METIL ESTER
LABORATORIUM REKAYASA PROSES, PRODUK INDUSTRI KIMIA
DISUSUN OLEH:
FAISAL AKBAR ADIN (03031181823010)
1
2
3
4
mengolah minyak dengan asam lemak (FFA) berubah menjadi metil ester, sehingga
meningkatkan rendemen minyak yang dimasukkan ke dalam produksi. Jika
diperlukan metil ester panjang rantai karbon lebih spesifik, fraksionalisasi produk
yang lebih luas dan dicapai menggunakan peralatan khusus (Mohamed dkk, 2017).
2.2.1. Minyak Kelapa
Kelapa (Cocos nucifera) berasal dari genus cocos dan satu famili dengan
kelapa sawit. Minyak kelapa atau lebih dikenal sebagai Virgin Coconut Oil (VCO)
merupakan salah satu jenis minyak yang banyak digunakan dari semua minyak
nabati yang diproduksi dunia, yaitu hampir sekitar dari 20% dari total minyak nabati
yang diproduksi. Minyak kelapa mempunyai kandungan asam lemak jenuh yang
tinggi, dan tahan pada oksidasi yang memicu bau tengik. Minyak kelapa ini salah
satu minyak nabati dan banyak tumbuh pada daerah yang tropis (Fennema, 1996).
Minyak kelapa yang diekstrak dari bagian kopra (daging bagian dalam
kelapa yang telah dikeringkan). Kopra tersebut memiliki kandungan minyak sekitar
65%. Pemurnian pada kopra biasanya diperlukan untuk menghilangkan asam lemak
bebas dan juga zat pengotor yang ada didalam kopra yang akan digunakan. Proses
esterifikasi dengan menggunakan VCO akan menggunakan katalisator basa dimana
asam lemak bebas ini kemudian akan dapat diubah menjadi senyawa metil ester.
5
2.3.1. Transesterifikasi
Transesterifikasi atau alkoholisis didefinisikan sebagai metode di mana
minyak dibiarkan bereaksi secara kimia dengan alkohol. Reaksi ini menggunakan
metanol dan etanol yang merupakan alkohol umum digunakan karena harganya
murah. Reaksi ini telah banyak digunakan untuk mengurangi viskositas minyak
yang tidak dapat dimakan dan untuk konversi trigliserida menjadi ester. Lemak
hewani atau minyak nabati mentah terlebih dahulu dipanaskan untuk
menghilangkan kotoran atau pretreatment. Proses secara transesterifikasi dilakukan
dengan adanya katalis dan kemudian diperoleh campuran biodiesel mentah dan
gliserin. Terakhir, bahan bakar biodiesel murni diperoleh setelah pencucian dan
pengeringan berulang. Metode transesterifikasi dibagi menjadi katalisis asam basa,
katalisis enzimatis metanol superkritis metode katalitik (Thaiyasuit dkk, 2012).
Transesterifikasi dapat dilakukan dua cara yaitu transesterifikasi katalitik
dan transesterifikasi nonkatalitik. Transesterifikasi mendapat banyak penerimaan
untuk konversi minyak nabati menjadi produk dengan sifat bahan bakar yang secara
teknis dapat lebih kompatibel. Transesterifikasi yaitu proses penting untuk produksi
biodiesel, karena dapat mengurangi kekentalan bahan baku minyak nabati ke
tingkat yang mendekati minyak berbasis fosil konvensional. Proses transesterifikasi
itu dipengaruhi faktor yang bergantung kondisi reaksinya (Mumtaz dkk, 2017).
2.3.2. Esterifikasi
Proses esterifikasi perlu dilakukan jika kandungan FFA lebih dari 2,5%. Ini
karena asam lemak bebas memicu reaksi saponifikasi dan mengurangi konversi
transesterifikasi. Esterifikasi dan transesterifikasi pada umumnya menggunakan
katalis asam atau basa cair, sehingga prosesnya dapat dihomogenisasi dengan
menggunakan minyak dan metanol dengan mudah (Redjek dkk, 2019). Tujuan dari
proses esterifikasi ini untuk mengubah asam-asam lemak lemak dari tigliserida ke
dalam bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi yang disebut
reaksi interesterifikasi yaitu reaksi pertukaran ester didasarkan atas prinsip dari
transesterifikasi. Prinsip reaksi ini, asam-asam lemak rantai pendek seperti asam
butirat dan kaproat yang menyebabkan bau tidak sedap, dapat ditukar dengan asam
lemak rantai panjang yang memiliki sifat tidak mudah menguap (Ketaren, 2008).
8
2.3.3. Pirolisis
Meskipun reaksi transesterifikasi merupakan metode yang ekonomis dan
ramah lingkungan, namun relatif mengkonsumsi energi tinggi dan dapat terjadi
saponifikasi. Peneliti meneliti penggunaan panas dengan atau tanpa katalis, dengan
tidak adanya oksigen untuk menghasilkan minyak berupa minyak nabati disebut
proses pirolisis. Pirolisis ini merupakan proses yang dapat menguraikan bahan baku
tumbuhan atau dengan lemak hewani menjadi rangkaian campuran. Campuran yang
dihasilkan meliputi alkana, olefin, diena, aromatik, dan asam karboksilat.
Metode pirolisis ini harus dilakukan dengan tanpa udara atau oksigen untuk
mencegah oli teroksidasi pada suhu tinggi. Cara ini membutuhkan peralatan yang
kompleks dan memiliki biaya produksi yang tinggi. Kondisi reaksi (tekanan
atmosfer, pemanasan cepat, waktu reaksi sangat pendek) sangat kuat, dan dapat
dengan cepat memecah polimer organik dalam biomassa menjadi molekul rantai
pendek. Metode ini tidak disukai oleh peneliti karena tingkat konversi yang rendah,
konsumsi energi yang tinggi, dan ekonomi yang buruk (Mohamed dkk, 2017).
2.2.4. Mikroemulsi
Metode mikroemulsi digunakan untuk memperbaiki viskositas tinggi, dan
juga dari kerugian lain dari bahan bakar biodiesel. Metode mikroemulsi biasanya
dapat melibatkan pencampuran minyak hewani dan nabati dengan pelarut dan
mikroemulsi atau surfaktan, untuk membentuk bahan bakar biodiesel mikroemulsi.
Metode mikroemulsi ini ditandai dengan pengurangan kekentalan biodiesel yang
sederhana dan langsung. Ketika mesin membakar bahan bakar yang dihasilkan
dengan metode mikroemulsi dalam waktu lama masalah tersebut biasanya akan
dapat terjadi, seperti pengendapan karbon dalam jumlah yang besar, pembakaran
yang tidak sempurna, dan peningkatan viskositas oli pelumas (Wang dkk. 2015).
proses esterifikasi harus masuk tahap selanjutnya yaitu pada tahap transesterifikasi,
proses ini melibatkan air dan juga sebagian besar dari katalis asam yang telah
digunakan yang kandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu (Fessenden, 1982).
2.4.1. Waktu Reaksi
Laju reaksi dari transesterifikasi sangat dikendalikan oleh waktu dan suhu
Reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar dan dengan cukup waktu yang
diperlukan pada saat melakukan reaksi. Pengaruh waktu pada saat terjadi proses
transesterifikasi adalah semakin lama waktu reaksi yang dijalankan maka waktu
kontak yang terjadi antara zat yang digunakan dalam reaksi akan berlangsung
semakin lama dan semakin besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar.
Waktu reaksi memainkan peran penting dalam transesterifikasi trigliserida secara
umum akibatnya mempengaruhi hasil metil ester. Pembuatan dilakukan fokus pada
waktu reaksi untuk menyelidiki pengaruh untuk hasil metil ester (Budiman, 2017).
2.4.2. Suhu Reaksi
Suhu reaksi merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi reaksi dan
hasil produksi metil ester. Temperatur dapat mempengaruhi laju reaksi dan konversi
minyak, karena konstanta laju intrinsik sangat bergantung pada temperatur. Suhu
berpengaruh pada saat reasi esterifikasi adalah karena semakin tinggi suhu yang
digunakan dalam reaksi maka akan semakin banyak pula konversi yang dihasilkan.
Suhu yang naik akan menyebabkan harga dari konstanta semakin besar sehingga
reaksi yang sedang berlangsung juga akan berjalan dengan semakin cepat.
2.4.3. Pengadukan
Laju pengadukan juga akan dapat bertindak untuk menentukan hasil dalam
reaksi yang melibatkan reaktan kental. Pencampuran reaktan penting untuk
penyelesaian reaksi transesterifikasi dan akibatnya, meningkatkan hasil metil ester.
Proses pengadukan dalam reaksi akan menambah frekuensi tumbukan yang terjadi
diantara molekul-molekul zat pereaksi dan zat yang bereaksi sehingga akan
membuat reaksi semakin cepat dan menjadikan reaksi berjalan dengan sempurna.
Semakin besar tumbukan yang terjadi diantara komponen zat yang digunakan maka
akan semakin besar pula harga konstanta kecepatan reaksi. Oleh karena itu proses
pengadukan dalam reaksi sangat penting pada prosesnya (Panchal dkk, 2019).
10
stratifikasi minyak yang digunakan. Densitas juga berkaitan dengan cetane number,
viskositas dari suatu zat yang digunakan dan nilai kalor bahan bakar. Selanjutnya
adalah cetane number. Cetane number (CN) merupakan faktor yang berhubungan
erat dengan penundaan pengapian. Cetane number yang lebih tinggi akan dapat
memperpendek waktu penyalaan, mengurangi waktu efisiensi thermal, dan juga
akan meningkatkan efisiensi termal mesin. Sebagian besar struktur dari molekul
biodiesel merupakan rantai panjang yang terdiri dari atom C dan H, hampir tidak
terdapat cabang atau struktur aromatik di tengah-tengahnya (Fessenden, 1982).
Karakteristik inilah yang menyebabkan biodiesel memiliki cetane number
yang tinggi. Sebagian besar bahan bakar biodiesel memiliki bilangan cetane antara
40-60. Indeks yodium (atau nilai yodium, bilangan yodium, nilai adsorpsi yodium)
didefinisikan sebagai jumlah penyerapan yodium yang mempunyai fase gas. per
100 g minyak. Secara umum, ini digunakan untuk mengukur jumlah ketidakjenuhan
dalam asam lemak. Ketidakjenuhan ini akan dapat bereaksi dengan senyawa
yodium karena dengan adanya ikatan rangkap. Jumlah rata-rata dari ikatan rangkap
asam lemak dapat dihitung dengan menggunakan penentuan dari nilai yodium.
Ikatan rangkap tak jenuh tersebut terkait akan dengan kinerja pembakaran,
viskositas kinematik, dan titik filter dingin bahan bakar biodiesel. Oleh karena itu,
secara umum sifat bahan bakar biodiesel dapat ditentukan oleh nilai iodin. Tingkat
ketidakjenuhan bahan bakar biodiesel rendah memiliki nilai iodine yang rendah,
bilangan cetane yang tinggi, dan kinerja temperatur rendah. Karakteristik
unsaturation bahan bakar biodiesel tinggi berlawanan dengan sifat unsaturation
bahan bakar biodiesel yang rendah. Kenaikan tekanan pada saat proses pembuatan
terjadi yang terlalu tinggi juga akan mengakibatkan terjadinya proses detonasi.
Detonasi diartikan sebagai proses pembakaran pada mesin yang tidak tepat
pada waktu yang digunakan, proses detonasi terjadi yaitu api menjadi besar secara
tiba-tiba, sehingga menyebabkan proses pembakaran tidak sempurna. Biodiesel
tersusun dari monomer asam lemak, biodiesel mudah teroksidasi karena adanya
asam lemak tak jenuh dalam ester. Alasan dari kestabilan oksidasi biodiesel lebih
rendah dari solar. Biodiesel rentan terhadap oksidasi udara selama penyimpanan
dari jangka panjang, karena kapasitas antioksidannya rendah (Farid dkk, 2017).
12
14
15
Metil ester yang telah terpisah dicuci dengan mencampurkan air yang
telah dipanaskan pada suhu 50°C
Tabel 4.2. Neraca Massa Secara Teoritis dengan Jumlah Katalis 0,5%
No. Senyawa Input (g) Output (g)
1. Trigliserida 85,0740 -
2. Metanol 37,0944 27,8208
3. Metil Ester - 85,2012
4. Gliserol - 8,8872
5. NaOH 0,42537 0,42537
Total 122,5937 122,3345
Tabel 4.3. Neraca Massa Secara Praktek dengan Jumlah Katalis 0,5%
No. Senyawa Input (g) Output (g)
1. Trigliserida 85,0740 7,7440
2. Metanol 37,0944 28,7200
3. Metil Ester - 77,4690
4. Gliserol - 8,0776
5. NaOH 0,42537 0,42537
Total 122,5937 122,4359
17
18
80
60
40
20
0
0,50% 1,00% 1,50% 2,00%
Jumlah Katalis (g)
4.3. Pembahasan
Percobaan pembuatan metil ester dilakukan dengan tujuan untuk
mempelajari prinsip dan cara kerja dalam pembuatan metil ester. Metil ester
dihasilkan dari reaksi antara trigliserida dan metanol melalui reaksi esterifikasi dan
transesterifikasi dengan bantuan katalis basa homogen. Sumber trigliserida pada
percobaan kali ini adalah dari minyak kedelai dan katalis basa yang digunakan
adalah natrium hidroksida. Minyak kedelai memiliki kandungan asam lemak bebas
dibawah 5% sehingga dalam proses persiapannya tidak memerlukan reaksi
esterifikasi. Reaksi esterifikasi hanya dilakukan jika kandungan asam lemak bebas
pada bahan baku berada diatas 5% agar reaksi samping seperti reaksi saponifikasi
tidak terjadi selama pembuatan metil ester berlangsung.
Pemilihan katalis berupa katalis natrium hidroksida dilakukan atas beberapa
alasan seperti memiliki kemampuan katalisator yang tinggi, dapat digunakan pada
temperatur dan tekanan operasi yang relatif rendah dan reaksinya berlangsung lebih
cepat serta dapat meminimalisir potensi terjadinya korosi saat proses berlangsung.
Katalis yang digunakan merupakan natrium hidroksida padat yang dilarutkan dalam
metanol dengan takaran massa katalis sejumlah 0,5 % dari massa minyak kedelai.
Kekurangan dari penggunaan katalis jenis basa kuat adalah sangat sulit untuk
dipisahkan dari produk utama sehingga katalis tersebut tidak dapat digunakan
secara berulang dan dapat menjadi limbah ketika dibuang bersama produk.
Penggunaan katalis basa juga dapat meningkatkan potensi terjadinya reaksi
saponifikasi ketika asam lemak bebas bereaksi dengan basa akan menghasilkan
produk utama yang berupa sabun dan produk samping berupa air. Alkohol yang
digunakan saat penggunaan katalis basa harus dalam keadaan anhidrous. Keadaan
anhidrous adalah keadaan ketika kandungan air pada alkohol adalah sebesar 0,1-
0,5% berat. Kandungan air dalam pembuatan metil ester harus diperhatikan karena
kandungan air akan membantu menghidrolisis alkil ester menjadi asam lemak
bebas. Katalis asam tidak digunakan pada percobaan ini dikarenakan katalis asam
akan menghasilkan produk metil ester dengan kandungan air yang banyak, hal ini
berbeda dengan katalis basa karena katalis basa hanya menghasilkan sedikit air.
Kandungan asam lemak bebas juga harus diperhatikan agar tidak terbentuk sabun.
20
Reaksi transesterifikasi pada percobaan ini dilakukan pada labu leher tiga
yang dilengkapi dengan magnetic stirrer dan kondensor sebagai alat bantu.
Penggunaan magnetic stirrer bertujuan untuk mengaduk cairan didalam labu leher
tiga agar tercampur merata dan panas yang dihasilkan dari heating mantle dapat
terdistribusi dengan baik. Percobaan pembuatan metil ester kali ini menggunakan
metanol sebagai alkohol yang akan direaksikan dengan trigliserida. Metanol akan
digunakan sebagai penyedia gugus alkil pada reaksi transesterifikasi. Metanol
dipilih akibat rantainya yang pendek sehingga waktu reaksi yang dibutuhkan untuk
pembentukan metil ester menjadi cepat. Waktu reaksi dipengaruhi oleh panjangnya
rantai alkohol yang digunakan pada saat reaksi berlangsung. Alasan lain dari
penggunaan metanol adalah ketersediaannya yang cukup banyak dipasaran dan
harganya yang relatif terjangkau dibandingkan jenis alkohol lainnya.
Reaksi transesterifikasi dilakukan ketika viskositas dari minyak nabati
sangat tinggi. Viskositas yang cukup tinggi dapat menghasilkan pembakaran yang
kurang sempurna pada ruang bakar. Reaksi transesterifikasi berlangsung lebih cepat
dibandingkan dengan reaksi esterifikasi. Reaksi transesterifikasi biasanya
menggunakan katalis basa sedangkan reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam.
Senyawa yang akan direaksikan dengan reaksi transesterifikasi harus dalam
keadaan homogen atau dalam satu fasa. Reaksi transesterfikiasi akan berjalan
secara baik dan efektif ketika keadaan campuran homogen. Proses homogenisasi
akan mempengaruhi efektifitas reaksi transesterifikasi serta akan mempengaruhi
energi aktivitas, waktu reaksi, konstanta reaksi, dan laju reaksi.
Proses homogenisasi natrium hidroksida ke dalam metanol dilakukan
dengan mencampur natrium hidroksida ke dalam metanol hal ini dilakukan untuk
menghindari ledakan jika menuang metanol ke dalam padatan natrium hidroksida.
Proses pengadukan ketika reaksi berlangsung dapat meningkatkan pergerakan
partikel materi, meningkatkan tumbukan antar reaktan, dan memutus rantai ikatan
yang terdapat pada bahan baku. Penggunaan magnetic stirrer sangat membantu
selama proses pengadukan saat reaksi transesterifikasi berlangsung. Peningkatan
kecepatan pengadukan dapat mempengaruhi kuantitas atau jumlah dari produk
utama yang dihasilkan selama reaksi transesterifikasi berlangsung.
21
5.1. Kesimpulan
1) Katalis NaOH digunakan karena termasuk katalis basa yang menghasilkan
sedikit kandungan air, sehingga tidak terbentuk reaksi penyabunan yang
dapat menyebabkan konversi minyak menjadi ester (biodiesel) menjadi
kecil.
2) Semakin sedikit kandungan free fatty acid pada bahan baku maka akan
semakin bagus kualitas biodiesel yang dihasilkan.
3) Mekanisme proses pembuatan biodiesel yaitu dilakukan dengan dua tahap,
yaitu proses esterefikasi dan transesterefikasi.
4) Alkohol yang digunakan pada proses pembuatan biodiesel ini adalah
metanol, karena metanol tersedia dalam bentuk absolut yang mudah
diperoleh sehingga hidrolisa dan pembentukan sabut akibatnya air yang
terdapat di dalam alkohol dapat diminimalkan.
5) Proses pembuatan biodiesel ini dilakukan secara batch yaitu dengan
menggunakan labu leher tiga, dan proses berjalan pada suhu tinggi dalam
fase cair sehingga akan bisa berlangsung dengan cepat dibandingkan
dilakukan secara continue.
5.2. Saran
1) Sebaiknya alat praktikum heating mantle supaya dapat diperbaiki lagi agar
hasil pemanasan berjalan dengan maksimal.
2) Sebaiknya peralatan pemanasan lain yang dapat digunakan seperti hot plate
untuk menjaga temperatur reaksi dengan akurat.
3) Sebaiknya saat melakukan praktikum supaya dapat menjaga kesterilan alat-
alat agar produk dapat dihasilkan dengan maksimal.
24
DAFTAR PUSTAKA
24,2345 g – 15,528 g
ρminyak = = 0,87065 g/mL
10 mL
Massa minyak kelapa = ρminyak x Vminyak kedelai
= 0,85074 g/mL x 100 mL
= 85,074 g
85,074 g
Mol trigliserida = = 0,0966 mol
880 g/mol
12 x 0,0966
Mol Metanol =
1
0,2635 mol
% Konversi Metanol = x 100%
1,1592 mol
0,2635 mol
% Yield Metil Ester = x 100%
0,2898 mol
% Error = 9,07 %
LAMPIRAN B
RANGKAIAN ALAT
Tindakan
No. Bahan Sifat Bahan
Penanggulangan
Sifat Kimia Sifat Fisika
1. Katalis - Menyebabkan luka - Berat - Jika pernafasan
NaOH bakar molekul 40 terganggu segera
- Iritasi g/mol hirup udara segar,
- Reaktivitas: - Titik didih: jika sulit bernafas
menghindari 1390oC berikan oksigen.
kondisi suhu yang - Titik leleh: - Jika tertelan,
ekstrim 318oC berikan susu atau
- Berbahaya jika - Kepadatan air.
dihirup (Toxic) Wujud: - Jika terkena kulit
- Kontak mata dapat Kristal segera basuh kulit
menyebabkan deliquescent dengan air selama
kerusakan putih (Solid) 15 menit
- Bersifat korosif - uap >1 - Jika terkena mata
- Stabilitas: Stabil - Kelarutan maka cuci mata
dalam air: dengan air selama 15
larut menit.
2. Metanol - Reaktifitas : Uap - Berbentuk - Jika terkena kulit
dapat cair, tidak (atau rambut):
membentuk berwarna, Lepaskan segera
campuran bau seluruh pakaian yang
mudah- meledak menyengat terkontaminasi. Bilas
dengan udara. - Titik Lebur kulit dengan
Toksisitas akut, - Densitas air/pancuran.
- Cairan mudah 0,792 g/cm3 Lepaskan segera
terbakar - Terlarut seluruh pakaian yang
- Menyebabkan seluruhnya terkontaminasi dan
iritasi ke dalam air cuci sebelum dipakai
o
- Stabilitas kimia: - -98 C kembali.
Produk ini - Titik didih - Jika tertelan: Segera
stabil secara 64,9oC hubungi Pusat
kimiawi di - Titik Nyala Penanganan
bawah kondisi 9,7oC Keracunan/dokter.
ruangan standar Basuh mulut. Jika
(suhu kamar) terhirup: Pindahkan
- Reaksi persona ke tempat
berbahaya pada berudara segar dan
kondisi jaga tetap relaks
untuk bernafas.
3. Minyak Material yang harus Warna: - Jika terkena mata
Kedelai dihindari : Zat Kekuningan segera cuci mata
pengoksidasi dengan air selama 15
Titik Nyala:
menit
Stabilitas : Stabil 282oC
dalam kondisi normal
Tidak larut - Jika tertelan, berikan
Kondisi yang harus dalam air susu atau air
- dihindari :
Panas, nyala api, Densitas: - Jika terkena kulit,
dan berbagai 0,916-0,922 basuh dengan sabun
sumber penyulut g/cm3 dan air
lainnya
-Angka FFA
1,5%
-Angka asam
0,2-0,6
-Angka Iod
189-195
JOB SAFETY ANALYSIS
Tindakan yang
Identifikasi Bahaya Penyebab
Dibutuhkan
1. Pecahnya gelas Terpeleset, tersenggol oleh Mengganti gelas beaker
beaker praktikan yang bercanda dan segera membersihkan
atau berbicara ketika area kerja
praktikum
2. Terhirup atau Tidak memakai APD Memakai APD yang
menghirup bahan dengan benar, salah lengkap saat hendak
kimia satunya masker ketika memasuki
melakukan percobaan laboratorium
3. Tersengat listrik Tangan tidak dalam Memakai APD sarung
ketika keadaan kering ketika tangan dan sepatu tertutup
melakukan melakukan percobaan dan saat melakukan percobaan
percobaan tidak menggunakan sepatu
yang tertutup
4. Iritasi Tidak mengenakan APD Mengenakan APD yang
saat melakukan percobaan lengkap saat menjalankan
percobaan
5. Cidera pada Tidak mengangkat Gunakan Teknik
pinggang peralatan dalam posisi mengangkat yang benar
tubuh yang benar dan jika mengangkat yang
berat minta bantuan
kepada rekan kerja lain