Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN TETAP

METIL ESTER
LABORATORIUM REKAYASA PROSES, PRODUK INDUSTRI KIMIA

DISUSUN OLEH:
FAISAL AKBAR ADIN (03031181823010)

JIHAN UTAMI (03031381823078)

FARAH AMALIA (03031381823092)

RENANDA AMALIA (03031381823104)

NAMA CO-SHIFT 1. ALMAFITRI OCTAVIRANY HERAWATI


2. SILVIA RAMADHANTY
NAMA ASISTEN 1. RIKA KOMALA SARI
2. SILA AMELIA AYU SYIFA

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
ABSTRAK

Metode proses pembuatan metil ester dengan menggunakan bahan baku


minyak kedelai dengan bantuan metanol dan katalis NaOH. Proses pembuatan metil
ester pada praktikum ini dengan menggunakan proses transesterifikasi. Bahan baku
yang digunakan mengandung kadar free fatty acid kurang dari 5%. Proses
transesterifikasi hanya bisa dilakukan jika kadar free fatty acid kurang dari 5%,
apabila lebih dari 5% maka dilakukan proses pra-esterifikasi terlebih dahulu untuk
mengurangi kadar free fatty acid. Berdasarkan hasil pengamatan, proses ini
menghasilkan dua lapisan, yaitu lapisan metil ester dan lapisan gliserol yang masih
terdapat metanol bersisa dan trigliserida bersisa. Massa metil ester yang dihasilkan
adalah 77,4690 g dan massa gliserol adalah 8,0776 g. Hasil dari massa metanol
bersisa adalah 28,7200 g dan massa trigliserida bersisa adalah 7,744 g. Perhitungan
teoritis mol sisa dari trigliserida 0 mol dan perhitungan secara praktek mol sisa
mengandung trigliserida 0,0088 mol sehingga % konversi trigliserida bereaksi
90,89 %. Kandungan free fatty acid pada suatu bahan baku sangat mempengaruhi
kualitas metil ester yang dihasilkan.
Kata kunci: Metil ester, free fatty acid, proses transesterifikasi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Energi berperan penting dalam kehidupan manusia, pengembangan bahan
bakar nabati untuk menggantikan bahan bakar fosil. Biodiesel atau metil ester
adalah sebuah alternatif untuk bahan bakar diesel berbasis minyak bumi yang
terbuat dari sumber daya terbarukan seperti minya nabati dan lemak hewan. Metil
ester memiliki sifat pembakaran yang sangat mirip dengan diesel petroleum.
Pemenuhan kebutuhan bahan bakar di bumi semakin meningkat. Indonesia
memerlukan pengembangan berbagai sumber energi alternatif untuk menghindari
terjadinya krisis energi dimasa yang akan datang. Pengembangan dan implementasi
bahan bakar tersebut bukan hanya untuk menanggulangi krisis energi yang mendera
bangsa namun juga sebagai salah satu solusi kebangkitan ekonomi masyarakat.
Minyak bumi termasuk sumber energi yang tidak dapat diperbaharui oleh
sebab itu pengembangan bahan bakar alternatif penggani seperti minyak nabati
sangat di perlukan untuk menanggulanginya. Bahan bakar nabati dan biodiesel
merupakan kandidat untuk menggantikan bahan bakar diesel. Pengembangan
dengan cara melakukan penelitian-penelitian sekarang banyak membahas
mengenai energi baru dan terbarukan. Biodiesel salah satu energi terbarukan yang
terdapat pada tumbuh-tumbuhan yang akan diproses menggunakan metode
esterfikasi dan transterifikasi. Metode ini merupakan salah satu upaya untuk
mengurangi biaya produksi. Biodiesel adalah alternatif bahan bakar diesel berbasis
minyak bumi yang terbuat dari sumber daya terbarukan.
Bahan bakar ini merupakan salah satu sumber energi utama dunia
transportasi, merupakan energi terbarukan yang dapat menggantikan energi saat ini.
Biodiesel merupakan bahan bakar campuran yang terdiri dari monoalkil ester dari
asam lemak rantai panjang dengan alkohol terpasang. Rantai panjang ini dihasilkan
melalui reaksi minyak nabati dengan alkohol metil atau etil alkohol adanya katalis.
Biodiesel atau metil ester memiliki efek pelumasan yang sangat tinggi, angka setana
relatif tinggi, dan tidak menimbulkan bau yang berbahaya sehingga lebih aman.

1
2

1.2. Rumusan Masalah


1) Bagaimana pengaruh jenis katalis basa pada reaksi transesterefikasi?
2) Bagaimana pengaruh asam lemak bebas terhadap produk biodiesel?
3) Bagaimana mekanisme proses pembuatan biodiesel?
1.3. Tujuan
1) Mengetahui pengaruh jenis katalis basa pada reaksi transesterefikasi.
2) Mengetahui pengaruh asam lemak bebas terhadap produk biodiesel.
3) Mengetahui mekanisme proses pembuatan biodiesel.
1.4. Manfaat
1) Dapat memberikan pengetahuan mengenai proses pembuatan biodiesel.
2) Dapat menjadi landasan teori yang bisa digunakan baik dalam penelitian
maupun pembelajaran sehari-hari.
3) Dapat menjadi pedoman bagi lingkungan industri dalam pemanfaatan serta
pengefesiensian proses pembuatan biodiesel.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hakikat Metil Ester


Metil ester (FAME) atau yang biasa dapat dikenal dengan biodiesel Energi
alternatif terbarukan yang sering dikembangkan saat ini adalah fatty acid. Biodiesel
dapat diperbarui, tidak beracun, mengandung sulfur yang rendah, dan mengurangi
emisi pembakaran, sehingga lebih ramah lingkungan. Pemanfaatan biodiesel tidak
memerlukan modifikasi mesin memiliki kandungan oksigen sehingga pembakaran
berlangsung dengan lebih sempurna. Metil ester adalah senyawa monoalkil ester
yang berasal dari asam lemak berrantai panjang yang terkandung di lemak hewani
serta minyak nabati, yang bisa juga dipakai untuk sumber energi alternatif yang
sesuai untuk bahan bakar mesin diesel. Metil ester adalah asam lemak yang dibuat
dengan menggunakan proses reaksi esterifikasi asam lemak dan metanol. Metil
ester berfungsi sebagai pengganti minyak solar fosil tak terbarukan (Arita, 2008).
Metil ester juga adalah bahan yang digunakan sebagai bahan dasar untuk
menghasilkan produk lain. Pembuatan metil ester pada awalnya mempunyai empat
macam proses, yaitu pencampuran serta penggunaan secara langsung, dengan cara
mikroemulsi, thermal cracking dan juga yang selanjutnya adalah dengan cara
transesterifikasi. Kebanyakan metode yang digunakan saat proses pembuatan metil
ester ini adalah dengan menggunakan metode transesterifikasi (Budiman, 2017).

2.2. Jenis Minyak Bahan Baku Metil Ester


Metil ester dapat diproduksi dari berbagai bahan mentah, seperti lemak dan
minyak nabati. Sumber daya umum untuk pembuatan metil ester termasuk minyak
kelapa, kelapa sawit, kanola, dan lobak, minyak nabati daur ulang, dan lemak
daging sapi. Metil ester dibuat melalui proses kimia yang disebut transesterifikasi.
Konversi minyak ini untuk dapat menjadi metil ester akan melibatkan penggunaan
metanol sebagai bahan baku dan katalis basa yang digunakan (kalium atau natrium).
Bahan metil ester yang dihasilkan dari minyak yang disebutkan di atas
memiliki distribusi rantai karbon unik yang ditentukan oleh minyak dan proses yang
digunakan. Beberapa metode produksi metil ester memiliki kemampuan untuk

3
4

mengolah minyak dengan asam lemak (FFA) berubah menjadi metil ester, sehingga
meningkatkan rendemen minyak yang dimasukkan ke dalam produksi. Jika
diperlukan metil ester panjang rantai karbon lebih spesifik, fraksionalisasi produk
yang lebih luas dan dicapai menggunakan peralatan khusus (Mohamed dkk, 2017).
2.2.1. Minyak Kelapa
Kelapa (Cocos nucifera) berasal dari genus cocos dan satu famili dengan
kelapa sawit. Minyak kelapa atau lebih dikenal sebagai Virgin Coconut Oil (VCO)
merupakan salah satu jenis minyak yang banyak digunakan dari semua minyak
nabati yang diproduksi dunia, yaitu hampir sekitar dari 20% dari total minyak nabati
yang diproduksi. Minyak kelapa mempunyai kandungan asam lemak jenuh yang
tinggi, dan tahan pada oksidasi yang memicu bau tengik. Minyak kelapa ini salah
satu minyak nabati dan banyak tumbuh pada daerah yang tropis (Fennema, 1996).

Tabel 1. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa


Asam Lemak
Rumus kimia Jumlah (%)
( Jenuh dan tak Jenuh)
Asam kaproat C5H11COOH 0-0,8
Asam kaprilat C7H15 COOH 5,5-9,5
Asam kaprat C9H19 COOH 4,5-9,5
Asam laurat C11H23 COOH 44-52
Asam maristat C13H27 COOH 13,2-19
Asam palmitat C15H31 COOH 7,5-10
Asam stearat C17H35 COOH 1-3
Asam palmitoleat C15H29 COOH 0-1,3
Asam linoleat C17H31 COOH 1,5-2,5
(Sumber: Ketaren, 2008)

Minyak kelapa yang diekstrak dari bagian kopra (daging bagian dalam
kelapa yang telah dikeringkan). Kopra tersebut memiliki kandungan minyak sekitar
65%. Pemurnian pada kopra biasanya diperlukan untuk menghilangkan asam lemak
bebas dan juga zat pengotor yang ada didalam kopra yang akan digunakan. Proses
esterifikasi dengan menggunakan VCO akan menggunakan katalisator basa dimana
asam lemak bebas ini kemudian akan dapat diubah menjadi senyawa metil ester.
5

2.2.2. Minyak Kedelai


Biodiesel dengan menggunakan bahan baku minyak kedelai memiliki
keuntungan, antara lain lebih ramah lingkungan. Biodiesel minyak kedelai lebih
ramah lingkungan karena terbuat dari sumber yang dapat diperbaharui dan memiliki
emisi yang lebih rendah dibandingkan dengan petroleum diesel. Minyak nabati
sering digunakan untuk sebagai bahan pembuatan surfaktan Metil Ester Sulfonat
yaitu minyak kedelai. Minyak kedelai memiliki rantai terbaik untuk surfaktan yaitu
asam lemak yang mempunyai 10-18 atom karbon. Panjang dari molekul yang
sangat kritis untuk keseimbangan untuk kebutuhan gugus hidrofilik dan lipofilik.
Rantai hidrofobik terlalu panjang, maka terjadi ketidakseimbangan, karena
terlalu besarnya afinitas untuk gugus minyak atau lemak terlalu sedikit afinitas
untuk gugus pada air, yang mengakibatkan keterbatasan kelarutan yang di dalam
air. Minyak yang berasal dari kedelai mempunyai asam lemak jenuh sekitar 15%.
Minyak kedelai juga memiliki titik beku yang sangat rendah yaitu sekitar -16oC.
Minyak kedelai dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel (Putra dkk, 2018).
2.2.3. Minyak Jelantah
Minyak goreng yang telah digunakan berulang kali atau yang lebih dikenal
dengan minyak jelantah adalah minyak limbah yang berasal dari jenis-jenis minyak
goreng, seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, dan minyak samin. Minyak
jelantah biasanya merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga
dan dapat digunakan lagi untuk keperluan lainnya. Limbah semacam itu biasa
dihasilkan di beberapa lokasi, terutama jika mempertimbangkan daerah perkotaan
dengan konsumsi minyak nabati dengan olahan yang tinggi (Wahyuni dkk, 2011).
Penggunaan minyak jelantah untuk proses produksi biodiesel sangat efektif
meskipun minyak murni juga telah menjadi cara yang efektif untuk mengurangi
biaya bahan baku pada proses, selain memberikan manfaat lingkungan yang besar
karena memberikan alternatif untuk pembuangan akhir minyak yang sebelumnya
dibuang ke lingkungan. Minyak nabati digunakan untuk menggoreng dan setelah
waktu penggunaan yang bervariasi dibuang. Jenis minyak ini berbeda dengan
minyak mentah dan minyak sulingan biasanya. Adanya panas dan air mempercepat
hidrolisis trigliserida, meningkatkan kandungan asam lemak bebas dalam minyak.
6

Apabila ditinjau menggunakan komposisi kimia, minyak jelantah biasanya


mempunyai senyawa-senyawa bersifat karsinogenik bagi tubuh, dan terjadi selama
proses penggorengan. Minyak jelantah merupakan minyak nabati pada umumnya
yang memiliki kekentalan yang relatif tinggi apabila dibandingkan dengan minyak
solar dari fraksi minyak bumi. Kekentalan dari minyak tersebut dapat dikurangi
memutus percabangan rantai karbon melalui proses transesterifikasi menggunakan
alkohol rantai pendek, misalnya dengan metanol atau etanol (Mohamed dkk, 2017).
2.2.4. Minyak Kanola
Minyak kanola, minyak nabati yang digunakan dalam produksi biodiesel,
mengandung sekitar 300 ppm fosfolipid. Fosfolipid yang terkandung dalam minyak
kanola akan menurunkan efisiensi pemisahan biodiesel, sehingga produktivitas
transesterifikasi menjadi rendah. Menggunakan minyak kanola juga merupakan
salah satu bahan bakar alternatif yang baik, dan memiliki keunggulan yang besar
dibandingkan dengan bahan bakar biodiesel lainnya. Minyak kanola yang biasanya
mengandung sekitar 40-45% minyak (sama dengan minyak bunga matahari), yang
lebih tinggi dari minyak sayur lainnya, termasuk dari kedelai (Jang dkk, 2012).

2.3. Macam-macam Pembuatan Metil Ester


Pembuatan metil ester mempunyai beberapa macam metode yang dapat
digunakan. Beberapa diantaranya adalah dengan metode transesterifikasi, pirolisis
atau thermal cracking, mikroemulsi, pencampuran dan dengan menggunakan
penggunaan secara langsung. Tiga metode analisa yang biasanya digunakan dalam
menetapkan kadar metil ester yang pertama adalah dengan cara kromatografi gas,
kromatografi lapis tipis dan yang terakhir berupa kromatografi cair kinerja tinggi.
Kandungan FFA yang terkandung dalam minyak nabati akan membedakan proses
pembuatan metil ester dengan dua cara yaitu transesterifikasi dengan menggunakan
katalis basa dan dengan menggunakan esterifikasi katalis asam (Farid dkk, 2017).
Metil ester termasuk dalam turunan dari gliserida yang adalah oleokimia
dasar (minyak dan lemak) dihasilkan melalui proses esterifikasi transesterifikasi.
Pembentukan ester dilakukan melalui reaksi secara langsung antara alkohol dan
asam karboksilat reaksi ini disebut reaksi esterifikasi. Reaksi ini biasanya dilakukan
menggunakan katalis asam maka reaksinya bersifat reversible (Fessenden, 1982).
7

2.3.1. Transesterifikasi
Transesterifikasi atau alkoholisis didefinisikan sebagai metode di mana
minyak dibiarkan bereaksi secara kimia dengan alkohol. Reaksi ini menggunakan
metanol dan etanol yang merupakan alkohol umum digunakan karena harganya
murah. Reaksi ini telah banyak digunakan untuk mengurangi viskositas minyak
yang tidak dapat dimakan dan untuk konversi trigliserida menjadi ester. Lemak
hewani atau minyak nabati mentah terlebih dahulu dipanaskan untuk
menghilangkan kotoran atau pretreatment. Proses secara transesterifikasi dilakukan
dengan adanya katalis dan kemudian diperoleh campuran biodiesel mentah dan
gliserin. Terakhir, bahan bakar biodiesel murni diperoleh setelah pencucian dan
pengeringan berulang. Metode transesterifikasi dibagi menjadi katalisis asam basa,
katalisis enzimatis metanol superkritis metode katalitik (Thaiyasuit dkk, 2012).
Transesterifikasi dapat dilakukan dua cara yaitu transesterifikasi katalitik
dan transesterifikasi nonkatalitik. Transesterifikasi mendapat banyak penerimaan
untuk konversi minyak nabati menjadi produk dengan sifat bahan bakar yang secara
teknis dapat lebih kompatibel. Transesterifikasi yaitu proses penting untuk produksi
biodiesel, karena dapat mengurangi kekentalan bahan baku minyak nabati ke
tingkat yang mendekati minyak berbasis fosil konvensional. Proses transesterifikasi
itu dipengaruhi faktor yang bergantung kondisi reaksinya (Mumtaz dkk, 2017).
2.3.2. Esterifikasi
Proses esterifikasi perlu dilakukan jika kandungan FFA lebih dari 2,5%. Ini
karena asam lemak bebas memicu reaksi saponifikasi dan mengurangi konversi
transesterifikasi. Esterifikasi dan transesterifikasi pada umumnya menggunakan
katalis asam atau basa cair, sehingga prosesnya dapat dihomogenisasi dengan
menggunakan minyak dan metanol dengan mudah (Redjek dkk, 2019). Tujuan dari
proses esterifikasi ini untuk mengubah asam-asam lemak lemak dari tigliserida ke
dalam bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi yang disebut
reaksi interesterifikasi yaitu reaksi pertukaran ester didasarkan atas prinsip dari
transesterifikasi. Prinsip reaksi ini, asam-asam lemak rantai pendek seperti asam
butirat dan kaproat yang menyebabkan bau tidak sedap, dapat ditukar dengan asam
lemak rantai panjang yang memiliki sifat tidak mudah menguap (Ketaren, 2008).
8

2.3.3. Pirolisis
Meskipun reaksi transesterifikasi merupakan metode yang ekonomis dan
ramah lingkungan, namun relatif mengkonsumsi energi tinggi dan dapat terjadi
saponifikasi. Peneliti meneliti penggunaan panas dengan atau tanpa katalis, dengan
tidak adanya oksigen untuk menghasilkan minyak berupa minyak nabati disebut
proses pirolisis. Pirolisis ini merupakan proses yang dapat menguraikan bahan baku
tumbuhan atau dengan lemak hewani menjadi rangkaian campuran. Campuran yang
dihasilkan meliputi alkana, olefin, diena, aromatik, dan asam karboksilat.
Metode pirolisis ini harus dilakukan dengan tanpa udara atau oksigen untuk
mencegah oli teroksidasi pada suhu tinggi. Cara ini membutuhkan peralatan yang
kompleks dan memiliki biaya produksi yang tinggi. Kondisi reaksi (tekanan
atmosfer, pemanasan cepat, waktu reaksi sangat pendek) sangat kuat, dan dapat
dengan cepat memecah polimer organik dalam biomassa menjadi molekul rantai
pendek. Metode ini tidak disukai oleh peneliti karena tingkat konversi yang rendah,
konsumsi energi yang tinggi, dan ekonomi yang buruk (Mohamed dkk, 2017).
2.2.4. Mikroemulsi
Metode mikroemulsi digunakan untuk memperbaiki viskositas tinggi, dan
juga dari kerugian lain dari bahan bakar biodiesel. Metode mikroemulsi biasanya
dapat melibatkan pencampuran minyak hewani dan nabati dengan pelarut dan
mikroemulsi atau surfaktan, untuk membentuk bahan bakar biodiesel mikroemulsi.
Metode mikroemulsi ini ditandai dengan pengurangan kekentalan biodiesel yang
sederhana dan langsung. Ketika mesin membakar bahan bakar yang dihasilkan
dengan metode mikroemulsi dalam waktu lama masalah tersebut biasanya akan
dapat terjadi, seperti pengendapan karbon dalam jumlah yang besar, pembakaran
yang tidak sempurna, dan peningkatan viskositas oli pelumas (Wang dkk. 2015).

2.4. Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Metil Ester


Kandungan FFA yang terdapat pada minyak berperan penting dalam reaksi
transesterifikasi, terutama apabila katalis basa digunakan untuk reaksi. FFA dapat
bereaksi dengan katalis alkali sehingga akan menimbulkan safonifikasi atau
pembentukan sabun dan akan berdampak serius pada laju transesterifikasi. Asam
lemak bebas akan dapat dikonversikan menjadi metil ester. Sebelum produk dari
9

proses esterifikasi harus masuk tahap selanjutnya yaitu pada tahap transesterifikasi,
proses ini melibatkan air dan juga sebagian besar dari katalis asam yang telah
digunakan yang kandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu (Fessenden, 1982).
2.4.1. Waktu Reaksi
Laju reaksi dari transesterifikasi sangat dikendalikan oleh waktu dan suhu
Reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar dan dengan cukup waktu yang
diperlukan pada saat melakukan reaksi. Pengaruh waktu pada saat terjadi proses
transesterifikasi adalah semakin lama waktu reaksi yang dijalankan maka waktu
kontak yang terjadi antara zat yang digunakan dalam reaksi akan berlangsung
semakin lama dan semakin besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar.
Waktu reaksi memainkan peran penting dalam transesterifikasi trigliserida secara
umum akibatnya mempengaruhi hasil metil ester. Pembuatan dilakukan fokus pada
waktu reaksi untuk menyelidiki pengaruh untuk hasil metil ester (Budiman, 2017).
2.4.2. Suhu Reaksi
Suhu reaksi merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi reaksi dan
hasil produksi metil ester. Temperatur dapat mempengaruhi laju reaksi dan konversi
minyak, karena konstanta laju intrinsik sangat bergantung pada temperatur. Suhu
berpengaruh pada saat reasi esterifikasi adalah karena semakin tinggi suhu yang
digunakan dalam reaksi maka akan semakin banyak pula konversi yang dihasilkan.
Suhu yang naik akan menyebabkan harga dari konstanta semakin besar sehingga
reaksi yang sedang berlangsung juga akan berjalan dengan semakin cepat.
2.4.3. Pengadukan
Laju pengadukan juga akan dapat bertindak untuk menentukan hasil dalam
reaksi yang melibatkan reaktan kental. Pencampuran reaktan penting untuk
penyelesaian reaksi transesterifikasi dan akibatnya, meningkatkan hasil metil ester.
Proses pengadukan dalam reaksi akan menambah frekuensi tumbukan yang terjadi
diantara molekul-molekul zat pereaksi dan zat yang bereaksi sehingga akan
membuat reaksi semakin cepat dan menjadikan reaksi berjalan dengan sempurna.
Semakin besar tumbukan yang terjadi diantara komponen zat yang digunakan maka
akan semakin besar pula harga konstanta kecepatan reaksi. Oleh karena itu proses
pengadukan dalam reaksi sangat penting pada prosesnya (Panchal dkk, 2019).
10

2.4.4. Penggunaan Katalisator


Jumlah katalis merupakan parameter penting yang mempengaruhi konversi
trigliserida menjadi metil ester. Pemilihan katalis merupakan langkah yang penting
dalam menentukan hasil produksi metil ester. Katalis mempunyai pengertian
sebagai zat yang biasanya digunakan untuk mengurangi energi aktifasi dan
membantu reaksi supaya berjalan dengan cepat. Penggunaan katalis ini akan
membuat reaksi mempunyai harga yang konstanta kecepatan reaksinya semakin
besar. Cara meningkatkan proses biodiesel adalah dengan menggunakan bahan
yang relatif lebih murah untuk reaksi sambil mempertahankan tingkat kinerja yang
konstan atau lebih baik. Upaya untuk menggunakan katalis yang lebih murah adalah
penggunaan katalis dasar padat untuk produksi dari biodiesel (Budiman, 2017).

2.5. Parameter Kualitas Biodiesel


Biodiesel tersusun dari monomer asam lemak, dan biodiesel mudah
teroksidasi karena adanya asam lemak tidak jenuh di dalam ester. Alasan utama
mengapa kestabilan oksidasi biodiesel lebih rendah dari solar salah satunya adalah
ini. Parameter yang digunakan dalam mengukur parameter dari kualitas biodiesel
ada beberapa maca, yaitu viskositas, densitas, cetane number, nilai iodine dan
properti lainnya. Parameter yang digunakan pertama dalam parameter kualitas
viskositas. Viskositas suatu biodiesel merupakan salah satu factor penentu kualitas
yang penting untuk biodiesel. Viskositas dapat diartikan sebagai ukuran hambatan
dari aliran dapat mengalir secara gravitasi. Viskositas yang tinggi akan menurunkan
fungsi efisiensi atomisasi dan dapat mengurangi tekanan injeksi (Fessenden, 1982).
Viskositas kinematik merupakan parameter penentuan mutu metil ester,
karena memiliki pengaruh terhadap efektivitas metil ester sebagai bahan bakar.
Minyak nabati punya kekentalan jauh daripada kekentalan bahan bakar diesel, yang
menjadi kendala penggunaan langsung minyak nabati sebagai bahan bakar. Tujuan
utama reaksi transesterifikasi adalah menurunkan kekentalan minyak nabati dengan
memecah ikatan rantai karbonnya sehingga memenuhi standar bahan bakar diesel.
Densitas atau berat jenis juga merupakan parameter yang digunakan untuk
menentukan kualitas biodiesel. Densitas secara langsung akan dapat mempengaruhi
pencampuran pada biodiesel. Densitas yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan
11

stratifikasi minyak yang digunakan. Densitas juga berkaitan dengan cetane number,
viskositas dari suatu zat yang digunakan dan nilai kalor bahan bakar. Selanjutnya
adalah cetane number. Cetane number (CN) merupakan faktor yang berhubungan
erat dengan penundaan pengapian. Cetane number yang lebih tinggi akan dapat
memperpendek waktu penyalaan, mengurangi waktu efisiensi thermal, dan juga
akan meningkatkan efisiensi termal mesin. Sebagian besar struktur dari molekul
biodiesel merupakan rantai panjang yang terdiri dari atom C dan H, hampir tidak
terdapat cabang atau struktur aromatik di tengah-tengahnya (Fessenden, 1982).
Karakteristik inilah yang menyebabkan biodiesel memiliki cetane number
yang tinggi. Sebagian besar bahan bakar biodiesel memiliki bilangan cetane antara
40-60. Indeks yodium (atau nilai yodium, bilangan yodium, nilai adsorpsi yodium)
didefinisikan sebagai jumlah penyerapan yodium yang mempunyai fase gas. per
100 g minyak. Secara umum, ini digunakan untuk mengukur jumlah ketidakjenuhan
dalam asam lemak. Ketidakjenuhan ini akan dapat bereaksi dengan senyawa
yodium karena dengan adanya ikatan rangkap. Jumlah rata-rata dari ikatan rangkap
asam lemak dapat dihitung dengan menggunakan penentuan dari nilai yodium.
Ikatan rangkap tak jenuh tersebut terkait akan dengan kinerja pembakaran,
viskositas kinematik, dan titik filter dingin bahan bakar biodiesel. Oleh karena itu,
secara umum sifat bahan bakar biodiesel dapat ditentukan oleh nilai iodin. Tingkat
ketidakjenuhan bahan bakar biodiesel rendah memiliki nilai iodine yang rendah,
bilangan cetane yang tinggi, dan kinerja temperatur rendah. Karakteristik
unsaturation bahan bakar biodiesel tinggi berlawanan dengan sifat unsaturation
bahan bakar biodiesel yang rendah. Kenaikan tekanan pada saat proses pembuatan
terjadi yang terlalu tinggi juga akan mengakibatkan terjadinya proses detonasi.
Detonasi diartikan sebagai proses pembakaran pada mesin yang tidak tepat
pada waktu yang digunakan, proses detonasi terjadi yaitu api menjadi besar secara
tiba-tiba, sehingga menyebabkan proses pembakaran tidak sempurna. Biodiesel
tersusun dari monomer asam lemak, biodiesel mudah teroksidasi karena adanya
asam lemak tak jenuh dalam ester. Alasan dari kestabilan oksidasi biodiesel lebih
rendah dari solar. Biodiesel rentan terhadap oksidasi udara selama penyimpanan
dari jangka panjang, karena kapasitas antioksidannya rendah (Farid dkk, 2017).
12

2.6. Penelitian Terkait


Penelitian yang telah dilakukan oleh Suryanto dkk. (2018) berfokus pada
pembuatan metil ester dengan minyak biji kapuk. Biodiesel dibuat melalui reaksi
transesterifikasi minyak nabati seperti minyak jarak pagar dengan methanol. Bahan
yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan minyak biji kapuk yang
mempunyai densitas 0,9453 g/ml yang memiliki kandungan air dan menggunakan
katalis kalium hidroksida yang berfasa padat. Tujuan penelitian ini adalah agar
dapat mengetahui bagaimana pengaruh gelombang mikro yang akan terjadi pada
proses pembuatan metil ester dengan menggunakan katalis kalium hidroksida pada
konsentrasi rendah. Penurunan dari kekentalan pada penelitian yang dilakukan ini
dapat dikarenakan oleh adanya kenaikan daya dan efek termal yang terjadi dalam
proses reaksi yang berlangsung diikuti dengan kenaikan panas yang agak cepat.
Hasil pemisahan dari produk metil ester yang telah dilakukan pemurnian
dengan cara pencucian dengan menambah aquades dipanaskan pada suhu 40 oC.
Hasil pencucian dilakukan pemanasan suhu 110oC selama 60 menit. Penurunan
viskositas minyak menunjukkan perubahan konversi minyak biji kapuk menuju
terbentuknya produk metil ester. Penurunan kekentalan dapat disebabkan kenaikan
daya dan efek termal yang terjadi selama proses reaksi berlangsung dan diikuti
dengan kenaikan panas yang cukup cepat. Penurunan viskositas dapat merujuk pada
perubahan konversi minyak biji kapuk menuju dihasilkannya produk metil ester.
Penelitian menganai pembuatan metil ester dengan menggunakan minyak
kelapa dilakukan oleh Makalalag (2018), tujuan dari penelitian ini sendiri adalah
untuk dapat mengetahui proses pembuatan metil ester dengan cara yang optimal
dan akan dilihat melalui kadar dari asam lemak bebas dan rendemen hasil metil
ester yang akan didapatkan. Bahan yang digunakan untuk pembuatan metil ester ini
adalah berupa minyak kelapa hasil netralisasi, minyak kelapa yang telah diestrak
pada senyawa fenolik, asam sulfat, natrium sulfat dan natrium hidroksida.
Minyak kelapa yang kasar tersebut diperoleh dengan cara pengepressan
kopra asap dan akan memperoleh banyak minyak kelapa. Namun, minyak yang
diperoleh sebelumnya ini tidak dapat dijadikan untuk olahan pangan, karena itu
minyak kelapa tersebut harus dimurnikan terlebih dahulu dengan cara bleaching
13

dengan ditambahkannya senyawa karbon kedalamnya. Penelitian ini menggunakan


tahap esterifikasi untuk memperoleh metil ester. Metil ester dari hasil tahap
transesterifikasi akan dipisah dari gliserol dan dicuci dengan asam sulfat. Pada
tahap ini kemudian akan dihasilkan produk sampingan yang berupa gliserol yang
mempunyai kemurnian rendah. Gliserol ini harus dipisahkan dengan metil ester
yang dihasilkan. Kadar metil ester tertinggi dapat diperoleh dari bahan baku minyak
kelapa yang sebelumnya telah diekstrak menggunakan senyawa fenolik.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Adeyinka dkk. (2020)
pembuatan metil ester juga dapat diperoleh dengan menggunakan bahan baku
minyak kelapa sawit. Tujuan dari penelitian ini sendiri adalah untuk mengetahui
bagaimana produksi biodiesel dengan menggunakan minyak kelapa sawit dan
bagaimana karakterisasi yang ditunjukkan pada saat menggunakan kelapa sawit
sebagai bahan baku. Minyak kelapa sawit mentah dilarutkan dengan menggunakan
campuran antara kloroform dan metanol. Metanol yang digunakan sebagai reagen
sementara asam sulfat berperan aktif sebagai katalis. Katalis ini digunakan pada
saat terjadi reaksi transesterifikasi. Setelah ditimbang, kemudian campuran tersebut
dimasukkan kedalam tabung. Sepuluh jenis asam lemak yang telah didapatkan dari
penelitian diatas ini kemudian akan terkarakterisasi dari minyak kelapa yang
digunakan beberapa diantaranya adalah benehic acid, linoleic, dan juga oleic.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa minyak kelapa
sawit dianggap sebagai bahan baku yang layak digunakan dalam produksi metil
ester, hal ini disebabkan karena standar produk yang dihasilkan telah memenuhi
standar yang biasa digunakan dalam pembuatan metil ester. Reaksi transesterifikasi
dengan menggunakan katalis asam dari minyak kelapa sawit dan juga dengan
menggunakan etanol memberikan rasio volume minyak terhadap etanol akan lebih
tinggi. Volume penggunaan dari metanol pada penelitian tersebut disarankan untuk
menggunakan konsentrasi yang lebih tinggi karena akan adanya peningkatan dari
konsentrasi atau volume minyak akan dapat mendukung reaksi saponifikasi yang
merupakan reaksi samping dari proses penelitian ini secara keseluruhan. Reaksi
samping ini juga akan dapat menghabiskan minyak yang digunakan di dalam reaksi
dan akan dapat mengurangi hasil dari metil ester yang akan diproduksi.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
1) Heating mantle
2) Magnetic stirrer
3) Labu leher tiga
4) Termometer
5) Condenser
6) Pipet hisap
7) Pompa
8) Ember
3.1.2. Bahan
1) Minyak kedelai
2) Metanol
3) Katalis NaOH
3.2. Prosedur Percobaan
3.2.1. Reaksi Esterifikasi
1) Bahan baku dicairkan terlebih dahulu bila bahan baku berwujud padat
hingga mencapai ukuran 100 mL.
2) Setelah minyak berbentuk liquid, minyak dimasukkan ke dalam labu leher
tiga yang telah dengan termometer, pemanas, dan kondensor. Kemudian
dipanaskan sampai suhu 70°C. Reaksi berlangsung secara batch.
3) Metanol dan katalis dicampurkan dalam jumlah tertentu ke dalam minyak
yang telah dipanaskan tersebut.
4) Campuran direaksikan selama satu jam.
5) Setelah satu jam minyak diangkat dan didinginkan.
3.2.2. Reaksi Transesterifikasi
Setelah minyak didinginkan dan dihilangkan alkoholnya, kemudian
dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi yaitu:

14
15

1) Minyak yang telah terbentuk pada reaksi esterifikasi dipanaskan kembali


pada suhu 65°C.
2) Setelah mencapai suhu 65°C minyak ditambahkan dengan campuran
metanol dan katalis NaOH dalam jumlah tertentu.
3) Campuran minyak, alkohol, dan NaOH direaksikan selama satu jam. Reaksi
berlangsung pada kondisi batch.
4) Setelah satu jam minyak tersebut diangkat dan didinginkan, serta
dihilangkan alkoholnya.
5) Campuran didiamkan selama 24 jam agar terlihat dua lapisan yaitu lapisan
atas metil ester dan lapisan bawah berupa gliserol, kemudian kedua lapisan
tersebut dipisahkan dengan corong pemisah.
6) Metil ester yang telah terpisah dicuci dengan mencampurkan air yang telah
dipanaskan pada suhu 50°C.
7) Campuran didiamkan sampai terbentuk dua lapisan kembali, kemudian dua
lapisan tersebut dipisahkan dengan corong pemisah. Hal ini dilakukan
beberapa kali hingga hasil cucian terakhir terlihat bersih.
8) Terakhir pemanasan dilakukan pada metil ester (biodiesel) sampai suhu
100°C untuk menghilangkan kadar alkohol yang masih ada pada biodiesel.
9) Produk metil ester adalah biodiesel yang dapat dianalisa.
16

3.4. Blok Diagram

Minyak hasil esetrifikasi


dipanaskan pada suhu 65°C

Minyak ditambahkan campuran


metanol dan katalis NaOH. Campuran
direaksikan selama satu jam

Minyak diangkat dan didinginkan, alkohol dihilangkan. Diamkan selama


24 jam kemudian kedua lapisan dipisahkan dengan corong pemisah

Metil ester yang telah terpisah dicuci dengan mencampurkan air yang
telah dipanaskan pada suhu 50°C

Campuran didiamkan sampai terbentuk dua lapisan, kemudian dipisahkan


dengan corong pemisah. Hal ini dilakukan beberapa kali hingga hasil
cucian terakhir terlihat bersih

Pemanasan dilakukan pada metil ester (biodiesel) sampai suhu 100°C

Produk metil ester (biodiesel)


dianalisa.

Gambar 3.1. Blok Diagram Reaksi Transesterifikasi Pembuatan Metil Ester


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan


Tabel 4.1. Data Hasil Percobaan
No. Parameter Nilai
1. Densitas Minyak Kedelai 0,85704 g/ml
2. Jumlah Katalis 0,42537 g
3. Volume Metil Ester 89 ml
4. Densitas Metil Ester 0,87065 g/ml

Tabel 4.2. Neraca Massa Secara Teoritis dengan Jumlah Katalis 0,5%
No. Senyawa Input (g) Output (g)
1. Trigliserida 85,0740 -
2. Metanol 37,0944 27,8208
3. Metil Ester - 85,2012
4. Gliserol - 8,8872
5. NaOH 0,42537 0,42537
Total 122,5937 122,3345

Tabel 4.3. Neraca Massa Secara Praktek dengan Jumlah Katalis 0,5%
No. Senyawa Input (g) Output (g)
1. Trigliserida 85,0740 7,7440
2. Metanol 37,0944 28,7200
3. Metil Ester - 77,4690
4. Gliserol - 8,0776
5. NaOH 0,42537 0,42537
Total 122,5937 122,4359

17
18

4.2. Grafik Hasil Pengamatan

Pengaruh Jumlah Katalis terhadap Yield Metil Ester


Yield Metil Ester (mL) 100

80

60

40

20

0
0,50% 1,00% 1,50% 2,00%
Jumlah Katalis (g)

Grafik 4.1. Yield Metil Ester Terhadap Jumlah Katalis


19

4.3. Pembahasan
Percobaan pembuatan metil ester dilakukan dengan tujuan untuk
mempelajari prinsip dan cara kerja dalam pembuatan metil ester. Metil ester
dihasilkan dari reaksi antara trigliserida dan metanol melalui reaksi esterifikasi dan
transesterifikasi dengan bantuan katalis basa homogen. Sumber trigliserida pada
percobaan kali ini adalah dari minyak kedelai dan katalis basa yang digunakan
adalah natrium hidroksida. Minyak kedelai memiliki kandungan asam lemak bebas
dibawah 5% sehingga dalam proses persiapannya tidak memerlukan reaksi
esterifikasi. Reaksi esterifikasi hanya dilakukan jika kandungan asam lemak bebas
pada bahan baku berada diatas 5% agar reaksi samping seperti reaksi saponifikasi
tidak terjadi selama pembuatan metil ester berlangsung.
Pemilihan katalis berupa katalis natrium hidroksida dilakukan atas beberapa
alasan seperti memiliki kemampuan katalisator yang tinggi, dapat digunakan pada
temperatur dan tekanan operasi yang relatif rendah dan reaksinya berlangsung lebih
cepat serta dapat meminimalisir potensi terjadinya korosi saat proses berlangsung.
Katalis yang digunakan merupakan natrium hidroksida padat yang dilarutkan dalam
metanol dengan takaran massa katalis sejumlah 0,5 % dari massa minyak kedelai.
Kekurangan dari penggunaan katalis jenis basa kuat adalah sangat sulit untuk
dipisahkan dari produk utama sehingga katalis tersebut tidak dapat digunakan
secara berulang dan dapat menjadi limbah ketika dibuang bersama produk.
Penggunaan katalis basa juga dapat meningkatkan potensi terjadinya reaksi
saponifikasi ketika asam lemak bebas bereaksi dengan basa akan menghasilkan
produk utama yang berupa sabun dan produk samping berupa air. Alkohol yang
digunakan saat penggunaan katalis basa harus dalam keadaan anhidrous. Keadaan
anhidrous adalah keadaan ketika kandungan air pada alkohol adalah sebesar 0,1-
0,5% berat. Kandungan air dalam pembuatan metil ester harus diperhatikan karena
kandungan air akan membantu menghidrolisis alkil ester menjadi asam lemak
bebas. Katalis asam tidak digunakan pada percobaan ini dikarenakan katalis asam
akan menghasilkan produk metil ester dengan kandungan air yang banyak, hal ini
berbeda dengan katalis basa karena katalis basa hanya menghasilkan sedikit air.
Kandungan asam lemak bebas juga harus diperhatikan agar tidak terbentuk sabun.
20

Reaksi transesterifikasi pada percobaan ini dilakukan pada labu leher tiga
yang dilengkapi dengan magnetic stirrer dan kondensor sebagai alat bantu.
Penggunaan magnetic stirrer bertujuan untuk mengaduk cairan didalam labu leher
tiga agar tercampur merata dan panas yang dihasilkan dari heating mantle dapat
terdistribusi dengan baik. Percobaan pembuatan metil ester kali ini menggunakan
metanol sebagai alkohol yang akan direaksikan dengan trigliserida. Metanol akan
digunakan sebagai penyedia gugus alkil pada reaksi transesterifikasi. Metanol
dipilih akibat rantainya yang pendek sehingga waktu reaksi yang dibutuhkan untuk
pembentukan metil ester menjadi cepat. Waktu reaksi dipengaruhi oleh panjangnya
rantai alkohol yang digunakan pada saat reaksi berlangsung. Alasan lain dari
penggunaan metanol adalah ketersediaannya yang cukup banyak dipasaran dan
harganya yang relatif terjangkau dibandingkan jenis alkohol lainnya.
Reaksi transesterifikasi dilakukan ketika viskositas dari minyak nabati
sangat tinggi. Viskositas yang cukup tinggi dapat menghasilkan pembakaran yang
kurang sempurna pada ruang bakar. Reaksi transesterifikasi berlangsung lebih cepat
dibandingkan dengan reaksi esterifikasi. Reaksi transesterifikasi biasanya
menggunakan katalis basa sedangkan reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam.
Senyawa yang akan direaksikan dengan reaksi transesterifikasi harus dalam
keadaan homogen atau dalam satu fasa. Reaksi transesterfikiasi akan berjalan
secara baik dan efektif ketika keadaan campuran homogen. Proses homogenisasi
akan mempengaruhi efektifitas reaksi transesterifikasi serta akan mempengaruhi
energi aktivitas, waktu reaksi, konstanta reaksi, dan laju reaksi.
Proses homogenisasi natrium hidroksida ke dalam metanol dilakukan
dengan mencampur natrium hidroksida ke dalam metanol hal ini dilakukan untuk
menghindari ledakan jika menuang metanol ke dalam padatan natrium hidroksida.
Proses pengadukan ketika reaksi berlangsung dapat meningkatkan pergerakan
partikel materi, meningkatkan tumbukan antar reaktan, dan memutus rantai ikatan
yang terdapat pada bahan baku. Penggunaan magnetic stirrer sangat membantu
selama proses pengadukan saat reaksi transesterifikasi berlangsung. Peningkatan
kecepatan pengadukan dapat mempengaruhi kuantitas atau jumlah dari produk
utama yang dihasilkan selama reaksi transesterifikasi berlangsung.
21

Reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor


internal dan faktor eksternal. Faktor internal pada reaksi transesterifikasi adalah
kandungan asam lemak bebas dan kandungan air dalam reaksi transesterifikasi.
Faktor eksternal pada reaksi transesterifikasi adalah rasio reaktan, suhu reaksi,
waktu reaksi, nisbah dan jenis katalis, jenis alkohol, dan pengadukan selama reaksi.
Bahan baku dalam membuat metil ester tidak hanya berasal dari minyak
kedelai, namun banyak juga bahan nabati yang telah dikembangkan untuk
pembuatan metil ester. Minyak dari kelapa sawit dan minyak kelapa dapat juga
digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan metil ester. Jenis minyak yang
berbeda tersebut juga menghasilkan jenis asam lemak yang berbeda. Kandungan
asam lemak pada minyak kedelai didominasi oleh kandungan asam linoleat. Asam
linoleat merupakan salah satu jenis asam lemak tak jenuh. Pembuatan metil ester
cenderung menggunakan asam lemak tak jenuh dikarenakan beberapa alasan.
Penggunaan asam lemak tak jenuh pada suhu rendah tidak akan membentuk
sejumlah gumpalan berbeda dengan asam lemak jenuh yang akan membentuk
gumpalan ketika berada pada suhu yang rendah. Asam lemak tak jenuh memiliki
rantai ikatan yang mudah diputus karena kondisinya yang tidak stabil.
Minyak kedelai yang digunakan sebagai bahan baku dipanaskan terlebih
dahulu dengan menggunakan suhu 65°C. Suhu tersebut dijaga selama reaksi
berlangsung. Semakin tinggi suhu yang digunakan pada proses transesterifikasi
maka akan meningkatkan jumlah tumbukan untuk menghasilkan produk berupa
metil ester. Peningkatan jumlah tumbukan antara reaktan dan katalis akan
meningkatkan energi kinetik dari reaktan sehingga akan memperbesar konversi.
Minyak kedelai yang telah dipanaskan kemudian ditambahkan kedalam
larutan campuran metanol dan natrium hidroksida. Suhu dari metanol harus dijaga
agar metanol tidak mengalami penguapan ketika telah melewati titik didihnya.
Perubahan fasa dari cair menuju gas pada metanol akan mengurangi massa dari
metanol sebelum reaksi berlangsung. Massa metanol yang tidak sesuai dengan
takaran akan mengurangi jumlah tumbukan antara metanol dan katalis natrium
hidroksida. Jumlah tumbukan yang berkurang akan mengakibatkan jumlah metil
ester yang terbentuk menjadi sedikit dan akan meningkatkan persen error.
22

Reaksi transesterifikasi berlangsung selama 1 jam dengan terus diaduk


dengan menggunakan magnetic stirrer. Waktu optimum reaksi dalam pembuatan
metil ester adalah selama 1-2 jam. Waktu reaksi yang melebihi 2 jam dapat
mengurangi yield dari metil ester yang terbentuk, hal ini diakibatkan karena reaksi
transesterifikasi merupakan salah satu jenis reaksi reversibel. Reaksi reversibel
merupakan reaksi yang berlangsung secara bolak-balik, reaksi ini dapat mengubah
kembali produk yang telah terbentuk menjadi reaktan dan sebaliknya. Campuran
yang telah direaksikan selama 1 jam kemudian didinginkan dengan cara didiamkan
pada suhu ruangan agar terlihat dua lapisan yaitu metil ester dan gliserol. Lapisan
metil ester terletak pada bagian atas, sedangkan gliserol akan berada dibawahnya.
Proses pemisahan tersebut dilakukan pada corong pemisah yang dilapisi
dengan aluminium foil untuk menghindari terjadinya reaksi antara produk dengan
gabus penutup corong pemisah. Proses pemisahan ini tidak boleh dilakukan terlalu
lama, hal ini akan mempengaruhi bilangan asam pada produk metil ester yang
terbentuk. Waktu pemisahan yang terlalu lama memungkinkan untuk terjadinya
kenaikan tingkat oksidasi yang terjadi pada produk. Kenaikan tingkat oksidasi akan
meningkatkan bilangan asam yang terdapat produk.
Proses selanjutnya adalah pencucian produk yang dilakukan dengan cara
menuangkan air hangat dengan suhu sekitar 50-60°C kedalam campuran pada
corong pemisah. Air tersebut memiliki sifat polar yang berfungsi untuk melarutkan
metanol, gliserol, dan katalis natrium hidroksida. Suhu tersebut juga tergolong
aman untuk praktikan agar tahan terhadap suhu produk. Proses pencucian dilakukan
beberapa kali hingga produk menjadi bersih. Produk yang bersih ditandai dengan
perubahan warna air yang awalnya keruh yang berubah menjadi bersih.
Metil ester yang dihasilkan pada percobaan kali ini adalah sebanyak 77,4690
gram, namun hasil yang didapatkan secara teoritis adalah sebanyak 85,2012 gram
sehingga persen kesalahan yang dihasilkan adalah 9,07 %. Persen kesalahan yang
cukup tinggi tersebut diakibatkan kesalahan yang diakibatkan oleh beberapa faktor.
Faktor terbesar yang terdapat pada percobaan ini kemungkinan dari kesalahan
praktikan selama percobaan berlangsung. Kesalahan praktikan dapat terjadi akibat
pengamatan yang salah saat mengukur ataupun saat praktikan tidak fokus.
23

Kesalahan pengukuran terjadi saat praktikan mengukur campuran dengan


menggunakan gelas ukur dengan metode yang salah. Faktor kebersihan alat juga
berpengaruh terhadap percobaan ini karena dapat mengakibatkan reaksi yang tidak
diinginkan terjadi. Suhu pemanasan saat reaksi yang tidak terjaga juga sangat
mempengaruhi besarnya persen kesalahan yang didapat, hal ini dikarenakan jika
suhu terlalu tinggi metanol akan menguap dan kandungan metanol akan menjadi
sedikit sehingga akan memperbesar persen kesalahan yang dihasilkan.
Katalis natrium hidroksida pada percobaan ini adalah katalis yang mudah
larut dengan sempurna baik pada gliserol maupun pada metil ester. Katalis yang
terlarut dengan sempurna menyebabkan proses pemisahan menjadi sulit serta
proses pencucian harus dilakukan dengan benar agar katalis tersebut terpisahkan.
Neraca massa pada perhitungan mengalami ketidakseimbangan yang diakibatkan
oleh proses pemisahan dan penjernihan produk yang tidak maksimal.
Penambahan berat katalis pada percobaan ini mengakibatkan penurunan
yield yang dihasilkan. Penambahan 0,5% berat katalis menghasilkan 89 mL metil
ester sedangkan penambahan 1% berat katalis mengalami penurunan volume metil
ester menjadi 82,5 mL. Volume metil ester yang dihasilkan saat penambahan berat
katalis sebesar 1,5% mengalami penurunan menjadi 81 mL. Penurunan paling
signifikan terjadi saat penambahan berat katalis menjadi 2% yang menghasilkan
volume metil ester sebesar 46 mL. Penambahan 0,5% berat katalis merupakan
kondisi optimum pada percobaan ini. Penambahan berat katalis yang semakin
banyak akan menurunkan yield metil ester yang didapatkan (Faizal dkk, 2013).
Penambahan berat katalis yang berlebihan meningkatkan potensi untuk
terjadinya reaksi samping yang berupa reaksi saponifikasi (Sahubawa dan
Ningtyas, 2011). Paramater yang dijadikan sebagai acuan untuk menentukan
kualitas metil ester adalah angka iod, angka asam, viskositas, densitas, titik nyala,
dan cetane number. Parameter tersebut harus memenuhi standar dari Standar
Nasional Indonesia (SNI). Pengujian yang dilakukan adalah dengan melakukan uji
nyala api yang dilakukan dengan cara melakukan kontak antara sumber api dengan
metil ester yang dihasilkan. Hasil dari pengujian tersebut mengindikasikan bahwa
metil ester yang dihasilkan mengandung biodiesel yang dapat terbakar.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
1) Katalis NaOH digunakan karena termasuk katalis basa yang menghasilkan
sedikit kandungan air, sehingga tidak terbentuk reaksi penyabunan yang
dapat menyebabkan konversi minyak menjadi ester (biodiesel) menjadi
kecil.
2) Semakin sedikit kandungan free fatty acid pada bahan baku maka akan
semakin bagus kualitas biodiesel yang dihasilkan.
3) Mekanisme proses pembuatan biodiesel yaitu dilakukan dengan dua tahap,
yaitu proses esterefikasi dan transesterefikasi.
4) Alkohol yang digunakan pada proses pembuatan biodiesel ini adalah
metanol, karena metanol tersedia dalam bentuk absolut yang mudah
diperoleh sehingga hidrolisa dan pembentukan sabut akibatnya air yang
terdapat di dalam alkohol dapat diminimalkan.
5) Proses pembuatan biodiesel ini dilakukan secara batch yaitu dengan
menggunakan labu leher tiga, dan proses berjalan pada suhu tinggi dalam
fase cair sehingga akan bisa berlangsung dengan cepat dibandingkan
dilakukan secara continue.
5.2. Saran
1) Sebaiknya alat praktikum heating mantle supaya dapat diperbaiki lagi agar
hasil pemanasan berjalan dengan maksimal.
2) Sebaiknya peralatan pemanasan lain yang dapat digunakan seperti hot plate
untuk menjaga temperatur reaksi dengan akurat.
3) Sebaiknya saat melakukan praktikum supaya dapat menjaga kesterilan alat-
alat agar produk dapat dihasilkan dengan maksimal.

24
DAFTAR PUSTAKA

Adeyinka, A. A., Ayoade., dan Oluwatosin. 2020. Production and Characterization


of Fatty Acid Methyl Esters from Palm Oil. International Journal of
Academic Engineering Research. Vol. 4(11): 67-79.
Arita, S., dkk. 2008. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak dari CPO off Grade
dengan Metode Esterifikasi-Transesterifikasi. Jurnal Teknik Kimia. Vol.
18(2): 34-43.
Budiman, A. 2017. Biodiesel: Bahan Baku, Proses, dan Teknologi. Jakarta:
Grasindo.
Faizal, M., Maftuchah, U., dan Auriyani, W. A. 2013. Pengaruh Kadar Metanol,
Jumlah Katalis, dan Waktu Reaksi pada Pembuatan Biodiesel dari Lemak
Sapi melalui Proses Transesterifikasi. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 19(4): 29-
37.
Farid, M. A. A., Hassan, M. A., Taufiq-Yap, Y. H., Ibrahim, M. L., Othman, M. R.,
Ali, A. A., dan Shirai, Y. 2017. Production of Methyl Esters from Waste
Cooking Oil Using a Heterogeneous Biomass-Based Catalyst. Renewable
Energy. Vol. 114(1): 638-643.
Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry. USA: Marcel Dekker Inc.
Fessenden, R. J. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Jang, M. G., Kim, D. K., Park, S. C., Lee, J. S., dan Kim, S. W. 2012. Biodiesel
Production from Crude Canola Oil by Two-Step Enzymatic Processes.
Renewable Energy. Vol. 42(1): 99-104.
Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Makalalag, A. 2018. Pembuatan Metil Ester dari Minyak Kelapa. Jurnal Penelitian
Teknologi Industri. Vol. 10(2): 67-74.
Mohamed, M. A., Hashim, A. M., Abu-Elyazeed, O. S., dan Elsayied, H. A. 2017.
Biofuel Production from Used Cooking Oil Using Pyrolysis Process.
International Journal for Research in Applied Science & Engineering
Technology. Vol. 5(9): 2971-2976.
Mumtaz, M. W., Adnan, A., Mukhtar, H., Rashid, U. dan Danish, M. 2017. Clean
Energy for Sustainable Development. Melbourne. Academic Press.
Panchal, B., Shenjun, Q., Chang, T., Yuzhuang, S., Jinxi, W., dan Kai, B. 2019.
Production of Methyl Esters from Fried Soybean Oil Using Dimethyl
Carbonate with Hydrobromic Acid. International Energy Reports Journal.
Vol. 5(1): 1463–1469.
Putra, R. A. Ismayanti, R. dan Kalista, A. D. 2018. Sintesis Metil Ester Sulfonat
Melalui Sulfonasi Metil Ester Minyak Kedelai untuk Aplikasi Chemical
Flooding. Jurnal Sains Materi Indonesia. Vol. 19(2): 77-82.
Redjek, A. S., Sukirno., dan Slamet. 2019. Photocatalytic Esterification Process for
Methyl Ester Synthesis from Kemiri Sunan oil: A Novel Approach. AIP
Conf. Proceeding. Yogyakarta, 7-8 November 2019: Hal. 1-5.
Sahubawa, L., dan Ningtyas, D.P. 2011. Pengaruh Penggunaan Katalis NaOH pada
Reaksi Transesterifikasi Terhadap Kualitas Biofuel Limbah Minyak Tepung
Ikan Sardin. Jurnal Saintek Perikanan. Vol. 7(1): 88-93.
Suryanto, A., Sabara, Z., Artiningsih, A., Wahyuni., dan Almukmin. 2018.
Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak Biji Kapuk Menggunakan
Katalis KOH Konsentrasi Rendah dengan Bantuan Mikrowave. Jurnal
Industri Hasil Perkebunan. Vol. 13(2): 71-74.
Thaiyasuit, P., Pianthong, K., dan Worapun, I. 2012. Acid Esterification-Alkaline
Transesterification Process for Methyl Ester Production from Crude Rubber
Seed Oil. Journal Oleo Sci. Vol. 61 (2): 81-88.
Wahyuni, S., Kadarwati, S., dan Latifah. 2011. Sintesis Biodiesel dari Minyak
Jelantah sebagai Sumber Energi Alternatif Solar. Jurnal Sain dan Teknologi
Vol. 9(1): 51-62.
Wang, W., Wei, H., Du, Z., Tai, X dan Wang, G. 2015. Formation and
Characterization of Fully Dilutable Microemulsion with Fatty Acid Methyl
Esters as Oil Phase. ACS Sustainable Chem. Vol. 3(1): 443-450.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

A.2. Perhitungan Variasi Rasio Trigliserida dan Metanol 1:12


A.2.1 Massa Minyak Kedelai
Massa piknometer + minyak – Massa piknometer kosong
ρminyak =
Volume piknometer

24,2345 g – 15,528 g
ρminyak = = 0,87065 g/mL
10 mL
Massa minyak kelapa = ρminyak x Vminyak kedelai
= 0,85074 g/mL x 100 mL
= 85,074 g

A.2.2 Mol Trigleserida


Massa Trigliserida
Mol trigliserida =
Berat Molekul Trigliserida

85,074 g
Mol trigliserida = = 0,0966 mol
880 g/mol

A.2.3 Mol Metanol


12 x Mol Trigleserida
Mol Metanol = 1

12 x 0,0966
Mol Metanol =
1

Mol Metanol = 1,1592 mol

A.2.4 Massa Metanol


Massa metanol variasi 2 = Mol Metanol x BM Metanol
Massa metanol variasi 2 = 1,1592 mol x 32 g/mol
Massa metanol variasi 2 = 37,0944 g

A.2.5 Massa Katalis


Massa NaOH Variasi 2 = 0,5 % x massa minyak kedelai
Massa NaOH Variasi 2 = 0,5 % x 85,074 g
Massa NaOH Variasi 2 = 0,42537 g
A.2.6 Massa Metil Ester
Massa metil ester Variasi 2 = ρmetil ester x Vmetil ester
Massa metil ester Variasi 2 = 0,87065 g/mL x 89 mL
Massa metil ester Variasi 2 = 77,4878 g

A.2.7 Perhitungan secara Teoritis Variasi 3


(C9H19COO)3C3H5 + 3CH3OH  3C9H19COOCH3 + C3H5(OH)3
m: 0,0966 mol 1,1592 mol - -
b: 0,0966 mol 0,2898 mol 0,2898 mol 0,0966 mol
s: - 0,8694 mol 0,2898 mol 0,0966 mol
Massa metil ester terbentuk = 0,2898 mol x 294 g/mol = 85,2012 g
Massa gliserol terbentuk = 0,0966 mol x 92 g/mol = 8,8872 g
Massa metanol bersisa = 0,8694 mol x 32 g/mol = 27,8208 g

A.2.8 Perhitungan secara Praktek Variasi 3


Massa Metil Ester
Mol metil ester terbentuk =
Berat Molekul Metil Ester
77,4878 g
Mol metil ester terbentuk = = 0,2635 mol
294 g/mol
(C9H19COO)3C3H5 + 3CH3OH  3C9H19COOCH3 + C3H5(OH)3
m: 0,0966 mol 1,1592 mol - -
b: 0,0878 mol 0,2635 mol 0,2635 mol 0,0878 mol
s: 0,0088 mol 0,8957 mol 0,2635 mol 0,0878 mol
Massa metil ester terbentuk = 0,2635 mol x 294 g/mol = 77,469 g
Massa gliserol terbentuk = 0,0878 mol x 92 g/mol = 8,0776 g
Massa metanol bersisa = 0,8975 mol x 32 g/mol = 28,7200 g
Massa trigliserida bersisa = 0,0088 x 880 g/mol = 7,744 g

A.2.9 % Konversi, Yield, Error Variasi 2


Mol trigliserida bereaksi praktek
% Konversi Trigliserida = x 100%
Mol trigliserida bereaksi teori
0,0878 mol
% Konversi Trigliserida = x 100%
0,0966 mol
% Konversi Trigliserida = 90,89 %
Mol metanol berekasi praktek
% Konversi Metanol = x 100%
Mol metanol bereaksi teori

0,2635 mol
% Konversi Metanol = x 100%
1,1592 mol

% Konversi Metanol = 22,73 %

Mol metil ester produk praktek


% Yield Metil Ester = x 100%
Mol metil ester produk teori

0,2635 mol
% Yield Metil Ester = x 100%
0,2898 mol

% Yield Metil Ester = 90,92 %

Mol metil ester teori – Mol metil ester praktek


% Error = x 100%
Mol metil ester teori

0,2898 mol – 0,2635 mol


% Error = x 100%
0,2898 mol

% Error = 9,07 %
LAMPIRAN B
RANGKAIAN ALAT

Gambar 1. Rangkaian Alat Pembuatan Metil Ester


LAMPIRAN C
BUKTI PLAGIARISME

Gambar 1. Hasil Cek Plagiarisme


LEMBAR DATA KESELAMATAN BAHAN

Judul Percobaan Metil Ester


Shift/Kelompok Rabu 13.00-15.30 WIB/2 (Dua)
Nama Praktikan 1. Faisal Akbar Adin 03031181823010
2. Farah Amalia 03031381823092
3. Jihan Utami 03031381823078
4. Renanda Amalia 030313818223104

Tindakan
No. Bahan Sifat Bahan
Penanggulangan
Sifat Kimia Sifat Fisika
1. Katalis - Menyebabkan luka - Berat - Jika pernafasan
NaOH bakar molekul 40 terganggu segera
- Iritasi g/mol hirup udara segar,
- Reaktivitas: - Titik didih: jika sulit bernafas
menghindari 1390oC berikan oksigen.
kondisi suhu yang - Titik leleh: - Jika tertelan,
ekstrim 318oC berikan susu atau
- Berbahaya jika - Kepadatan air.
dihirup (Toxic) Wujud: - Jika terkena kulit
- Kontak mata dapat Kristal segera basuh kulit
menyebabkan deliquescent dengan air selama
kerusakan putih (Solid) 15 menit
- Bersifat korosif - uap >1 - Jika terkena mata
- Stabilitas: Stabil - Kelarutan maka cuci mata
dalam air: dengan air selama 15
larut menit.
2. Metanol - Reaktifitas : Uap - Berbentuk - Jika terkena kulit
dapat cair, tidak (atau rambut):
membentuk berwarna, Lepaskan segera
campuran bau seluruh pakaian yang
mudah- meledak menyengat terkontaminasi. Bilas
dengan udara. - Titik Lebur kulit dengan
Toksisitas akut, - Densitas air/pancuran.
- Cairan mudah 0,792 g/cm3 Lepaskan segera
terbakar - Terlarut seluruh pakaian yang
- Menyebabkan seluruhnya terkontaminasi dan
iritasi ke dalam air cuci sebelum dipakai
o
- Stabilitas kimia: - -98 C kembali.
Produk ini - Titik didih - Jika tertelan: Segera
stabil secara 64,9oC hubungi Pusat
kimiawi di - Titik Nyala Penanganan
bawah kondisi 9,7oC Keracunan/dokter.
ruangan standar Basuh mulut. Jika
(suhu kamar) terhirup: Pindahkan
- Reaksi persona ke tempat
berbahaya pada berudara segar dan
kondisi jaga tetap relaks
untuk bernafas.
3. Minyak Material yang harus Warna: - Jika terkena mata
Kedelai dihindari : Zat Kekuningan segera cuci mata
pengoksidasi dengan air selama 15
Titik Nyala:
menit
Stabilitas : Stabil 282oC
dalam kondisi normal
Tidak larut - Jika tertelan, berikan
Kondisi yang harus dalam air susu atau air
- dihindari :
Panas, nyala api, Densitas: - Jika terkena kulit,
dan berbagai 0,916-0,922 basuh dengan sabun
sumber penyulut g/cm3 dan air
lainnya
-Angka FFA
1,5%

-Angka asam
0,2-0,6

-Angka Iod
189-195
JOB SAFETY ANALYSIS

Judul Percobaan Metil Ester


Shift/Kelompok Rabu 13.00-15.30 WIB/2 (Dua)
Nama Praktikan 5. Faisal Akbar Adin 03031181823010
6. Farah Amalia 03031381823092
7. Jihan Utami 03031381823078
8. Renanda Amalia 030313818223104

Tindakan yang
Identifikasi Bahaya Penyebab
Dibutuhkan
1. Pecahnya gelas Terpeleset, tersenggol oleh Mengganti gelas beaker
beaker praktikan yang bercanda dan segera membersihkan
atau berbicara ketika area kerja
praktikum
2. Terhirup atau Tidak memakai APD Memakai APD yang
menghirup bahan dengan benar, salah lengkap saat hendak
kimia satunya masker ketika memasuki
melakukan percobaan laboratorium
3. Tersengat listrik Tangan tidak dalam Memakai APD sarung
ketika keadaan kering ketika tangan dan sepatu tertutup
melakukan melakukan percobaan dan saat melakukan percobaan
percobaan tidak menggunakan sepatu
yang tertutup
4. Iritasi Tidak mengenakan APD Mengenakan APD yang
saat melakukan percobaan lengkap saat menjalankan
percobaan
5. Cidera pada Tidak mengangkat Gunakan Teknik
pinggang peralatan dalam posisi mengangkat yang benar
tubuh yang benar dan jika mengangkat yang
berat minta bantuan
kepada rekan kerja lain

Anda mungkin juga menyukai