Anda di halaman 1dari 22

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

CASE REPORT

SEORANG PEREMPUAN 52 TAHUN DENGAN NYERI LENGAN ATAS KANAN


PENYUSUN:
Jimly Asshiddiqie, S. Ked. J510215009

PEMBIMBING:
Pembimbing: dr. Farhat, Sp.OT

PRODI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik FK UMS
CASE REPORT
Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : Seorang Perempuan 52 Tahun dengan Nyeri lengan kanan atas


Penyusun : Jimly Asshiddiqie, S. Ked, J510215009
Pembimbing : dr. Farhat, Sp.OT

Ponorogo, ….. Juni 2021

Penyusun

Menyetujui,
Pembimbing

dr. Farhat, Sp.OT


Mengetahui,
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS

dr. Iin Novita N.M., M.Sc., Sp.PD


BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Ny. S
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Umur : 52 Tahun
 Alamat : Sidodadi, Babadan
 Agama : Islam
 Suku : Jawa
 Tanggal masuk RS : 25 Juni 2021
 Tanggal pemeriksaan : 26 Juni 2021

II. ANAMNESA
A. Keluhan utama : Nyeri tangan kanan
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Harjono Ponorogo pada tanggal 25 Juni 2021
pukul 08.00 WIB, pasien datang ke IGD diantar oleh keluarga. Pasien mengeluhkan
nyeri pada tangan kanan. Nyeri dirasakan pasien seketika setelah tangan kanan
pasien terjepit oleh mobil dan pohon saat memanskan mobil. Nyeri yang dirasakan
sangat mengganggu. Nyeri terasa Semakin memberat saat tangan digerakkan dan
berkurang bila diistirahatkan. Pada saat terjatuh tidak ada penurunan kesadaran,
pasien datang ke IGD juga dalam keadaan sadar. Setelah terjatuh pasien tidak bisa
berdiri dan nyeri pada kaki kanannya. Pasien tidak merasakan kesemutan dan rasa
baal. Pada kaki kanan pasien tidak terdapat adanya luka. Nyeri dirasakan setelah
terjatuh. Pasien jatuh tertabrak motor dari arah belakang saat hendak mennyebrang
menggunakan motor ke arah sebuah sd untuk mengantarkan buku adiknya. Pasien
tertabrak motor dengan posisi badan terjatuh ke samping kanan. Nyeri yang
dirasakan tidak menjalar.

Ini merupakan kali pertama pasien tertabrak dan di rawat di RS. Sebelum
jatuh, pasien tidak ada gangguan dalam berjalan dan tidak ada gangguan dalam
menggunakan kakinya, juga tidak merasakan nyeri kaki sebelumnya. Pasien
mengaku sebelumnya tidak merasa nyeri sendi di pagi hari ataupun malam hari,
tidak nyeri seluruh tubuh, dan tidak ada demam.

Pasien tidak mengeluh adanya nyeri dibagian tubuh lain, pusing (-), demam
(-), mual (-), muntah (-), sesak napas (-), nyeri dada (-), nyeri perut (-), BAB lancar,
BAK lancar.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat sakit serupa : disangkal
 Riwayat Operasi sebelumnya : disangkal
 Riwayat Trauma : disangkal
 Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
 Riwayat Hipertensi : disangkal
 Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
 Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat Alergi dalam keluarga : disangkal
 Riwayat Asma dalam keluarga : disangkal
 Riwayat Hipertensi dalam keluarga : disangkal
 Riwayat DM dalam keluarga : disangkal
E. Anamnesis Sistem
 Sistem Serebrospinal : Pusing (-), demam (-)
 Sistem Respirasi : Batuk (-), pilek (-), sesak napas (-)
 Sistem Kardiovaskuler : Nyeri dada (-)
 Sistem Digestivus : Mual (-), muntah (-), BAB lancar
 Sistem Urogenital : BAK lancar, warna jernih kekuningan, nyeri
berkemih (-)
 Sistem Muskuloskeletal : Ada hambatan gerak di regio brachhii dextra
 Sistem Integumentum : Akral hangat

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan dilakukan di Bangsal Dahlia RSUD Dr. Harjono pada tanggal 26 Juni
2021.
A. Status Generalis
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 120/800 mmHg
Nadi : 80x/menit, regular
RR : 20x/menit regular
Suhu : 360C
SPO2 : 98%
C. Status Generalis
1. Kepala
Normocepal, jejas (-) hematom (-) luka (-) nyeri tekan (-) di regio temporal
dextra sinistra, udem (-)
2. Mata
Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-) reflek cahaya (+/+), isokor
(3mm/3mm)
3. Leher
pembesaran kelenjar limfe (-)
4. Thoraks
a. Pulmo:
 Inspeksi : simetris, ketertinggalan gerak (-), jejas (-)
 Palpasi : ketertinggalan gerak (-), fremitus normal
 Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi: vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
b. Jantung
 Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
 Palpasi : iktus cordis teraba di SIC V midclavicularis sinistra
 Perkusi : batas jantung
Batas jantung kiri
Kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Kiri bawah: SIC V linea midclavicularis sinistra
Batas jantung kanan
Kanan atas: SIC II linea parasternalis dextra
Kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dextra
 Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, regular, bising (-), gallop (-)
5. Abdomen
Inspeksi : jejas (-), distended (-), massa (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : timpani (+), pekak hepar (+), pekak beralih (-), undulasi
(-)
Palpasi : supel (+), hepar dan lien tidak teraba, defans muscular (-),
nyeri tekan (-)
6. Ekstremitas
Superior : udem (=/-) luka (-/-), akral hangat (+/+), CRT <2 detik (status
lokalis)
Inferior : udem (-/-), luka (-/-), akral hangat (+/+), CRT <2 detik

D. STATUS LOKALIS

1. Lokasi trauma : Regio brachii dextra

2. Look

Edema :+

Luka :-

bone exposure :-

Deformitas :+

3. Feel

• Nyeri tekan :+

• Akral hangat :+

• Capillary refill time : <2 detik

• Fungsi motorik

o N. peroneus communis (dorsofleksi terbatas),

o N. Tibialis (plantar fleksi terbatas, fleksi jari kaki terbatas)

• Fungsi sensorik

o N Peroneus Profundus (+)

o N. Peroneus Superficialis (+)


o N Tibialis (+)

• Pulsasi

o arteri dorsalis pedis (+) reguler, sama kuat antara kanan dan kiri.

o arteri tibialis posterior (+) reguler, sama kuat antara kanan dan kiri.

4. Move

• False movement : (+)

• Krepitasi : (+)

• Nyeri gerak : (+)

• ROM : terbatas karena nyeri

Aktif :

Knee : fleksi (terbatas), ekstensi (terbatas)

Ankle :dorsofleksi (terbatas), plantarfleks (terbatas), inversi (terbatas),


eversi (terbatas)

Pasif :

Knee : fleksi (terbatas), ekstensi (terbatas)

Ankle :dorsofleksi (terbatas), plantarfleks (terbatas), inversi (terbatas),


eversi (terbatas)

IV. ASSASMENT AWAL


Close Fraktur cruris (1/3 medial tibia dan 1/3 distal fibula) dextra

V. PLANNING DIAGNOSTIK:
Darah Lengkap
Foto Rhontgen regio cruris dextra

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Darah Lengkap
b. Foto Rongent
VII. Planing
1. Assesment:
Close Fraktur 1/3 medial tibia dan 1/3 distal fibuls dextra

2. Terapi
-Infus RL
-Injeksi ranitidin 2x1
-inj Santagesik 3 x 1

3. Monitoring
Observasi tanda nyeri
Observasi vital sign
Observasi tanda klinis

4. Edukasi
Rehabilitasi
Menggerakkan jari jari kaki
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Faktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, lempeng epiphyseal atau permukaan
rawan sendi. Fraktur jenis apapun, biasanya melibatkan jaringan lunak dan
mengakibatkan terjadinya cedera (soft tissue injury).
B. Etiologi dan Biomekanika Fraktur
Pada umumnya penyebab fraktur adalah trauma, dan maraknya kasus kecelakaan lalu-
lintas mengakibatkan kecelakaan lalu-lintas merupakan salah satu penyebab terjadinya
fraktur yang paling banyak ditemui dalam masyarakat.
Trauma lain yang dapat mengakibatkan fraktur antara lain kecelakaan kerja dan
cedera olahraga. Dalam setiap fraktur, perlu dipikirkan biomekanika fraktur.
C. Anatomi Tulang Cruris

Gambar 2. Anatomi tulang Cruris


Cruris atau tibio fibular dibentuk oleh os tibia dan os fibula, dimana terdiri dari cruris
proksimal dan distal. Pada bagian proksimal membentuk knee joint bersama dengan
patella dan femur, sedangkan pada bagian distal membentuk ankle joint bersama dengan
ossa tarsal.
Tibia merupakan os longum, mempunyai corpus, ujung proximal dan ujung distal
berada di sisi medial dan anterior dari cruris. Pada posisi berdiri, tibia meneruskan gaya
berat badan menuju ke pedis. Ujung proximal lebar sehingga membentuk gaya
persendian dengan os femur yaitu condylus medialis.
Fibula lebih luar dan lebih tipis dari dua tulang panjang kaki bagian bawah. Ujung
atas fibula tidak mencapai lutut, tetapi ujung bawah turun di bawah tulang kering dan
membentuk bagian dari pergelangan kaki. Pada fibula bagian ujung bawah disebut
malleolus lateralis.
D. Definisi Faktur Cruris
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya terjadi
pada tulang tibia dan fibula. Fraktur ini dikaitkan dengan beberapa komplikasi dan bisa
menjadi bencana jika tidak dikelola dengan baik. Hal ini terlihat pada orang muda setelah
kecelakaan di jalan atau jatuh dari ketinggian atau cedera. Kadang-kadang juga disertai
dengan dislokasi pergelangan kaki.
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan
terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang pipa dengan sebuah
batang dan dua ujung. Tulang tibia bersama-sama dengan otot-otot yang ada di
sekitarnya berfungsi menyangga seluruh tubuh dari paha ke atas, mengatur pergerakan
untuk menjaga keseimbangan tubuh pada saat berdiri.
Kondisi anatomis tulang tibia tersebut memiliki risiko terjadinya fraktur terbuka lebih
sering dibandingkan tulang panjang lainnya apabila mendapat suatu trauma. Fraktur
cruris bisa terjadi karena adanya daya putar atau puntir yang dapat menyebabkan fraktur
spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat yang berbeda, daya angulasi menimbulkan
fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada cedera tidak
langsung, salah satu fragmen tulang dapat menembus kulit di atas fraktur. Kecelakaan
sepeda motor adalah penyebab paling sering dari fraktur cruris.
Ketika terjadi fraktur perdarahan biasanya terjadi di sekitar lokasi fraktur ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih
dan sel mast berakumulasi menyebabkan aliran darah ketempat tersebut meningkat,
aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf
yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan
darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer.Yang bila berlangsung
lama bisa menyebabkan comportement syndrom.
Kerusakan pada otot dan jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat karena
adanya spasme otot di sekitarnya. Sedangkan kerusakan pada tulang itu sendiri
mengakibatkan terjadinya perubahan ketidakseimbangan dimana tulang dapat menekan
persyarafan pada daerah yang terkena fraktur.
E. Pemulihan Patah Tulang Cruris
Pemulihan fraktur cruris didasarkan pada beberapa faktor:
a. Jumlah dan dislokasi fragmen tulang
b. Tingkat keparahan fraktur cruris dan cedera jaringan lunak
c. Terkait cedera saraf
d. Waktu tunda antara cedera dan pengobatan
e. Latihan rehabilitasi fraktur cruris
f. Sebuah pemulihan fraktur cruris lengkap memerlukan waktu sekitar 3-4
bulan yang mencakup beberapa bulan untuk penyembuhan fraktur
humerus diikuti dengan penggunaan brace pelindung fraktur cruris selama
beberapa bulan untuk mendukung latihan dan rehabilitasi fraktur cruris.

F. Jenis - jenis fraktur dapat dibagi menjadi:


a. Fraktur komplit : Patah pada seluruh garis tulang dan biasanya mengalami
pergeseran dari posisi normal.
b. Fraktur inkomplit : Patah tulang yang terjadi pada sebagian garis tengah
tulang.
c. Fraktur tertutup : Patah tulang yang tidak menyebabkan robekan pada kulit.
Patah tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar.
d. Fraktur terbuka/fraktur komplikata : Patah tulang dengan luka pada kulit atau
membran mukosa sampai patahan tulang. Fraktur terbuka di gradasi menjadi:
1) Grade I : fraktur terbuka dengan luka bersih kurang dari 1 cm
2) Grade II : fraktur dengan luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan extensif
sekitarnya.
3) Grade III : fraktur dengan kondisi luka mengalami kerusakan jaringan lunak
ekstensif dan sangat terkontaminasi. Menurut Feldman (1999), fraktur terbuka
grade III dibagi lagi menjadi:
a) Grade IIIA: terjadi kerusakan soft tissue pada bagian tulang yang
terbuka
G. Jenis fraktur a) Grade IIIB: trauma yang menyebabkan kerusakan periosteum
ekstensif dan membutuhkan teknik bedah plastik untuk menutupnya
b) Grade IIIC: fraktur terbuka termasuk rusaknya pembuluh darah
besar

1) Greenstick: salah satu sisi tulang patah dan sisi lainnya membengkok.
2) Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
3) Oblik: garis patahan membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
4) Spiral: fraktur yang memuntir seputar batang tulang
5) Kominutif: tulang pecah menjadi beberapa bagian
6) Kompresif: tulang mengalami kompresi/penekanan pada bagian tulang
lainnya seperti (pada tulang belakang)
7) Depresif: fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (pada tulang
tengkorak)
8) Patologik: fraktur pada tulang yang berpenyakit seperti penyakit Paget,
Osteosarcoma.
9) Epifiseal: fraktur pada bagian epifiseal

Gambar 3. Pembagian tipe fraktur


H. Berdasarkan kedudukan pergeseran fraktur (Displacement of fracture)
Fraktur pergeseran adalah posisi yang abnormal pada fragment fraktur di bagian distal
yang berhubungan dengan tulang proximal. Fraktur penggeseran bisa menyebabkan
peralihan tulang, pemendekan tulang, pembentukan sudut angulasi, rotasi, dan perubahan
alignment seperti yang dilampirkan pada Gambar 16. Peralihan (distraction) adalah
pemisahan pada axis longitudinal tulang yang ditandai dengan gangguan alignment
tulang. Namun, pergeseran (displacement) adalah tahap dimana fragmen fraktur keluar
dari alignment tulang. Angulasi adalah sudut pada fragmen distal yang diukur dari
fragment proximal. Penggeseran dan angulasi bisa terjadi pada ventral-dorsal plane,
lateral-medial plane atau keduanya.
Gambar 24. Displacement of Fractur.
a. Perubahan alignment (Loss of alignment)
Istilah ‘pergeseran’ (displacement) adalah perubahan alignment tulang di sepanjang
axis tulang. Perubahan alignment sering disertai beberapa derajat angulasi, rotasi, atau
perubahan kepanjangan tulang.
b. Pemendekkan tulang (shortening)
Pergeseran tulang distal kearah proximal menyebabkan pemendekan (shortening) pada
tulang panjang. Pemendekan tulang pada fraktur oblik lebih parah dibandingkan pemendekan
akibat fraktur transversal.
c. Angulasi (Angulation) dan Rotasi (Rotation)
Angulasi merupakan berkaitan dengan arah tulang distal dan terhadap tulang proximal
(Gambar 21). Angulasi pada bagian medial dikenal sebagai ‘Varus’ dan angulasi pada pada
lateral dikenal sebagai ‘Valgus’.
Gambar 25. Angulasi dan Rotasi.
d. Peralihan tulang (distraction) dan impaksi
Fraktur yang menyebabkan peningkatan panjang tulang. Peningkatan panjang tulang ini
disebabkan oleh pelebaran komponen tulang. Jika terjadi adalah disebabkan oleh suatu
impaksi.

Gambar 26.Peralihan tulang dan Impaksi.


I. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang
diimobilisasi.
b. Pergeseran fragmen tulang menyebabkan deformitas tulang yang bisa
diketahui dengan membandingkan dengan bagian yang normal.
c. Pemendekan tulang yang disebabkan karena kontraksi otot yang melekat
diatas maupun dibawah tempat fraktur.
d. Pada pemeriksaan palpasi ditemukan adanya krepitasi akibat gesekan
antara fragmen satu dengan yang lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
J. Penatalaksanaan Fraktur dan Kegawatdaruratannya
Perdarahan dari patah tulang panjang dapat menjadi penyebab terjadinya syok
hipovolemik. Pasien dievaluasi dengan seksama dan lengkap. Ekstremitas sebisa
mungkin jangan digerakkan untuk mencegah kerusakan soft tissue pada area yang
cedera. Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian
fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi.
1. Reduksi fraktur
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajaran dan rotasi anatomis. Reduksi bisa dilakukan secara tertutup,
terbuka dan traksi tergantung pada sifat fraktur namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama.
a. Reduksi tertutup
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang
kembali keposisinya dengan manipulasi dan traksi manual
b. Reduksi terbuka
Reduksi terbuka dilakukan pada fraktur yang memerlukan pendekatan
bedah dengan menggunakan alat fiksasi interna dalam bentuk pin,
kawat, plat sekrew digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang
dalam posisinya sampai penyembuhan solid terjadi.
c. Traksi
Traksidigunakan untuk reduksi dan imobilisasi. Traksi adalah
pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh untuk meminimalisasi
spasme otot, mereduksi, mensejajarkan, serta mengurangi deformitas.
Jenis – jenis traksi meliputi:
a) Traksi kulit : Buck traction, Russel traction, Dunlop traction
b)Traksi skelet: traksi skelet dipasang langsung pada tulang dengan
menggunakan pin metal atau kawat. Beban yang digunakan pada traksi
skeletal 7 kilogram sampai 12 kilogram untuk mencapai efek traksi.
2. Imobilisasi
fraktur Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi,
atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau
eksterna. Fiksasi eksterna dapat menggunakan pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinu pin dan teknik gips. Fiksator interna dengan implant logam.
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
Latihan otot dilakukan untuk meminimalkan atrofi dan meningkatkan
peredaran darah. Partisipasi dalam aktifitas sehari-hari diusahakan untuk
memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.
K. PENYEMBUHAN FRAKTUR
Tahap (fase) penyembuhan tulang yang mengalami fraktur:
1. Fase Inflamasi
Jika salah satu tulang patah, maka seluruh jaringan lunak sekitarnya juga rusak,
termasuk periosteum dan otot sekitarnya, robek, dan banyak pembuluh darah melintasi garis
fraktur yang pecah. Sehingga terdapat hematoma pada medullary canal, antara ujung fraktur,
dan di bawah periosteum. Darah ini cepat menggumpal dan membentuk bekuan. Osteosit
kekurangan nutrisi dan mati. Sehingga pada daerah fraktur tidak mengandung sel-sel hidup.
Kerusakan yang parah pada periosteum dan sumsum serta jaringan lunak sekitarnya juga
dapat berkontribusi sebagai bahan nekrotik pada daerah fraktur tersebut. Karena begitu
banyaknya bahan nekrotik dapat memunculkan respon inflamasi akut langsung dan intens.
Ada vasodilatasi luas dan eksudasi plasma, yang mengarah ke edema akut terlihat pada
daerah fraktur. Fase ini dapat berlangsung selama 2-4 minggu. Secara perlahan fase ini akan
berhenti kemudian fase kedua dimulai dan secara bertahap menjadi pola dominan.
2. Fase Reparatif
Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan darah akan membentuk jaringan
granulasi, dimana sel-sel pembentuk tulang primitive (osteogenik) berdiferensiasi menjadi
kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan mensekresi fosfat yang merangsang deposisi
kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus) disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal
dan meluas, bertemu dengan lapisan kalus dari fragmen satunya dan menyatu. Fusi dari
kedua fragmen (penyembuhan fraktur) terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula oleh
osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyeberangi lokasi fraktur. Persatuan
(union) tulang provisional ini akan menjalani transformasi metaplastik untuk menjadi lebih
kuat dan lebih terorganisasi. Fase ini berlangsung selama 1-2 bulan.
3. Fase Remodeling
Proses renovasi dilakukan oleh keseimbangan resorpsi kalus oleh osteoklas, dan
deposisi tulang pipih oleh osteoblas. Fase ini membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk
meregenerasi tulang tersebut. Proses ini mungkin terjadi lebih cepat pasien yang lebih muda.
Agar remodeling tulang baik, maka pasokan darah harus memadai dan meningkat secara
bertahap. Hal ini jelas ditunjukkan pada kasus di mana tidak memadai pasokan darahnya
maka berkembang menjadi atrophic fibrous non-union. Namun, dalam kasus di mana ada
vaskularisasi yang baik tetapi fiksasi tidak stabil, proses penyembuhan berlangsung untuk
membentuk kalus, tetapi hasilnya berupa hypertrophic non-union atau pseudoarthrosis.

Gambar 28. Penyembuhan fraktur.


L. Komplikasi Fraktur
Komplikasi fraktur dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Komplikasi awal
1) Syok
Syok hipovolemik akibat dari perdarahan karena tulang merupakan organ
yang sangat vaskuler maka dapat terjadi perdarahan yang sangat besar
sebagai akibat dari trauma khususnya pada fraktur femur dan fraktur
pelvis.
2) Emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah karena
tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler dan katekolamin
yang dilepaskan memobilisasi asam lemak kedalam aliran darah. Globula
lemak ini bergabung dengan trombosit membentuk emboli yang dapat
menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok darah ke
otak, paru- paru, ginjal dan organ lainnya.
3) Compartment Syndrome
Compartment syndrome merupakan masalah yang terjadi
saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang
dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh karena penurunan
ukuran fasia yang membungkus otot terlalu ketat, balutan
yang terlalu ketat dan peningkatan isi kompartemen karena
perdarahan atau edema.
4) Komplikasi awal lainnya seperti infeksi, tromboemboli
dan koagulopati intravaskular.
b. Komplikasi lambat
1) Delayed union, malunion, nonunion penyatuan
terlambat (delayed union) terjadi bila penyembuhan tidak
terjadi dengan kecepatan normal berhubungan dengan
infeksi dan distraksi (tarikan) dari fragmen tulang. Tarikan
fragmen tulang juga dapat menyebabkan kesalahan bentuk
dari penyatuan tulang (malunion). Tidak adanya penyatuan
(nonunion) terjadi karena kegagalan penyatuan ujung-
ujung dari patahan tulang.
2) Nekrosis avaskular tulang
Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan
darah dan mati. Tulang yang mati mengalami kolaps atau
diabsorpsi dan diganti dengan tulang yang baru. Sinar-X
menunjukkan kehilangan kalsium dan kolaps struktural.
3) Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Alat fiksasi interna diangkat setelah terjadi penyatuan
tulang namun pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak
diangkat sampai menimbulkan gejala. Nyeri dan penurunan
fungsi merupakan indikator terjadinya masalah. Masalah
tersebut meliputi kegagalan mekanis dari pemasangan dan
stabilisasi yang tidak memadai, kegagalan material,
berkaratnya alat, respon alergi terhadap logam yang
digunakan dan remodeling osteoporotik disekitar alat.
DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons, Committee on Trauma. ATLS, advanced


trauma life
support for doctors: student course manual. Chicago, IL: American
College of Surgeons;2008.

Buckley R. 2014. General Principles of Fracture Care [Internet]. Kumpul.


Kuliah Ilmu Bedah.Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1270717-overview

Eiff MP, Hatch R, Kiggins MK. 2012. Fracture management for primary care.
Philadelphia: Elsevier Saunders

Mostofi SB. 2006. Fracture classifications in clinical practice. London:


Springer-Verlag;

Rex C. 2012. Clinical assessment and examination in orthopedics. 2nd ed.


New Delhi: Jaypee. Brothers Medical Publishers

Salter RB. 1999. Textbook of disorders and injuries of the musculoskeletal


system. 3rd edition.Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins

Shenoy RM. 2010. Essentials of orthopedics. New Delhi: Jaypee Brothers


Medical Publishers;

Theodore TL. 2009. Biomechanics of fractures and fixation [Internet]. [cited


2014 Jan 26]. Available from:
ota.org/media/29251/G08_Biomechanics-Edited-with-Questions.ppt

Anda mungkin juga menyukai