengembangan Ekonomi
Masyaraka,. Jakarta : Pt. Indeks
Hidayati, Amalia Nuril. 2017. Investasi: Analisis Dan Relevansinya Dengan Ekonomi
Islainvestasi: Analisis Dan Relevansinya Dengan Ekonomi Islam. Jurnal Yidharta:
8(2),1-20
Moleong, Lexy. (2002), Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Penerbit: Pt Remaha
Rosdakarya, Bandung.
Prastowo, Andi. (2011), Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspekktif Rancangan Penelitian,
Ar-Ruzz Media, Yogyakarta
9

PT. Prudential Life Assurance. 2014. Prufast Start. Jakarta.


Sayid Sabiq. 1983. Fiqih Sunnah. Baerut Libanon: Dar Al – Fikr
Susiadi As Dan Putra, Andi Eka. 2020. Pengelolaan Harta Zakat Perspektif Hukum Dan
ZAKAT INVESTASI Dampaknya Pada Sosio-Ekonomi Masyarakat (Studi Pada Lembaga Amil Zakat
Masjid Dan Musholla Se-Bandar Lampung). Jurnal Hukum Ekonomi Syariah: 12
(01), 1-20
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengkajianpragmatik. Bandung: Angkasa
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Pasal 1 Angka 1
Yusuf Al-Qardhawi, Memahami Khazanah Klasik, Mazhab Dan Ikhtilaf, Alih Bahasa Oleh Abdul
Hayyie Al-Kattani, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003.
Zainuddin Bin Muhammad Al – Ghazali Al – Malibari. 1996. Fath Al - Mu’in. Bairut : Darul Al –
Fikri

Anda mungkin juga menyukai