Anda di halaman 1dari 7

Nama : Ghina Syania Zahirah

NIM : 2018710079
Mata kuliah : Seminar

WEBINAR PERTAMA

“PERAN SAKA BAKTI HUSADA DALAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN


PENYAKIT PADA KONDISI BENCANA/KLB/WABAH COVID-19”

Diselenggarakan oleh BBTKLPP YOGYAKARTA


1) Pembicara 1: Prof. Dr Arif Sumantri, SKM.,M.Kes
Materi : Perilaku memilih dan mengkonsumsi makanan/minuman dalam masa
pandemi Covid-19.
Perilaku Konsumen, yaitu proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu tentang
menilai, memperoleh dan menggunakan komoditi barang dan jasa. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen : budaya, personal, psikologis, dan sosial. Sifat dari
perilaku konsumen :
1) Pengaruh Internal (Internal Influences) meliputi : proses pembelajaran (learning),
memori (memory), motivasi (motives), kepribadian (personality), emosi
(emotions), dan sikap (attitudes).
2) Pengaruh Eksternal (External Influences) meliputi : budaya (culture), demografis
& status sosial (demographics and social stratification), subbudaya etnis, agama
& regional (ethnic, religious, and regional subcultures) keluarga & rumah tangga
(families and households), dan kelompok (groups).
 PP No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
Pasal 2
(1) Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan pada
rantai pangan yang meliputi proses produksi, penyimpanan, pengngkutan, dan
peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi.
(2) Persyaratan sanitasi diatur lebih lanjut oleh Menteri yang bertanggung jawab di
bidang kesehatan yang meliputi antara lain :
a. Sarana dan/atau prasarana
b. Penyelenggaraan kegiatan
c. Orang perorangan
Pasal 3
Pemenuhan standar sanitasi di seluruh kegiatan rantai pangan dilakukan dengan cara
menerapkan pedoman cara yang baik meliputi :
a. Cara budidaya yang baik
b. Cara produksi pangan segar yang baik
c. Cara produksi pangan olahan yang baik
d. Cara distribusi pangan yang baik
e. Cara ritel pangan yang baik
f. Cara produksi pangan siap saji
 Permasalahan Pangan
1) Higiene sanitasi tempat pengelolaan makanan
2) Pencemaran makanan : mikroba, kimia, fisik, penyalahgunaan bahan berbahaya
3) Peralatan pengelolaan makanan
4) Penjamah makanan (food handler)
5) Keracunan pangan
 Lima kunci keamanan pangan yang dikembangkan WHO dapat dijadikan dasar
pencegahan selama terjadi wabah seperti Covid-19 :
1) Cuci bersih tangan dan bahan makanan yang akan diolah.
2) Bedakan pisau dan talenan untuk bahan makanan mentah dengan makanan
matang.
3) Masak dengan benar dan matang terutama bahan makanan protein hewani.
4) Simpan makanan matang pada suhu yang tepat atau aman.
5) Gunakan air dan bahan baku yang aman.

2) Pembiacara 2 : Drs. Arifin Budiharjo


Materi : Saka bakti husada sebagai agen perubahan dalam penerapan 5M di
masyarakat dalam penanggulangan Covid-19.
Pandemi Penyakit Covid-19 sangat luar biasa dampaknya bagi kehidupan umat manusia.
Penyakit yang di sebabkan oleh virus corona, bisa menyebabkan kematian. Akan tetapi
kita tidak boleh terus berdiam diri di rumah. Kita membutuhkan untuk dapat kembali
bekerja, belajar, dan bersosialisasi atau aktivitas agar dapat produktif kembali. Hal itu
dapat dilaksanakan sepanjang ada kemauan kuat untuk beradaptasi dengan kebiasaan
baru yaitu disiplin hidup sehat dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. .
Saka bakti husada sebagai agen perubahan :
1) Catalyst (Penghubung)
2) Solution Giver (Memberikan Solusi)
3) Process Helper (Memberikan Pertolongan)
4) Resources Linker (Sumber-Sumber).

3) Pembicara 3 : Dr. P.A. Kodrat Pramudho, SKM, M.Kes.


Materi : Penerapan krida bisa lingkungan sehat dalam kondisi
bencana/KLB/wabah
Kegiatan kedaruratan lingkungan yang dapat diperankan oleh pramuka/saka bakti husada
1) Penyediaan air bersih dan air minum :
- Kebutuhan air bersih bagi setiap manusia hendaknya dapat dipenuhi. Banyak
cara antara lain dengan mengangkut air bersih dengan tangki-tangki mobil ke
lokasi pengungsian atau ke rumah-rumah yang berdampak.
- Cara lain yang sederhana adalah dengan teknologi sederahan secara tepat guna
misal dengan penyaringan pasir lambat, pemanasan dgn sinar matahari
(sodish).
- Penyediaan air bersih biasanya menjadi masalah pada lokasi pengungsian
sementara.
- Sebagai panduan pada situasi bencana kebutuhan air bersih adalah 5
liter/orang/hari selama 1 sd 3 hari, dan selanjutnya 15 sd 20 liter/orang/hari
pada hari ke-4 dst.
- Pengolahan air bersih yang dapat dilakukan dengan cara filtrasi (penyaringan)
dengan pasir lambat atau keramik filter, dan koagulasi & flokulasi
(penggumpalan) dengan tawas atau bubuk koogulan.
2) Tempat pengungsian sehat :
- Penempatan tempat pengungsian sementara hendaknya tetap memenuhi syarat
kesehatan khususnya kepadatan orang, ketersediaan air bersih dan air minum,
jamban, tempat sampah, pembuangan limbah, dan faktor-faktor risiko di
sekitar lokasi pengunsian yg dpt menimbulkan atau menyebabkan masalah
kesehatan.
3) Pembuangan sampah :
- Pembuangan sampah di lokasi pengungsian hendaknya menjadi perhatian
semua fihak karena sampah yang tidak terkelola baik akan berdampak potensi
menjadi sumber penularan penyakit menular dengan munculnya lalat, tikus
dan bau tak sedap serta mencemari sumber penyediaan air bersih atau bahan
makanan.
- Kegiatan yang dilakukan adalah pewadahan sampah dan pengumpulan
sampah (TPS) yang selanjutnya diangkut dengan gerobak atau truk ke TPA. 
4) Pembuangan kotoran :
- Masalah pembuangan kotoran dengan penyediaan jamban yang cukup dengan
penyediaan air bersih di lokasi pengungsian (rationya 1 jamban utk 50 sd 100
org) menjadi upaya penting dalam pencegahan penyakit menular harus
menjadi prioritas utama.
- Setelah melalui masa emergency, bangunan jamban sederhana yang ditutup
rapat dapat dibuat dengan ratio 1 jamban utk 20 orang, dan dibedakan untuk
laki dan perempuan.
5) Pembuangan limbah :
- Air limbah di pengungsian biasanya terjadi karena ada limpasan air hujan dan
air bekas mandi, cuci dan memasak.
- Tujuan pengelolaan air limbah untuk menghindarkan menjadi tempat
berbiaknya nyamuk penular penyakit, mencemari sumber air bersih, dan
genangan air atau banjir.
- Diperlancar atau dibuatkan saluran air yang tidak dapat menjadi berkembang
biak vektor penyakit.
- Dibuatkan peresapan air yang dilapisi dengan kerikil dan tidak menjadi
berkembang lalat dan nyamuk. 
6) Pemberantasan vektor :
Pemberantasan vektor prinsipnya ada dua cara yaitu :
- Pengelolaan lingkungan dengan cara memeriksa tempat yang berpotensi
tumbuh vektor di lokasi pengungsian dan pengukuran kepadatan lalat di TPS,
serta mengatasinya.
- Pengendalian vektor dgn cara gerakan PSN, bila tidur malam gunakan
kelambu, obat oles anti nyamuk, dan pengasapan dengan ramah lingkungan
(fogging) di luar rumah.
7) Pengelolaan makanan sehat :
- Biasanya bantuan makanan bagi para pengungsi pada tanggap darurat
disediakan oleh pemerintah atau dari LSM atau organisasi kemasyarakatan
yang peduli dengan membuka dapur umum.
SERTIFIKAT
WEBINAR KEDUA

“PROBLEMATIKA DIKELUARKANNYA FABA DARI LIMBAH B3 BATUBARA


SERTA TANTANGAN K3 DIMASA DEPAN”

Diselenggarakan oleh Seminar Nasional Peminatan K3 FKM UMJ

1. Pemateri 1 : Dr. Robiana Modjo, SKM, Mkes


Materi : “Problematika Dikeluarkannya Faba Dari Limbah B3 Batubara Serta
Tantangan K3 Di Masa Depan”
Fly Ash dan Bottom Ash pada pembakaran batubara dikenal dengan sebutan
FABA, yang dihasilkan dari pembakaran batubara pada pembangkit listrik tenaga uap
(PLTU) dan industri berbahan bakar batubara lainnya. Dasar hukum UU No. 32 Tahun
2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No. 22 Tahun 2021
Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Ketentuan FABA dari PLTU dalam PP 22 Tahun 2021 yaitu pada pasal 425 :
Pengelolaan Limbah NonB3 terhadap Limbah NonB3 terdaftar dilaksanakan sesuai
persyaratan teknis pengelolaan limbah Non B3, Penyelenggaran pengelolaan Limbah
Non B3 dilakukan setiap orang yang menghasilkan Limbah Non B3 dan rinciannya
termuat dalam Persetujuan Lingkungan meliputi: identitas Limbah Non B3, bentuk
Limbah Non B3, sumber Limbah Non B3, jumlah Limbah NonB3 dan jenis pengelolaan
Limbah Non B3, Dalam hal pelaksanaan Usaha dan/atau Kegiatan menghasilkan Limbah
non B3 baru yang tidak termuat dalam Persetujuan Lingkungan penghasil Limbah non B3
melakukan perubahan Persetujuan Lingkungan, Pengelolaan Limbah NonB3 meliputi:
pengurangan Limbah Non B3, penyimpanan Limbah Non B3, pemanfaatan Limbah
NonB3, penimbunan Limbah Non B3, perpindahan batas Limbah Non B3,
penanggulangan pencemaran dan pelaporan.
Contoh pemnafaatan FABA di Indonesia yaitu Aplikasi abu batubara sebagai
lapisan penudung material pembentuk asam pada kegiatan Reklamasi bekas tambang
dengan metode penudungan dengan abu batubara ntuk mencegah Air Asam Tambang
(AAT) akan memberikan keuntungan Meminimalkan pasokan oksigen yang berasal dari
proses difusi Mengendalikan pH air pori Memaksimalkan ketersediaan mineral penetral
asam dan alkalinitas air pori.
2. Permateri 2 : Dr. Robiana Modjo, SKM, M.Kes
Materi : “Peluang Pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) Disamping
Dampak Buruknya Terhadap Lingkungan”.
- Karakteristik Fly ash Bottom
Komposisi abu batu bara dari hasil pembakaran terdiri dari 5% - 15% abu dasar dan
85% - 95% abu terbang. Karakteristik fly ash bottom dibagi dua karakteristik kimia
batu bara dan karakteristik fisis batu bara. Sifat fisis dan kimia batu bara dapat
dipengaruhi beberapa hal yaitu tipe batu bara, ukuran batu bara, asal batu bara,
Teknik pembakaran, ukuran boiler, proses pembuangan, dan metode penanggulan.
- Regulasi Terkait FABA
Pasal 28 H, UUD RI Tahun 1945 “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayan kesehatan”
- Pengelolaan FABA
Prinsip pengelolaan limbah B3 bedasarkan pp no 22 tahun 2021 dimulai dari upaya
pengurangan limbah, pengelolaan dimulai dari dihasilkan hingga ditimbun,
pengelolaan dengan prinsip ekonomi sikular, dan pengelolaan yang berwawasan
lingkungan.
- Dampak

Anda mungkin juga menyukai