Anda di halaman 1dari 78

1.

JAZIRAH ARAB ]
ُ‫ال َّسالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ هّٰللا ِ َوبَ َر َكاتُه‬
Mohon ijin share forward-an.

KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 1 Pendahuluan

JAZIRAH ARAB

Jazirah Arab itu sebenarnya tidak hanya terdiri atas gurun pasir. Ada banyak tanah subur
yang telah dihuni sejak lama. Tanah-tanah subur itu terutama terletak di daerah pantai,
seperti Yaman, Yamamah, Hadramaut, dan Ahsa. Di bagian tengah Jazirah Arab ada sebuah
wilayah subur lain bernama Najd. Wilayah ini dikenal sebagai tempat asal kuda Arab yang
termahsyur di mana-mana.

Najd dan Yamamah juga terkenal sebagai penghasil gandum. Demikian banyak gandum yang
dihasilkan sehingga konon mampu memenuhi kebutuhan seluruh penduduk Jazirah Arab
yang ketika Nabi Muhammad dilahirkan berjumlah sekitar 10 juta- 12 juta jiwa.
Di kota Madinah terdapat bukit -bukit yang baik untuk ditanami. Sementara itu, kota Thaif
terkenal karena buah-buahannya.

Di luar daerah-daerah subur, Jazirah Arab dipenuhi gunung dan bukit-bukit batu yang besar.
Tidak ada sungai mengalir. Suhu udaranya sangat panas. Karenanya, penduduk Arab
umumnya suka mengembara. Mereka suka berpindah ke tempat mana saja yang dapat
memenuhi keperluan hidup sehari-hari berserta hewan-hewan ternak mereka.

Unta

Unta adalah kendaraan yang sangat diandalkan penduduk gurun pasir. Ia dapat mengarungi
gurun selama 17 hari tanpa minum. Walaupun pelan, jika dipacu unta dapat menempuh
jarak sampai 300 km dalam sehari. Unta mau melahap ranting dan rumput pahit yang di
jauhi kambing. Unta juga mau minum air berlumpur dan mengubahnya menjadi susu
bermutu tinggi yang dapat digunakan sebagai obat tetes mata. Dagingnya dimakan, bulunya
dibuat tali, kulitnya dapat menjadi aneka alat, mulai dari sandal sampai atap dan perisai
perang. Air seninya menjadi sampo pencuci rambut. Kukunya dibakar dan diulek menjadi
tepung untuk obat luka atau adonan kue. Kotorannya dapat dipakai sebagai bahan bakar.
Unta adalah karunia Allah untuk penduduk gurun pasir.
Letak Mekah

Di Kota Mekah inilah terletak Ka'bah, Baitullah. Ke arah Ka'bahlah seluruh Muslim di dunia
menghadapkan diri jika sedang shalat. Di kota Mekah inilah nabi Muhammad ‫ﷺ‬
dilahirkan.

Kota Mekah adalah sebuah lembah yang tidak begitu luas, di tengah lautan pasir. Bukit-bukit
mengurung lembah ini rapat-rapat. Begitu rapatnya sehingga cuma ada tiga jalan untuk
keluar dan masuk Mekah. Jalan pertama menuju ke Yaman, jalan ke dua menuju ke Laut
Merah, dan jalan ketiga adalah jalan menuju Palestina.

Ribuan tahun yang lalu, Lembah Mekah hanyalah sebuah tempat persinggahan rombongan
kafilah, baik yang datang dari Yaman menuju Palestina maupun sebaliknya, yang datang dari
Palestina menuju Yaman. Nabi Ismail lah yang pertama kali membuat Mekah menjadi
sebuah kota.

Pakaian Orang Arab

Penduduk asli Jazirah Arab adalah suku Badui. Pakaian mereka longgar, hangat pada musim
dingin, dan sejuk pada musim panas. Pakaian ini menjaga kulit dari sengatan matahari serta
angin kering.
Pada zaman para nabi, pakaian ini terdiri atas dua helai. Satu helai melilit tubuh dari bawah
ketiak. Satu helai lagi adalah sebuah jubah panjang sampai kaki dan terbuat dari bulu domba
atau unta. Warnanya krem dengan lurik tegak berwarna hitam, biru, coklat atau putih.
Pakaian wanitanya panjang menyapu tanah dan sangat longgar. Selendang melilit pinggang,
jubahnya berlurik merah, kuning, hitam atau biru. Cadarnya berwarna hitam atau putih.
Tudung kepala berwarna merah, putih, atau cokelat melindungi mata, telinga, dan hidung
dari debu dan badai pasir.

Badui

Suku Badui adalah penduduk asli Jazirah Arab. Mereka adalah prajurit pengelana yang
tangguh. Tinggi mereka sedang, tapi kekar, cekatan, dan kuat menderita dalam alam yang
keras. Jika ada anggota keluarga yang tewas, para lelaki Badui akan segera membalas
pembunuhnya. Mereka berani dalam bertempur dan sabar dalam kekalahan.

Meski demikian, orang Badui terkenal ramah, senang memberi, dan sangat menghormati
tamu. Mereka juga tenang, sabar, dan tidak cepat marah. Orang Badui juga sangat meng
KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 2

Nenek Moyang Nabi Muhammad ‫ﷺ‬

Salah seorang nenek moyang Nabi Muhammad bernama Hasyim bin Abdul Manaf. Ia adalah
pemuka masyarakat dan orang yang berkecukupan. Masyarakat Mekah mematuhi dan
menghormatinya.

"Wahai penduduk Mekah, aku membagi perjalanan kalian menurut musim. Jika musim
dingin tiba, pergilah berdagang ke Yaman yang hangat. Jika musim panas, giliran kalian pergi
ke Syam yang sejuk!" demikian keputusan Hasyim.

Hasyim tambah disayangi penduduk Mekah karena pada suatu musim kemarau yang
mencekam, ia pernah membawa persediaan makanan dari tempat yang jauh. Padahal, saat
itu makanan amat sulit didapat.

"Terima kasih, wahai Hasyim! Engkau menolong kami dengan pemberian makanan ini!" seru
penduduk Mekah.

Di bawah kepemimpinan Hasyim, Mekah berkembang menjadi pusat perdagangan yang


makmur. Pasar-pasar didirikan sebagai tempat berniaga kafilah-kafilah dagang yang datang
dan pergi silih berganti, baik pada musim panas maupun pada musim dingin. Demikian
pandainya penduduk Mekah berdagang, sampai-sampai tidak ada pihak lain yang mampu
menyaingi mereka.

Akan tetapi, di samping kemajuan yang besar itu, masyarakat Arab juga mengalami
kemunduran luar biasa. Itulah sebabnya mereka dijuluki masyarakat jahiliah alias
masyarakat yang diliputi kebodohan. Itulah juga sebabnya sampai Allah mengutus rasul
terakhir-Nya di tempat ini.

Pembagian Urusan

Beberapa jabatan pemerintahan di Mekah di antaranya:


Hijabah : Pemegang kunci Ka'bah,
Siqayah : Penyedia air dan makanan buat para peziarah,
Rifadah : Mengatur pembagian dana dari orang kaya untuk fakir miskin,
Qiyadah : Mengatur urusan peperangan.

Percaya Takhayul

"Oh, tidak! Burung itu terbang ke kiri! Aku pasti akan tertimpa sial!" umpat seseorang, orang
itu kebetulan melihat seekor burung yang terbang di atas kepalanya berbelok ke arah kiri.
Sepanjang hari itu, dia jadi murung karena yakin bahwa dia bernasib sial walaupun belum
tahu kesialan macam apa yang akan menimpanya.
Orang-orang Arab pada masa jahiliyah amat percaya pada takhayul. Contohnya, mereka
percaya jika burung yang mereka lihat terbang ke kiri, nasib sial akan menimpa mereka.
Sebaliknya jika burung kebetulan terbang ke kanan, nasib baik akan datang. Kepercayaan
semacam ini disebut At Tathayyur

Selain itu, mereka percaya bahwa jika seseorang mati, rohnya akan menjadi burung. Mereka
juga percaya bahwa di dalam perut manusia ada ular. Ular inilah yang menggigit di dalam
perut sehingga orang merasa lapar.

"Lihat cincin tembagaku ini", kata seorang kepada temannya dengan bangga, "Cincin ini
adalah pemberian seorang dukun kepadaku. Tidak sia sia aku memberinya uang banyak agar
membuatkan cincin ini. Jangan coba-coba menantangku berkelahi sekarang. Berkat cincin
ini, aku merasa jauh lebih kuat!".

Masih banyak kebodohan serupa yang mereka perlihatkan. Mereka juga amat taat
menyembah berhala-berhala berbentuk patung. Jika mereka meminta pertolongan kepada
berhala, tidak segan-segan mereka mengorbankan binatang ternak dan mengoleskan
darahnya di tubuh berhala. Bahkan mereka terkadang sampai hati mengorbankan anak-
anaknya sendiri demi mengharap keridhaan berhala.

Selain melakukan kebodohan-kebodohan itu, mereka masih melakukan banyak sekali hal hal
yang merusak.

Awal Mula Penyembahan Berhala

Awal mula penyembahan berhala di Mekkah, ketika seorang bernama Amar bin Luhay
membawa berhala besar bernama Hubal yang dibelinya dari daerah Syam. Di Mekkah,
berhala Hubal ditaruh di Ka'bah dan disuruhnya orang orang datang menyembahnya.
Menjelang menaklukkan Mekkah oleh Nabi Muhammad saw. Ka'bah dipenuhi oleh tiga
ratus enam puluh berhala yang terbuat dari batu, kayu, perak, bahkan emas.

Gemar Mabuk dan Berjudi


Bangsa Arab pada masa itu sangat gemar meminum arak. Hampir semua orang adalah
peminum kecuali beberapa saja yang tidak.
Para pelayan datang membawakan baki dan botol-botol minuman. Orang orang datang
berkumpul sambil tertawa.
Para penari datang disambut tepukan dan sorak sorai. Ketika minuman mulai membuat
mereka mabuk
Bersambung.......
[ 3. PERAMPOK KEJAM DAN TIDAK SOPAN ]
KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 3

Perampok Kejam dan Tidak Sopan

Mencuri dan merampok saat itu adalah hal yang biasa. Hanya sebagian kecil saja orang yang
tidak pernah melakukannya. Perampok pun bukan cuma mengincar harta dan benda, tetapi
juga orang yang dirampok. Perampok biasa menjadikan orang orang yang telah
dirampoknya menjadi tawanan dan budak belian.

Saat itu perilaku bangsa Arab amat kejam, sampai melewati batas perikemanusiaan. Anak-
anak perempuannya sendiri mereka bunuh. Ada yang dikubur hidup hidup ke dalam tanah,
ada pula yang ditaruh dalam tong dan diluncurkan dari tempat yang tinggi. Mereka malu jika
mempunyai anak perempuan.

Mereka juga suka menyiksa binatang. Jika seseorang mati, keluarganya mengikat unta diatas
kuburan dan tidak memberikan makan serta minum sampai si unta mati. Mereka
beranggapan unta itu kelak akan menjadi tunggangan si mati.

Musuh yang tertangkap diperlakukan sangat kejam. Mereka biasa mengikat musuh pada
seekor kuda dan membiarkan kuda tersebut berlari sehingga orang yang diikat itu mati
terseret-seret. Telinga atau hidung musuh yang kalah dijadikan kalung, serta tengkorak nya
dijadikan tempat minum arak.

Orang jahiliyah juga tidak mengenal sopan santun, Mereka biasa berkeliling Ka'bah tanpa
memakai pakaian.

Begitulah kebiasaan Orang Orang Arab saat itu.


Mereka adalah bangsa yang maju perdagangannya, pandai membuat perkakas, membuat
obat, ahli astronomi, serta mahir bersyair. Namun mereka juga mempunyai kebiasaan
buruk.

Memakan Bangkai Binatang

Dalam urusan makan dan minum pun tidak ada yang dilarang. Segala macam binatang boleh
dimakan. Binatang yang sudah mati pun disayat dagingnya, dibakar, dan dimakan. Mereka
juga suka meminum darah, binatang, dan makanan darah yang dibekukan.
Muthalib

Suatu hari, Hasyim pergi berdagang menuju Syam. Ketika melewati Yatsrib, (di kemudian
hari disebut Madinah), Hasyim melihat seorang wanita baik-baik dan terpandang.

"Siapakah wanita itu?" tanya Hasyim kepada orang-orang Yatsrib.

"Dia adalah Salma binti Amr."

"Suaminya telah tiada. Kini dia seorang janda."

Mendengar itu, Hasyim melamar Salma dan Salma pun menerimanya. Mereka lalu menikah.
Hasyim tinggal di Yatsrib beberapa lama. Ketika Salma mengandung, Hasyim melanjutkan
perniagaannya. Namun, itulah kali terakhir Salma melihat suaminya karena Hasyim tidak
pernah kembali lagi. Ia meninggal dunia di Palestina.

Salma melahirkan seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama Syaibah. Sementara itu,
sepeninggal Hasyim, kedudukannya sebagai pemuka masyarakat Mekah dipegang oleh adik
Hasyim yang bernama Al Muthalib.
Al Muthalib juga seorang laki-laki terpandang yang dicintai penduduk Mekkah. Orang-orang
Quraisy menjulukinya dengan sebutan Al Fayyadh yang berarti Sang Dermawan.
Suatu hari, dia mendengar bahwa Syaibah, keponakannya yang tinggal di Yatsrib, sedang
tumbuh remaja.

"Aku harus menemuinya," pikir Al Muthalib,


"dia adalah anak kakakku. Dulu ayahnya adalah pemuka Mekah, maka dia harus pulang
untuk melanjutkan kekuasaan ayahnya menggantikan aku."

Ketika Al Muthalib bertemu Syaibah di Yatsrib, dia tersentak,


"Anak ini benar-benar mirip Hasyim."

"Mari Nak, ikut Paman ke Mekah," peluk Al Muthalib.

"Tetapi, jika ibu tidak mengizinkan pergi, aku akan tetap tinggal di sini," jawab Syaibah
Syaibah

Nama Syaibah diberikan karena ada rambut putih (uban) di kepalanya sejak dia kecil. Selain
Syaibah, Hasyim telah memiliki empat putra dan lima putri yang tinggal di Mekkah.

ABDUL MUTHALIB

"Tidak. Aku tidak akan membiarkannya pergi" jawab Salma.


"Dia buah hatiku satu-satunya. Wajahnya lah yang senantiasa mengingatkan aku akan wajah
ayahnya".

"Aku juga menyayangi Hasyim", jawab Al Muthalib,


"bukan cuma aku, tetapi penduduk kota Mekah juga menyayanginya. mereka pasti akan
senang sekali menyambut kedatangan putra Hasyim. Begitu melihat wajah anak ini, rasa
sayangku timbul kepadanya. Seolah-olah aku melihat Hasyim hidup kembali dan berdiri di
hadapanku.
Izinkan aku membawanya pergi. Sesungguhnya Mekah adalah kerajaan ayahnya dan Meka
[ 4. HARTA ABDUL MUTHALIB ]
KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 4

Harta Abdul Muthalib

Setelah tumbuh dewasa, Abdul Muthalib pun menjadi seorang pemuka Mekah sebagaimana
Hasyim, bapaknya.

Sementera itu, ketika Hasyim meninggal, hartanya dikuasai oleh Naufal, adiknya yang
terkecil.
Setelah dewasa, Abdul Muthalib hendak meminta harta ayahnya, tetapi Naufal menolak.
Abdul Muthalib pun meminta bantuan kerabat ibunya yang tinggal di Yatsrib. Orang-orang
Yatsrib mengirimkan 80 pasukan berkuda. Naufal pun ketakutan dan menyerahkan harta
Hasyim kepada Abdul Muthalib

Pada zaman pemerintahannya, Abdul Muthalib melakukan sebuah perbuatan yang akan
dikenang orang sepanjang zaman.

Sumber Air Mekah

Abdul Muthalib adalah pengurus air dan makanan bagi tamu-tamu yang datang ke Mekah.
Setelah ratusan tahun Sumur Zamzam tertimbun, air harus didatangkan dari beberapa
sumur yang terpencar-pencar di sekitar Mekah.

MENGGALI SUMUR ZAMZAM

Saat itu, Sumur Zamzam telah terkubur dan dilupakan orang selama ratusan tahun. Namun,
Abdul Muthalib tidak pernah lupa pada sejarah Mekah, bahwa dulu pernah ada mata air
yang menghidupi Mekah, mata air yang memancar keluar oleh kaki Ismail.

"Aku harus menemukannya!" pikir Abdul Muthalib. "Aku harus menemukan kembali Sumur
Zamzam yang telah dilupakan orang! Apalagi aku bertugas menyediakan air dan makanan
bagi penduduk Mekah."

Pikiran seperti itu tidak pernah hilang dari benaknya, "Aku harus menemukannya! Aku harus
menemukannya!"
Setelah itu, Abdul Muthalib mengambil tembilang (alat untuk menggali bertangkai panjang)
dan memanggil putra satu-satunya, "Harits, temani ayah mencari dan menggali kembali
Sumur Zamzam!"

Harits mengangguk. Kemudian, mereka mulai mencari di mana dulu letak Mata Air Zamzam
berada. Setelah beberapa kali mencoba menggali di beberapa tempat, Sumur Zamzam tidak
juga ditemukan.

"Ayah, mungkin Sumur Zamzam memang telah hilang," kata Harits.

"Tidak Nak, Ayah yakin Sumur itu masih ada! Kita harus menemukannya! Orang-orang
Mekah akan hidup lebih baik jika Sumur Zamzam ada di tengah kita!"

Dengan gigih keduanya pun terus mencari sumur Zam-Zam.


Orang-orang Quraisy, penduduk asli Mekah, melihat perbuatan mereka dengan heran.

"Mengapa engkau masih terus menggali, Abdul Muthalib? Bukankah dulu nenek moyang
kita, Mudzaz bin Amr pernah menggalinya, tapi tidak berhasil?"

Abdul Muthalib menaruh tembilangnya dan duduk.


Ya, ratusan tahun yang lalu Mudzaz bin Amr mertua Nabi Ismail ‫ عليه ااسالم‬pernah mencoba
menggali Zamzam tapi tidak berhasil.
Padahal, saat itu Mudzaz telah mempersembahkan sesaji berupa pedang dan pelana
berpangkal emas agar Sumur Zamzam ditemukan.

Bersambung
5. Kisah Nabi Muhammad SAW – Menemukan Zam-Zam
#Bagian ke 5

َ ‫اَللَّهُ َّم‬
ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل ُم َحمد‬

Bernadzar

Abdul Muthalib bernadzar, “Kalau saja aku mempunyai 10 anak laki-laki, kemudian setelah
semuanya dewasa, aku tidak memperoleh anak lagi seperti ketika sedang menggali Sumur
Zamzam, maka salah seorang diantara 10 anak itu akan kusembelih di Ka’bah sebagai
kurban untuk Tuhan.”

Ternyata takdir memang menentukan demikian. Abdul Muthalib akhirnya mendapat 10


orang anak laki-laki. Setelah semua anak berangkat dewasa, ia tidak memperoleh anak.
Dipanggilnya kesepuluh orang anak itu, termasuk si bungsu Abdullah yang amat disayangi
dan dicintainya.

“Aku pernah bernadzar untuk menyembelih salah seorang di antara kalian jika Tuhan
memberiku 10 orang anak laki-laki.”

Kesepuluh anaknya terdiam. Mereka memahami persoalan itu. Mereka juga melihat
kebingungan yang luar biasa di mata ayah mereka yang berkaca-kaca.

“Namun, aku tidak bisa menentukan siapa di antara kalian yang harus kusembelih. Oleh
karena, aku berniat memanggil juru qidh untuk menentukannya.”

Di hadapan patung dewa tertinggi Ka’bah, juru qidh (Nanak panah) meminta setiap anak
menulis namanya masing-masing di atas qidh. Kemudian, ia mengocok anak panah tersebut
di hadapan berhala Hubal. Nama anak yang keluar adalah Abdullah.

Melihat itu, serentak orang orang Quraisy datang dan melarangnya melakukan perbuatan
itu.

“Batalkan keinginanmu, Abdul Muthalib! Mohon ampunlah kepada Hubal supaya kamu bisa
membatalkan nadzarmu!”

Sanggupkah Abdul Muthalib menyembelih anak kesayangannya, apalagi tidak ada orang
yang menyetujui niatnya itu?
Menemukan Zamzam

Malam harinya, dengan tubuh lelah, Abdul Muthalib tertidur. Tiba-tiba, dalam tidur, dia
bermimpi mendengar suara yang bergema berulang-ulang, “Temukan Sumur Zamzam itu,
wahai Abdul Muthalib! Temukan Sumur Zamzam! Temukan!”

Abdul Muthalib terbangun dengan keyakinan dan semangat baru. Esoknya, dia mengajak
Harits menggali dan menggali lebih giat.
Rasa heran orang-orang Quraisy yang melihatnya berubah menjadi tawa.

“Kasihan Abdul Muthalib, mungkin dia sudah kehilangan akal sehatnya!” kata mereka satu
sama lain.

Suatu saat, ketika mereka sedang menggali di antara berhala Isaf dan Na’ila, air membersit.

“Air! Harits! Lihat, ada air!” seru Abdul Muthalib saking kagetnya.
“Ayo kita gali terus, Ayah! Ayo gali terus!”

Ketika mereka menggali lebih dalam, tampaklah pedang-pedang dan pelana emas yang
pernah ditaruh oleh Mudzaz bin Amr dahulu. Melihat penemuan itu, orang-orang Quraisy
datang berbondong-bondong.

“Abdul Muthalib, mari kita berbagi air dan harta emas itu!” pinta mereka.

“Tidak! Tetapi, marilah kita mengadu nasib di antara aku dan kamu sekalian dengan
permainan qidh (anak panah). Dua anak panah buat Ka’bah, dua buat aku, dan dua buat
kamu. Kalau anak panah itu keluar, dia mendapat bagian. Kalau tidak, dia tidak mendapat
apa-apa.”

Usul ini disetujui. Juru qidh mengundinya di tengah-tengah berhala di depan Ka’bah.
Ternyata, anak panah Quraisy tidak ada yang keluar. Pemenangnya adalah Abdul Muthalib
dan Ka’bah. Oleh karena itu, Abdul Muthalib dapat meneruskan tugasnya mengurus air dan
keperluan para tamu Mekah setelah Sumur Zamzam memancar kembali.

Mengingat beratnya tugas itu. Abdul Muthalib sangat ingin agar dia mempunyai banyak
anak laki-laki yang dapat membantunya.
Pedang dan Pelana Emas

Abdul Muthalib memasang pedang-pedang itu di pintu Ka’bah, sedangkan pelana-pelana


emas ditaruh di dalam rumah suci itu sebagai perhiasan.
[ 6. TEBUSAN SERATUS UNTA ]
KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 6

َ ‫اَللَّهُ َّم‬
ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل ُم َحمد‬

TEBUSAN SERATUS UNTA

Dengan mem"baja"kan hati, Abdul Muthalib menuntun Abdullah menuju sebuah tempat di
dekat sumur Zamzam yang terletak di antara dua berhala Isaf dan Na'ila. Di tempat itulah
biasanya orang orang Mekah melakukan pengurbanan hewan untuk dewa-dewa mereka.
Namun, masyarakat semakin keras menghalangi Abdul Muthalib melakukan niatnya.
Akhirnya, kekerasan hatinya pun luluh.

"Baiklah, tetapi apa yang harus kulakukan agar berhala tetap berkenan kepadaku?"

"Kalau penebusannya dapat dilakukan dengan harta kita, kita tebuslah," kata Mughirah bin
Abdullah dari suku Makhzum.

Setelah diadakan perundingan, mereka sepakat menemui seorang dukun di Yatsrib.

"Berapa tebusan kalian?" tanya dukun wanita itu.

"Sepuluh ekor unta."

"Kembalilah ke negeri kalian. Sediakan tebusan 10 ekor unta. Kemudian undi antara unta
dan anak itu. Jika yang keluar nama anakmu, tambahlah jumlah untanya, kemudian undi lagi
sampai nama unta yang keluar."

Mereka pulang dengan lega dan segera mengundi dengan anak panah. Ternyata yang keluar
adalah nama Abdullah. Mereka menambahkan tebusan unta dan mengundi lagi. Ternyata,
lagi lagi nama Abdullah yang keluar. Demikianlah, Abdul Muthalib menambah dan
menambah terus jumlah unta. Ketika jumlah unta sudah mencapai 100 ekor, barulah nama
unta yang keluar.

"Dewa sudah berkenan," seru orang orang.


"Tidak," bantah Abdul Muthalib. "Harus dilakukan sampai 3 kali."

Akhirnya, setelah 3 kali dikocok, yang keluar adalah nama unta. 100 ekor unta itu pun
disembelih dan dibiarkan begitu saja tanpa disentuh manusia dan hewan karena mereka
beranggapan bahwa unta itu untuk dewa.

Keturunan Dua Orang yang Disembelih

Diriwayatkan dari Rasulullah bahwa beliau bersabda,


"Aku adalah anak dua orang yang disembelih."
Yang dimaksud oleh beliau adalah Nabi Ismail nenek moyangnya, dan Abdullah ayahnya.

Si Penguasa Yaman

Saat Abdul Muthalib memimpin Mekah, ada sebuah peristiwa dahsyat. Kejadian ini bermula
dari Yaman, sebuah negeri yang terletak jauh di sebelah selatan Mekah. Saat itu, Yaman
diperintah oleh seorang penguasa bernama Abrahah Al Asyram.

"Aku tidak habis pikir, mengapa setiap tahun seluruh bangsa Arab datang ke tanah Mekah?"
seru Abrahah kepada para menterinya.

"Paduka tahu, di sana ada sebuah bangunan bernama Ka'bah. Bangunan tua itu begitu
disucikan oleh penduduk Jazirah Arab sehingga mereka tidak dapat berpaling darinya. Ke
sanalah mereka pergi beribadah menyembah para dewa sepanjang tahun," jawab salah
seorang menteri.

"Apa istimewanya bangunan tua yang terbuat dari batu kasar itu? Aku ingin negeri kita,
Yaman, mempunyai sebuah rumah suci yang akan membuat bangunan tua di Mekah itu
menjadi tidak berarti lag dan dilupakan orang!"

"Namun, apa mungkin kita bisa membuat rumah suci baru yang bisa menandingi Ka'bah?"

"Mengapa tidak? Buat sebuah gereja yang sangat indah! Hiasi dengan perlengkapan paling
mewah yang kita miliki! Gerbang emas, jendela perak, lantai pualam yang berkilau!
Semuanya! Kerahkan seluruh ahli bangunan! Aku ingin gereja itu selesai dalam waktu
singkat!"

Tidak lama kemudian, berdirilah sebuah gereja seindah yang diinginkan Abrahah. Sang
Penguasa Yaman itu mengunjunginya dengan rasa puas.

"Lihat, tidak lama lagi, seluruh orang Arab akan datang ke sini!"
kata Abrahah kepada bawahannya,
"bahkan orang orang Mekah akan melupakan rumah tua mereka begitu melihat bangunan
seindah ini!"

Bendungan Ma'rib

Penduduk asli Yaman adalah kaum Saba. Sebelum datangnya Islam, negeri Yaman telah
terkenal dengan kemajuan teknologi bangunannya. Salah satu bangunan yang amat terkenal
adalah Bendungan Raksasa Ma'rib. Ketika bangunan ini jebol, banjir besar melanda daerah
sekitarnya sehingga para penduduk terpaksa pindah ke negeri lain.

Bersambung
[ 7. PENYERBUAN ]
KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 7

Penyerbuan

Ternyata, apa yang diharapkan Abrahah tidak terjadi. Orang-orang Arab sudah sangat
mencintai rumah purba Ka'bah sehingga mereka tidak dapat berpaling ke rumah suci yang
lain, betapa pun indahnya bangunan itu dibuat. Orang-orang Arab merasa ziarah mereka
tidak sah jika tidak mengunjungi Ka'bah. Bahkan, penduduk Yaman sendiri tidak
mengindahkan rumah suci baru itu. Seperti biasa, mereka tetap berbondong-bondong
berziarah ke Mekah.

"Tidak ada jalan lain!" geram Abrahah.

"Gerakkan pasukan gajah kita! Serbu dan hancurkan Ka'bah! Aku sendiri yang akan
memimpin! Jika bangunan tua itu hancur dan rata dengan tanah, orang orang Arab tidak
akan punya pilihan lain selain datang ke tempat kita!"

Sang Penguasa Yaman memang ditakuti orang karena pasukan gajah yang dimilikinya.
Abrahah sendiri naik di atas gajah yang paling besar dan kuat.

"Maju!" perintahnya.

Terompet pun membahana dan bumi seolah-olah pecah oleh gemuruh pasukan yang maju
ke medan perang.
Mendengar keberangkatan pasukan ini untuk menghancurkan Ka'bah, penduduk Jazirah
Arab terkejut. Walaupun tahu pasukan Abrahah begitu kuat, jiwa kepahlawanan orang-
orang Arab menjulang tinggi di hadapan musuh.

Dzu Nafar, seorang bangsawan Arab, mengerahkan masyarakatnya untuk menahan gerak
maju Abrahah. Akan tetapi, ia dikalahkan dan ditawan.

Nufail bin Habib Al Khath'ami memimpin pasukan Kabilah Syahran dan Nahis. Namun, ia
juga dikalahkan dan dijadikan penunjuk jalan pasukan Abrahah.

Al Qullayus
Al Qullayus adalah nama gereja yang dibangun Abrahah agar orang tidak lagi pergi ziarah ke
Mekah, tetapi ke gereja ini. Mengetahui maksud Abrahah ini, bangsa Arab marah karena
kecintaan mereka pada Ka'bah sudah mendarah daging.

Sementara itu, seseorang dari suku Kinani malah pergi memasuki Al Qullayus dan membuat
kerusakan di dalamnya. Peristiwa inilah yang memicu Abrahah untuk menghancurkan
Ka'bah.

Sikap Penduduk Mekah

"Kita lawan mereka, Abdul Muthalib! Berikan peringatan kepada setiap orang untuk
bertempur!"

Orang-orang Quraisy di Mekah panik. Mereka meminta pendapat Abdul Muthalib untuk
bertempur. Abdul Muthalib tahu, sekeras apa pun mereka melawan, semuanya akan sia-sia.
Pasukan Mekah akan ditaklukkan. Karena itu, ia menjawab dengan bijak,

"Tidak, kita tidak akan mampu. Seorang utusan Abrahah telah tiba dan menyampaikan
keterangan bahwa Abrahah tidak akan memerangi kita. Abrahah hanya ingin
menghancurkan Ka'bah. Kita akan selamat jika tidak menghalanginya. Aku sarankan semua
orang pergi mengungsi ke gunung-gunung di sekeliling kota."

Abdul Muthalib kemudian mendatangi markas Abrahah bersama beberapa orang pemuka
Mekah.

"Kembalikan unta-unta kami yang dirampas pasukanmu," kata Abdul Muthalib kepada
Abrahah.

"Akan kukembalikan unta-unta itu! Apakah ada hal lain yang engkau minta? tanya Abrahah.

"Urungkan niatmu untuk menghancurkan Ka'bah. Jika engkau mau, kami akan berikan
sepertiga harta dari daerah Tihama yang subur."

Abrahah menggeleng, "Tidak."

"Kalau begitu, kami serahkan pengamanan Ka'bah kepada Tuhan pemilik Ka'bah!" jawab
Abdul Muthalib, lalu dia pergi.
Kini kota Mekah kosong. Penduduknya telah mengungsi. Jalan lebar terbuka bagi Abrahah
untuk menghancurkan Ka'bah yang letaknya sudah di depan mata.
Tidak ada yang mampu menghalangi kekuatan sebesar itu

Catatan

Abrahah Al Asyram

Abrahah Al Asyram bukanlah penduduk asli Yaman. Ia datang dari negeri Habasyah di Afrika,
kemudian menduduki Yaman.
70.000 pasukan Habasyah yang dipimpin Aryath berhasil mengalahkan Yaman. Akan tetapi,
Aryath kemudian dibunuh oleh Abrahah. Sejak itulah Abrahah memerintah Yaman.

Bersambung
[ 8. KEHANCURAN ABRAHAH ]
KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 8

Kehancuran Abrahah

Allåhlah yang melindungi rumah suci-Nya. Ketika pasukan Abrahah bergerak mendekat,
gajah Abrahah berhenti. Sekeras apa pun Abrahah memukulinya, gajah itu tetap duduk
tenang, bahkan akhirnya berusaha berjalan lagi ke arah Yaman.

"Maju! Maju! Apa yang terjadi padamu?" bentak Abrahah pada tunggangannya.
"Dalam berbagai medan pertempuran, belum pernah kamu mengecewakan aku seperti ini!
Kamu bahkan tampak ketakutan! Ada apa sebenarnya?"

"Paduka! Ada yang datang dari arah laut!" teriak seorang prajurit sambil menunjuk-nunjuk
panik.

Saat itulah, dari arah laut, Allah mengirim kawanan burung yang kepakan sayapnya
menutupi sinar matahari seperti iringan awan mendung yang bergerak cepat. Burung-
burung itu menjatuhkan batu-batu menyala ke arah pasukan gajah. Dengan panik setiap
orang berusaha menyelamatkan diri, tetapi sia-sia. Semua orang, termasuk Abrahah, mati.
Peristiwa ini Allah abadikan dalam surat Al Fil :

ِ ِ‫ب ْالف‬
‫يل‬ ِ ‫ك بِأَصْ َحا‬
َ ُّ‫أَلَ ْم تَ َر َك ْيفَ فَ َع َل َرب‬

Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara
bergajah?
Surah Al-Fil (105:1)

ٍ ِ‫أَلَ ْم يَجْ َعلْ َك ْي َدهُ ْم فِي تَضْ ل‬


‫يل‬

Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka´bah) itu sia-
sia?
Surah Al-Fil (105:2)
َ ِ‫ط ْيرًا أَبَاب‬
‫يل‬ َ ‫َوأَرْ َس َل َعلَ ْي ِه ْم‬

dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong,


Surah Al-Fil (105:3)

ٍ ‫تَرْ ِمي ِه ْم بِ ِح َجا َر ٍة ِم ْن ِس‬


‫جِّيل‬

yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
Surah Al-Fil (105:4)

ٍ ‫ف َمأْ ُك‬
‫ول‬ ٍ ْ‫فَ َج َعلَهُ ْم َك َعص‬

lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).


Surah Al-Fil (105:5)

Wabah Penyakit

Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa yang dibawa burung itu adalah kuman kuman
wabah penyakit cacar. Dalam beberapa hari saja seluruh pasukan mati dengan tubuh rusak
seperti daun dimakan ulat.
Abrahah berhasil kembali ke Yaman, tetapi tidak lama setelah itu ia pun mati seperti
pasukannya.

Kembali ke Mekah

Abdullah bin Abdul Muthalib tidak jadi disembelih karena telah ditebus ayahnya dengan 100
ekor unta.

Abdullah adalah pemuda yang berwajah tampan. Kegagahan parasnya banyak menarik
perhatian gadis-gadis Mekah. Apalagi setelah mereka tahu bahwa nyawa Abdullah telah
ditebus dengan 100 ekor unta, suatu jumlah yang luar biasa yang tidak pernah dialami
seorang pun sebelumnya. Walaupun banyak gadis yang berusaha menggodanya, kesopanan
Abdullah tetap terjaga.

Gadis yang Meminang


Setelah penebusan Abdullah, Abdul Muthalib menggandeng tangan putranya menuju rumah
Wahb bin Abdul Manaf. Wahb mempunyai seorang putri bernama Aminah. Abdul Muthalib
sudah sepakat dengan Wahb untuk menikahkan putra-putri mereka.

Namun, di tengah jalan, seorang gadis cantik menegur Abdullah, "Engkau akan pergi ke
mana, wahai Abdullah?"

"Aku akan pergi bersama ayahku."

Tanpa memedulikan Abdul Muthalib, gadis itu berkata, "Kulihat engkau memang dituntun
ayahmu, tak ubahnya seperti seekor unta yang akan disembelih. Demi engkau, aku akan
menerimamu jika engkau mau menikahi diriku sekarang juga."

Abdullah terperangah. Ia menatap gadis itu dengan gugup.

"Siapakah gadis ini? Pikir Abdullah, "dilihat dari pakaiannya yang dipenuhi perhiasan mahal,
ia pasti seorang gadis bangsawan. Matanya yang hitam memancarkan sinar yang teduh
seperti yang biasa dimiliki gadis-gadis berperangai lemah lembut dan penuh kasih sayang.
Apa yang harus kukatakan kepadanya?"

Ketika Abdullah menoleh kepada ayahnya, dilihatnya Abdul Muthalib memberi isyarat agar
Abdullah terus melangkah dan tidak menggubris sang gadis .

"Aku bersama ayahku." Aku tak kuasa menolak kehendaknya dan berpisah dengannya.

Abdullah kembali berjalan bersama ayahnya. Hatinya dipenuhi rasa iba dan simpati kepada
gadis yang ditinggalkannya.
Hari itu juga, Abdul Muthalib datang ke rumah Wahb bin Abdul Manaf.
Siapakah gadis ini? Pikir Abdullah, "dilihat dari pakaiannya yang dipenuhi perhiasan mahal,
ia pasti seorang gadis bangsawan. Matanya yang hitam memancarkan sinar yang teduh
seperti yang biasa dimiliki gadis-gadis berperangai lemah lembut dan penuh kasih sayang.
Apa yang harus kukatakan kepadanya?"

Ketika Abdullah menoleh kepada ayahnya, dilihatnya Abdul Muthalib memberi isyarat agar
Abdullah terus melangkah dan tidak menggubris sang gadis .

"Aku bersama ayahku." Aku tak kuasa menolak kehendaknya dan berpisah dengannya.
Abdullah kembali berjalan bersama ayahnya. Hatinya dipenuhi rasa iba dan simpati kepada
gadis yang ditinggalkannya.
Hari itu juga, Abdul Muthalib datang ke rumah Wahb bin Abdul Manaf. Mereka sepakat
menjodohkan Abdullah dengan Aminah.

Keesokan harinya, Abdullah bertemu lagi dengan gadis yang kemarin. Abdullah
menyapanya, "Mengapa engkau tidak menyapaku seperti kemarin?"

Gadis itu menjawab dengan ketus, "Sinar berseri-seri yang kemarin kulihat pada wajahmu
sudah tidak ada lagi. Karena itu, sekarang aku sudah tidak membutuhkanmu!"

Sinar Kenabian

Sinar berseri-seri yang dilihat sang gadis pada wajah Abdullah menurut sebagian ahli sejarah
adalah sinar kenabian yang akan diturunkan Abdullah kepada putranya.
Ketika Abdullah sudah dijodohkan dengan Aminah, maka gadis itu sudah tidak bisa lagi
berharap akan memiliki putra yang kelak menjadi nabi.

Bersambung
“ Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang ”

KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 9

َ ‫اَللَّهُ َّم‬
ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل ُم َحمد‬

Pernikahan Abdullah dengan Aminah

Allah sudah menentukan bahwa jodoh yang paling tepat untuk Abdullah adalah Aminah
binti Wahb.

Aminah adalah gadis yang paling baik keturunan dan kedudukannya di kalangan suku
Quraisy.

Musim semi tahun 570 Masehi pun tiba.

Batang-batang gandum di Yaman tumbuh menjulang tinggi.

Dedaunan kurma di kota Tha'if kembali bersemi.

Sementara itu, padang-padang rumput dipenuhi harum bunga-bunga yang tumbuh di


kebun-kebun.

Bagi penduduk Mekah, musim semi adalah tanda kebebasan dan dimulainya lagi
perdagangan musim panas ke Syria.

Abdullah pun berniat pergi musim ini.

" Kanda, sebenarnya hatiku sangat berat melepas kepergianmu.

Entah mengapa hatiku diliputi kekhawatiran dan kegelisahan.

Aku bahkan berharap dapat menemukan suatu alasan untuk menahan kepergianmu,"
Keluh Aminah kepada suaminya.

Abdullah tersenyum menentramkan,

" Hatiku pun terasa tertinggal di sini, Dinda.

Aku tahu begitu besar rasa sayangmu kepadaku sehingga engkau berharap dapat terus
berada di sisiku "

" Bukan cuma itu, damai rasanya berada di sampingmu, Kanda "

Abdullah mengangguk,

" Tetapi Dinda, kini di dalam perutmu ada bayi kita.

Kau tahu aku adalah pemuda tak berada.

Saat ini, kita hanya mempunyai lima ekor kambing perah.

Selain itu, tak ada lagi kekayaan yang dapat menghidupi kita berdua selain sedikit kurma dan
daging kering.

Karena itu, inilah saatnya bagiku untuk pergi berniaga dan menambah penghasilan kita."

Aminah terpaksa mengangguk menerima kenyataan itu.

Ia memandang kepergian Abdullah dengan sendu, seolah itu adalah detik-detik terakhir ia
dapat melihat wajah suaminya.

Hamzah bin Abdul Muthalib

Pada hari pernikahan Abdullah dengan Aminah, Abdul Muthalib pun menikahi sepupunya
yang bernama Hala.
Dari perkawinan ini, lahirlah Hamzah, paman Rasulullah yang seusia dengan beliau.

Abdullah Meninggal

Bersama kafilah dagang, Abdullah tiba di Gaza.

Kemudian, dalam perjalanan pulang, ia singgah di Yatsrib.

Di sana, ia tinggal bersama saudara-saudara ibunya.

Namun, ketika kawan-kawannya dari Mekah hendak mengajaknya pulang, Abdullah jatuh
sakit.

" Rasanya, aku takkan kuat menempuh perjalanan pulang," kata Abdullah kepada kawan-
kawannya.

" Kalian berangkatlah dan sampaikan pesan kepada ayahku bahwa aku jatuh sakit."

Kawan-kawannya mengangguk,

" Akan kami sampaikan pesanmu. Baik-baiklah engkau di sini."

Kafilah Mekah pun beranjak pulang.


Ketika tiba di rumah, mereka menyampaikan pesan Abdullah kepada Abdul Muthalib.

" Harits ! " panggil Abdul Muthalib kepada putra sulungnya.

" Pergilah ke Yatsrib. Lihatlah keadaan adikmu. Jika sudah sembuh, jemputlah ia pulang "

Harits pun segera berangkat.

Ketika tiba di rumah paman-pamannya di Yatsrib, yang ditemuinya adalah wajah-wajah


duka.
" Abdullah telah meninggal," kata mereka kepadanya,

" Mari, kami antar engkau ke pusaranya."

Harits pun menyampaikan berita sedih itu ke Mekah.

Melelehlah air mata di pipi Abdul Muthalib.

Namun, kesedihan yang paling berat dirasakan oleh Aminah.

Apalagi di saat itu ia tengah menantikan kelahiran bayinya.

" Selamat jalan, Kanda," isak Aminah,

" Hilanglah seluruh kebahagiaan hidupku bersamamu. Kini, tinggallah aku yang hidup untuk
membesarkan bayi kita."

Tidak lama lagi, bayi Aminah akan lahir.

Bayi yang kelak ditakdirkan Allah menjadi orang besar yang mengubah jalannya sejarah
dunia.
Peninggalan Abdullah
Saat meninggal, Abdullah meninggalkan lima ekor unta, sekelompok ternak kambing, dan
seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman yang kelak menjadi pengasuh Rasulullah.

Nama aslinya adalah Barokah.


Ia berasal dari Habasyah.

Bersambung

Wallahua'lam
[ 10. KELAHIRAN MUHAMMAD ]
KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬
Bagian 10

Kelahiran Muhammad ‫ﷺ‬

Pada hari Senin pagi tanggal 12 Rabiul Awwal pada tahun yang sama dengan penyerbuan
Abrahah (tahun gajah), Aminah melahirkan seorang bayi laki-laki. Saat itu bertepatan
dengan bulan Agustus tahun 570 Masehi. (Sebagian pendapat mengatakan bahwa Aminah
melahirkan pada tanggal 20 atau 21 April tahun 571 Masehi).

Aminah mengutus seseorang sambil berkata, "Pergilah kepada Abdul Muthalib dan katakan,
'Sesungguhnya telah lahir bayi untukmu. Oleh karena itu, datang dan lihatlah '."

Abdul Muthalib bergegas datang. Ketika mengambil bayi itu dari pelukan Aminah, dadanya
bergemuruh dipenuhi rasa sayang.

"Kehadiranmu mengingatkan aku kepada ayahmu. Sungguh, di hatiku kini dirimu hadir
sebagai pengganti Abdullah."

Dengan penuh rasa syukur, orangtua itu menggendong cucunya berthawaf, mengelilingi
Ka'bah. Kali ini tidak kepada berhala, tetapi kepada Allah. Abdul Muthalib berdoa dan
bersyukur.

"Aku memberimu nama Muhammad," kata Abdul Muthalib.

Muhammad berarti terpuji, sebuah nama yang tidak umum di kalangan masyarakat Arab,
tetapi cukup dikenal.

Kemudian, ia memerintahkan orang untuk menyembelih unta dan mengundang makan


masyarakat Quraisy.

"Siapa nama putra Abdullah, cucumu itu?" tanya seseorang kepada Abdul Muthalib.

"Muhammad."

"Mengapa tidak engkau beri nama dengan nama nenek moyang kita?"
"Kuinginkan ia menjadi orang yang terpuji, bagi Tuhan di langit dan bagi makhluk-Nya di
bumi," jawab Abdul Muthalib.

Cahaya Aminah

Ketika Aminah mengandung Nabi Muhammad, ia melihat seberkas sinar keluar dari
perutnya dan dengan sinar tersebut ia melihat istana-istana Busra di Syam.

Saat itu di kalangan bangsawan Arab sudah berlaku tradisi yang baik, yakni mereka mencari
wanita-wanita desa yang bisa menyusui anak-anaknya.

Anak-anak disusukan di pedalaman agar terhindar dari penyakit, memiliki tubuh yang kuat
dan agar dapat belajar bahasa Arab yang murni di daerah pedesaan.

Tidak lama kemudian ke Mekah datanglah serombongan wanita dari kabilah bani Sa'ad
mencari bayi untuk disusui. Di antara mereka ada seorang ibu bernama Halimah binti Abu
Dzu'aib.

"Suamiku," Panggil Halimah "tahun ini sungguh tahun kering tak ada tersisa sedikit pun hasil
panen di kampung halaman kita. Lihat unta tua kita tidak lagi menghasilkan susu sehingga
anak-anak menangis pada malam hari karena lapar."

"Semoga kita mendapat bayi seorang bangsawan kaya yang dapat memberi kita upah yang
layak untuk menanggulangi kesengsaraan ini," jawab sang suami.

Namun harapan mereka tak terkabul, hampir semua bayi bangsawan kaya telah diambil
oleh teman-teman serombongan mereka. Hanya ada satu bayi dalam gendongan ibunya
yang mereka temui.

"Namanya Muhammad" kata Aminah kepada pasangan tersebut "ia anak yatim tinggal aku
dan kakeknya yang merawatnya." Halimah dan suaminya, Al-Harits bin Abdul Uzza saling
berpandangan.

Mereka enggan menerima anak yatim karena tidak ada Ayah yang dapat memberi mereka
upah yang layak. Pasangan tersebut menggeleng dan pergi mencari bayi lain, Aminah
memandangi bayi dalam dekapannya dengan sendu. Setiap wanita Bani Saad yang
mendapat tawaran untuk menyusui Muhammad, selalu menolaknya karena anak yatim.
Tsuwaibah

Sebelum kedatangan para wanita Bani sa'ad, Muhammad disusui Tsuwaibah budak
perempuan Abu Lahab.
Hanya beberapa hari Muhammad disusui oleh Tsuwaibah.

Akan tetapi, di kemudian hari, di sepanjang hidupnya Muhammad selalu memperlakukan


Tsuwaibah dengan baik.

Bersambung

[ 11. HALIMAH ]
KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 11
Halimah

Ketika Halimah dan Harits kembali ke rombongan, mereka melihat semua kawan mereka
telah mendapatkan bayi untuk dibawa pulang dan disusui.

Melihat itu, Halimah berkata kepada suaminya,


"Demi Allah, aku tak ingin mereka melihatku pulang tanpa membawa bayi. Demi Allah, aku
akan pergi kepada anak yatim itu dan mengambilnya."

"Tidak salah kalau engkau mau melakukannya. Semoga Allah memberi kita keberkahan
melalui anak yatim tersebut."

Akhirnya Halimah dan suaminya kembali menemui Aminah dan membawa Muhammad ke
dusun mereka. Aminah melepas bayinya itu dengan perasaan lega bercampur sedih. Lega
karena akhirnya ada yang mengasuh Muhammad, sedih karena harus berpisah dengannya
selama dua tahun ke depan.

"Pergilah, Nak. Ibu menunggumu di sini," bisik Aminah dengan pipi yang hangat dialiri air
mata.

Tatkala menggendong Muhammad, Halimah keheranan, "Aku tidak merasa repot


membawanya, seakan-akan tidak bertambah beban."

Kemudian, Halimah menyusui Muhammad.

"Lihat, bayi ini menyusu dengan lahap," kata Halimah kepada suaminya.

Setelah menyusui Muhammad, Halimah menyusui bayinya sendiri. Bayi itu juga menyusu
dengan lahap. Setelah itu, Muhammad dan bayi Halimah tertidur dengan lelap.

"Anak kita tidur dengan lelap," bisik Halimah kepada suaminya, "padahal, sebelumnya kita
hampir tidak bisa tidur karena ia rewel terus sepanjang malam."

Malam itu, keduanya bertambah heran karena unta tua mereka ternyata kini menghasilkan
susu.
"Engkau tahu, Halimah. Sebelum ini unta tua kita tidak menghasilkan susu setetes pun,"
gumam Harits.

Suami istri itu meminum air susu unta sampai kenyang.

"Malam ini benar-benar malam yang indah, " kata Halimah kepada Harits, "bayi kita tertidur
lelap dan kita pun bisa beristirahat dengan perut kenyang."

"Demi Allah, tahukah engkau Halimah, engkau telah mengambil anak yang penuh berkah."

"Demi Allah, aku pun berharap demikian."

Kebanggaan Rasulullah

Lingkungan di Bani Sa'ad benar-benar sangat murni. Kelak Rasulullah pun dapat berkata
dengan bangga, "Aku adalah keturunan Arab yang paling tulen. Sebab aku anak suku
Quraisy yang menyusui di Bani Sa'ad bin Bakr."

Keberkahan

Keberkahan yang dibawa Muhammad kecil tidak berhenti sampai di situ.


Ketika dalam perjalanan kembali ke dusun Bani Sa'ad, terjadi hal yang mengherankan.

"Suamiku, tidakkah engkau melihat hal yang aneh pada keledai tungganganku?" tanya
Halimah.

"Saat kita pergi, keledai ini berjalan pelan sekali," Harits menanggapi, "tetapi, kini ia dapat
berjalan cepat seolah tak kenal lelah. Padahal, beban yang dibawanya cukup berat."

Keledai itu berjalan cukup cepat sehingga bisa menyusul dan melewati rombongan wanita
Bani Sa'ad lainnya yang telah berjalan lebih dulu.

"Halimah putri Abu Dhu'aibi!" panggil para wanita itu keheranan, "tunggulah kami!
Bukankah ini keledai yang engkau tunggangi saat kita pergi?"
"Demi Allah, begitulah," balas Halimah, "ini memang keledaiku yang dulu."

"Demi Allah, keledaimu itu kini bertambah perkasa!"

Ketika tiba di rumah, Halimah dan Harits tambah terkejut.

"Sepetak tanah kita!" bisik Halimah tak percaya.

"Sepetak tanah kita ini jadi begitu hijau dan subur! Padahal, saat kita berangkat, tak ada
sepetak tanah pun yang lebih gersang dari ini!"

"Domba-domba juga!" seru Harits, "domba domba kita jadi gemuk dan susunya penuh. Kini
kita dapat memerah dan meminum susu mereka setiap hari."

Begitulah keberkahan yang mereka terima selama mengasuh Muhammad. Namun, dua
tahun pun berlalu, kini tiba saatnya mengembalikan Muhammad kepada ibunya.

Bersambung

[ 12. MUHAMMAD KEMBALI KE DUSUN ]


KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 12
Muhammad Kembali Ke Dusun

Halimah dan suaminya mengembalikan Muhammad kepada Aminah. Alangkah bahagianya


Aminah bertemu lagi dengan putra tunggalnya itu.

"Lihat! Kini engkau tumbuh menjadi anak yang tegap dan sehat!" ujar Aminah.

Aminah memandang Halimah dan suaminya dengan mata berbinar-binar penuh rasa
terimakasih," Kalian telah merawat Muhammad dengan baik, bagaimana aku harus
berterimakasih?"

Halimah dan suaminya berpandangan dengan gelisah. Sebenarnya mereka merasa berat
berpisah dengan Muhammad. Mereka amat menyayangi anak itu. Selain itu, sejak
Muhammad datang, kehidupan mereka dipenuhi keberkahan.

"Kami cuma berharap andaikan saja engkau sudi membiarkan anak ini tetap bersama kami
hingga menjadi besar. Sebab, aku khawatir ia terserang penyakit menular yang kudengar
kini sedang mewabah di Mekah," pinta Halimah.

Aminah menyadari bahwa yang mereka pinta dan katakan ada benarnya, tetapi hatinya
bimbang karena hampir tak sanggup berpisah lagi dengan putranya. Ketika, Abdul Muthalib
datang. Bangga sekali ia melihat pertumbuhan cucunya yang begitu bagus di daerah
pedalaman, maka ia berkata:

"Aku ingin Muhammad kembali ke Dusun Bani Sa'ad sampai ia berusia lima tahun," kata
Abdul Muthalib, "agar ia di situ belajar berkata-kata dan telinganya terbiasa mendengarkan
bahasa Arab yang murni dengan fasih pula."

Aminah mengerti bahwa ia harus kembali melepas Muhammad demi masa depan putranya
sendiri.

"Beri aku waktu beberapa hari bersama putraku, setelah itu bolehlah kalian membawanya
kembali," kata Aminah.

Akhirnya, Muhammad pun dibawa kembali ke dusun Bani Sa'ad. Namun, di sana ia
mengalami sebuah peristiwa yang sangat mengguncangkan.
َ ‫اَللَّهُ َّم‬
ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل ُم َح َّمد‬

 Pembelahan Dada

Peristiwa itu terjadi tidak lama setelah keluarga Halimah kembali ke pedalaman. Saat itu
umur Muhammad belum lagi genap tiga tahun.
Hari itu, Muhammad kecil ikut menggembalakan kambing bersama saudara-saudaranya.
Tiba-tiba salah seorang putra Halimah datang berlari-lari sambil menangis.

"Ada apa?" Tanya Halimah dan suaminya panik.

"Saudaraku yang dari Quraisy itu! Dia diambil oleh seorang laki-laki berbaju putih. Dia
dibaringkan. Perutnya dibelah sambil dibalik-balikkan!"

Halimah dan Harits segera berlari mencari Muhammad. Mereka menemukan anak itu
sedang sendiri. Wajah Muhammad pucat pasi. Halimah dan suaminya memperhatikan
wajah Muhammad baik-baik.

"Apa yang terjadi padamu, Nak?" tanya mereka.

"Aku didatangi oleh seorang laki-laki berpakaian putih. Aku dibaringkan lalu perutku
dibedah. Mereka mencari sesuatu di dalamnya. Aku tak tahu apa yang mereka cari."

Tanpa bertanya lagi Halimah segera membawa Muhammad pulang. Hatinya dipenuhi
kecemasan.

"Aku takut Muhammad didatangi dan digoda oleh jin" kata Halimah kepada suaminya.

"Lebih baik kita membawanya kembali ke Mekah," jawab Harits

[ 13. PERCAKAPAN DENGAN AMINAH ]


KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬
Bagian 13

َ ‫اَللَّهُ َّم‬
ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل ُم َح َّمد‬
Percakapan dengan Aminah
Karena kejadian itu, Halimah kembali ke Mekah dan menyerahkan Muhammad kepada
ibunya. Aminah menerima kedatangan mereka dengan rasa heran, Mengapa engkau
mengantarkanya kepadaku, wahai ibu susuan. Padahal sebelumnya engkau meminta ia
tinggal denganmu ? "
"Ya," jawab Halimah, "Allah telah membesarkan Muhammad. Aku sudah menyelesaikan apa
yang menjadi tugasku. Aku merasa takut karena ada banyak kejadian terjadi padanya. Jadi,
ia aku kembalikan kepadamu seperti yang engkau inginkan." " Sebenarnya, apa yang
terjadi ? " tanya Aminah, " Berkatalah dengan benar kepadaku." Halimah terdiam sejenak,
lalu bercerita dengan rasa berat, "Ada dua orang berbaju putih membawanya ke puncak
bukit. Mereka membelah dan mengeluarkan sesuatu dari dalam dadanya." Setelah berkata
demikian, Halimah mengangkat wajahnya memandang Aminah, tetapi ia terkejut melihat
wajah Aminah demikian tenang
" Apakah engkau takut setanlah yang mengganggunya ? " tanya Aminah.
Halimah mengangguk,
" Itulah sebenarnya yang membuatku khawatir sehingga cepat-cepat mengembalikannya
kepadamu."
Aminah menarik napas.
"Demi Allah," katanya,
"Setan tidak akan mendapatkan jalan untuk masuk ke dalam jiwa Muhammad.
Sesungguhnya, anakku akan menjadi orang besar di kemudian hari.
Ketika aku mengandungnya, aku melihat sinar keluar dari perutku.
Dengan sinar tersebut aku bisa melihat istana-istana Busra di Syam menjadi terang-
benderang.
Demi Allah, aku belum pernah melihat orang mengandung yang lebih ringan dan lebih
mudah seperti yang kurasakan.
Ketika aku melahirkannya, ia meletakkan tangannya di tanah dan kepalanya menghadap ke
langit."
Halimah mendengar semua itu dengan takjub.
Aminah menyentuh tangan Halimah dan berkata lembut,
" Biarkan ia bersamamu dan pulanglah dengan tenang."
Muhammad kecil pun kembali dibawa pulang.
Namun, lagi-lagi terjadi sebuah peristiwa yang akhirnya membuat Halimah benar-benar
kawatir dan mengembalikan Muhammad kepada ibunya

َ ‫اَللَّهُ َّم‬
ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل ُم َح َّمد‬
Orang-Orang Habasyah
"Kak, tunggu ! " seru Muhammad sambil berlari menuruni bukit.
Saat itu, usia Muhammad sudah 5 tahun.
Ia sedang berlari mengejar saudara-saudaranya, yaitu anak-anak Halimah.
Mereka sedang menggembala kambing.
"Ayo Muhammad kejar kami kalau bisa ! " ujar Syaima, anak perempuan sulung Halimah
sambil tertawa.
Anak-anak itu terus bermain.
Diam-diam, ada beberapa orang Nasrani dari Habasyah sedang memerhatikan mereka.
Lihat, Kak !
Itu Ibu datang ! " seru Muhammad.
Anak-anak menoleh. Mereka memekik senang melihat Halimah datang menjemput.
Namun, wajah Halimah tampak khawatir. Ia mencurigai beberapa bayangan yang sedang
mengintai sambil berbisik-bisik di kejauhan.
Hatinya makin berdebar ketika orang-orang Habasyah itu datang mendekat. Tanpa
memedulikan dirinya, mereka langsung mendekati Muhammad. "Paman mau apa ?" tanya
Muhammad. "Berbaliklah, Nak Kami ingin melihat punggungmu.
Perintah salah seorang dari mereka. Muhammad membalikkan badan, lalu orang-orang
Habasyah itu saling pandang dengan wajah terkejut. Tanpa berkata apa-apa lagi, mereka
berbalik ke tempat semula dan kembali berunding berbisik-bisik.
" Kalian bermainlah lagi, Ibu akan mencari tahu apa yang mereka bicarakan ! " kata Halimah
kepada Muhammad dan saudara-saudaranya.
Diam-diam, Halimah mendekati tempat orang-orang Habasyah itu berada dan terkejut
mendengar apa yang mereka katakan,
"Kita harus merampas anak ini dan membawanya kepada raja di negeri kita. KIta telah
mengetahui seluk beluk tentang dia ! Ada tanda di punggungnya yang meramalkan anak ini
kelak akan menjadi orang besar." Diam-diam, Halimah menjauh, " Aku harus melarikan
Muhammad dari
dari mereka sekarang juga ! "
Tanda-Tanda Rasul Terakhir pada Injil. Orang-orang Nasrani Habasyah itu tahu bahwa
seorang Rasul terakhir akan dibangkitkan dan mereka diperintahkan mengikutinya seperti
yang tertera pada Injil di bagian Kitab Ulangan (18): 15-22,
"Bahwa seorang Nabi di antara kamu, dari antara segala saudaramu dan yang seperti aku
ini, yaitu akan dibangkitkan oleh Tuhan Allah-mu bagi kamu, maka dia haruslah kamu
dengar."

َ ‫اَللَّهُ َّم‬
ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل ُم َح َّمد‬
Muhammad Menghilang
Halimah cepat-cepat mengajak Muhammad pergi, namun dari kejauhan orang-orang
Habasyah itu terlihat bergegas mengikuti mereka. Untunglah Halimah mengenal daerah itu
dengan baik, sehingga mereka bisa melepaskan diri dari kejaran orang-orang Habasyah
walaupun dengan susah payah. Tidak berapa lama kemudian, Halimah berkemas
menyiapkan Muhammad untuk segera kembali ke Mekah. Sedih sekali Muhammad harus
berpisah dengan saudara-saudaranya. Syaima, Unaisah, dan Abdullah. " Muhammad, jangan
lupakan kami ya ?" pinta Syaima dengan mata berkaca-kaca. Muhammad mengangguk
sambil memeluk mereka satu persatu. Kemudian, berangkatlah Muhammad meninggalkan
dusun Bani Sa'ad dengan semua kenangan indah yang tidak akan pernah hilang dari
benaknya seumur hidup. Halimah mengelus kepala Muhammad penuh sayang,
Bergembiralah, Muhammad. Engkau akan berjumpa dengan ibu dan kakekmu." Mekah pada
malam hari sangat ramai ketika mereka tiba. Saat melalui kerumunan orang itulah,
Muhammad terpisah dan hilang. Halimah kebingungan. Ia takut orang-orang Habasyah itu
diam-diam masih mengikuti mereka dan mengambil kesempatan ini untuk menculik
Muhammad. Sambil menangis, Halimah mendatangi Abdul Muthalib, Sungguh, pada malam
ini, aku datang dengan Muhammad, namun ketika aku melewati Mekah Atas, ia menghilang
dariku. Demi Allah, aku tidak tahu di mana kini ia berada." Setelah memerintahkan orang
untuk mencari, Abdul Muthalib berdiri di samping Ka'bah, lalu berdoa kepada Allah agar Dia
mengembalikan Muhammad kepadanya.

َ ‫اَللَّهُ َّم‬
ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل ُم َح َّمد‬
Bersambung

[ 14. BERTEMU KAKEK DAN IBUNDA ]


KISAH RASULULLAH
*Bagian 14

َ ‫اَللَّهُ َّم‬
ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل ُم َح َّمد‬
Bertemu Kakek dan Ibunda
Tidak lama kemudian, datanglah seseorang bernama Waraqah bin Naufal dan seorang
temannya dari Quraisy.
Keduanya menyerahkan Muhammad kepada Abdul Muthalib,
"Ini anakmu, kami menemukannya di Mekah Atas." Alangkah lega dan gembiranya Abdul
Muthalib._
" Cucuku ! " katanya sambil mendekap Muhammad.
Abdul Muthalib memperhatikan cucunyadengan wajah berseri-seri,
" Apakah kamu mau kakek ajak menunggangi unta yang hebat ? "
" Mau. Tetapi, mana untanya kek ? "Sambil tertawa, orang tua itu mengangkat Muhammad
dan mendudukkannya di atas bahu.
" Kau kini telah menduduki untanya, Nak ! Ha....ha....ha...."
Wah, unta hebatnya kok sudah tua ya Kek ? "Biar tua, tapi ini unta yang hebat, cucuku !
Lihat unta ini mampu mengajakmu berthawaf mengelilingi Ka'bah."_
_Abdul Muthalib membawa Muhammad berthawaf di Kabah.
_Setelah itu ia memintakan perlindungan Tuhan untuk cucunya itu dan mendoakannya.
"Mari kita menemui ibumu sekarang," ajak Abdul Muthalib.
Alangkah senangnya anak dan ibu itu ketika mereka saling bertemu.
_Walaupun demikian, tersisip kesedihan di hati Muhammad ketika ia melepas Halimah As
Sa'diyah, ibu susu yang selama ini telah merawatnya dengan limpahan kasih yang demikian
besar.
" Selamat tinggal Muhammad.
Jadilah orang besar seperti yang pernah dikatakan ibumu," kata Halimah sambil beranjak
pergi.
Sampai dewasa,Muhammad tidak pernah memutuskan tali silaturahim dengan ibu susunya
itu.
Gembala Kambing
Mulai dari hidupnya di Bani Sa'ad sampai masa kecilnya di Mekah, hidup Nabi Muhammad
dilalui sebagai seorang gembala._
Waraqah bin Naufal
Waraqah bin Naufal adalah paman Khodijah  (kelak menjadi istri Muhammad).
Waraqah bin Naufal tidak menyukai berhala.
_Ia tetap mengikuti ajaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, menjadi hamba Allah yang setia.
Ia tidak meminum minuman keras dan tidak berjudi. Ia bermurah hati terhadap orang orang
miskin yang membutuhkan pertolongannya_
Di Bawah Asuhan Kakek
Sejak itu, Abdul Muthalib bertindak sebagai pengasuh cucunya. Ia mengasuh Muhammad
dengan sungguh-sungguh dan mencurahkan segala kasih sayangnya. Abdul Muthalib adalah
pemimpin seluruh Quraisy dan seluruh Mekah.
_Untuk dia, diletakkan hamparan khusus tempatnya duduk di bawah naungan Ka'bah.Anak-
anak beliau, paman-paman Muhammad, tidak ada yang berani duduk di tempat itu. Mereka
duduk di sekeliling hamparan itu sebagai penghormatan kepada ayah mereka. Suatu saat,
Muhammad kecil yang montok itu duduk di atas hamparan tersebut.
Serentak paman-paman beliau langsung memegang dan menahan Muhammad agar tidak
duduk di atas hamparan.
_Namun, ketika Abdul Muthalib datang dan melihat kejadian tersebut, berkata :
" Biarkan anakku itu," katanya,
Demi Allah,sesungguhnya dia
akan memiliki kedudukan yang agung."
Kemudian, Abdul Muthalib duduk di atas hamparan tersebut sambil memangku
Muhammad._
Dielus-elusnya punggung Muhammad penuh sayang.
Abdul Muthalib bergembira dengan apa yang dilakukan cucunya itu._
Lebih-lebih lagi, kecintaan kakek kepada cucunya itu timbul ketika Aminah kemudian berniat
membawa Muhammad ke Yatsrib untuk diperkenalkan kepada saudara-saudara ibunya dari
keluarga Najjar.
Perjalanan ini juga bertujuan menengok makam Abdullah, ayah Muhammad.
Sudah lama Aminah memendam keinginan untuk menengokmakam suami tercintanya
itu.Kini, ia akan berangkat dengan ditemani putranya seorang.
Aminah Wafat
Dalam perjalanan itu, Aminah membawa Ummu Aiman, budak perempuan peninggalan
Abdullah.
Sesampainya di Yatsrib, mereka disambut oleh saudara-saudara Aminah.
Kepada Muhammad diperlihatkan rumah tempat ayahnya meninggal duluserta tempat ia
dikuburkan.Itu adalah saat pertama Muhammad benar-benar merasa dirinya sebagai anak
yatim.Apalagi ia mendengar ibunya bercerita panjang lebar tentang sang ayah tercinta yang
setelah beberapa waktu tinggal bersama-sama, kemudian meninggal dunia. Di kemudian
hari, setelah hijrah, pernah juga Rasulullah SAWmenceritakan kepada sahabat-sahabatnya
tentang kisah perjalanan masa kecil beliau ke Yatsrib yang saat itu telah berubah nama
menjadi Madinah._
Beliau amat terkenang dengan perjalanan bersama ibunya itu, kisah perjalanan penuh cinta
pada Madinah, kisah penuh duka pada orang yang ditinggalkan keluarganya.
Sesudah cukup sebulan tinggal di Madinah,merekapun bersiap pulang.
Mereka berjalan dengan menggunakan dua ekor unta yang mereka bawa dari Mekah.
Akan tetapi, di tengah perjalanan, di sebuah tempat bernama Abwa*), Aminah menderita
sakit hingga kemudian meninggal di tempat itu.
Ibu ! Ibu ! " panggil Muhammad kepada ibunya yang sudah wafat._
Dalam pelukan Ummu Aiman, dengan air mata meleleh, Muhammad menyaksikan tubuh
ibunya dikuburkan di tempat itu.
Pada usia enam tahun.
Muhammad SAW telah menjadi seorang anak yatim piatu‫ا ُم َح َّمد‬
Abwa
Abwa adalah sebuah dusun yang terletak di antara Madinah dengan Juhfa.jaraknya 37km
dari Madinah
Bersambung

[ 15. ABDUL MUTHALIB WAFAT ]


KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬
Bagian 15

َ ‫اَللَّهُ َّم‬
ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل ُم َح َّمد‬
Abdul Muthalib Wafat
Muhammad dibawa pulang oleh Ummu Aiman.
Ia pulang sambil menangis hatinya pilu karena kini sebatang kara. Muhammad makin
merasa kehilangan. Ia menjalani takdir sebagai seorang anak yatim-piatu.
Terasa olehnya hidup yang makin sunyi dan semakin sedih.
Baru beberapa hari yang lalu, ia mendengar dari ibunya cerita keluhan duka kehilangan
ayahandanya semasa ia dalam kandungan.
Kini, ia melihat sendiri di hadapannya, ibunya pergi untuk tidak kembali lagi, sebagaimana
ayahnya dulu.
Muhammad yang masih kecil itu kini memikul beban hidup yang berat,sebagai seorang
yatim piatu. Ketika tiba di Mekah, Abdul Muthalib menyambut kedatangan cucunya itu
dengan rasa iba yang dalam. Kecintaan Abdul Muthalib pun semakin bertambah kepada
Muhammad. Rasa duka Muhammad mungkin agak ringan apabila kakeknya, Abdul
Muthalib, dapat hidup lebih lama lagi._ Namun, Allah ‫ سبحانه و تعال‬sudah menentukan lain._
Pada usia 80 tahun,sang kakek pun meninggal dunia.
Saat itu, Muhammad berusia delapan tahun.
Ia mengiringi jenazah kakeknya ke kubur sambil berlinangan air mata.
Kenangan sedih sebagai anak yatim-piatu membekas begitu dalam pada diri Rasulullah,
sehingga di dalam Al Quran pun disebutkan ketika Allah mengingatkan Rasulullah
‫ ﷺ‬akan nikmat yang dianugerahkan kepadanya di tengah kesedihan itu,
َ ‫أَلَ ْم يَ ِج ْد‬
‫ك يَتِي ًما فَآ َو ٰى‬
Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu ?
Surah Ad-Duha (93:6)
‫ضااًّل فَهَد َٰى‬
َ ‫ك‬
َ ‫َو َو َج َد‬
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.
Surah Ad-Duha (93:7)
Keluarga Umayyah
Kematian Abdul Muthalib merupakan pukulan yang berat bagi keluarga Hasyim.
Tidak ada anak-anak Abdul Muthalib yang memiliki keteguhan hati, kewibawaan, pandangan
tajam, terhormat, dan berpengaruh di kalangan Arab seperti dirinya.
Kemudian keluarga Umayyah tampil ke depan mengambil tampuk pimpinan yang memang
sejak dulu mereka idam-idamkan, tanpa menghiraukan ancaman yang datangdari
keluargaHasyim._

َ ‫اَللَّهُ َّم‬
ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل ُم َح َّمد‬
Diasuh Abu Thalib
Sebelum wafat, Abdul Muthalib menunjuk salah seorang anaknya untuk mengasuh
Muhammad.
Ia tidak menunjuk Abbas
yang kaya namun agak kikir.
Ia juga tidak menunjuk Harist, putranya yang tertua karena Harist adalah orang yang tidak
mampu.
Abdul Muthalib menunjuk Abu Thalib untuk mengasuh Muhammad karena sekalipun
miskin, Abu Thalib memiliki perasaan yang halus dan paling terhormat di kalangan Quraisy.
Abu Thalib juga amat menyayangi kemenakannya itu._
Budi pekerti Muhammad yang luhur, cerdas, berbakti, dan baik hati, sangat menyenangkan
Abu Thalib.
Ia bahkan lebih mendahulukan kepentingan Muhammad daripada anak-anaknya sendiri.
Begitu pun sebaliknya, Muhammad amat mencintai pamannya. Ia tahu pamannya memiliki
banyak anak kecil dan hidup dalam kemiskinan._
Namun demikian, pamannya tidak pernah berhutang kepada orang lain.
Abu Thalib lebih suka bekerja keras memeras keringat untuk menafkahi keluarganya.
Karena itulah, tanpa ragu, Muhammad ikut bekerja seperti anak-anak Abu Thalib yang lain.
Ia ikut membantu pekerjaan keluarga Abu Thalib, menggembalakan kambing, dan mencari
rumput. Abu Thalib merasa bahwa Muhammad kelak akan menjadi orang yang bersih
hatinya dan dijauhkan dari dosa. Ia yakin, jika mengajak Muhammad berdoa, Tuhan akan
mengabulkan permohonannya. Seperti yang dilakukannya ketika orang-orang Quraisy
berseru
"Wahai Abu Thalib, lembah sedang kekeringan dan kemiskinan melanda. Marilah berdoa
meminta hujan". Maka, Abu Thalib keluar bersama Muhammad. Ia menempelkan punggung
Muhammad ke dinding Ka'bah dan berdoa. Kemudian, mendung pun datang dari segala
penjuru, lalu menurunkan hujan yang sangat deras hingga tanah di lembah-lembah dan di
ladang menjadi gembur.
Bersambung

[ 16. MENGIKUTI PAMAN ]


KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬
* Bagian 16*
Mengikut Paman
Hati Muhammad ‫ ﷺ‬yang masih kecil merasa pengap dengan kehidupan di
Mekah. Setiap hari, dilihatnya anak-anak fakir miskin seusianya bekerja bersama-sama
dengan bertelanjang tanpa rasa malu. Muhammad ‫ ﷺ‬juga melihat setiap
malam pintu rumah orang-orang kaya tertutup rapat. Di dalam, mereka berpesta pora,
menyaksikan para penari, dan bermabuk-mabukan sampai pagi sambil dijaga oleh para
budak. Padahal, di tempat lain, ia melihat orang-orang berjuang mencari rezeki antara hidup
dan mati. Muhammad ‫ ﷺ‬sering sekali melintas di depan gubuk-gubuk reyot
dan rumah-rumah kumuh. Pintu-pintu mereka juga tertutup rapat, tetapi di dalamnya
tinggal orang-orang yang hidup menderita. Orang-orang itu jika tidak memiki bahan
makanan, besok atau lusa terpaksa menggadaikan anak gadis, istri atau ibunya untuk
dikumpulkan menjadi budak para saudagar demi melepaskan diri dari lilitan hutang. Di
depan gubuk-gubuk itu, Muhammad ‫ ﷺ‬melihat para pemuda berkumpul.
Pikiran mereka dipenuhi impian tentang datangnya mukjizat yang akan mampu
membebaskan Mekah dari kebiadaban. Para pemuda itu berkumpul mengelilingi seorang
laki-laki yang bercerita tentang legenda-legenda indah orang-orang terdahulu yang berjuang
melawan raja yang sewenang-wenang. Suatu saat, pada usia Muhammad 12 ‫ﷺ‬
tahun, Abu Thalib berniat pergi berdagang ke Syam untuk mencari nafkah. "Ajaklah aku,
Paman!" pinta Muhammad ‫ﷺ‬. "Tetapi, perjalanan padang pasir begitu sulit dan
jauh! Aku tidak tega mengajak anak sekecilmu menempuh kesulitan sedemikian berat!".
Saat itu, hanya Abu Thalib tempat Muhammad ‫ ﷺ‬berlindung. Ia merasa amat
kesepian jika harus menghadapi kehidupan Mekah seorang diri, tanpa ada paman di
sampingnya. "Kepada siapakah Paman akan meninggalkan aku seorang diri apabila Paman
pergi nanti?" tanya Muhammad ‫ ﷺ‬begitu mengiba. Abu Thalib sangat terharu,
"Demi Allah, aku pasti membawanya pergi. Ia tidak boleh berpisah denganku dan aku tidak
boleh berpisah dengannya selama-lamanya."
Lihb Si Peramal
Orang-orang Quraisy sering mendatangi Lihb dengan membawa anak-anaknya untuk
diramal. Suatu hari, Lihb melihat Muhammad ‫ﷺ‬. "Kemarilah, hai anak muda!"
serunya. Namun, Abu Thalib segera menyembunyikan Muhammad ‫ ﷺ‬dan
membawanya pergi hingga Lihb berteriak-teriak, "Celakalah kalian, bawa ke sini anak muda
yang aku lihat tadi! Demi Allah, anak ini akan menjadi orang besar di kemudian hari!" ‫اَللَّهُ َّم‬
ِ ‫ص ِّل َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد‬ َ
Jamuan Buhaira
Berangkatlah rombongan kafilah Quraisy menuju ke Syam Ketika tiba di Busra, mereka
melewati rumah ibadah seorang pendeta Nasrani bernama Buhaira. Ia adalah pendeta yang
pandai. Di rumah ibadahnya, selalu ada pendeta dan umat Nasrani yang menuntut ilmu
kepada Buhaira. Biasanya, Buhaira tidak pernah menggubris rombongan Quraisy yang setiap
tahun melintas di tempat itu. Namun, kali ini ada yang berubah pada diri Buhaira. Ketika
rombongan Quraisy, termasuk Abu Thalib dan Muhammad ‫ﷺ‬, singgah di dekat
rumah ibadahnya, Buhaira memerintahkan para pembantunya untuk membuat masakan
yang banyak. Buhaira berbuat begitu karena dari jendela rumah ibadahnya, ia melihat hal
yang aneh pada rombongan Quraisy. Ada awan kecil yang bergerak pelan mengikuti ke
mana pun kafilah pergi. Ada sesuatu atau seorang di dalam kafilah yang dilindungi awan itu
dari terik matahari. Buhaira bergegas mendatangi kafilah yang tengah beristirahat di bawah
pepohonan rindang dan berkata. "Hai orang-orang Quraisy, sungguh aku telah membuat
makanan untuk kalian. Aku ingin kalian semua, anak kecil, orang dewasa, budak, dan orang
merdeka, singgah di rumahku" Salah seorang Quraisy bertanya, "Demi Allah, hai Buhaira,
alangkah istimewanya apa yang engkau perbuat kepada kami hari ini. Padahal, kami sering
melewati tempat mu ini. Apa yang sebenarnya terjadi padamu?" "Engkau benar," jawab
Buhaira, "dulu aku memang seperti yang engkau katakan. Namun, kalian, semuanya, adalah
tamuku kali ini dan aku ingin menjamu kalian. Aku telah membuat makanan dan kalian
semuanya harus ikut makan." Dengan senang hati, rombongan Quraisy pun masuk ke rumah
Buhaira untuk memenuhi undangannya. Hanya saja, Muhammad ‫ ﷺ‬tidak ikut
karena ia masih kecil. Ia ditugaskan menjaga perbekalan kafilah. 1) Negeri Syam Abu Thalib
berangkat tahun 582 Masehi ke negeri Syam. Syam saat itu adalah sebuah negeri yang
wilayahnya (sekarang) meliputi Syria, Yordania, dan Palestina. Syam berada di bawah
pemerintahan Romawi Timur
Bersambung

[ 17. PERCAKAPAN BUHAIRA ]


KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬
Bagian 17
Percakapan Buhaira
Akan tetapi, segera saja Buhaira merasakan ada sesuatu yang kurang dari rombongan
Quraisy itu. Maka, ia kembali mengulangi permintaannya, "Hai Orang-orang Quraisy, jangan
sampai ada yang tidak makan makananku ini." Salah seorang Quraisy berkata, "Hai Buhaira,
tidak ada seorang pun tertinggal yang layak datang kepadamu, kecuali anak muda yang
paling kecil di antara kami. Ia berada di tempat perbekalan rombongan." Buhaira
menggeleng-geleng kepala, "Kalian jangan seperti itu. Panggil dia untuk makan bersama
kalian!." Orang-orang Quraisy merasa malu. Salah seorang dari mereka bahkan berkata,
"Demi Lata dan Uzza, adalah aib dari kami kalau putra Abdullah bin Abdul Muthalib tidak
ikut makan bersama kami." Setelah Muhammad dipanggil, Buhaira memeluknya dan
mendudukkannya bersama rombongan Quraisy yang lain. Sambil menyaksikan tamu-
tamunya makan, sebenarnya mata Buhaira tertuju kepada Muhammad dengan seksama.
Dari hasil pengamatannya itulah, Buhaira mengambil kesimpulan dalam hati, "Anak ini
mempunyai sifat-sifat kenabian." Jamuan selesai. Sambil mengucapkan terimakasih,
rombongan Quraisy pun membubarkan diri menuju tempat perkemahan mereka untuk
beristirahat. Namun, Buhaira tidak membiarkan Muhammad pergi. Diajaknya anak itu untuk
duduk dan bicara. "Hai anak muda," panggil Buhaira, "dengan menyebut nama Lata dan
Uzza, aku akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepadamu dan engkau harus
menjawabnya." Wajah Muhammad tampak berubah dan ia menjawab, "Jangan bertanya
tentang apa pun kepadaku sambil menyebut nama Lata dan Uzza. Demi Allah, tidak ada
yang sangat aku benci melainkan keduanya." Buhaira tersenyum dan mengulangi
permintaannya, "Baiklah, kalau begitu aku akan bertanya kepadamu dengan menyebut
nama Allah dan engkau harus menjawab pertanyaanku." Wajah Muhammad berubah cerah
َ ‫اَللَّهُ َّم‬
dan ia mengangguk, "Tanyakan kepadaku apa saja yang ingin engkau tanyakan." ‫ص ِّل َعلَى‬
ِ ‫ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل ُم َح َّمد‬
Saran Buhaira kepada Abu Thalib
Buhaira menanyakan banyak sekali hal kepada Muhammad, tentang tidur Muhammad,
tentang postur tubuh Muhammad, dan banyak lagi hal lainnya. Muhammad menjawab
semua itu dan semua jawaban itu sesuai benar dengan perkiraan Buhaira. Kemudian,
Buhaira melihat punggung Muhammad dan mendapati tanda kenabian di antara kedua
bahu Muhammad. Tanda kenabian itu seperti bekas orang berbekam. Setelah itu, Buhaira
mendekati Abu Thalib dan bertanya kepada nya, ''apakah anak muda ini anakmu? '' ''Iya, dia
anakku." Jawab Abu Thalib Buhaira menggeleng. "Tidak, dia bukan anakmu. Anak muda ini
tidak pantas mempunyai ayah yang masih hidup" Abu Thalib agak tercengang, lalu dia pun
mengangguk. "Kau benar. Dia bukan anakku, dia anak saudaraku" Buhaira mengangguk-
angguk puas lalu bertanya lagi. "Apa yang dikerjakan ayahnya?" "Ayahnya telah meninggal
dunia ketika dia masih berada dalam kandungan ibunya " "Engkau benar" kata Buhaira
menghela nafas dalam-dalam. Kemudian, sambil berbisik, dia menyampaikan sebuah saran
dengan sangat sungguh-sungguh. "Sekarang, dengar saranku baik-baik. Bawa anak saudara
mu ini ke negeri asalmu sekarang juga! Jaga dia dari orang-orang Yahudi! Demi Allah, jika
mereka melihat padanya seperti apa yang aku lihat, mereka pasti akan membunuhnya.
sesungguhnya, akan terjadi sesuatu yang besar pada diri anak saudaramu ini. Karena itu,
segera bawa pulang dia ke negeri asalmu!" Abu Thalib tampak ketakutan dengan peringatan
itu. Dia yakin bahwa apa yang dikatakan Buhaira itu benar. Maka dari itu, segera setelah
urusan perdagangannya selesai, Abu Thalib segera membawa Muhammad pulang. Sesulit
apa pun beban hidupnya, Abu Thalib tidak pernah lagi pergi berdagang ke tempat jauh demi
melindungi keponakannya itu.
Bushra (kota di mana Buhaira tinggal)
Jalur yang dilewati kafilah Abu Thalib adalah jalan kafilah Barat yang menyusuri Laut Merah,
Madyan, Wadi Al Qurra, Hijir, dan Kota Bushra. Kota Bushra atau Bostra telah lama didirikan
Romawi sebagai ibu kota wilayah Hauran, untuk menahan serbuan Badui pedalaman. Di
kota ini, Romawi memusatkan pasukan dan mengumpulkan pajak dari para kafilah. Bagi
kafilah sendiri, Bostra adalah pusat perdagangan paling ramai sebelum tiba di Syria yang
terletak lebih ke Utara.
Bersambung

[10.25, 22/4/2020] Pak Pur Perbutan: [ 18. PERLINDUNGAN ALLAH ]


KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 18
َ ‫اَللَّهُ َّم‬
ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل ُم َح َّمد‬

Perlindungan Allah

Abu Thalib segera melaksanakan apa yg disarankan oleh Buhaira, karena peringatan itu
memang beralasan.

Segera, setelah Abu Thalib dan Muhammad meninggalkan rumah Buhaira, datanglah 3
orang ahli kitab bernama Zurair, Daris, dan Tammam kepada Buhaira. Ketiganya
menyandang senjata di pinggang. Mereka bertanya kepada Buhaira apakah ia juga melihat
seorang anak dengan ciri-ciri seperti ini dan itu.

Buhaira tahu bahwa mereka mencari Muhammad. Rupanya, ketiga orang ini juga telah
mendengar tentang Muhammad. Buhaira memandang senjata2 yang mereka bawa dengan
perasaan ngeri.
Buhaira tahu mereka mencari Muhammad dengan maksud membunuhnya. Oleh karena itu,
Buhaira berusaha memberikan perlindungan kepada Muhammad.
Tidak henti-hentinya Buhaira menasihati ketiga tamunya akan adanya kekuasaan Allah.
Diingatkannya bahwa bagaimanapun usaha mereka, mereka tidak akan mampu mendekati
Muhammad untuk membunuhnya.

Akhirnya, ketiganya pun melihat kebenaran dalam perkataan Buhaira. Batallah niat mereka
untuk mengejar dan membunuh Muhammad, kemudian berlalulah mereka dari hadapan
Buhaira.

Allah menjaga Muhammad dari kejahatan dan kotoran-kotoran jahiliyah. Allah membimbing
Muhammad tumbuh menjadi orang yang paling ksatria, paling baik akhlaknya, paling mulia
asal-usulnya, paling baik pergaulannya, paling agung sikap santunnya, paling murni
kejujurannya, paling jauh dari keburukan dan akhlak yang mengotori kaum lelaki sehingga
semua orang menjulukinya "Al Amin" karena Allah mengumpulkan sifat-sifat itu pada diri
Muhammad.

Kelak setelah menjadi Rasul, Muhammad bercerita tentang perlindungan Allah kepadanya
sejak masa kecil dari segala bentuk kejahiliyahan. Rasulullah bersabda,

"Pada masa kecilku, aku bersama anak-anak kecil Quraisy mengangkut batu untuk satu
permainan yang biasa dilakukan anak-anak. Semua dari kami melepas baju untuk alas di atas
pundak (sebagai ganjalan) untuk memikul batu.
"Aku maju dan mundur bersama mereka. Namun, tiba-tiba seseorang yang belum pernah
aku lihat sebelumnya menamparku dengan tamparan yang amat menyakitkan. Ia berkata,
'Kenakan pakaianmu!' Kemudian, aku mengambil pakaianku dan memakainya. Setelah itu,
aku memikul batu di atas pundakku dengan tetap mengenakan pakaian dan tidak seperti
teman temanku."

Membantu Paman

Muhammad juga pernah menjadi gembala sewaan, untuk membantu Abu Thalib yang hidup
dalam kemiskinan

Perang Fijar

Sebagai seorang remaja yang tumbuh di lingkungan Jazirah Arab. Muhammad juga
mengalami perang. Perang itu disebut Perang Fijar.
Saat peperangan dimulai, Umur Muhammad memasuki lima belas tahun.

Perang itu sendiri disebabkan sebuah pembunuhan.


Barradz bin Qois dari Bani Kinanah membunuh Urwa Ar-Rahhal bin Utba dari Bani Hawazin,
hanya karena Barradz jengkel ketika Urwa dipilih untuk memimpin kafilah dagang Nu'man
bin Mundhir yang kaya.
Diam diam , Barradz mengikuti kafilah Urwa dari belakang dan membunuh Urwa.
Padahal ketika itu adalah bulan suci, bulan yang tidak diperkenankan bagi siapa pun untuk
menumpahkan darah.

Karena Quraisy pelindung Barradz, Bani Hawazin mengumumkan perang terhadap Quraisy
untuk membalas kematian Urwa. Perang pun pecah pada bulan suci. Selama empat tahun
berturut-turut, kedua belah pihak saling menyerang.

Dalam pertempuran itu, awalnya Muhammad bertugas memunguti anak panah lawan yang
berjatuhan dan memberikannya kepada paman-pamannya. Namun, pada tahun-tahun
berikutnya, dia juga meluncurkan panah ke arah lawan untuk melindungi paman-pamannya.

Perang pun berakhir dengan perdamaian ala pedalaman: pihak yang menderita lebih sedikit
korban manusianya harus membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sejumlah selisih
kelebihan korban. Dalam hal ini, pihak Quraisy yang lebih sedikit menderita korban harus
membayar kelebihan korban sebanyak dua puluh orang Hawazin.

Barradz bin Qois


Barradz bin Qois, si penyebab Perang Fijar, adalah seorang pemabuk.
Karena merusak citra sukunya, dia diusir dan mendapat naungan suku lain. Namun di sana,
dia juga mabuk berat dan membuat onar kemudian diusir lagi.

Akhirnya, Harb bin Muawiyah, ayah Abu Sofyan, menampungnya walaupun hampir saja
Barradz bin Qois diusir lagi, karena terus berbuat onar.
Dikarenakan perlindungan Harb dari Quraisy inilah, Bani Hawazin menyerang Quraisy ketika
Barradz bin Qois membunuh Urwa bin Utba.

Bersambung
[10.25, 22/4/2020] Pak Pur Perbutan: [ 19. HILFUL FUDHUL ]
KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

َ ‫اَللَّهُ َّم‬
ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل ُم َحمد‬

Bagian 19

HILFUL FUDHUL

Selain mengikuti peperangan, Muhammad yang masih remaja juga mengikuti sebuah
perjanjian yang amat baik. Perjanjian itu kelak dikenal dengan nama Hilful Fudhul.
Perjanjian ini bertujuan untuk melindungi hak-hak para pedagang asing yang sering kali
terdzalimi. Pencetus perjanjian ini adalah protes seorang pedagang asing dari Yaman.
Saat itu, Ash bin Wa'il, seorang saudagar Mekah, tidak mau membayar utang kepada si
pedagang. Pedagang itu lalu menggubah syair dan membacakannya di depan umum.

Syair ini amat menggugah perasaan para pemuka Quraisy. Mereka khawatir apabila
dibiarkan terus, para pedagang Asing tidak mau lagi memasuki Mekah. Apalagi Perang Fijar
mengakibatkan mulai terjadinya perpecahan di pihak Quraisy.
Sepeninggal Abdul Munthalib, orang-orang Quraisy dari keluarga yang lain sudah mulai
berani mencoba menentang kekuasaan pemerintahan Quraisy. Maka dari itu, atas usulan
Zubair bin Abdul Munthalib, seorang paman Muhammad, orang-orang Quraisy dari keluarga
Hasyim, Zuhra, Taim berkumpul. Mereka bersepakat dan berjanji atas nama Tuhan Maha
Pembalas bahwa Tuhan akan berada di pihak yang terdzalimi, sampai orang itu tertolong.

Pertemuan ini sendiri berlangsung di rumah Abdullah bin Jud'an At Taimi yang megah.
Perjanjian Hilful Fudhul ini menjamin perlindungan terhadap hak-hak orang lemah.
Muhammad ikut menyaksikan perjanjian dan amat menyukainya.
Di kemudian hari, setelah diutus menjadi seorang Rosullullah, Muhammad bersabda: " Aku
tidak suka mengganti perjanjian yang kuhadiri di rumah Ibn Jud'an itu dengan jenis unta
yang baik. Kalau sekarang aku diajak, pasti akan kutolak"

Besarnya Diyat

Diyat adalah pembayaran ganti rugi.


Untuk kematian/wajah cacat total ganti ruginya sebanyak 100 ekor unta. Satu
kaki/tangan/mata jadi buta diganti dg 50 ekor unta.
Jika wajah cacat total, nilai gantinya 100 unta.
Luka sampai menembus otak, 33 ekor unta.
Cacat kelopak mata, 25 ekor unta.
Satu jari hilang/tulang retak, 15 ekor unta.
Luka sampai tulang kelihatan, 10 ekor unta.
Satu gigi copot, 5 ekor unta.
Demikian seterusnya dalam ketetapan yang rinci.

MENGGEMBALAKAN KAMBING
Muhammad melewati masa remajanya dengan menggembalakan kambing. Beliau pernah
berkata kepada para sahabatnya,

"Musa diutus, dia menggembala kambing. Daud diutus, dia menggembala kambing. Aku
diutus juga menggembala kambing keluargaku di Ajyad."

Sambil menggembala, pikiran Muhammad menerawang,

"Siapa yang menciptakan bintang-bintang yang begitu kemilau? Siapa yang membuat udara
untuk kuhirup? Siapa yang membuat jantungku berdetak? Siapa yang membuat matahari
mengejar bulan dan bulan mengejar matahari?"

Ribuan pertanyaan seperti itu membuat Muhammad selalu sibuk berpikir. Hal itu membuat
akhlak beliau terjaga demikian baik dari perbuatan buruk yang sering terjadi di Mekah.

Pada saat itu, orang menyembah patung di mana-mana, laki-laki dan perempuan yang
bukan suami istri sering pergi berduaan, orang-orang melakukan thawaf tanpa busana,
pesta mabuk-mabukan setiap malam, dan masih banyak keburukan lain.

Meski demikian, pernah juga Muhammad ingin pergi ke kota untuk melihat sebuah pesta
pernikahan.

"Tolong jaga kambing-kambingku," pinta Muhammad kepada seorang teman gembalanya.

"Baiklah, memang sudah giliranmu yang pergi bersenang-senang," kata teman Muhammad.
"Selama ini, kami selalu ada di padang gembala seperti seorang pertapa."

Muhammad pun pergi memasuki Mekah.

Di ujung kota, ia melihat ada sebuah pesta pernikahan yang dipenuhi berbagai hiburan dan
musik.

Namun, belum sempat Muhammad tiba dirumah itu, tubuhnya tiba tiba disergap keletihan.
Muhammad duduk bersandar di dinding dan tertidur lelap sampai pagi. Ia tidak sempat
melihat tontonan di pesta sedikit pun.
Esok harinya, Muhammad datang lagi ke Mekah dengan maksud yang sama. Kali ini,
sebelum ia tiba di tempat pesta, telinganya mendengar musik indah yang turun dari langit,
musik yang jauh lebih indah daripada semua musik di dunia ini. Musik itu membuai
Muhammad dan ia pun kembali tertidur.

Sejak itu, Muhammad tidak lagi berminat untuk melihat pertunjukan musik di pesta. Agar
terhindar dari kenakalan yang sering dibuat para pemuda seusianya.

Akhlak Muhammad yang demikian baik selagi muda membuatnya disayang dan dipercaya
semua orang hingga ia pun dijuluki Al Amin, artinya "Yang Dipercaya".

Bersambung
[10.26, 22/4/2020] Pak Pur Perbutan: [ 20. KHADIJAH ]
KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 20

ٰ
َ ‫اَللّهُ َّم‬
ِ ‫ص ِّل َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد‬

Khadijah
Namanya Khadijah binti Khuwalid. Sosoknya cantik dan anggun. Setelah ayah dan ibunya
meninggal, saudara-saudara Khadijah saling membagi harta kekayaan peninggalan
orangtuanya. Namun, Khadijah sadar bahwa kekayaan dapat membuat orang hidup
menganggur dan berfoya-foya.
Dia dikaruniai kecerdasan yang luar biasa dan kekuatan sikap untuk mengatasi godaan
harta. Maka dari itu, Khadijah pun memutuskan untuk membangun kekayaannya sendiri
berbekal warisan orangtuanya.
Tidak lama kemudian, Khadijah telah membuktikan bahwa kalau pun tidak mendapat harta
warisan, dia mampu mendapatkan kekayaan itu dari hasil jerih payahnya sendiri.

Dengan harta yang diperolehnya, Khadijah membantu orang-orang miskin, janda, anak-anak
yatim, dan orang-orang cacat. Jika ada seorang gadis yang tidak mampu, Khadijah
menikahkan dan memberi mas kawinnya. Khadijah lembut dan ramah. Walau menjadi
pemimpin tertinggi dalam menjalankan bisnis keluarga sepeninggal Ayahnya, dia juga mau
menerima saran-saran orang lain. Khadijah tidak menyukai adanya jarak hubungan antara
atasan dan bawahan. Dia menganggap bawahan sebagai rekan kerja yang pantas dihormati.

Khadijah sendiri selalu tinggal di rumah. Karena itu, biasanya dia minta bantuan seorang
agen, jika sebuah kafilah sedang dipersiapkan untuk pergi ke luar negeri. Orang yang
dimintai bantuan itu bertanggungjawab membawa barang-barang dagangannya untuk dijual
ke pasar-pasar asing. Khadijah sangat teliti memilih seorang agen. Dia juga sangat lihai
merencanakan waktu keberangkatan kafilah dan tempat tujuannya sebab barang akan
terjual dengan cepat pada waktu dan tempat yang tepat.

Begitu suksesnya Khadijah sebagai seorang saudagar, sampai-sampai jika sebuah kafilah
Quraisy berangkat dari Mekah, bisa dipastikan lebih dari separuhnya adalah harta
perdagangan milik Khadijah. Dia seperti mempunyai sentuhan emas. Diibaratkan jika dia
menyentuh debu, debu ini akan berubah menjadi "emas". Karena itu penduduk Mekah
menjulukinya "Ratu Quraisy" atau "Ratu Mekah".

Kalau hanya kekayaan yang menjadi ukuran, tentu Allah tidak akan menjadikan Khadijah
(kelak) sebagai istri seorang rosul. Pasti ada sifat lain yang lebih utama yang membuatnya
sepadan dengan Muhammad

Catatan

Sebuah kafilah dagang pada masa itu ibarat kampung bergerak. Hewan beban berjumlah
1000 sampai 2500 ekor dan diiringi seratus sampai tiga ratus orang. Kafilah perlu organisasi
yang baik, biaya besar, dan keberanian yang cukup. Jika ada perampok, seluruh anggota
kafilah harus berani menyabung nyawa untuk mempertahankan harta yang dibawanya.
Wanita Suci

Khadijah mempunyai seorang paman bernama Waraqah bin Naufal. Waraqah adalah sanak
saudara Khadijah yang paling tua. Dia Sangat mengutuk kebiasaan bangsa Arab Jahiliah yang
menyembah berhala sehingga menyimpang jauh dari apa yang diajarkan Nabi Ibrahim dan
Nabi Ismail. Waraqah sendiri adalah hamba Allah yang setia dan lurus. Dia tidak pernah
meminum minuman keras dan berjudi. Dia murah hati terhadap orang-orang miskin yang
membutuhkan pertolongannya.

Khadijah sangat terpengaruh pemikiran Waraqah bin Naufal. Khadijah juga sangat
membenci berhala dan patung-patung sesembahan.
Bersama beberapa keluarganya, Khadijah adalah pengikut setia ajaran Nabi Ibrahim dan
Nabi Ismail.

Jika mendengar ada seorang anak perempuan akan dikubur hidup-hidup. Waraqah dan
Khadijah akan segera menemui sang Ayah dan mencegah perbuatannya. Jika kemiskinan
yang menjadi alasan rencana pembunuhan itu, Khadijah dan Waraqah akan membeli anak
itu dan membesarkannya seperti anak kandung sendiri.

Sering kali beberapa waktu setelah itu, ayah si anak menyesali perbuatannya dan
mengambil putrinya kembali. Waraqah dan Khadijah akan memastikan dulu bahwa anak itu
akan diasuh dengan benar dan disayangi, setelah itu barulah dia mengizinkan sang Ayah
membawa pulang anaknya kembali.

Budi pekerti Khadijah yang agung, santun, lembut dan penuh keteladanan ini membuat
semua orang menjulukinya juga sebagai Khadijah At Thahirah atau Khadijah yang suci.
Pertama kalinya dalam bangsa Arab seorang wanita dijuluki demikian, padahal orang Arab
pada masa jahiliah itu sangat mengagungkan laki-laki dan merendahkan wanita.

Catatan

Selain Khadijah, ada pula beberapa saudagar wanita terkenal.


Di antaranya adalah:
~ Hindun, istri Abu Sofyan dan
~ Asma binti Mukharribah, ibu Abu Jahl.

Para Saudagar wanita ini biasanya juga menjual keperluan wanita, seperti pakaian, parfum,
perhiasan emas dan perak, permata dan obat-obatan. Barang-barang ini tidak memerlukan
banyak ruang, ringan dan laku keras di mana-mana.
Bersambung
[10.26, 22/4/2020] Pak Pur Perbutan: [ 21. PEMBICARAAN ABU THALIB ]
KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 21

Pembicaraan Abu Thalib

Pada musim semi tahun 595 Masehi, para pedagang Mekah kembali mulai menyusun kafilah
perdagangan musim panas mereka, untuk membawa barang dagangan ke Syria. Khadijah
juga sedang mempersiapkan barang dagangannya, tetapi ia belum menemukan seseorang
untuk menjadi pemimpin kafilahnya. Beberapa nama diusulkan orang, namun, tidak satu
pun yang berkenan di hatinya.

Mendengar itu, Abu Thalib mendatangi Khadijah dan menawarkan kepadanya Muhammad,
keponakannya yang baru berusia 25 tahun, untuk menjadi agen Khadijah. Abu Thalib tahu
bahwa Muhammad belum cukup berpengalaman, tetapi ia sangat yakin bahwa Muhammad
lebih dari sekadar mampu.

Sebagaimana penduduk Mekah yang lain, Khadij…


[10.27, 22/4/2020] Pak Pur Perbutan: [ 22. PERASAAN KHADIJAH ]
KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 22

ٰ
َ ‫اَللّهُ َّم‬
ِ ‫ص ِّل َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد‬

Perasaan Khadijah
Setelah beberapa bulan, kafilah Mekah pun datang kembali. Di tempat perhentian Marr Al
Zahran, sehari perjalanan dari Mekah, para agen biasanya mendahului datang ke Mekah
untuk memberi laporan perdagangan. Muhammad pun demikian. Ia lebih dulu tiba di
Mekah. Namun, sebelum bertemu Khadijah, ia berthåwaf dulu tujuh keliling mengelilingi
Ka'bah.

Dari atas balkonnya yang megah, Khadijah bergegas datang menyambut dan Muhammad
pun melaporkan hasil penjualan, barang yang dibeli, serta berbagai pengalaman kecil dalam
perjalanan. Saat itu, Khadijah sudah sangat terkesan dengan hasil yang diperoleh
Muhammad, tetapi itu belum seberapa. Setelah Muhammad pulang, Maisaråh
menceritakan sendiri kesan-kesannya terhadap Muhammad.

"Sungguh, belum pernah aku melihat pemuda yang demikian sempurna memandang masa
depan. Keputusan-keputusannya selalu tepat dan perkiraannya tidak pernah salah. Ia juga
sangat jujur dan sopan," demikian sebagian kisah Maisaråh.

Khadijah betul-betul sangat terkesan dengan agen barunya itu. Waraqah bin Naufal pun
datang dan mendengar sendiri kisah Maisarah tentang Muhammad. Ada hal yang aneh pada
diri Maisarah. Biasanya, ia sangat menekankan laporannya pada masalah-masalah bisnis.
Akan tetapi, kini persoalan dagang seolah-olah menjadi hal kecil. Yang dibicarakan Maisarah
kali ini hanya tentang Muhammad, Muhammad, dan Muhammad. Padahal, keuntungan
yang mereka dapat kali ini benar-benar luar biasa. Jika dikatakan bahwa Khadijah memiliki
"Sentuhan Emas", tepatlah apabila Muhammad disebut memiliki "Sentuhan penuh berkah".

Ketika Waraqah telah mendengar semua itu, ia tenggelam dalam pemikiran yang sungguh-
sungguh. Setelah cukup lama berdiam diri, ia berkata kepada Khadijah,

"Mendengar darimu dan dari Maisarah mengenai Muhammad dan juga dari apa yang
kulihat sendiri, aku berpendapat bahwa ia memiliki semua sifat dan kemampuan sebagai
seorang utusan Allah. Mungkin dialah yang ditakdirkan untuk menjadi salah seorang di
antara para rasul pada masa yang akan datang."

Pernikahan Agung

Khadijah memiliki teman seorang wanita bangsawan bernama Nafisah binti Munyah.
Nafisah tahu setelah suami kedua Khadijah meninggal, banyak bangsawan Quraisy yang
melamarnya, namun Khadijah menolak. Nafisah tahu bahwa Khadijah takut semua lamaran
itu hanya bertujuan mengincar hartanya. Lebih dari itu, Nafisah juga tahu bahwa yang
diinginkan Khadijah adalah seorang laki-laki berakhlak agung. Nafisah juga tahu bahwa ada
satu laki-laki yang seperti itu di Mekah, ia adalah Muhammad.

Karena itulah, begitu Khadijah membuka diri kepadanya tentang Muhammad, Nafisah tidak
terkejut lagi. Khadijah meminta Nafisah mencari jalan untuk mengetahui bagaimana
pandangan Muhammad tentang dirinya. Maka, ketika Muhammad dalam perjalanan pulang
dari Ka'bah, Nafisah menghentikannya. Nafisah pun bertanya,

"Wahai Muhammad, Anda telah menjadi seorang pemuda. Banyak lelaki yang lebih muda
dari Anda telah menikah dan beberapa di antaranya bahkan telah mempunyai anak.
Mengapa Anda tidak menikah?"

"Aku belum mampu menikah, ya Nafisah. Aku belum mempunyai kekayaan yang cukup
untuk menikah."

"Apa jawaban Anda jika ada seorang wanita yang cantik, kaya, dan terhormat mau menikah
dengan Anda walaupun Anda belum mampu?"

Muhammad balik bertanya dengan sedikit terperangah,


"Siapakah wanita itu?"

Nafisah tersenyum, "Wanita itu adalah Khadijah putri Khuwailid."

Alis Muhammad tambah terangkat,

"Khadijah? Bagaimana mungkin Khadijah mau menikah denganku? Bukankah Anda tahu
bahwa banyak bangsawan kaya raya dan kepala-kepala suku di Arab ini yang telah
melamarnya dan ia telah menolak mereka semua?"

"Jika Anda mau menikahinya, katakan saja dan serahkan semuanya kepadaku. Aku akan
mengurus semuanya."

Ketika itu Abu Thalib menyetujuinya, Muhammad pun mengiyakan Nafisah. Maka,
pernikahan pun dilangsungkan.
Sebagai pengantin, Muhammad datang didampingi paman-pamannya yang ikut berbahagia.

Perawakan Muhammad
Jarang ada pernikahan dilangsungkan demikian agung. Dalam acara itu, semua pemimpin
Quraisy dan pembesar Mekah diundang. Mempelai laki-laki menunggang kuda yang gagah
diiringi para pemuda Bani Hasyim yang menghunus pedang. Sementara itu, kaum wanita
Bani Hasyim berjalan lebih dulu dan telah diterima di rumah mempelai wanita.

Rumah Khadijah yang megah saat itu telah diterangi cahaya lilin dalam lampion-lampion
yang digantung dengan rantai-rantai emas. Setiap lampion terdiri atas 7 batang lilin.

Semua pembantu Khadijah diberi seragam khusus untuk menyambut para tamu yang
datang menjelang sore hari. Kamar pengantin benar-benar istimewa. Kain sutera dan brokat
digantung begitu serasi. Lantainya tertutup karpet putih dan diharumi dupa dari guci perak.

Khadijah sendiri begitu anggun hingga tampak bercahaya seperti matahari terbit. Ia
mengenakan pakaian pengantin yang sangat indah dan jarang ada duanya saat itu. Abu
Thalib adalah wakil mempelai laki-laki dalam memberi sambutan, sedangkan Waraqah bin
Naufal adalah wakil pengantin wanita.

Tidak ada laki-laki segagah Muhammad. Paras wajahnya tampan dan indah. Perawakannya
sedang, tidak terlampau tinggi, juga tidak pendek. Rambutnya hitam sekali dan
bergelombang. Dahinya lebar dan rata di atas sepasang alis yang lengkung, lebat dan
bertaut. Sepasang matanya lebar dan hitam, di tepi putih matanya agak kemerahan, tampak
lebih menarik dan kuat. Pandangannya tajam dengan bulu mata yang hitam pekat.
Hidungnya halus dengan barisan gigi yang bercelah-celah.
Cambangnya lebar, berleher jenjang, dan indah. Dadanya lebar dengan kedua bahu yang
bidang. Warna kulitnya terang dan jernih dengan kedua telapak tangan dan kaki yang tebal.
Jika berjalan, badannya agak condong ke depan, melangkah cepat-cepat, dan pasti. Air
mukanya membayangkan renungan dan penuh pikiran, pandangan matanya menunjukkan
kewibawaan, membuat orang patuh kepadanya.

Bersambung
[10.27, 22/4/2020] Pak Pur Perbutan: [ 23. SIFAT MUHAMMAD ]
KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 23

َ ‫اَللَّهُ َّم‬
ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل ُم َحمد‬
Sifat Muhammad
Muhammad telah mendapat karunia Allah dengan pernikahan ini.Dari seorang pemuda
tidak kaya, Allah telah mengangkatnya menjadi laki-laki berkedudukan tinggi dengan harta
yang mencukupi.

Seluruh penduduk Mekah memandang pernikahan ini dengan gembira dan penuh rasa
hormat. Semua undangan yang hadir berharap bahwa dari pasangan yang sangat ideal ini
kelak lahir keturunan yang akan mengharumkan nama Quraisy.

Para sesepuh dari kedua keluarga tahu bahwa Khadijah akan mendukung suaminya dengan
kasih sayang dan harta berlimpah. Sebaliknya, mereka juga berharap bahwa Muhammad
yang bijak dan cerdas akan membimbing istrinya menuju kebahagiaan hidup.

Kehidupan berlanjut dan keikutsertaan suami istri itu dalam pergaulan yang baik dengan
masyarakat membuat orang semakin menghormati mereka. Walau telah mendapat
kehormatan demikian itu, Muhammad tetaplah seorang yang rendah hati. Itu adalah
sifatnya yang menonjol. Jika ada yang mengajaknya berbicara, tidak peduli siapa pun itu, ia
akan mendengarkan dengan penuh perhatian tanpa menoleh kepada orang lain. Tidak saja
mendengarkan dengan hati-hati, Muhammad bahkan memutar badannya untuk menghadap
orang yang mengajaknya berbicara.

Semua orang tahu bahwa bicara Muhammad sedikit. Ia justru lebih banyak mendengarkan
pembicaraan orang lain. Selain bicara, Muhammad bukanlah orang yang tidak bisa diajak
bergurau. Ia sering juga membuat humor dan mengajak orang lain tertawa, tetapi apa yang
ia katakan dalam bergurau sekali pun adalah sesuatu yang benar.
Orang menyukai Muhammad yang apabila tertawa, tidak pernah sampai terlihat
gerahamnya. Apabila marah, tidak pernah sampai tampak kemarahannya. Orang tahu ia
marah hanya dari keringat yang tiba-tiba muncul di keningnya. Muhammad selalu menahan
marah dan tidak menampakkannya keluar.
Orang-orang menyayangi Muhammad karena ia lapang dada, berkemauan baik, dan
menghargai orang lain. Ia bijaksana, murah hati, dan sangat mudah bergaul dengan siapa
saja. Namun, dibalik semua kelembutan itu, ia mempunyai tujuan yang pasti, berkemauan
keras, tegas, dan tidak pernah ragu-ragu dalam tujuannya. Sifat-sifat demikian berpadu
dalam dirinya sehingga menimbulkan rasa hormat yang dalam bagi orang-orang yang
bergaul dengan Muhammad.
Mahar Pernikahan
"Saksikanlah para hadirin," kata Waraqah bin Naufal dengan suara agak keras. "Saksikanlah
bahwa aku menikahkan Khadijah dengan Muhammad, dengan mas kawin senilai 12 ekor
unta betina."
Kambing Sedekah
Setelah upacara resmi pernikahan selesai, Muhammad memerintahkan agar seekor kambing
disembelih di depan pintu rumah Khadijah dan membagikan dagingnya kepada fakir miskin.
Itu belum termasuk para undangan yang menghadiri jamuan pada malam harinya.
Jadi, selain diundang jamuan makan, fakir miskin pun dapat membawa pulang ke rumah
beberapa kantung daging.

Baqum Si Pedagang Romawi

Muhammad bukankah orang yang suka berpangku tangan, tetapi aktif bergaul dalam
masyarakat. Suatu hari terjadilah sebuah peristiwa yang membuat nama Muhammad
menjadi semakin harum. Peristiwa itu didahului oleh banjir besar yang melanda Mekah.
Bukit-bukit di sekitar Mekah tanpa ampun menumpahkan air hujan yang jarang turun itu ke
kota yang tepat berada di bawah. Banjir itu menyebabkan dinding Ka'bah yang memang
sudah lapuk jadi retak dan terancam runtuh.

Sebenarnya, sebelum banjir tiba, sudah ada gagasan untuk memperbaiki Ka'bah, tetapi
orang-orang takut apabila Tuhan Ka'bah marah. Setelah banjir, tidak bisa dielakkan lagi
bahwa dinding Ka'bah harus diperbaiki dan ditinggikan.
Sudah menjadi takdir Allah bahwa waktu itu juga tersiar berita ada sebuah kapal Romawi
terdampar di laut Merah, dekat dengan pelabuhan Syu'aibah. Kapten kapal Romawi itu
adalah seorang Nasrani yang berasal dari Mesir. Baqum, namanya.

Orang-orang Mekah mengutus Walid bin Mughirah dan serombongan orang untuk membeli
kapal itu, membongkar kayu kayunya, dan mengangkutnya untuk membangun kembali
Ka'bah. Baqum pun akhirnya dikontrak sebagai ahli kayu.

Pada mulanya, tidak seorang pun berani membongkar dinding Ka'bah walau sedikit, karena
takut dikutuk Tuhan. Mungkin mereka masih ingat dengan jelas apa yang menimpa Abrahah
dan pasukan gajahnya saat ingin menghancurkan Ka'bah.
Akan tetapi, akhirnya, Walid bin Mughirah memberanikan diri merombak sudut bangunan
bagian selatan. Setelah itu, ia menunggu sampai besok. Ketika pagi tiba dan ia tidak juga
dikutuk, mereka pun mulai melakukan pembenahan Ka'bah.
Bersambung
[10.27, 22/4/2020] Pak Pur Perbutan: [ 24. RUMAH TANGGA MUHAMMAD ]
KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 24

َ ‫اَللَّهُ َّم‬
ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل ُم َحمد‬
Rumah Tangga Muhammad

Muhammad selalu membuat suasana rumahnya menjadi hidup dengan canda dan
keramahan. Beliau suka berkelakar kepada siapa pun. Bukan hanya kepada istri dan putri-
putrinya, beliau juga amat ramah kepada pembantunya.

Sejak muda, Rasulullah amat gemar memakai parfum. Bau wewangian itu akan membuat
orang-orang di sekitar beliau merasa senang. Rasulullah tidak menyukai baju berwarna
merah. Beliau lebih suka baju berwarna lurik atau putih. Rasulullah juga gemar memakai
surban dengan salah satu ujungnya menggelantung antara pundak.
Beliau tidak pernah menggunakan baju yang seluruhnya terbuat dari sutera.

Kemudian datanglah satu orang yang amat Rasulullah sayangi. Begitu sayangnya sampai
beliau mengangkatnya sebagai anak.

Zaid bin Haritsah

Suatu hari, keponakan Khadijah yang bernama Hakim bin Hizam membawa seorang budak
laki-laki bernama Zaid bin Haritsah. Zaid dibawa ke rumah Khadijah dalam keadaan
mengenaskan. Lehernya dibelenggu sehingga ia terpaksa merangkak seperti seekor kuda.
Bunda Khadijah membeli Zaid dan memperlakukannya dengan baik.

Muhammad amat menyukai Zaid. Apalagi ketika Zaid bercerita bahwa ia dijadikan budak
dengan cara diculik.

Lima belas tahun yang lalu, Zaid kecil sedang berjalan pulang bersama ibunya ketika datang
para perampok gurun. Zaid disergap dan dibawa lari. Sejak itulah ia hidup sebagai seorang
budak yang diperjualbelikan ke sana kemari. Nasiblah yang membawanya bertemu dengan
Rasulullah, orang yang amat Zaid cintai.

Melihat Muhammad amat menyayangi Zaid, Khadijah memberikan Zaid kepada suaminya
itu. Khadijah yang bijaksana mengerti bahwa suaminya menganggap Zaid seolah sebagai
pengganti Qasim dan Abdullah yang telah tiada. Muhammad segera memerdekakan Zaid.
Namun, secara tidak terduga, datanglah Haritsah, ayah Zaid.

Haritsah telah bertahun-tahun mencari Zaid sejak anaknya itu menghilang. Haritsah amat
menyayangi dan merindukan Zaid sehingga ia membuat puisi kesedihan tentang anaknya
itu. Zaid pun amat menyayangi ayahnya.
"Silakan membawa Zaid pulang," kata Muhammad kepada Haritsah. "Tetapi, seandainya
Zaid memilih tetap bersama saya, saya tidak akan menolaknya."

Ternyata, Zaid lebih memilih tinggal bersama Muhammad. Muhammad amat bahagia
sehingga mengangkat Zaid sebagai putra beliau. Sejak saat itu, Zaid sering dipanggil Zaid bin
Muhammad.

Di kemudian hari, Allah melarang anak angkat mewarisi harta ayah angkatnya yang telah
wafat. Harta seorang ayah tetaplah menjadi hak anak kandung, bukan anak angkat. Maha
adil Allah Yang Agung.

Gua Hira

"Berhala berhala yang bernama Hubal, Lata dan Uzza itu tidak pernah menciptakan seekor
lalat sekali pun, bagaimana mungkin mereka akan mendatangkan kebaikan bagi manusia?"
demikian pikir Muhammad.

"Siapakah yang berada di balik semua ini? Siapa yang berada di balik luasnya langit dan
tebaran bintang? Siapa yang berada di balik padang pasir yang panas terbakar kilauan
matahari? Siapa pencipta langit yang jernih dan indah, langit yang bermandi cahaya bulan
dan bintang yang begitu lembut, begitu sejuk? Siapa pembuat ombak yang berdebur dan
penggali laut yang begitu dalam? Siapa yang berada di balik semua keindahan ini?"

Demikianlah Muhammad tidak mencari kebenaran dalam kisah-kisah lama atau tulisan para
pendeta. Ia mencari kebenaran lewat alam. Ia mengasingkan dirinya dari keramaian dan
pergi ke Gua Hira.

"Betapa sia-sianya hidup manusia, waktu terus berlalu, sementara jiwa-jiwa rusak karena
dikuasai khayal tentang berhala-berhala yang mampu melakukan ini dan itu. Betapa sia-
sianya hidup manusia karena tertipu dengan segala macam kemewahan yang tiada
berguna.'"
Beliau mengasingkan diri seperti itu beberapa hari setiap bulan dan sepanjang bulan
Ramadhan. Semakin lama, jiwanya semakin matang dan semakin terisi penuh. Sampai suatu
ketika, saat usia Muhammad menginjak 40 tahun, datanglah seseorang yang bukan dari
dunia ini menemui beliau di Gua Hira. Muhammad yang pemberani dan tenang itu amat
terkejut melihatnya.

Bersambung
[10.28, 22/4/2020] Pak Pur Perbutan: “ Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang ”

KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 25
Rumah Tangga Muhammad

Muhammad selalu membuat suasana rumahnya menjadi hidup dengan canda dan
keramahan.

Bukan hanya kepada istri dan putri-putrinya, beliau juga amat ramah kepada pembantunya.

Sejak muda, Rasulullah amat gemar memakai parfum.

Bau wewangian itu akan membuat orang-orang di sekitar beliau merasa senang.

Rasulullah tidak menyukai baju berwarna merah.

Beliau lebih suka baju berwarna lurik atau putih.

Rasulullah juga gemar memakai surban dengan salah satu ujungnya menggelantung antara
pundak.

Beliau tidak pernah menggunakan baju yang seluruhnya terbuat dari sutera.

Kemudian datanglah satu orang yang amat Rasulullah sayangi.

Begitu sayangnya sampai beliau mengangkatnya sebagai anak.

Zaid bin Haritsah

Suatu hari, keponakan Khadijah yang bernama Hakim bin Hizam membawa seorang budak
laki-laki bernama Zaid bin Haritsah.

Zaid dibawa ke rumah Khadijah dalam keadaan mengenaskan.

Lehernya dibelenggu sehingga ia terpaksa merangkak seperti seekor kuda.

Bunda Khadijah membeli Zaid dan memperlakukannya dengan baik.


Muhammad amat menyukai Zaid.

Apalagi ketika Zaid bercerita bahwa ia dijadikan budak dengan cara diculik.

Lima belas tahun yang lalu, Zaid kecil sedang berjalan pulang bersama ibunya ketika datang
para perampok gurun.

Zaid disergap dan dibawa lari.

Sejak itulah ia hidup sebagai seorang budak yang diperjualbelikan ke sana kemari.

Nasiblah yang membawanya bertemu dengan Rasulullah, orang yang amat Zaid cintai.

Melihat Muhammad amat menyayangi Zaid, Khadijah memberikan Zaid kepada suaminya
itu.

Khadijah yang bijaksana mengerti bahwa suaminya menganggap Zaid seolah sebagai
pengganti Qasim dan Abdullah yang telah tiada.

Muhammad segera memerdekakan Zaid.

Namun, secara tidak terduga, datanglah Haritsah, ayah Zaid.

Haritsah telah bertahun-tahun mencari Zaid sejak anaknya itu menghilang.

Haritsah amat menyayangi dan merindukan Zaid sehingga ia membuat puisi kesedihan
tentang anaknya itu.

Zaid pun amat menyayangi ayahnya.

"Silakan membawa Zaid pulang," kata Muhammad kepada Haritsah.

"Tetapi, seandainya Zaid memilih tetap bersama saya, saya tidak akan menolaknya."
Ternyata, Zaid lebih memilih tinggal bersama Muhammad.

Muhammad amat bahagia sehingga mengangkat Zaid sebagai putra beliau.

Sejak saat itu, Zaid sering dipanggil Zaid bin Muhammad.

Di kemudian hari, Allah melarang anak angkat mewarisi harta ayah angkatnya yang telah
wafat.

Harta seorang ayah tetaplah menjadi hak anak kandung, bukan anak angkat.

Maha adil Allah Yang Agung.

Gua Hira

"Berhala berhala yang bernama Hubal, Lata dan Uzza itu tidak pernah menciptakan seekor
lalat sekali pun, bagaimana mungkin mereka akan mendatangkan kebaikan bagi manusia ?"
demikian pikir Muhammad.

"Siapakah yang berada di balik semua ini ?

Siapa yang berada di balik luasnya langit dan tebaran bintang ?

Siapa yang berada di balik padang pasir yang panas terbakar kilauan matahari ?

_ Siapa pencipta langit yang jernih dan indah, langit yang bermandi cahaya bulan dan
bintang yang begitu lembut, begitu sejuk ?_

Siapa pembuat ombak yang berdebur dan penggali laut yang begitu dalam ?

Siapa yang berada di balik semua keindahan ini ?"

Demikianlah Muhammad tidak mencari kebenaran dalam kisah-kisah lama atau tulisan para
pendeta.
Ia mencari kebenaran lewat alam.

Ia mengasingkan dirinya dari keramaian dan pergi ke Gua Hira.

"Betapa sia-sianya hidup manusia, waktu terus berlalu, sementara jiwa-jiwa rusak karena
dikuasai khayal tentang berhala-berhala yang tidak mampu melakukan ini dan itu.

Betapa sia-sianya hidup manusia karena tertipu dengan segala macam kemewahan yang
tiada berguna.'

Beliau mengasingkan diri seperti itu beberapa hari setiap bulan dan sepanjang bulan
Ramadhan.

Semakin lama, jiwanya semakin matang dan semakin terisi penuh.

Sampai suatu ketika, saat usia Muhammad menginjak 40 tahun, datanglah seseorang yang
bukan dari dunia ini menemui beliau di Gua Hira.

Muhammad yang pemberani dan tenang itu amat terkejut melihatnya.

Bersambung

_*Wallahua'lam
[10.28, 22/4/2020] Pak Pur Perbutan: [ 26. DIANGKAT MENJADI UTUSAN ALLAH ]
KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 26

َ ‫اَللَّهُ َّم‬
ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل ُم َحمد‬
Diangkat Menjadi Utusan Allah

Makhluk yang datang itu adalah Malaikat Jibril. Ia datang membangunkan Muhammad yang
sedang tidur karena kelelahan. Jibril berkata kepada Muhammad, "Iqra (Bacalah)!"

Dengan hati yang masih rasa terkejut, Muhammad menjawab, "Apa yang harus saya baca."

Kemudian Malaikat Jibril mendekap sehingga Muhammad merasa lemas. Jibril melepaskan
dekapannya, lalu berkata lagi, "Bacalah!"

Kejadian itu berulang sampai tiga kali. Kemudian, setelah Muhammad berkata, "Apa yang
harus saya baca?" barulah Jibril membacakan Surat Al 'Alaq ayat pertama hingga ayat
kelima:

َ َ‫ا ْق َر ْأ بِاس ِْم َربِّكَ الَّ ِذي خَ ل‬


‫ق‬

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,


Surah Al-'Alaq (96:1)

ٍ َ‫ق اإْل ِ ْن َسانَ ِم ْن َعل‬


‫ق‬ َ َ‫َخل‬

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.


Surah Al-'Alaq (96:2)

َ ُّ‫ا ْق َر ْأ َو َرب‬
‫ك اأْل َ ْك َر ُم‬

Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,


Surah Al-'Alaq (96:3)

‫الَّ ِذي عَلَّ َم بِ ْالقَلَ ِم‬

Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,


Surah Al-'Alaq (96:4)

‫َعلَّ َم اإْل ِ ْن َسانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم‬


Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Surah Al-'Alaq (96:5)

Setelah mengucapkan ayat-ayat itu, Malaikat Jibril pun pergi meninggalkan Muhammad
yang hatinya terhujam oleh firman Allah tadi.

Muhammad mendadak tersentak sadar. Beliau terbangun dari ketakutan sambil bertanya-
tanya dalam hati, "Siapa gerangan yang kulihat tadi? Apakah aku telah diganggu jin?"

Beliau menoleh ke kiri dan ke kanan, tetapi tidak ada siapa pun. Muhammad diam sebentar
dengan tubuh gemetar. Beliau lalu lari ke luar gua, menyusuri celah-celah gunung sambil
mengulang pertanyaan dalam hati, "Siapa gerangan yang menyuruhku membaca tadi?"

Mendadak, Muhammad mendengar namanya dipanggil. Panggilan tersebut terasa dahsyat


sekali. Beliau memandang ke cakrawala dan melihat malaikat dalam bentuk manusia.
Muhammad tertegun ketakutan dan terpaku di tempatnya. Ia memalingkan wajah, tetapi di
seluruh cakrawala, ke mana pun beliau memandang rupa malaikat yang indah itu tidak juga
berlalu.

Ketulusan Khadijah

Di rumah, Khadijah tiba-tiba merasa khawatir dengan nasib suaminya. Beliau mengutus
orang untuk mencari suaminya itu, tetapi tidak berhasil menemukannya.

Sementara itu, setelah rupa malaikat menghilang, Muhammad berjalan pulang dengan hati
yang sudah di penuhi wahyu Allah. Dengan jantung yang terus berdenyut keras dan hati
berdebar ketakutan, beliau pulang ke rumah.

"Selimuti aku," pinta Muhammad kepada Khadijah.

Khadijah segera menyelimuti suaminya yang menggigil kedinginan seperti terkena demam.
Setelah rasa takutnya mereda, beliau memandang Khadijah dengan tatapan mata meminta
kekuatan dan perlindungan.

"Khadijah, kenapa aku?" kata Muhammad.


Kemudian, Muhammad menceritakan semua yang telah terjadi. Beliau juga berkata bahwa
ia takut semua itu bukan datang dari Allah, melainkan gangguan jin.

"Wahai putra pamanku," jawab Khadijah penuh sayang, "bergembiralah dan tabahkan
hatimu. Demi Dia yang memegang hidup Khadijah, aku berharap kiranya engkau akan
menjadi nabi atas umat ini. Sama sekali Allah takkan mencemoohkanmu sebab engkaulah
yang mempererat tali kekeluargaan dan jujur dalam berkata-kata. Engkau selalu mau
memikul beban orang lain dan menghormati tamu serta menolong mereka yang dalam
kesulitan atas jalan yang benar."

Kata-kata Khadijah itu menuangkan rasa damai dan tenteram ke dalam hati suaminya yang
sedang gelisah. Khadijah benar-benar yakin bahwa suaminya itu bukan diganggu jin. Beliau
malah memandang suaminya itu dengan penuh rasa hormat.

Muhammad pun segera tenang kembali. Beliau memandang Khadijah dengan penuh kasih
dan rasa terimakasih.
Tiba tiba, sekujur tubuhnya terasa amat letih dan beliau pun tertidur lelap.

Sejak saat itu, berakhirlah kehidupan tentang seorang Muhammad. Mulai saat itu,
kehidupan penuh perjuangan keras dan pahit akan dilaluinya sebagai seorang Rasulullah,
utusan Allah.

Kabar dari Waraqah bin Naufal

Khadijah menatap suaminya yang tertidur pulas itu. Dilihatnya kembali suaminya yang
tertidur dengan nyenyak dan tenang sekali. Khadijah membayangkan apa yang baru saja
dituturkan suaminya. Firman Allah dan Malaikat yang indah. Luar biasa!

"Semoga kekasihku ini memang akan menjadi seorang nabi untuk menuntun umat ini keluar
dari kegelapan," demikian pikir Khadijah.

Saat berpikir demikian, senyumnya mengembang. Namun, senyum itu segera menghilang,
berganti rasa takut memenuhi hati tatkala dibayangkan nasib yang bakal menimpa suaminya
itu apabila orang-orang ramai menentangnya.

Demikianlah, pikiran bahagia dan sedih terus berganti-ganti dalam benak Khadijah.
Akhirnya, beliau memutuskan untuk menceritakan hal ini kepada seseorang bijak yang
dipercayanya.
Khadijah pun pergi menemui pamannya, Waraqah bin Naufal, seorang pendeta Nasrani
yang jujur, dan menceritakan semua yang didengarnya dari Muhammad.

Waraqah bertafakur sejenak, lalu berkata, "Mahasuci Ia, Mahasuci. Demi Dia yang
memegang hidup Waraqah. Khadijah, percayalah, suamimu telah menerima 'namus besar'
1) seperti yang pernah diterima Musa. Sungguh, dia adalah nabi umat ini. Katakan
kepadanya supaya tetap tabah."

Khadijah pulang. Dilihatnya suaminya masih tertidur. Dipandanginya suaminya itu dengan
rasa kasih dan penuh ikhlas, bercampur harap dan cemas. Tiba-tiba, tubuh suaminya
menggigil, napasnya terlihat sesak dengan keringat memenuhi wajah.

_______
1) Namus Besar

Namus besar yang dimaksud Waraqah bin Naufal berasal dari bahasa Yunani, noms, artinya
kitab undang-undang atau kitab suci yang diwahyukan. Namus bukan istilah dalam Al
Qur'an.

Bersambung
[10.28, 22/4/2020] Pak Pur Perbutan: [ 27. ORANG YANG BERSELIMUT ]
KISAH RASULULLAH ‫ﷺ‬

Bagian 27

َ ‫اَللَّهُ َّم‬
ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل ُم َحمد‬

Orang yang Berselimut


Muhammad yang kini telah menjadi Rasulullah terbangun karena mendengar Malaikat Jibril
membawakan wahyu kepadanya,

‫يَا أَيُّهَا ْال ُم َّدثِّ ُر‬

Hai orang yang berkemul (berselimut), (QS: Al-Muddassir 74:1)

ْ‫قُ ْم فَأ َ ْن ِذر‬

bangunlah, lalu berilah peringatan! (74:2)

ْ‫َو َربَّكَ فَ َكبِّر‬

dan Tuhanmu agungkanlah! (74:3)

ْ‫َوثِيَابَكَ فَطَهِّر‬

dan pakaianmu bersihkanlah, (74:4)

ْ‫َوالرُّ جْ َز فَا ْهجُر‬

dan perbuatan dosa tinggalkanlah, (74:5)

‫َواَل تَ ْمنُ ْن تَ ْستَ ْكثِ ُر‬

dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
(74:6)

ْ‫َولِ َربِّكَ فَاصْ بِر‬

Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. (74:7)

Khadijah memandang Rasulullah dengan kasih yang bertambah besar. Beliau perlahan
mendekati suaminya. Khadijah dengan lembut memintanya agar kembali tidur.
"Waktu tidur dan istirahat sudah tidak ada lagi, Khadijah," demikian jawab Rasulullah.

"Jibril membawa perintah supaya aku memberi peringatan kepada umat manusia, mengajak
mereka, dan supaya mereka beribadah hanya kepada Allah. Namun, siapa yang akan
kuajak? Siapa pula yang akan mendengarkan?"

Khadijah cepat cepat menentramkan hati suaminya. Diceritakannya apa yang tadi dikatakan
Waraqah. Dengan penuh semangat, Khadijah menyatakan diri sebagai orang yang
mengimani Rasulullah.

Dengan demikian, tercatat dalam sejarah bahwa orang pertama yang memeluk Islam adalah
Khadijah.

Untuk lebih menentramkan Rasulullah, Khadijah meminta suaminya memberitahu dirinya


apabila malaikat datang.

Kemudian Jibril memang datang, namun hanya Rasulullah yang dapat melihatnya. Khadijah
mendudukkan Rasulullah di pangkuan sebelah kiri, lalu ke pangkuan sebelah kanan.
Malaikat Jibril masih terlihat oleh Rasulullah. Namun, ketika Khadijah melepas penutup
wajahnya, Rasulullah melihat Sang Malaikat menghilang.

Dari kejadian itu, Bunda Khadijah merasa yakin bahwa yang datang itu benar-benar
malaikat, bukan jin.

Bertemu Waraqah

Tidak lama kemudian, Rasulullah bertemu dengan Waraqah bin Naufal. Saat itu, Rasulullah
sedang melaksanakan thawaf. Sesudah Rasulullah menceritakan keadaannya, Waraqah
berkata, "Demi Dia yang memegang hidup Waraqah, engkau adalah nabi atas umat ini.
Engkau telah menerima Namus Besar seperti yang pernah disampaikan kepada Musa.
Pastilah kau akan didustakan, disiksa, diusir, dan diperangi orang. Kalau sampai pada waktu
itu aku masih hidup, pasti aku akan membela yang di pihak Allah dengan pembelaan yang
sudah diketahui-Nya pula."

Kemudian, Waraqah mendekat dan mencium ubun-ubun Rasulullah.

Kini Rasulullah memalingkan wajah ke sekitarnya, melihat orang-orang yang menyembah


patung-patung batu. Orang-orang ini juga menjalankan riba dan memakan harta anak yatim.
Mereka jelas-jelas berada dalam kesesatan. Kepada orang orang inilah Rasulullah
diperintahkan untuk menyeru agar mereka menghentikan perbuatan perbuatan itu.

Namun, apakah mereka mau berhenti begitu saja? Orang orang Quraisy itu benar-benar
amat kuat dalam memegang keyakinan mereka.

Orang orang itu bahkan siap berperang dan mati untuk mempertahankan keyakinan
mereka. Untuk itu, Rasulullah memerlukan datangnya wahyu penuntun lagi.

Namun, wahyu yang dinanti Rasulullah ternyata tidak juga turun. Jibril tidak pernah datang
lagi untuk waktu yang lama. Rasulullah merasa amat terasing. Rasa takutnya kembali
muncul. Beliau takut jika Allah melupakan bahkan tidak menyukainya. Rasulullah kembali
pergi ke bukit dan menyendiri lagi di Gua Hira. Ingin rasanya beliau membumbung tinggi
dengan sepenuh jiwa, menghadap Allah, dan bertanya mengapa dirinya seolah ditinggalkan.

Apa gunanya hidup ini kalau harapan besar Rasulullah untuk menuntun umat ternyata
menjadi kering. Rasulullah saat itu, benar benar hampir merasa putus asa.

Surat Adh Dhuha

Tiba-tiba, wahyu itu turun:

‫َوالضُّ َح ٰى‬

Demi waktu matahari sepenggalahan naik,


Surah Ad-Duha (93:1)

‫َواللَّي ِْل إِ َذا َس َج ٰى‬

dan demi malam apabila telah sunyi (gelap), (93:2)

‫َما َو َّدعَكَ َربُّكَ َو َما قَلَ ٰى‬

Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu. (93:3)

‫ك ِمنَ اأْل ُولَ ٰى‬


َ َ‫َولَآْل ِخ َرةُ َخ ْي ٌر ل‬
Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang
(permulaan). (93:4)

َ ْ‫ك فَتَر‬
‫ض ٰى‬ ِ ‫َولَ َسوْ فَ يُع‬
َ ُّ‫ْطيكَ َرب‬

Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu , lalu (hati) kamu menjadi
puas. (93:5)

َ ‫أَلَ ْم يَ ِج ْد‬
‫ك يَتِي ًما فَآ َو ٰى‬

Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? (93:6)

‫ضااًّل فَهَد َٰى‬


َ ‫ك‬
َ ‫َو َو َج َد‬

Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. (93:7)

‫َو َو َجدَكَ عَائِاًل فَأ َ ْغن َٰى‬

Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.
(93:8)

ْ‫فَأ َ َّما ْاليَتِي َم فَاَل تَ ْقهَر‬

Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang.


(93:9)

ْ‫َوأَ َّما السَّائِ َل فَاَل تَ ْنهَر‬

Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.


(93:10)

ْ ‫َوأَ َّما بِنِ ْع َم ِة َربِّكَ فَ َحد‬


‫ِّث‬
Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan. (93:11)

Rasa cemas dan takut di hati Rasulullah kini hilang sudah. Betapa damainya firman Allah itu
terasa di hati beliau. Rasulullah harus menjauhi setiap perbuatan mungkar dan
membersihkan pakaian. Beliau harus mengajak orang mengingat Allah. Beliau harus tabah
menghadapi gangguan, tidak boleh menolak orang yang meminta bantuan, dan berlaku
lembut kepada anak yatim.

Allah juga mengingatkan bahwa Rasulullah yatim, lalu Allah melindunginya lewat asuhan
kakeknya, Abdul Muthalib, dan pamannya, Abu Thalib.

Dulu, Rasulullah hidup miskin, lalu Allah memberinya kekayaan. Allah pula yang telah
menyandingkan beliau dengan Khadijah, yang menjadi kawan semasa muda, kawan semasa
beliau ber-tahannuts, kawan yang penuh cinta kasih, yang memberi nasihat dengan rasa
kasih sayang.

Allah telah mendapati Rasulullah tidak tahu jalan, lalu diberi-Nya beliau petunjuk kenabian.
Cukuplah semua itu. Hendaklah mulai sekarang, Rasulullah mengajak orang kepada
kebenaran, sedapat mungkin, sekuat mungkin.

Bersambung

Anda mungkin juga menyukai