IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 47 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Status pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Solo
Tanggal pemeriksaan : 8 Juni 2020
47
Okt 2019
m.1992
28
25 23 22
10
Keterangan gambar
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi auditorik : tidak ada
2. Halusinasi visual : tidak ada
3. Ilusi : tidak ada
4. Derelisasi : tidak ada
5. Depersonalisasi : tidak ada
E. Proses Pikir
1. Bentuk : realistik
2. Isi : preokupasi terhadap masalahnya
3. Arus : koheren
F. Kognisi dan Sensorium
1. Orientasi : baik
2. Daya Ingat : baik
3. \Konsentrasi dan perhatian: baik
4. Kemampuan visuospasial : baik
5. Pikiran abstrak : baik
6. Kemampuan menolong diri sendiri : baik
G. Pengendalian Impuls : baik
H. Daya Nilai dan Tilikan
1. Daya nilai sosial : baik
2. Daya nilai realitas : baik
3. Tilikan diri / insight : derajat IV
I. Taraf dapat dipercaya : dapat dipercaya
VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
A. Status Internus
Keadaan umum baik, tekanan darah 110/80 mmHg. Frekuensi nadi 90
X/menit, regular; laju respirasi = 22 x/ menit; suhu: afebris; konjungtiva
tidak anemis; skelera tidak ikterik; jantung, paru: dalam batas normal;
ekstremitas akral hangat, tidak eodema.
B. Status Neurologikus
GCS : E4 V5 M6. Gejala rangsang selaput otak tidak ada, reflek pupil -/+,
fungsi sensorik dan motorik baik di keempat ekstremitas, reflek fisiologis
normal, reflek patologis tidak ada, tremor tidak ada.
X. FORMULASI DIAGNOSTIK
Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan pola perilaku dan
psikologis yang secara klinis bermakna dan menimbulkan suatu penderitaan
(distress) dan hendaya (disability) dalam melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari yang biasa, pemanfaatan waktu luang dan hubungan sosial. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pasien ini menderita gangguan jiwa.
Pada pemerikasaan status internus didapatkan dalam batas normal dan
tidak ditemukan riwayat gangguan medis umum yang berkaitan dengan gejala
psikologis, sehingga diagnosis Gangguan Mental Organik (F00-F09) dapat
disingkirkan.
Dari anamnesis tidak ditemukan adanya riwayat penggunaan zat
psikoaktif dan alkohol sehingga diagnosa Gangguan Mental Terkait Zat
(F10-F19) dapat disingkirkan.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan status mental tidak ditemukan
adanya gangguan pada persepsi, waham dan RTA sehingga diagnosa
Gangguan Skizofrenia, Gangguan Skizotipal, dan Gangguan Waham
Menetap (F20-F29) dapat disingkirkan.
Berdasarkan anamnesis ditemukan adanya perasaan sedih, menganggu
fungsi peran sehingga diagnosa Gangguan Mood/Afektif (F30-F39) belum
dapat disingkirkan.
Pada pasien ini didapatkan periode penurunan alam perasaan dan
perasaan sedih yang berlangsung lama dan tidak memenuhi kriteria depresi,
kebanyakan mengalami rasa tertekan dan lelah, pengalaman hidup yang
merupakan upaya yang berat dan tak ada yang dinikmati, memikirkan dan
mengeluh merasa kurang mampu namun masih sanggup mengurus keperluan
kehidupannya sehari-hari, maka sesuai kriteria PPDGJ III, untuk aksis I
diusulkan diagnosis F34.1 Distimia.
XIV. PROGNOSIS
A. Hal Yang Meringankan :
1. Berobat ke institusi yang tepat
2. Tidak ada riwayat keluarga yang menderita gangguan jiwa
B. Hal yang memberatkan :
1. Ciri Kepribadian Histerionik
2. Masalah keluarga
C. Prognosis :
Qua ad vitam : bonam
Qua ad sanasionam : dubia ad bonam
Qua ad fungsionam : dubia ad bonam
XV. DISKUSI
DISTIMIA
Pada zaman ini depresi adalah bagian dari gaya hidup seseorang. Kondisi
yang tidak dapat dihindari oleh setiap orang sehari-harinya.Depresi adalah
gangguan yang dapat disamakan dengan penyakit influensa, penyakit yang biasa
dan sering menyerang manusia.Depresi sangat mempengaruhi ekonomi negara
dan kemajuan suatu bangsa.Suatu negara dapat bangkit akibat perang/resesi
karena adanya manajemen depresi yang baik.Untuk mengetahui tentang gangguan
depresi lebih dalam, maka saya membagi tulisan ini menjadi beberapa seri. Seri
pertama saya ingin memperkenalkan tentang Distimia (American Psychiatric
Association, 2013).
Distimia adalah mood depresif kronis pada hampir sepanjang waktu dan
menetap sedikitnya selama 2 tahun. Pada distimia, gejala depresinya tidak terlalu
parah tetapi sering bentuk depresifnya bertahan selamanya.Distimia juga
merupakan bentuk depresi ringan yang kronik yang mempunyai hubungan yang
kompleks dengan gangguan depresi mayor (Carta at all., 2010). Distimia
umumnya dimulai saat masa kanak-kanak/remaja, atau pada orangtua setelah
berusia 52 tahun. Distimia yang terjadi sebelum usia 21 tahun disebut distimia
onset dini. Distimia yang terjadi setelah usia 21 tahun disebut distimia late
onset.Distimia onset dini berhubungan dengan komorbid gangguan kepribadian,
sedangkan distimia setelah usia lebih dari 50 tahun berhubungan dengan masalah
kesehatan dan kehilangan anggota keluarga (Perera at all., 2014). Distimia jarang
mulai terjadi pada orang dewasa.Biasanya mulai timbul sejak masa kanak-kanak
walaupun menjadi nyata dan terdiagnosis distimia setelah masa dewasa. Atau
dengan kata lain, distimia pada orang dewasa akibat kelanjutan distimia yang
sudah berlangsung sejak usia kanak-kanak atau remaja, sering berasal dari
distimia onset dini bahkan kadang-kadang terjadi mulai usia 5 tahun (Riso at all.,
2017).
Alasan utama mengapa distimia sulit dikenali, karena orang dapat tertekan
tanpa merasakan sedih atau terluka. Orang tersebut menganggap perasaan
tertekannya adalah hal yang biasa setiap harinya “this is just the way I am”.
Biasanya seseorang ditekankan untuk harus mempunyai sifat nerimo dalam
hidupnya yang secara tidak langsung keadaan ini mengakibatkan
distimia.Seseorang yang menderita distimia ibarat lampu yang cahayanya redup
walaupun masih dapat berfungsi dalam kesehariannya dan dapat menerangi orang-
orang di sekelilingnya.Orang distimia tidak optimal dalam fungsi sehari-harinya
dan bila orang distimia tidak melakukan prestasi apapun, orang tersebut merasa
hal ini sudah nasibnya (Sadock, B.J. & Sadock, V.A. 2010).
Orang dengan distimia mengalami masalah yang disingkat (Sleep
disturbance - Energy decrease - Concentration decrease - Appetite change - Self
esteem - Hopelessness). Pasien menggambarkan distimia sebagai mood depresi
selama sekurang-kurangnya 2 tahun dengan nafsu makan yang rendah/berlebihan,
insomnia/hipersomnia, tidak ada energi, harga diri yang rendah, sulit konsentrasi,
tidak bisa memutuskan masalah dan tidak mempunyai harapan. Pasien hampir
sepanjang hari murung, sedih, lelah dan anhedonia, dengan perasaan yang
inadekuat. Sering menuntut dan mengeluh, menyalahkan diri sendiri tetapi pada
saat yang bersamaan mencela orang lain. Pasien distimia bukan orang yang pandai
membawa diri dan pergaulan mereka tidak stabil.
Tipe Distimia
Kriteria diagnosis distimia menurut DSM-IV adalah:
Adanya mood terdepresi di sepanjang hari berdasarkan perasaan subyektif
atau dilihat oleh orang lain. Selama sekurang-kurangnya 2 tahun (1 tahun pada
anak dan remaja digambarkan sebagai mood iritabel) (Depkes, 1993).
Ada 2 (atau lebih) gejala dibawah ini:
- Nafsu makan menurun atau makan yang berlebihan.
- Insomnia atau hipersomnia.
- Kurangnya energi atau kelelahan.
- Citra diri yang rendah.
- Sulit konsentrasi atau sukar mengambil keputusan.
- Perasaan ketidakberdayaan.
Tidak didapatkan episode depresi mayor dan gejala bukan merupakan
remisi parsial dari depresi mayor.
Jika distimia terjadi pertama kali (sekurang-kurangnya 2 tahun, dan 1
tahun pada distimia anak atau remaja) kemudian berkembang menjadi episode
depresi mayor maka dapat didiagnosis sebagai double depression, bila ada depresi
mayor dan distimia yang terjadi secara bersamaan.
Comparative Distimia :
Tidak didapatkan episode mania, hipomania atau siklotimia.
Gejala distimia bukan disebabkan oleh gangguan psikotik kronis seperti
skizofrenia atau gangguan waham.
Gejala bukan diakibatkan oleh obat-obatan, penyalahgunaan zat, terapi
atau kondisi medis (contohnya hipotiroid).Gejala-gejala tersebut menyebabkan
penderitaan atau masalah yang bermakna pada hubungan sosial, pekerjaan atau
fungsi lainnya yang dianggap penting.
Kriteria diagnosis distimia menurut ICD-10 adalah:
- Mood depresi yang menetap/terus menerus selama sedikitnya 2 tahun.
- Jarang timbul periode mood yang normal selama lebih dari beberapa
minggu dan tidak ada episode hipomania.
- Tidak ada atau sedikit sekali, seseorang dengan episode depresi tersebut
mengalami gangguan yang bermakna atau menetap untuk kriteria
gangguan depresi ringan yang rekurens.
- Selama periode depresi tersebut ada sedikitnya 3 gejala di bawah ini:
- Energi/aktivitas yang menurun.
- Sulit tidur.
- Tidak percaya diri dan merasa inadekuat.
- Sulit konsentrasi.
- Sering menangis.
- Kurang minat/menikmati aktivitas seksual atau aktivitas lain yang
biasanya memberikan kesenangan.
- Merasa tidak mampu melakukan tanggung jawab rutin sehari-harinya.
- Pesimis terhadap masa depan atau selalu menyesali masa lalu.
- Menarik diri dari pergaulan.
- Tidak banyak bicara.
Distimia berbeda dengan disforia.Disforia berasal dari kata “bad mood”
yaitu campuran dari suasana hati yang tidak puas, gelisah, depresi, cemas,
iritabilitas.Disforia adalah respon perasaan yang normal saatfrustrasi
dankekecewaan.Hampir semua orang pernah merasakan disforia dari waktu ke
waktu.Perasaan disforia yang kronis dapat berubah menjadi distimia (Weissman
at all., 2012).
Distimia berbeda dengan dukacita.Dukacita (berkabung terhadap kematian
seseorang yang dicintai) sering terlihat seperti depresi.Dukacita yang normal tidak
berlangsung lama (umumnya 3 sampai 6 bulan, kadang-kadang sampai 1 tahun)
dan pada umumnya adalah suatu reaksi yang normal.Dukacita dapat terjadi pada
keadaan orang distimia/depresi. Sebagai catatan: Dukacita adalah peristiwa
depresif yang sebanding dengan keadaan, sedangkan depresi adalah perasaan
dukacita yang terlalu berlebihan untuk suatu keadaan. Distimia berbeda dengan
kesepian walaupun banyak orang distimia sering mengeluh merasa kesepian dan
terasing. Jika rasa kesepian sampai membuat susah atau mengganggu fungsi
sehari-hari maka perasaan tersebut dapat berkembang menjadi distimia (Akiskal
at al., 2018)
Distimia berbeda dengan kesedihan.Kesedihan adalah suatu hal normal
bila mengalami peristiwa tertentu dan tidak dijumpai penurunan fungsi
pekerjaan/aktivitas sosial.Banyak orang distimia tidak mengalami rasa
sedih.Walaupun seseorang dengan perasaan sedih mempunyai resiko tinggi
berkembang menjadi distimia di kemudian hari. Psikodinamika distimia sangat
dipengaruhi oleh 6 faktor utama yaitu psikopatologi keluarga dengan gangguan
mood, awal permasalahan, sifat/kepribadian, faktor kognisi, faktor interpersonal
dan stres kronis.Riwayat keluarga dengan gangguan mood/kepribadian
meningkatkan resiko depresi menjadi kronis.Faktor keturunan pada gangguan
kepribadian ternyata diturunkan secara kuantitatif, bukan secara
kualitatif.Distimia berhubungan dengan pola asuh orangtua yang salah,anak yang
terlantar/tidak diperlakukan sebagaimana mestinya, mengalami beberapa peristiwa
traumatik dan tidak pernah dirawat dengan baik.Ada rasa kehilangan pada awal
masa perkembangan (kematian orangtua, perceraian, perpisahan atau keluar dari
rumah). Termasuk diantaranya terjadi abuse seksual dan fisik, ditinggal orangtua,
sikap acuh tak acuh/penolakan orangtua. Kesengsaraan masa kanak-kanak
berpengaruh pada pembentukan kepribadian dan menyebabkan gangguan
kepribadian; berpengaruh pada gaya hubungan interpersonal dan gaya mencerna
informasi seseorang (Keller at al., 2016).
Berdasarkan sitasi dari Wu W, Wang Z, et al(2013) mencari peran dari
faktor-faktor resiko lingkungan termasuk kejadian kehidupan yang menyebabkan
stres dan pola pengasuhan pada pasien dengan MDD dan distimia.Peneliti
menyampaikan bahwa faktor-faktor resiko ini berlaku dengan cara yang sama
pada gangguan depresi mayor dengan atau tanpa distimia.Hasil kami memeriksa
gejala klinis pada 5.950 wanita cina suku Han dengan MDD antara usia 30-60
tahun diseluruh cina. Kami memastikan hasil lebihdini dengan mereplikasi
analisis pada 3.950 kasus baru MDD tidak ada perbedaan antara kelompok data.
Kami mengidentifikasi 16 peristiwa kehidupan yang membuat stress yang secara
signifikan meningkatkan resiko distimia, mendukung adanya MDD. Kehangatan
yang rendah dari orang tua baik ibu ataupun bapak meningkatkan resiko distimia.
Ancaman dalam kehidupan yang tinggi (misalnya : Pemerkosaan) lebih spesifik
kepada MDD daripada distimia, sementara pada MDD lebih banyak peristiwa
kehidupan yang parah menunjukkan ratio yang lebih besar dari control. Hal ini
tidak terdapat pada MDD dengan atau tanpa distimia (Keller at al., 2016)
DAFTAR PUSTAKA
Akiskal HS, Rosenthal TL, Haykal RF, Lemmi H, Rosenthal RH, et al. (2018)
Characterological depressions. Clinical and sleep EEG findings separating
subaffective dysthymias’ from ‘character spectrum disorders’. Arch Gen
Psychiatry 37: 777–783.
Carta, M.G.; Murru, A.; Hardoy, M.C. & Balestrieri, M. 2010. Dystimia
Disorder: Epidemiology, Diagnosis and Treatment.
https://www.cpementalhealth.com/imedia
Riso LP, Klein DN, Ferro T, Kasch KL, Pepper CM, et al. (2017) Understanding
the comorbidity between early-onset dysthymia and cluster B personality
disorders: a family study. Am J Psychiatry 153: 900–906
Sadock, B.J. & Sadock, V.A. 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis.
EGC : Jakarta.
Weissman MM, Leaf PJ, Bruce ML, Florio L (2012) The epidemiology of
dysthymia in five communities: rates, risks, comorbidity, and treatment. Am
J Psychiatry 145: 815–819.
Lampiran 1 dari KASUS NON-PSIKOTIK 5
SKEMA KRONOLOGIS PENYAKIT
Mei 2010 Juli 2010 Nov 2010 Okt 2019 Mei 2020 2010 sd 2020
Jan
201
7
Lampiran 2 dari KASUS NON-PSIKOTIK 5
FOLLOW-UP