Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih juga jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
tercapainya makalah yang lebih sempurna di kemudian hari.
Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
berperan serta dalam pembuatan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga allah SWT
meridhai segala usaha kita. Amin.

Gorontalo, Januari 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG..............................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.........................................................................................1
1.3 TUJUAN..................................................................................................................1
BAB II : PEMBAHSAN.......................................................................................................2
2.1 KONSEP STRESS..................................................................................................2
2.2 ADAPTASI.............................................................................................................6
2.3 PROSES KEPERAWATAN STRESS MANAGEMEN STRESS UNTUK
PERAWAT.............................................................................................................7
2.4 SKENARIO KASUS.............................................................................................10

BAB III : PENUTUP...........................................................................................................14

3.1 KESIMPULAN.....................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15

ii
1. STRESS
a. Definisi stress
Menurut beberapa ahli stress dapat diartikan sebagai berikut:

 Stress didefinisikan sebagai respon fisik dan emosional terhadap


tuntutan yang dialami individu yang diiterpretasikan sebagai sesuatu
yang mengancam keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986).
 Stres adalah suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam, yang
menimbulkan suatu ketegangan dalam diri seseorang” (Soeharto
Heerdjan, 1987).
 Secara umum, yang dimaksud “Stres adalah reaksi tubuh terhadap
situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi, dan
lain-lain”. “Stres adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri,
dan karena itu, sesuatu yang mengganggu keseimbangan kita”
(Maramis, 1999).
 Menurut Vincent Cornelli, sebagaimana dikutip oleh Grant Brecht
(2000) bahwa yang dimaksud “Stres adalah gangguan pada tubuh dan
pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, yang
dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan individu di
dalam lingkungan tersebut”
 Stress adalah realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari.
Stres disebabkan oleh perubahan yang memerlukan penyesuaian
(Keliat, B.A., 1999).
Jadi dapat stress adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa
sebagai sesuatu yang mengancam, menantang, ataupun membahayakan dan
individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan
perilaku.
b. Sumber-Sumber Stress
Sarafino (1998) membagi tiga jenis sumber stres yang dapat terjadi pada
kehidupan individu:
1) Sumber yang berasal dari individu

iii
a. Ada dua cara stres berasal dari individu. Pertama adalah melalui
adanya penyakit. Penyakit yang diderita individu menyebabkan
tekanan biologis dan psikologis sehingga menimbulkan stres. Sejauh
mana tingkat stres yang dialami individu dengan penyakitnya
dipengaruhi faktor usia dan keparahan penyakit yang dialaminya.
Cara kedua adalah melalui terjadinya konflik.\Konflik merupakan
sumber yang paling utama. Didalam konflik individu memiliki dua
kecenderungan yang berlawanan : menjauh dan mendekat.
b. Individu harus memiliki dua atau lebih alternatif pilihan yang
masing–masing memiliki kelebihan dan kekuhrangannya se ndiri.
Keadaan seperti ini banyak dijumpai saat individu dihadapkan pada
keputusan–keputusan mengenai kesehatannya.
2) Sumber yang berasal dari keluarga
a. Stres dalam keluarga dihasilkan melalui adanya perilaku, kebutuhan–
kebutuhan dan kepribadian dari masing –masing anggota keluarga
yang berdampak kepada anggota keluarga lainnya. Konflik
interpersonal ini dapat timbul dari adanya masalah finansial, perilaku
yang tidak sesuai, melalui adanya tujuan yang berbeda antar anggota
keluarga, bertambahnya anggota keluarga perceraian orang tua,
penyakit dan kecacatan yang dialami anggota keluarga dan kematian
anggota keluarga.
3) Sumber stres yang berasal dari komunitas dan masyarakat
a. Adanya hubungan manusia dengan lingkungan luar menyebabkan
banyak kemungkinan munculnya sumber – sumber stres. Misalnya:
stres yang dirasakan anak sekolah akibat adanya kompetisi –
kompetisi dalam hal seperti olah raga.
b. Di sisi lain, stres yang dialami oleh orang dewasa banyak diperoleh
melalui pekerjaannya dan berbagai situasi lingkungan. Stres yang
diperoleh melalui pekerjaan contohnya dikarenakan : diluar sisi
kerja, kontrol yang rendah terhadap pekerjaan yang diemban,
kurangnya hubungan interpersonal dengan sesama rekan kerja,
promosi jabatan, kehilangan pekerjaan lainnya. Stres yang diperoleh
dari lingkungan juga dapat diakibatkan oleh lingkungan yang berisik
dan padat serta lingkungan yang tercemar (Sarafino, 1998).
iv
c. Bentuk-Bentuk Stres
Berikut ini adalah beberapa jenis stres yang perlu Anda kenali agar Anda tahu
harus berbuat apa seperti yang saya kutip dari forum online, silahkan disimak :

1. Stres Biasa
Stres tidak hanya dipicu sepenuhnya oleh pengalaman negatif. Bahkan,
pengalaman positif juga dapat membawa stres, seperti upacara kelulusan
atau pernikahan. Namun, tipe stres seperti ini dalam dosis kecil sebenarnya
baik untuk sistem imun kita. Selain itu, tipe stres ini juga dapat membuat
banyak orang lebih mudah untuk menciptakan tujuan dan menikmati proses
mencapainya dengan penuh energi.
2. Distres Internal
Ini adalah tipe stres yang buruk. Distres merupakan tipe stres negatif
hasil dari pengalaman buruk, ancaman, atau perubahan situasi yang tidak
terduga dan tidak nyaman. Pada dasarnya, tubuh kita menginginkan rasa
aman sehingga apabila rasa tersebut terusik, tubuh pun mengalami distres.
3. Distres Akut
Distres akut terjadi ketika seseorang mengalami distres yang dipicu
oleh peristiwa buruk yang berlalu dengan cepat. Sementara stres kronik
terjadi ketika seseorang harus menahan stres dalam waktu yang lama.
Kedua tipe stres tadi akan memicu timbulnya hiperstres.
4. Hipostres
Ternyata hari-hari tanpa kekhawatiran dan tantangan juga dapat
memicu tipe stres lainnya, yaitu hipostres. Hipostres merupakan
"ketidakadaan" stres, tetapi bisa juga diartikan kebosanan yang ekstrem.
Seseorang yang mengalami hipostres mungkin merasa tidak tertantang,
tidak memiliki motivasi untuk melakukan apa pun. Hipostres dapat memicu
perasaan depresi dan kesia-siaan.
5. Eustres
Eustres merupakan stres yang sangat berguna lantaran dapat membuat
tubuh menjadi lebih waspada. Eustres membuat tubuh dan pikiran menjadi
siap untuk menghadapi banyak tantangan, bahkan bisa tanpa disadari. Tipe
stres ini dapat membantu memberi kekuatan dan menentukan keputusan,
contohnya menemukan solusi untuk masalah.
v
d. Faktor –faktor mempengaruhi stress
Menurut Robbins (2001:565-567) ada tiga sumber utama yang dapat
menyebabkan timbulnya stress yaitu:
1. Faktor Lingkungan
Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan
pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap
karyawan.
Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan
stress bagi karyawan yaitu ekonomi, politik dan teknologi.
Perubahan yang sangat cepat karena adanya penyesuaian terhadap
ketiga hal tersebut membuat seseorang mengalami ancaman terkena
stress. Hal ini dapat terjadi, misalnya perubahan teknologi yang
begitu cepat. Perubahan yang baru terhadap teknologi akan membuat
keahlian seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir
semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu
yang singkat dengan adanya teknologi yang digunakannya.
2. Faktor Organisasi
Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat
menimbulkan stress yaitu role demands, interpersonal demands,
organizational structure dan organizational leadership.
Pengertian dari masing-masing faktor organisasi tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Role Demands
Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam
suatu organisasi akan mempengaruhi peranan seorang
karyawan untuk memberikan hasil akhir yang ingin dicapai
bersama dalam suatu organisasi tersebut.
b. Interpersonal Demands
Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya
dalam organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara
karyawan satu dengan karyawan lainnya akan dapat
menyebabkan komunikasi yang tidak sehat. Sehingga
pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang
berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat
vi
perkembangan sikap dan pemikiran antara karyawan yang satu
dengan karyawan lainnya.

c. Organizational Structure
Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana
keputusan tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam
struktur pembuat keputusan atau peraturan maka akan dapat
mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam organisasi.
d. Organizational Leadership
Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang
pimpinan dalam suatu organisasi. Karakteristik pemimpin
menurut The Michigan group (Robbins, 2001:316) dibagi dua
yaitu karakteristik pemimpin yang lebih mengutamakan atau
menekankan pada hubungan yang secara langsung antara
pemimpin dengan karyawannya serta karakteristik pemimpin
yang hanya mengutamakan atau menekankan pada hal
pekerjaan saja.
3.    Faktor Individu
  Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam
keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari
keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan
menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan karena
akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan
masalah ekonomi tergantung dari bagaimana seseorang tersebut
dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan
keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan
seperlunya. Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu
yang dapat menimbulkan stress terletak pada watak dasar alami yang
dimiliki oleh seseorang tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stress
yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan harus diatur dengan benar
dalam kepribadian seseorang.
e. Reaksi dan Respon Tubuh Terhadap Stres

vii
 Respon stres melibatkan semua fungsi tubuh, sehingga terlampau besarnya
stres yang menghabiskan sumber-sumber adaptif kita dapat menyebabkan
kelelahan, beragam masalah kesehatan, dan bahkan akibat yang fatal.

1. Respon Fisik
a) Rambut
Warna rambut yang semula hitam pekat, lambat laun
mengalami perubahan warna menjadi kecoklat-coklatan serta
kusam.Ubanan(rambut memutih) terjadi sebelum waktunya,
demikian pula dengan kerontokan rambut.
b) Mata
Ketajaman mata seringkali terganggu misalnya kalau
membaca tidak jelas karena kabur. Hal ini disebabkan karena
otot-otot bola mata mengalami kekenduran atau sebaliknya
sehingga mempengaruhi fokus lensa mata.
c) Telinga 
Pendengaran seringkali terganggu dengan suara berdenging
(tinitus).
d) Ekspresi wajah
Wajah seseorang yang stres nampak tegang, dahi berkerut,
mimik nampak serius, tidak santai, bicara berat, sukar untuk
senyum/tertawa dan
e) Mulut
Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering
minum. Selain daripada itu pada tenggorokan seolah-olah ada
ganjalan sehingga ia sukar menelan, hal ini disebabkan
karena otot-otot lingkar di tenggorokan mengalami spasme
(muscle cramps) sehingga serasa “tercekik”.
f) Kulit
Pada orang yang mengalami stres reaksi kulit bermacam-
macam; pada kulit dari sebahagian tubuh terasa panas atau
dingin atau keringat berlebihan. Reaksi lain kelembaban kulit
yang berubah, kulit menjadi lebih kering. Selain daripada itu
viii
perubahan kulit lainnya adalah merupakan penyakit kulit,
seperti munculnya eksim, urtikaria (biduran), gatal-gatal dan
pada kulit muka seringkali timbul jerawat (acne) berlebihan;
juga sering dijumpai kedua belah tapak tangan dan kaki
berkeringat (basah).
g) Sistem Pernafasan
Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stres dapat
terganggu misalnya nafas terasa berat dan sesak disebabkan
terjadi penyempitanpada saluran pernafasan mulai dari
hidung, tenggorokan dan otot-otot rongga dada. Nafas terasa
sesak dan berat dikarenakan otot-otot rongga dada (otototot
antar tulang iga) mengalami spasme dan tidak atau kurang
elastis sebagaimana biasanya. Sehingga ia harus
mengeluarkan tenaga ekstra untuk menarik nafas. Stres juga
dapat memicu timbulnya penyakit asma (asthma bronchiale)
disebabkan karena otot-otot pada saluran nafas paruparu juga
mengalami spasme.
h) Sistem Kardiovaskuler
Sistem jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskuler
dapat terganggu faalnya karena stres. Misalnya, jantung
berdebar-debar, pembuluh darah melebar (dilatation) atau
menyempit (constriction) sehingga yang bersangkutan
nampak mukanya merah atau pucat. Pembuluh darah tepi
(perifer) terutama di bagian ujung jari-jari tangan atau kaki
juga menyempit sehingga terasa dingin dan kesemutan.
Selain daripada itu sebahagian atau seluruh tubuh terasa
“panas” (subfebril) atau sebaliknya terasa “dingin”.
i) Sistem Pencernaan
Orang yang mengalami stres seringkali mengalami gangguan
pada sistem pencernaannya. Misalnya, pada lambung terasa
kembung, mual dan pedih; hal ini disebabkan karena asam
lambung yang berlebihan (hiperacidity). Dalam istilah
kedokteran disebut gastritis atau dalam istilah awam dikenal
dengan sebutan penyakit maag. Selain gangguan pada
ix
lambung tadi, gangguan juga dapat terjadi pada usus,
sehingga yang bersangkutan merasakan perutnya mulas,
sukar buang air besar atau sebaliknya sering diare.

j) Sistem Perkemihan.
Orang yang sedang menderita stres faal perkemihan (air seni)
dapat juga terganggu. Yang sering dikeluhkan orang adalah
frekuensi untuk buang air kecil lebih sering dari biasanya,
meskipun ia bukan penderita kencing manis (diabetes
mellitus).
k) Sistem Otot dan tulang
Stres dapat pula menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan
pada otot dan tulang (musculoskeletal). Yang bersangkutan
sering mengeluh otot terasa sakit (keju) seperti ditusuk-tusuk,
pegal dan tegang. Selain daripada itu keluhan-keluhan pada
tulang persendian sering pula dialami, misalnya rasa ngilu
atau rasa kaku bila menggerakan anggota tubuhnya.
Masyarakat awam sering mengenal gejala ini sebagai keluhan
”pegal-linu”.
l) Sistem Endokrin
Gangguan pada sistem endokrin (hormonal) pada mereka
yang mengalami stres adalah kadar gula yang meninggi, dan
bila hal ini berkepanjangan bisa mengakibatkan yang
bersangkutan menderita penyakit kencing manis (diabetes
mellitus); gangguan hormonal lain misalnya pada wanita
adalah gangguan menstruasi yang tidak teratur dan rasa sakit
(dysmenorrhoe).
2. Respon Psikologis
Faktor-faktor Psikologis dapat mempengaruhi fungsi fisik, faktor-
faktor fisik juga dapat mempengaruhi fungsi mental. Gangguan fisik
yang diyakini disebabkan atau dipengaruhi faktor psikologis pada
masa lalu yang disebut psikosomatis (psychosomatic)
atau psikofisiologis. 
x
3. Daya pikir
Pada orang seseorang yang mengalami stres, kemampuan bepikir dan
mengingat serta konsentrasi menurun. Orang menjadi pelupa dan
seringkali mengeluh sakit kepala pusing.

f. Tahap-Tahap Terjadinya Stress dan Tingkatannya


Suatu stimulus(stressor) yang datang tidak akan langsung membuat
individu tersebut mengalami stress, tentunya setiap individu dibekali cara,
teman atau tempat untuk menhgilangkan stress sejenak atau untuk selamanya.
Tahapan-tahapan tersebut oleh Dr. Robert J. Van amberg (1979) dibagi
menjadi enam tahapan, yaitu :
 Stres Tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stres paling ringan, dan
biasanya disertai dengan perasaan-perasaan seperti :
a. Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting)
b. Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya.
c. Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari
biasanya; Namun tanpa disadari cadangan energi
dihabiskan (all out) disertai rasa gugup yang berlebihan
pula.
d. Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin
bertambah semangat, Namun tanpa disadari cadangan
energi semakin menipis.
 Stres Tahap II
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang
yang berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut :
1)    Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang
seharusnya merasa segar.
2)    Merasa mudah lelah sesudah makan siang.
3)    Lekas merasa capai menjelang sore hari.
4)    Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman
(bowel discomfort).
5)    Detakan jantung lebih keras dari biasanya
(berdebar-debar)
xi
6)    Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang.
7)    Tidak bisa santai.

 Stres tahap III


Bila seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya
tanpa menghiraukan keluhan-keluhan sebagaimana diuraikan
pada stres tahap II, maka individu tersebut akan menunjukkan
keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu :

1). Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya


keluhan “maag” (gastritis), buang air besar tidak teratur
(diare)

2). Ketegangan otot semakin terasa.

3). Perasaan ketidak-tenangan dan ketegangan emosional


semakin meningkat.

4). Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk


mulai masuk tidur (early insomnia), atau terbangun tengah
malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau
bangun terlalu pagi/ dini hari dan tidak dapat kembali tidur
(late insomnia).

5). Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa sempoyongan dan


serasa mau pingsan). Pada tahapan ini seseorang sudah
harus berkonsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi,
atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh
memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah
suplai energi yang berkurang.

 Stres Tahap IV
Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri karena
keluhan-keluhan stres tahap III , oleh dokter individu tersebut
dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-

xii
kelainan fisik pada organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan
yang bersangkutan terus memaksakan diri untuk bekerja tanpa
mengenal istirahat, maka gejala stres tahap IV akan muncul :

1) Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit.


2) Aktivitas menjadi membosankan dan terasa lebih sulit.
3) Kehilangan kemampuan untuk merespon secara memadai
(adequate)
4) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin
sehari-hari.
5) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang
menegangkan.
6) Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiidak ada
semangat dan kegairahan.
7) Daya konsentrasi dan daya ingat menurun.
8) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak
dapat dijelaskan apa penyebabnya
 Stres Tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam
stres tahap V yang ditandai dengan hal-hal berikut :
 Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam
(physical and psychological exhaustion)
 Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-
hari yang ringan dan sederhana.
 Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastro-
intestinal disorder).
 Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin
meningkat, mudah bingung dan panik
 Stres Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami
serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak
jarang orang yang mengalami stres tahap VI ini berulang-kali
dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ke ICCU, meskipun
pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan

xiii
fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai
berikut :
1)    Debaran jantung teramat keras
2)    Susah bernafas (sesak dan mengap-mengap)
3)    Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat
bercucuran
4)    Tidak ada tenaga untuk hal-hal yang ringan
5)    Pingsan atau kolaps (collapse)

2. ADAPTASI
1. Pengertian Adaptasi
Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikososial berubah dalam
berespon terhadap stress. Karena banyak stressor tidak dapat dihindari, promosi kesehatan
sering difokuskan pada adaptasi individu, keluarga atau komunitas terhadap stress.
Ada banyak bentuk adaptasi. Adaptasi fisiologis memungkinkan homeostasis
fisiologis. Namun demikian mungkin terjadi proses yang serupa dalam dimensi
psikososial dan dimensi lainnya.
Suatu proses adaptif terjadi ketika stimulus dari lingkungan internal dan eksternal
menyebabkan penyimpangan keseimbangan organisme. Dengan demikian adaptasi adalah
suatu upaya untuk mempertahankan fungsi yang optimal. Adaptasi melibatkan refleks,
mekanisme otomatis untuk perlindungan, mekanisme koping dan idealnya dapat
mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi (Selye, 1976, ; Monsen, Floyd dan
Brookman, 1992). Stresor yang menstimulasi adaptasi mungkin berjangka pendek, seperti
demam atau berjangka panjang seperti paralysis dari anggota gerak tubuh. Agar dapat
berfungsi optimal, seseorang harus mampu berespons terhadap stressor dan beradaptasi
terhadap tuntutan atau perubahan yang dibutuhkan. Adaptasi membutuhkan respons aktif
dari seluruh individu.
2. Dimensi Adaptasi
Stres dapat mempengaruhi dimensi fisik, perkembangan, emosional, intelektual, sosial
dan spiritual. Sumber adaptif terdapat dalam setiap dimensi ini. Oleh karenanya, ketika
mengkaji adaptasi klien terhadap stress, perawat harus mempertimbangkan kondisi individu
secara menyeluruh.
a. Adaptasi Fisiologis

xiv
Indikator fisiologis dari stress adalah objektif, lebih mudah diidentifikasi dan
secara umum dapat diamati atau diukur. Namun demikian, indicator ini tidak
selalu teramati sepanjang waktu pada semua klien yang mengalami stress, dan
indikator tersebut bervariasi menurut individunya. Tanda vital biasanya meningkat
dan klien mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat
aberkonsentrasi. Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap stress.

b. Adaptasi Psikologis
Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan mengamati
perilaku klien. Stress mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai
cara. Karena kepribadian individual mencakup hubungan yang kompleks di antara
banyak faktor, maka reaksi terhadap stress yang berkepanjangan ditetapkan
dengan memeriksa gaya hidup dan stresor klien yang terakhir, pengalaman
terdahulu dengan stressor, mekanisme koping yang berhasil di masa lalu, fungsi
peran, konsep diri dan ketabahan yang merupakan kombinasi dari tiga
karakteristik kepribadian yang di duga menjadi media terhadap stress. Ketiga
karakteristik ini adalah rasa kontrol terhadap peristiwa kehidupan, komitmen
terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari tantangan sebagai suatu
kesempatan untuk pertumbuhan (Wiebe dan Williams, 1992 ; Tarstasky, 1993).

Indikator emosional / psikologi dan perilaku stress :

 Ansietas
 Depresi
 Kepenatan
 Peningkatan penggunaan bahan kimia
 Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas.
 Kelelahan mental
 Perasaan tidak adekuat
 Kehilangan harga diri
 Peningkatan kepekaan
 Kehilangan motivasi.
 Ledakan emosional dan menangis.
 Penurunan produktivitas dan kualitas kinerja pekerjaan.

xv
 Kecendrungan untuk membuat kesalahan (mis. buruknya penilaian).
 Mudah lupa dan pikiran buntu
 Kehilangan perhatian terhadap hal-hal yang rinci.
 Preokupasi (mis. mimpi siang hari )
 Ketidakmampuan berkonsentrasi pada tugas.
 Peningkatan ketidakhadiran dan penyakit
 Letargi
 Kehilangan minat
 Rentan terhadap kecelakaan.

c. Adaptasi Perkembangan

Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk


menyelesaikan tugas perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan, seseorang
biasanya menghadapi tugas perkembangan dan menunjukkan karakteristik
perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stress yang berkepanjangan dapat
mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan
tersebut. Dalam bentuk yang ekstrem, stress yang berkepanjangan dapat mengarah
pada krisis pendewasaan.
Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stressor di rumah . Jika diasuh dalam
lingkungan yang responsive dan empati, mereka mampu mengembangkan harga
diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons koping adaptif yang sehat
(Haber et al, 1992).

Anak-anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa kecukupan.


Mereka mulai mnyadari bahwa akumulasi pengetahuan dan penguasaan
keterampilan dapat membantu mereka mencapai tujuan , dan harga diri
berkembang melalui hubungan berteman dan saling berbagi di antara teman.
Pada tahap ini, stress ditunjukkan oleh ketidakmampuann atau ketidakinginan
untuk mengembangkan hubungan berteman.

Remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada


waktu yang bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Remaja dengan
sistem pendukung sosial yang kuat menunjukkan suatu peningkatan
kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap stressor, tetapi remaja tanpa

xvi
sistem pendukung sosial sering menunjukkan peningkatan masalah psikososial
(Dubos, 1992).

Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke


tanggung jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung
jawab pekerjaan dan keluarga. Stresor mencakup konflik antara harapan dan
realitas.

Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga,


menciptakan kasrier yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua mereka.
Mereka biasanya dapat mengontrol keinginan dan pada beberapa kasus
menggantikan kebutuhan pasangan, anak-anak, atau orang tua dari kebutuhan
mereka. Namun demikian dapat timbul stress, jika mereka merasa terlalu
banyak tanggung jawab yang membebani mereka.

Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam


keluarga dan kemungkinan terhadap kematian dari pasangan atau teman hidup.
Usia dewasa tua juga harus menyesuaikan terhadap perubahan penampilan
fisik dan fungsi fisiologis. Perubahan besar dalam kehidupan seperti
memasuki masa pension juga menegangkan.

d. Adaptasi Sosial Budaya


Mengkaji stressor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup
penggalian bersama klien tentang besarnya, tipe, dan kualitas dari interaksi
sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat menimbulkan efek disfungsi yang
mempengaruhi klien atau keluarga secara keseluruhan (Reis & Heppner, 1993).

Perawat juga harus waspada tentang perbedaan cultural dalam respon


stress atau mekanisme koping. Misalnya klien dari suku Afrika-Amerika
mungkin lebih menyukai mendapatkan dukungan sosial dari anggota keluarga
ketimbang dari bantuan professional (Murata, 1994).

e. Adaptasi Spritual
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stress dalam
banyak cara, tetapi stress dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual.
Stress yang berat dapat mengakibatkan kemarahan pada Tuhan, atau individu
mungkin memandang stressor sebagai hukuman. Stresor seperti penyakit akut

xvii
atau kematian dari orang yang disayangi dapat mengganggu makna hidup
seseorang dan dapat menyebabkan depresi.
Ketika perawatan pada klien yang mengalami gangguan spiritual, perawat
tidak boleh menilai kesesuaian perasaan atau praktik keagamaan klien tetapi
harus memeriksa bagaimana keyakinan dan nilai telah berubah.

3. SKENARIO KASUS
Sabila, 10 tahun, sudah 3 hari menangis karena kematian kucing kesayangannya. Bagi
Ibu Sabila, tindakan anakmya sungguh berlebihan. Karena itu, Ibu berkata, “Sabila,
sudahlah. Kucing saja kamu tangisi selama 3 hari. Ngapain, sih? Beli lagi aja kucing yang
lain. Atau ambil saja, di jalan juga banyak kucing liar.”
Bukannya diam mendengar ‘bujukan’ ibunya, Sabila menangis makin keras.
Ibu lupa, bahwa bagi Sabila, walau banyak kucing belang hitam putih seperti
kucingnya yang mati, tapi artinya sungguh berbeda. Kucingnya yang mati adalah sahabat
sejatinya. Ia sudah mengalami berbagai kejadian yang menyenangkan dan menyedihkan
bersama kucingnya itu. Ketika Sabila sakit sehingga dilarang ibunya bermain dengan
teman-temannya, kucing itulah satu-satunya teman Sabila. Ketika Sabila sedih karena
nilai ulangannya jelek dan ia takut dimarahi ibunya, kucing itulah yang menjadi
hiburannya. 
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik menghasilkan data TD : 140/90 mmHg, N : 110
x/menit, S : 37oc, RR : 26 x/ menit
4. PENGKAJIAN
a. Identitas klien

Nama : An. S

Umur : 10 tahun

Agama : islam

b. Analisa data

SYMTOM ETIOLOGI PROBLEM


DS: Perubahan status sosial Ansietas
a. Keluarga klien mengatakan terkadang klien dan psikologi
sering menangis dan marah-marah tanpa

xviii
alasan yang jelas.
b. Klien mengatakan merasa stres,kehilangan,
karena tidak lagi mempunyai kucing yang
sangat di sukainya
DO:
a. TD : 140/90 mmHg
b. N : 110 x/menit
c. S : 37oc
d. RR : 26 x/ menit

5. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ansietas berhubungan dengan perubahan sosial dan psikologi ditandai dengan

DS:
 Keluarga klien mengatakan terkadang klien sering menangis dan
marah-marah tanpa alasan yang jelas.
 Klien mengatakan merasa stres, kehilangan, karena tidak lagi
mempunyai kucing yang sangat di sukainya

DO:

a. TD : 160/110 mmHg
b. N : 115 x/menit
c. S : 37oc
d. RR : 26 x/ menit

6. INTERVENSI KEPERAWATAN

TUJUAN:
a. Klien dapat menangani berbagai dalam kehidupan
b. Klien dapat mengembangkan kemampuan penyelesaian masalah
c. Klien menerima beberapa dukungan yang adekuat

xix
KRITERIA HASIL :
a.Pasien mengungkapkan perasaan tentang perubahan status kesehatan
b. Pasien mencari bantuan dalam mengatasi emosi akibat kehilangan
c. Pasien mulai mengembangkan mekanisme koping yang sehat seperti mengungkapkan
secara terbuka tentang perasaannya
NO DX INTERVENSI RASIONAL
1 1 a. Luangkan waktu bersama pasien minimal 15 Untuk memfokuskan
menit setiap pergantian tugas jaga dan dorong pengungkapan
pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan
perasaannya secara terbuka.

b. Sampaikan kepada pasien bahwa perasaan Ketidakmampuan


marah dapat di terima, asalkan tidak merusak mengidentifikasi
marah sebagai suatu
respon normal
terhadap kehilangan
dapat mengakibatkan
pasien
mengungkapkan
agresi secara tidak
tepat

c. Bantu pasien berfokus secara realistis terhadap Untuk membantu


perubahan status kesehatan karena kehilangan pasien merencanakan
masa depannya

d. Dorong pasien untuk menghubungi orang yang Untuk meningkatkan


dapat memberikan dukungan, seperti keluarga, kekuatan emosional
teman, dan rohaniawan

e. Berikan informasi kepada pasien dan anggota Untuk memfasilitasi


keluarga tentang sumber dukungan tambahan di respon adaptif
klinik terhadap kehilangan

xx
f. Dukung pasien untuk semandiri mungkin Untuk meningkatkan
melakukan aktifitas perawatan diri harga diri dan
meningkatkan fungsi
yang optimal

g. Rujuk pasien ke psikolog, psikiater, atau Untuk memulihkan


pekerja sosial kesehatan emosi,
mungkin perlu
bantuan dari ahli
kesehatan jiwa

7. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1. Meluangkan waktu bersama pasien minimal 15 menit setiap pergantian tugas jaga
dan dorong pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya secara terbuka.
2. Menyampaikan kepada pasien bahwa perasaan marah dapat di terima, asalkan
tidak merusak
3. Membantu pasien berfokus secara realistis terhadap perubahan status kesehatan
karena kehilangan
4. mendorong pasien untuk menghubungi orang yang dapat memberikan dukungan,
seperti keluarga, teman, dan rohaniawan
5. memberikan informasi kepada pasien dan anggota keluarga tentang sumber
dukungan tambahan di klinik
6. mendukung pasien untuk semandiri mungkin melakukan aktifitas perawatan
diriRujuk pasien ke psikolog, psikiater, atau pekerja sosial

xxi

Anda mungkin juga menyukai