Anda di halaman 1dari 288

Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

KEARIFAN LOKAL
MASYARAKAT INDONESIA

Tim Penyusun:
Bayu William Iestynalem, dkk

i
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

KEARIFAN LOKAL
MASYARAKAT INDONESIA

Tim Penyusun:
Bayu William Iestynalem, dkk

ii
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT


INDONESIA
copy right ©2018
All right reserved

TIM PENYUSUN:
Bayu William Iestynalem, dkk

Editor:
Asep Purwo Yudi Utomo

Desain Sampul & tata letak:


Yanuar Triwidodo
Robi Arila Pasya
Rizki Kusuma F.
Fahrul Mukhadik

iii
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Penerbit:
Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Profesi,
UNNES
November, 2018
X + 278 halaman, A5
ISBN: 978-602-53590-4-0

Redaksi:
Hak cipta dilindungi oleh undang – undang. Tak
dilarang mengutip atau memperbanyak untuk
dijual tanpa izin Penerbit, tak kecuali untuk
kepentingan penelitian dan promosi.

iv
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas rahmat-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan buku dengan tema Kearifan
Lokal ini. Adapun tujuan dari disusunnya buku ini
adalah untuk memenuhi tugas akhir semester
Bahasa Indonesia agar para mahasiswa
mengetahui bagaimana menyusun buku, sekaligus
mengetahui semua kearifan lokal di Indonesia,
serta bentang kearifan lokal yang tersebar di
seluruh Nusantara bumi tercinta ini.Semua ini
terlepas dari berbagai jurusan yang mereka
tempuh.
Tersusunya buku ini tentu bukan dari
usaha penulis seorang melainkan karya dari para
mahasiswa serta berbagai kritik dan saran dari
Dosen Bahasa Indonesia agar tercapainya buku
yang bermanfaat.Dukungan moral dan material
dari para mahasiswa yang ikut serta menyusunnya
sangatlah membantu. Untuk itu, kami ucapkan
terima kasih kepada Bapak Dosen, serta rekan-
rekan dan pihak lainnya yang membantu
tersusunnya buku ini.

v
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Kami juga berharap kritik dan saran yang


membangun untuk buku ini. Sebab, kami sangat
menyadari bahwa buku yang telah disusun ini
masih jauh dari kesempurnaan. Semoga buku ini
bermanfaat bagi kita semua.
Dahulu manusia berburu dan meramu
Sekarang manusia berkarya dan berkreasi
Ayo kembangkan rumah ilmu
Untuk kemajuan Universitas konservasi

Wassalamualaikum Wr.Wb

Semarang,10 Desember 2018

Penulis

vi
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

DAFTAR ISI

Halaman Awal……………………………………….i
KATA PENGANTAR ................................................ v
DAFTAR ISI .............................................................. vii
Moral Santri..................................................................1
Dieng Culture Festival ..................................................6
Dugderan, Festival Penyambutan Bulan Ramadhan
di Kota Semarang ......................................................10
Buka Luwur Makam Sunan Kudus di Kabupaten
Kudus ..........................................................................15
Wayang Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat Jawa
......................................................................................22
Kearifan Lokal Kuda Lumping di Banjarnegara...30
Suku Baduy, di Banten .............................................35
Kemeriahan Festival Gunung Slamet di
Purbalingga ................................................................42
Kirab Budaya Tradisi Rebo Wekasan di Kudus ...47
Gusjigang Sebagai Kearifan Lokal dan
Keterkaitannya dengan Soft Skill ............................52

vii
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Upacara Nahunan (Pemberian Nama) dalam Adat


Suku Dayak ................................................................58
Eksistensi Tradisi Jembul di Desa Tulakan
Kecamatan Donorojo Kabupaten Jepara ................64
Perang Obor Desa Tegal Sambi, Wujud Salah Satu
Kearifan Lokal Kabupaten Jepara ...........................70
Kearifan Lokal Sintren ..............................................78
Kearifan Lokal Suku Sasak–Lombok ......................84
Tradisi Padusan Menyambut Bulan Ramadhan ...90
Rebo Wekasan............................................................94
Tradisi Ater-Ater .......................................................98
Te Aro Neweak Lako (Alam Adalah Aku) ..............102
Filsafah Hidup Masyarakat Batak: Hamoraon,
Hagabeon, Hasangapon .........................................108
Syukuran di Daerah Jawa Tengah ........................112
Bedhaya Ketawang Tari dari Kasunanan Surakarta
....................................................................................119
Upacara Adat Kasada Suku Tengger Probolinggo
....................................................................................126
Tradisi Nyadran Masyarakat Dusun Deles, Kab.
Kendal .......................................................................131

viii
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Yaqowiyu Budaya Sebaran Kue Apem di Klaten


....................................................................................137
Tari Saman(Kesenian Khas Suku Gayo, Aceh) ...144
Kesenian Topeng Ireng (Tarian Tradisional
Magelang) .................................................................150
Batik Banyumasan ...................................................157
Sedekah Bumi (Acara Adat Khas Pulau Jawa)....162
Tradisi Sedekah Laut di Pati ..................................169
Ngaben (Upacara Pembakaran Mayat di Bali)....175
Kirab Pusaka di Kabupaten Batang ......................178
Kearifan Lokal Adat Pernikahan Pengantin Jawa
....................................................................................184
Tradisi Selapanan di Masyarakat Jawa ................190
Reog Ponorogo.........................................................196
Ruwatan Cukur Rambut Gimbal Dieng ..............203
Kemahiran dan Kerajinan Iket Sunda ..................208
Tingkepan Adat Jawa .............................................214
Acara Adat Grebeg Maulid dan Sekaten di
Yogyakarta ...............................................................221
Tradisi Baritan Masyarakat Asem Doyong
Pemalang ..................................................................228

ix
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Tari Selendang Tarian Khas Pemalang ................234


Sekaten Kearifan Lokal di Kota Yogyakarta........238
Boyong Grobog Tradisi Gotongroyong Masyarakat
Kabupaten Grobogan..............................................244
Tradisi Grebek Besar Demak .................................249
Tradisi Kirab Kebo Bule di Solo ............................256
Kesenian Prajuritan di Desa Kadipaten ...............261
Daftar Bacaan ...........................................................266

x
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Moral Santri
(Lailiy Salamah)
Moral adalah ajaran tentang baik-buruk
perbuatan dan tingkah laku manusia. Moral sangat
di perlukan dalam kehidupan sehari–hari tidak
lain adalah masyarakat, untuk menilai perbuatan
baik-buruk manusia. Sering sekali masyarakat
kurang memperdulikan moral anak bangsa
khususnya anak-anaknya. Masyarakat selalu
berasumsi “ketika anaknya dititipkan disuatu
sekolah, maka anaknya juga bermoral baik”.
Asumsi seperti itulah yang membuat
masyarakat atau orang tua mudah dibohongi oleh
anak-anaknya, padahal moral didapat bukan
hanya di sekolah saja, tapi dari keluarga,
lingkungan dan sekitarnya. Hal ini lah yang
menjadi masalah bangsa, yang mana moral harus
diterapkan di masyarakat dan lingkungan
sekitarnya. Masyarakat yang menjunjung tinggi
moral dan adat istiadat , akan memiliki moral yang
baik serta sikap saling menghormati untuk
bersosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat,
bersikap ramah, baik, maka dari itu setiap manusia
harus memiliki moral yang baik.

1
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Pondok pesantren adalah sebuah


tempat/asrama pendidikan tradisional, dimana
didalamnya terdapat santriwan-santriwati, para
yai dan bu nyai. Santriwan- santriwati yang selalu
belajar bersama dibawah naungan para yai dan bu
nyai. Pondok pesantren merupakan salah satu
tempat yang baik untuk mendidik moral anak
bangsa. Di pondok pesantren para santriwan-
santriwati selalu diajarkan, dilatih apa itu antre,
kesederhanaan, kedisiplinan, menghormati
sesama, baik yang muda maupun yang tua.
Keberadaan para santri di pesantren mempunyai
latar belakang dan alasan–alasan yang berbeda.
Hal ini akan membentuk kualitas pada diri santri
itu sendiri dalam menyerap nilai-nilai moral yang
diajarkan di pondok pesantren.
Keberadaan pondok pesantren mejadi
semakin di butuhkan oleh masyarakat dengan
membaunya arus kebudayaan asing yang tidak
dapat dielakkan karena dalam kondisi yang
semakin maju ini, jika seseorang tidak di dibekali
dengan agama, budi pekerti atau akhlak yang kuat
maka dengan mudahnya orang akan terjerumus
kedalam pergaulan yang bebas yang sekilas
tampak meyenangkan tapi berakhir
mencelakakan.

2
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Kembali ke moral santri. Santri harus


hormat kepada para yai, masayikh, bu nyai dan
antar sesama. Karena di dalam kitab “Ta’limul
muta’allim” sudah di jelaskan bahwa hormat itu
lebih baik dari pada taat. Hal ini bukan berarti kita
harus meninggalkan sifat taat, tetapi kita harus
tahu derajat hormat itu jauh lebih baik dari pada
taat. Memang sangat lah tipis perbedaannya
antara hormat dan taat. Begitu rincinya tata letak
moral diatur dengan sedemikian rupa. dan setiap
santri sering mempunyai cara tersendiri
bagaimana untuk hormat dan taat yang baik dan
benar kepada beliau-beliau. Terkadang ada santri
yang di depannya hormat, tapi di belakangnya
kebalikannya. Itu menandakan santri tersebut
belum mengamalkan ilmunya sepenuh nya . dan
itu menjadi ilmu yang didapat belum barokah.
Karena hatinya belum tulus menerima
ilmu tersebut dan belum diamalkannya. Perlu
diketahui setiap detik, menit, dan jam para yai
sering mendoakan santri-santrinya untuk menjadi
orang baik, sukses dan sebagai nya. Senakal-
nakalnya santri para yai tidak pernah mendoakan
yang jelek untuk santri-santrinya. Para yai percaya
memang itu hanya sebuah fase yang wajar.

3
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Ketika di pondok pesantren para santri


diuji tentang aib nya pak yai.ujian santri bukan
juga tentang baju, sandal, pena yang hilang
melainkan menjaga almamater pondok pesantren
dan pak yai yang sekiranya mempunyai aib. Hal
ini lah yang menjadi tugas para santri untuk
menutup aibnya. Bukan santri saja yang harus
menanggung ujian ini, tapi pak yai juga
mempunyai ujian tersendiri yaitu bersabar,
menjaga, menutupi dan mendoa-kan santri-
santrinya yang nakal sulit diatur. Maka, memang
jadi tugas pak yai dan para santri untuk saling
menjaga, dan mendoakan antara satu dengan yang
lainnya.
Kembali ke masyarakat adalah tugasnya
untuk mensyiarkan agama islam. Moral harus
tetap di pakai, kesederhanaan, kebijaksanaan
haruslah melekat dengan sendirinya.Ilmu yang
didapat harus diamalkan. Pembinaan, pelatihan,
arahan, yang sudah di dapat di pondok pesantren
harus dilaksanakan dengan baik dan benar.
Karena setiap santri jika diutus oleh masyarakat
untuk memimpin suatu apapun harus bisa, bukan
berarti kita menjadi pimpinan yang mengarahkan
atau menguasai semuanya. Tapi didalam kitab
“‘Iddhotun Nasyiin” menjelaskan bahwa meski

4
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

pun kita bisa di depan, tengah maupun akhir kita


tidak perlu menyetorkan diri bahwa kita bisa di
posisi itu, melainkan jika masyarakat menunjuk
kita di taruh posisi yang mana kita tempati, kita
tetap bisa melakukannya dan menerimanya
dengan baik. Inilah internalisasi moralisme santri
yang harus di jaga dimanapun berada.
Menjaga tradisi adalah tugas anak bangsa,
terutama sebuah tradisi yang dinamakan moral.
Pendidikan karakter sangatlah membangun jiwa
raga kita, sebagaimana secara struktualisme kita
diarahkan dengan hal baik. maka untuk itu perlu
diterapkan sifat khoirun minnas
anfaahumminnas”, yang artinya sebaik-baik
manusia adalah manusia ynag bemanfaat bagi
manusia lainnya.

Layli Salamah
2201416021
lailiysalamah26@gmail.com
089647820019

5
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Dieng Culture Festival


(Rizqi Aulia Zhafirah)
Sejuknya udara Dieng di dukung dengan
hamparan hijau berbagai macam tanaman
membuat dataran tinggi Dieng mempunyai daya
tarik tersendiri bagi pengunjung untuk berlama
lama di sana. Tak hanya udara dan
pemandangannya saja yang membuat Dieng setiap
tahunnya banyak dikunjungi pengunjung dari
berbagai kota bahkan negara. Akan tetapi wisata
alam dan juga Pesona budaya membuatnya
menjadi sempurna untuk dilalang buana. Salah
satu event pesona budaya yang ditunggu tunggu
oleh wisatawan di setiap tahunnya adalah Dieng
Culture Festival.
Dieng Culture Festival, sebuah festival di
daerah Dieng yang memadu padankan konsep
budaya dan wisata alam. Pada mulanya, Dieng
Culture Festival ini merupakan hasil dari gagasan
kelompok Sadar Wisata Dieng Pandawa yang
dibentuk pada tahun 2010 dengan nama Pekan
Budaya Dieng oleh Pemuda Dieng Kulon. Selang
beberapa waktu, pada tahun ketiga, Pemuda
Dieng Kulon mengganti nama menjadi Dieng
Culture Festival.

6
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Dieng Culture Festival merupakan sebuah


acara rutin tahunan yang memiliki beberapa
serangkaian acara. Diantaranya adalah acara inti
dan beberapa acara pendukung. Acara inti di isi
dengan pemotongan rambut gimbal bocah Dieng
atau biasa disebut Ruwatan. Ruwatan merupakan
prosesi penyucian yang sudah sangat lekat dengan
adat dan masyarakat Dieng. Adapun tujuan dari
Ruwatan adalah mengusir segala hal yang buruk
pada bocah berambut gimbal maupun masyarakat
Dieng itu sendiri.
Pada prosesi Ruwatan itu, tidak semua
orang yang mempunyai rambut gimbal bisa ikut
serta dalam prosesi ruwatan pada Dieng Culture
Festival tersebut. Hanya beberapa anak saja yang
telah memenuhi kriteria untuk bisa mengikuti
ruwatan, yakni anak yang berusia mulai 40 hari
sampai 6 tahun yang tumbuh rambut gimbal
secara alami. Sedangkan tanda tanda anak tersebut
memiliki potensi berambut gimbal ditandai
dengan meningkatnya suhu tubuh pada malam
hari dan akan menurun dengan sendirinya di pagi
hari. Secara umum, anak yang berambut gimbal
memiliki kesamaan seperti anak seumurannya,
namun lebih hiperaktif dan memiliki kondisi
emosional yang tidak stabil.

7
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Masyarakat Dieng mempercayai bahwa


adanya anak yang berambut gimbal merupakan
titipan dari Kyai Kolo Dete, seorang pejabat pada
masa mataram islam yang ditugaskan untuk
mempersiapkan pemerintahan di dataran tinggi
Dieng. Semakin banyak anak yang berambut
gimbal menunjukan akan semakin sejahteranya
masyarakat dataran tinggi Dieng.
Sebelum melakukan ritual Ruwatan,
biasanya diadakan doa bersama di beberapa
tempat didaerah Dieng, diantaranya Komplek
Candi Arjuna, Sendang Maerakaca, Candi
Gatutkaca, Kawah Sikidang, Goa di Telaga warna
dan Tempat Pemakaman Dieng. Kemudian
keesokan harinya baru dilakukan kirab menuju
tempat Ruwatan yang dikawal oleh para sesepuh,
tokoh masyarakat, serta masyarakat.
Selain ritual Ruwatan, ada beberapa acara
pendukung yang membuat event tahunan Dieng
Culture Festival menjadi semakin menarik,
diantaranya adalah pertunjukan seni tradisi,
pemutaran nomintor festival, pagelaran wayang
kulit, pesta lampion dan kembang api, serta
penampilan musik Jazz di atas awan.
Dieng Culture Festival telah berhasil
menyedot banyak perhatian masyarakat baik

8
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

domestic maupun mancanegara. Kemampuannya


dalam mengemas sebuah event bertemakan
budaya dan wisata alam membuat wisatawan
semakin bertambah setiap tahunnya.

Rizqi Aulia Zhafirah


2201416127
Zhafirah_aulia@yahoo.co.id.
085280578938

9
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Dugderan, Festival Penyambutan Bulan


Ramadhan di Kota Semarang
(Rezka Amilia Mirtha R.)
Dugderan merupakan festival tua di kota
Semarang untuk menandai datangnya ibadah
puasa di bulan Ramadhan. Dugderan akan dimulai
seminggu sebelum datangnya bulan Ramadhan.
Perayaan ini dipercaya telah ada sejak tahun 1881.
Nama Dugderan sendiri sebenarnya merupakan
sebuah onomatope ataukata yang menirukan
bunyi-bunyian dari sumber yang digambarkan.
Dug dalam Dugderan adalah bunyi dari pukulan
bedug yang menandai masuknya waktu maghrib,
sedangkan deran adalah bunyi dari letusan-
letusan meriam yang turut memeriahkan perayaan
ini. Bedug dan meriam masing-masing akan
dibunyikan sebanyak tiga kali untuk menandai
dimulainya festival Dugderan.
Awal mula diadakannya festival Dugderan
bertujuan untuk menyatukan kembali warga kota
Semarang yang sempat terpecah belah akibat
datangnya Kolonial Belanda ke kota Semarang.
Mereka mencoba untuk mengadu domba supaya
warga yang terdiri dari berbagai ras, suku, agama,
dan golongan akan bersaing secara tidak sehat
dalam memperebutkan wilayah, sehingga

10
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

terjadilah pengelompokan-pengelompokan masya-


rakat dengan keadaan tertentu pada daerah-
daerah tertentu di kota Semarang. Pengelompokan
tersebut diantaranya meliputi pribumi yang
menempati Kampung Jawa, Pecinan yang didiami
oleh warga keturunan China, warga yang
merantau dari luar Jawa mendiami Kampung
Melayu, dan Pakojan yang didiami oleh warga
keturunan Arab.
Festival Dugderan biasanya terdiri dari
tiga prosesi. Prosesi tersebut diawali dengan Pasar
Dugderan yang akan berlangsung selama satu
bulan penuh, dari siang hingga malam. Pasar
Dugderan biasanya menjual berbagai macam
makanan-makanan tradisional khas Semarang,
mainan-mainan tradisional yang dibuat oleh
masyarakat sekitar, baju-baju muslim untuk anak-
anak sampai orang dewasa, kurma, alat-alat
memasak tradisional, dan lain-lain. Setelah Pasar
Dugderan, ada pengumuman atas datangnya bulan
Ramadhan yang akan ditandai dengan menabuh
bedug, dan yang terakhir akan dilanjutkan dengan
Kirab Budaya Dugderan.
Kirab atau perjalanan bersama-sama atau
beriring-iringan secara teratur dan berurutan
dalam rangkaian festival Dugderan akan dimulai

11
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

dari kantor Balaikota Semarang dan akan berakhir


di Masjid Agung Kauman yang berada di pasar
Johar. Peserta kirab biasanya terdiri dari berbagai
kalangan di wilayah kota Semarang, mulai dari
orang tua, para pelajar, mahasiswa, hingga anak-
anak.
Pada festival Dugderan, ada mainan yang
menjadi maskot festival ini, mainan tersebut ialah
Warak Ngendog. Warak Ngendok merupakan
makhluk buatan yang digambarkan berbadan
seperti kuda, berkepala menyerupai naga atau
sapi, dan berkulit warna-warni dari kertas. Pada
bagian belakang tubuhnya biasanya akan
ditancapkan lidi untuk menyangga telur itik yang
akan menjadi endognya. Warak Ngendog yang
berbentuk unik dan berwarna-warni inilah yang
hingga saat ini menjadi ciri khas atau maskot dari
festival Dugderan.
Warak Ngendog memiliki unsur
kebudayaan yang beragam. Ada kebudayaan
China, Arab, dan Indonesia. Karena keragaman
kebudayaan inilah Warak Ngendog menjadi
simbol pemersatu masyarakat di kota Semarang
yang sempat terpecah belah dulu. Bahkan saat ini,
Warak Ngendog masih menjadi simbol penguat
persatuan. Saat festival Dugderan berlangsung,

12
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

biasanya Warak Ngendog akan ditempatkan pada


bagian atas mobil hias karena ukurannya yang
besar. Hal ini dimaksudkan supaya patung besar
tersebut dapat diarak dengan mudah keliling kota
Semarang, tidak lagi dipasangi roda dan ditarik
menggunakan tali seperti sebelumnya.
Dugderan sendiri tidak dapat dikatakan
hanya sebagai pesta rakyat semata karena
memiliki tari-tarian, karnaval, perlombaan,
hiburan, dan lain-lain. Namun, Dugderan
merupakan salah satu kebudayaan Islam yang
masih ada dan masih dilestarikan di kota
Semarang. Puncak dari festival Dugderan sendiri
adalah tabuh bedug dan halaqah, dimana hal
tersebut menjadi akhir dari festival Dugderan yang
sudah berlangsung di Semarang kurang lebih
selama seabad.
Selain itu, festival Dugderan juga memiliki
unsur pendidikan. Unsur ini dapat dilihat melalui
adanya Warak Ngendog pada festival Dugderan.
Warak Ngendog melambangkan persatuan dan
kesatuan, hal ini ditandai dengan keindahan dan
daya tariknya karena memiliki unsur-unsur yang
berbeda pada satu tubuhnya. Penggambaran
tersebut mengajarkan Bhineka Tunggal Ika pada
kita. Selain itu, Warak Ngendog juga merupakan

13
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

wujud penggambaran dari seseorang yang bersih


dan suci, serta bertaqwa kepada Allah SWT, maka
pada saat bulan suci Ramadhan, kita dapat
mengajarkan tentang mensucikan diri dengan
berpuasa, terus beribadah dan bertaqwa kepada
Allah SWT.

Rezka Amilia Mirtha R.


2201416131
rezkaamilia@gmail.com
085601796919

14
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Buka Luwur Makam Sunan Kudus di


Kabupaten Kudus
(Fani Hindun Muawanah)
Terdapat banyak tradisi budaya yang
masih kental dilakukan di kalangan masyarakat
Jawa pesisir, salah satu diantaranya adalah tradisi
Upacara Buka Luwur Makam Sunan Kudus
(BLMSK). Disebut sebagai tradisi karena kegiatan
ini dilakukan secara tetap setiap tahun dan
dilangsungkan secara turun-temurun. Tradisi
Upacara BukaLuwur Makam Sunan Kudus di
Kabupaten Kudus dilaksanakan untuk
memperingati haul (peringatan yang diadakan
setahun sekali guna memperingati wafatnya
seseorang yang dianggap masyarakat sebagai
tokoh, baik itu tokoh perjuangan atau tokoh
agama)Sunan Kudus. Sunan Kudus merupakan
salah satu dari Walisongo yang telah menyebarkan
ajaran agama Islam di pulau Jawa. Nama asli
beliau adalah Syekh Ja’far Shodiq tetapi lebih
sering disebut Sunan Kudus. Tanggal wafat Sunan
Kudus tidak diketahui secara pasti, tetapi
paraulama sepakat untuk mengadakan puncak
upacara Buka Luwur pada tanggal 10 Muharram
(Suro).

15
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Upacara BLMSK merupakan tradisi


upacara yang melibatkan kurang lebih seribu
orang. Kebanyakan yang mengikuti upacara
tersebut adalah warga Desa Kauman dan
sekitarnya. Puncak pelaksanaan BLMSK pada
tanggal 10 Muharram dengan prosesi yang
berjalan selama sepuluh hari. Ketika Upacara
BLMSK berlangsung, banyak masyarakat yang
menunggu dan rela mengantri untuk mendapat air
bekas jamasan, kain mori, atau nasi bungkus dari
upacara Buka Luwur. Masyarakat percaya bahwa
air bekas jamasan, terlebih kain mori serta nasi
bungkus dari upacara tersebut mengandung
berkah dan dapat memberikan keselamatan.
Cinthaka adalah keris Sunan Kudus yang
diyakini sampai sekarang ini masihmempunyai
kesaktian. Hal ini dapat dibuktikan ketika
penjamasan Keris Cinthaka saat prosesi BLMSK
cuaca pasti timbreng (tidak panas dan tidak
hujan). Bagi masyarakat Kudus yang menyimpan
keris di rumah menunggu momen ini untuk
memperoleh kolo (air bekas jamasan) Keris
Cinthaka. Masyarakat yang percaya bahwa kolo
tersebut dapat menularkan kesaktian dari Keris
Cinthaka kepada keris yang dimandikan dengan
menggunakan kolo tersebut. Menurut cerita

16
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

masyarakat setempat bahwa ketika sedang musim


kemarau daerah sekitar luar kompleks makam
Sunan Kudus bercuaca terang, tetapi anehnya
daerah makam Sunan Kudus justru malah
mendung. Yang lebih aneh lagi adalah daerah
sekitar makam Sunan Kudus bisa saja hujan. Dan
ketika musim hujan daerah makam Sunan Kudus
bisa hujan, sedangkan daearah luar makam Sunan
Kudus hanya mendung. Begitu pula sebaliknya,
jika luar daerah makam Sunan Kudus hujan,
sekitar makam Sunan Kudus hanya mendung.
Masyarakat sekitar mempercayai bahwa itu adalah
efek kesaktian Keris Cinthaka yang disimpan di
Pendapa Tajug dan juga kesakralan dari makam
Sunan Kudus.
Kain mori (kain bekas) makam Sunan
Kudus atau biasa juga yang disebut luwur
dipercaya masyarakat sebagai perantara dalam
memperoleh berkah atau rezeki. Tidak semua
orang dapat memperoleh luwur pada Upacara
BLMSK. Luwur yang berukuran 10-20 cm itu
dibagikan kepada orang-orang yang telah
disepakati pada tanggal 10 Muharram bersamaan
juga dengan pengambilan berkat (nasi) keranjang
dengan cara luwur tersebut diselipkan pada
keranjang. Pembagian luwur tersebut

17
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

dilaksanakan pada tanggal 12 Muharram. Tidak


semua dan sembarang orang mendapatkan luwur
bekas Makam Sunan Kudus. Orang yang biasa
mendapat luwur adalah kyai sepuh (tua), tokoh
masyarakat, warga yang telah terdaftar sebagai
panitia dan ikhlas membantu, serta pihak-pihak
yang dianggap memberi sumbangsih pada
Upacara BLSMK. Semua kriteria tersebut telah
didata panitia dari YM3SK (Yayasan Masjid
Makam Menara Sunan Kudus) sesuai dengan
kesepakatan.
Meskipun begitu, banyak masyarakat di
luar Desa Kauman yang memesan kepada
keluarga atau teman yang mendapat luwur
tersebut, meskipun hanya mendapat luwur dalam
ukuran kecil. Karena masyarakat setempat percaya
bahwa luwur tersebut dapat menjadi jimat bagi
pemiliknya. Kepercayaan bagi sebagian
masyarakat Kudus yang masih beredar dan
diyakini adalah menempatkan luwur tersebut
pada daun pintu, daun jendela, di kayu utama
penyangga rumah, ataukayu di bawah genteng
dengan harapan rumah tersebut akan selalu
dilimpahi berkah, selalu diberi kesemalatan,
suasana yang harmonis, dan lain sebagainya.
Meskipun terlihat mustahil tetapi pada faktanya

18
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

sampai sekarang masih ada orang-orang yang


melakukan hal tersebut. Dan bagi warga Kudus
yang mempunyai luwur tersebut, akan
menempatkan luwur tersebut sesuai dengan
kebutuhan masing-masing.
Selanjutnya adalah, Sego jangkrik (istilah
untuk menyebut nasi yang dibagikan secara masal
padatanggal 10 Muharram). Banyak masyarakat
yang rela mengantre untuk mendapatkan nasi
tersebut. Bahkan sampai masyarakat dari luar
Kota Kudus seperti Jepara, Demak, Semarang,
Kendal, Pekalongan, Pati, Rembang, bahkan ada
yang dari Tuban dan Surabaya yang rela hadir
pada upacara tersebut untuk mendapatkannya.
Menurut masyarakat yang mempercayai sego
jangkrik memilki khasiat yangbermacam-macam.
Rafiqul Hidayat yang merupakan Kepala Desa
Kauman menyebutkan ketika proses memasak
nasi, air yang digunakan pertama kali berasal dari
sumur peninggalan Sunan Kudus yang tidak
pernah asat (habis airnya). Menurut cerita beliau
pada tahun 1980-an telah terjadi kekeringan hebat
di Desa Kauman dan sekitarnya. Sehingga banyak
warga sekitar yang ngangsu (mengambil air) dari
sumur tersebut. Setelah diambil oleh banyak

19
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

warga sekitar, sumur tersebut justru malah tidak


pernah asat.
Tanggapan masyarakat Kudus yang
seperti di atas muncul pada suatu masa/waktu
dan lokasi tertentu karena ada proses pemaknaan
dari Upacara BLMSK. Hal tersebut dikarenakan
adanya suatu latar belakang pemikiran tertentu
pada suatu masa yang menjadi pedoman bagi
orang yang memahami/ memercayainya. Tetapi
setiap orang menerima pemahaman/kepercayaan
tentang Upacara BLMSK sesuai dengan caranya
sendiri dengan tetap memohon pertolongan
kepada Allah SWT. Mitos yang muncul pada
masyarakat ada karena memang segala sesuatu
yang berasal dari Sunan Kudus itu ada berkahnya.
Hal tersebut diutarakan sendiri oleh Em.
Nadjib Hassan sebagai ketua YM3SK dan Nur Riza
sebagai Juru Kunci Makam Sunan Kudus. Habib
Umar yang berasal dari Jepara dalam
ceramahnyamenganalogikan pahala dari Sunan
Kudus semasa hidupnya adalah ibarat sebuah
ember yang sudah penuh airnya. Masyarakat yang
berziarah, berdoa, dan bershodaqoh untuk Sunan
Kudus banyak sekali. Pahala dari masyarakat yang
berziarah, berdoa, dan bershodaqoh tersebut ibarat
air yang mengisi ember tadi. Ember tersebut pasti

20
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

sudah tidak dapat menampung air tersebut


sehingga airnya luber (meluap). Luberan atau
luapan air tersebut diibaratkan berkah dari Sunan
Kudus yang mengalir kembali bagi masyarakat
yang mendoakan Sunan Kudus. Meskipun
resepsi/ tanggapan masyarakat Kabupaten
Kudus terhadap upacara BLMSK berbeda-beda,
mereka percaya bahwa upacara tersebut untuk
menghargai dan mengenang Sunan Kudus yang
telah berjasa “membawa” Kota Kudus menjadi
seperti sekarang ini.

Fani Hindun Muawanah


2201416135
fanihindunmuawanah12@gmail.com
081548776071

21
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Wayang Bentuk Kearifan Lokal


Masyarakat Jawa
(Husna Auliani Salma)
Dalam Kamus Bahasa Indonesia,
pengertian wayang yaitu boneka tiruan orang
yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu dan
sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk
memerankan tokoh dalam pertunjukan drama
tradisional biasanya terdapat di daerah Bali, Jawa,
Sunda, dan lain lain. Biasanya dimainkan oleh
seseorang yang disebut dalang. Wayang
merupakan karya seni budaya Indonesia yang
menonjol dan menjadi ciri khas bagi budaya
Indonesia. Bahkan UNESCO sebagai lembaga
yang membawahi kebudayaan dari PBB, pada 7
November 2003 menetapkan wayang sebagai
pertunjukkan bayangan boneka terpopuler dari
Indonesia, sebagai sebuah warisan mahakarya
dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur
(Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of
Humanity).
Wayang merupakan cerminan kehidupan
semesta dan tingkah laku yang ada di dalam diri
manusia. Wayang sebagai seni pertunjukan yang
diperankan oleh dalang dan diiringi oleh beberapa
pemain gamelan, satu atau dua vokalis yang biasa

22
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

disebut dengan sinden. Dalang sebagi pemimpin


jalannya pertunjukan cerita pewayangan
Wayang merupakan seni dekoratif yang
mengekspresikan budaya nasional. Wayang juga
sebagai media informasi, pendidikan, dan hiburan.
Wayang sebagai media informasi yaitu karena
pertunjukan wayang yang sangat komunikatif
sehingga dapat dijadikan sebagai pendekatan
untuk menyampaikan pesan maupun informasi
kepada masyarakat mengenai berbagai hal
sehingga masyarakat dapat menerima informasi
tersebut dengan cara tersirat maupun tersurat
dalam pertunjukan wayang tersebut. Wayang
sebagai media pendidikan yang berarti
pertunjukan wayang yang memiliki pesan moral
atau ilmu pengetahuan yang ada di dalamnya dan
dapat dijadikan sebagai pembelajaran terutama
tentang budi pekerti, unggah ungguh (sopan
santun) yang dapat kita terapkan di kehidupan
nyata. Wayang sebagai media hiburan yaitu
berarti pertunjukan seni budaya ini merupakan
hiburan bagi masyarakat yang bisa dinikmati oleh
siapa saja dan dapat menghibur masyarakat ketika
menonton pertunjukan wayang tersebut.
Di Indonesia, ada beragam jenis wayang.
Ragamnya yaitu mulai dari bentuk, ukuran, dan

23
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

medium, dan juga termasuk dalam bentuk


gulungan gambar, kulit, kayu, dan
topeng. Terdapat lima ragam wayang populer di
Indonesia, yaitu diantaranya ada wayang kulit
(purwa), wayang klithik, wayang golek, wayang
beber, dan wayang orang.

Wayang Kulit (Purwa)


Di Jawa
Tengah dan
Jawa Timur,
jenis
wayang
yang paling
populer yaitu wayang kulit atau wayang kulit
purwa. Wayang yang berbentuk pipih dan terbuat
dari kulit kerbau atau kambing ini di bagian
lengan dan kakinya bisa digerakkan. Sedangkan,
di Bali dan Jawa pertunjukan wayang kulit ini
sering menggabungkan cerita-cerita Hindu-Budha
dan Islam. Selain kisah-kisah religius, cerita rakyat
serta mitos sering digunakan. (Sumber foto:
1001indonesia.net)

24
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Wayang Klithik
Wayang ini
mirip
dengan
bentuk dari
wayang
kulit,
namun
bedanya wayang ini terbuat dari kayu. Wayang ini
juga menggunakan bayangan dalam pertunjuk-
annya. Kata “klitik” berasal dari suara kayu yang
bersentuhan disaat wayang digerakkan atau saat
adegan perkelahian, misalnya pada Kisah yang
digunakan dalam drama wayang ini, yaitu yang
berasal dari kerajaan-kerajaan di Jawa Timur,
contohnya seperti Kerajaan Jenggala , Kediri, dan
Majapahit. Cerita yang paling terkenal yaitu
tentang Damarwulan. Cerita ini dipenuhi dengan
kisah perseturan asmara dan sangat diminati oleh
publik. (Sumber foto: wayangku.id)

Wayang Golek
Pertunjukan wayang golek ini
menggunakan wayang tiga dimensi yang terbuat

25
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

dari kayu. Jenis wayang ini paling populer di Jawa


Barat. Terdapat

2 macam wayang golek, yaitu wayang golek papak


cepak dan wayang golek purwa. Wayang golek
yang terkenal adalah wayang golek purwa. Kisah-
kisah yang digunakan biasanya mengacu pada
tradisi Jawa dan Islam, contohnya seperti kisah
Pangeran Panji, Darmawulan, dan Amir Hamzah,
pamannya Nabi Muhammad SAW. (Sumber foto:
news.solopos.com)

Wayang Beber
Wayang
beber
juga
termasuk
dalam
kategori

26
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

jenis wayang tertua di Indonesia. Wayang ini


berbentuk pertunjukan narasi, lembaran gambar
panjang yang dijelaskan oleh seorang dalang.
Wayang beber tertua terdapat di Pacitan,
Donorojo, Jawa Timur. Selain dari kisah-kisah
Mahabharata dan Ramayana, wayang beber juga
menggunakan kisah-kisah cerita rakyat, contohnya
seperti kisah asmara Panji Asmoro Bangun dan
Dewi Sekarta. (Sumber foto: antarafoto.com)

Wayang Wong
Jenis
wayang ini
berbentuk
sebuah
drama tari
yang
mengguna-
kan manusia sebagai tokoh-tokoh untuk
memerankan drama atau kisah yang didasarkan
pada kisah-kisah wayang tradisional. Cerita yang
sering dipergunakan dalam pertunjukan wayang
wong ini adalah Smaradahana. Pada awalnya,
wayang wong hanya sebagai hiburan untuk para
bangsawan, namun kini menyebar dan meluas

27
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

menjadi bentuk kesenian populer. (Sumber foto:


cintanegeri.com)
Di dalam pagelaran wayang dan juga
dalam cerita wewayangan terdapat banyak nilai-
nilai luhur yang dapat kita jadikan contoh dan
dapat diimplementasikan ke kehidupan sehari
hari. Contohnya, wayang yang bercerita tentang
mahabharata. Wejangan atau ajaran-ajaran yang
ada di dalam cerita wayang tersebut yaitu saling
membantu dengan saudara, menepati janji, tidak
serakah, kalem dan murah senyum, dan juga
menghormati orang tua. Selain itu, wayang dapat
menjadikan proses pendewasaan diri dalam
bertingkah laku dan bertutur kata.
Dari wayang kita dapat melihat struktur
sikap, kata, dan perbuatan seseorang, jujur dan
tidak jujur, lugu dan tidak lugu, baik dan tidak
baik, dengki dan iri dan tidak iri yang seluruhnya
dapat dibaca dengan jelas lewat sikap, kata, dan
perbuatannya. Tokoh antagonis (jahat) akan selalu
kalah dengan tokoh protagonis (baik hati) , jadi
sikap inilah yang mencerminkan bahwa orang
jahat akan terkalahkan dengan orang baik. Karena
orang baik memiliki budi pekerti yang baik.
Wayang merupakan bentuk warisan peradaban

28
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

yang dilaksanakan secara terus menerus dari


generasi ke generasi.

Husna Auliani Salma


2201416137
Unaauliani48@gmail.com
085842772017

29
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Kearifan Lokal Kuda Lumping di


Banjarnegara
(Vindi Mega Evita)
Kabupaten Banjarnegara, tak hanya eksis
dalam dunia pertanian dan pariwisata saja, namun
tetap sadar akan kesenian dan menjunjung tinggi
nilai kearifan lokal setempat. Kabupaten yang
memiliki banyak hasil kebun seperti salak, durian,
duku, ketela, dan kentang tersebut juga memiliki
banyak kesenian khas. Sebut saja tari Geol,
karawitan, dan Kuda Lumping. Mereka ikut andil
dalam acara dan hajatan warga Banjarnegara, juga
sebagai wujud melestarikan budaya nenek
moyang.
Untuk Kuda Lumping sendiri, sering
disebut Jaran Kepang dan merupakan tari
kesenian Jawa yang menampilkan sekelompok
prajurit tengah menunggang kuda. Kuda dalam
tarian ini adalah anyaman bambu yang berbentuk
kuda dan dihiasi beberapa lonceng agar berbunyi
ketika dipakai untuk menari. Anyaman ini juga
harus dicat aneka warna supaya bentuk kuda
terlihat jelas. Busana yang dipakai oleh penari pun
bervariasi, namun kebanyakan mereka
mengenakan kaos, rompi, celana tiga perempat,
dan jarit kecil yang dililitkan di pinggang. Tak

30
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

lupa ikat kepala sebagai gambaran gagahnya


seorang prajurit. Tak lupa mereka menari dengan
membawa sebuah pecut. Tarian ini diiringi dengan
musik karawitan dan nyanyian sinden.
Selain menampilkan prajurit gagah yang
berkuda, tarian ini juga menyuguhkan atraksi
kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis.
Kebanyakan prajurit yang kesurupan menari
dengan mengikuti alunan musik karawitan. Jika
musik cepat, maka penari mengikutinya, begitu
juga sebaliknya. Tak jarang pula penonton ikut
tertular atraksi kesurupan ini. Kebanyakan penari
adalah laki-laki, dan kekebalan kekuatan magis
yang sering mereka tampilkan adalah atraksi
memakan beling dan mengupas kelapa muda
dengan tangan kosong.
Ebeg, begitu masyarakat Banjarnegara
menyebut tarian satu ini. Terasa sudah sangat
dekat dengan urat nadi kehidupan mereka. Dari
hajatan kecil sampai besar, mereka menyuguhkan
ebeg dan masuk dalam deretan acara. Contoh saja
seperti acara kemerdekaan, pernikahan, tahun
baru, lebaran, dan lain-lain. Tiap desa pasti
disempatkan menyuguhkan tarian ini. Hampir di
tiap desa mempunyai kelompok Kuda Lumping
andalan mereka.

31
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Kelompok Kuda Lumping biasanya


terdiri dari enam sampai sepuluh penari, penabuh
gendhing atau karawitan, seorang sinden, dan dua
orang pawang. Mereka tampil apik setelah berlatih
beberapa malam. Sang sinden pun bernyanyi
dengan apik dengan menyuguhkan lagu
semangat, cinta, dan lagu dolanan khas
Banjarnegara. Selain berperan menjadi perantara
antara alam nyata dengan alam mistis, pawang
juga ikut andil dalam penyimpanan dan
perawatan perlengkapan Kuda Lumping.
Anyaman kuda, busana, pecut, dan lain-lain
dirawat dan dibersihkan setiap kali ada
kesempatan.
Dalam masyarakat Banjarnegara, Kuda
Lumping atau ebeg ini sudah menjadi kearifan
lokal yang perlu dilestarikan. Mengapa? Karena
banyak nilai positif dalam aspek sosial jika
diresapi secara mendalam. Ada nilai gotong
royong, toleransi, keindahan, rasa syukur, serta
rasa eling dan waspada bahwa kita hidup di dunia
tidak sendirian, yaitu bersama makhluk lain. Nilai
inilah yang terus menerus dilestarikan oleh
masyarakat dengan harapan menjadikan generasi
yang peka dan melek terhadap budaya bangsa.

32
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Dalam nilai gotong royong, Kuda


Lumping mempunyai banyak implementasi. Mulai
dari para penari dan penabuh yang harus berlatih
siang malam dan menata gendhing (alat musik
karawitan). Rasa guyub pun dirasakan oleh
penonton, dalam momen inilah mereka bertemu
dengan saudara, tetangga, dan kerabat satu desa.
Tarian ini dapat dinikmati oleh semua usia baik
muda, anak-anak, maupun orang tua. Justru anak-
anak perlu dikenalkan dengan Kuda Lumping
agar rasa melestarikan budaya dapat dipupuk
sejak dini.
Nilai toleransi, dapat dilihat dan
diimplementasikan ketika penonton dari berbagai
desa datang menonton pertunjukan. Mereka
melebur menjadi satu tanpa memandang status
sosial dan lainnya, semua berhak menikmati
pertunjukan ini. Kuda Lumping juga didukung
oleh aspek keindahan, dimana busana mempunyai
estetika, tariannya khas dan mempunyai makna,
serta isi lagu yang dibawakan mengandung pesan
secara tidak langsung yang ditujukan kepada
penonton.
Kemudian, rasa syukur juga terlihat
sebagai nilai yang dominan dalam pertunjukan ini.
Sejatinya, pertunjukan ini merupakan perayaan

33
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

masyarakat seperti musim panen, hari raya, dan


hari kemerdekaan. Mereka meluapkan rasa syukur
mereka dengan membuat hajatan bersama dengan
bersuka cita. Selanjutnya, terdapat nilai eling atau
waspada mengenai hal mistis, bahwa manusia
harus peka terhadap ciptaan Tuhan selain
manusia.

Vindi Mega Evita


2201416141
Vindimega71@gmail.com
082227201955

34
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Suku Baduy, di Banten


(Vero Nanda Dwi Saputri)
Suku Baduy merupakan suku yang
berada di alam pegunungan dan kehidupnya
sangat bergantung pada alam sekitar. Baduy
terletak di Desa Kanekes tepatnya di Gunung
Kandeng, Kabupaten Lebak Leuwi Damar,
Provinsi Banten. Sebagian wilayah ini adalah
hutan. Kondisi alam Desa Kankeas ini terdiri dari
bukit-bukit yang tersusun berjajar, sehingga untuk
berjalan dari desa satu ke desa lainya
membutuhkan waktu dan tenaga yang cukup
banyak. Kelompok masyarakat Baduy dibagi
menjadi dua, yaitu Baduy Luar dan Baduy Dalam.
Letaknya sama, hanya aturan adat istiadatnya
yang berbeda. Suku Baduy Dalam masih sangat
memegang teguh aturan adat istiadat yang ada,
sedangkan Baduy Luar sudah terpengaruh dengan
pola hidup masyarakat modern.
Susunan pengurus pada suku baduy
dalam dinamakan susunan adat kapu’unan.
Susunan adat kapu’unan dilaksanakan oleh jaro,
yang dibagi menjadi empat jabatan, yaitu jaro
tangtu, jaro dangka, jaro tanggungan, dan jaro
pamarentah. Jaro tangtu bertanggung jawab pada
pelaksanaan hukum adat pada warga tangtu dan

35
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

berbagai macam urusan lainya. Jaro dangka


bertugas untuk menjaga, mengurus, dan
memelihara tanah titipan leluhur yang ada di Desa
Kanekes. Jaro dangka berjumlah Sembilan orang,
yang apabila ditambah dengan tiga orang jaro
tangtu disebut sebagai jaro duabelas. Pimpinan
dari jaro duabelas ini disebut jaro tanggungan.
Sedangkan jaro pamarentah secara adat bertugas
sebagai penghubung antara masyarakat adat
Kankeas dengan pemerintah nasional, yang dalam
tugasnya dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot
lembur atau tetua kampung.
Dengan menjalani kehidupan yang
berpedoman pada adat istiadat yang ada, tercipta
sebuah tatanan masyarakat yang damai dan
sejahtera. Tidak ada orang kaya, namun juga tidak
ada orang miskin, yang membedakan hanyalah
aturan tradisional yang terkesan kolot yang harus
mereka patuhi. Hukuman akan diberikan bagi
mereka yang melanggar adat. Hukuman ringan
untuk pelanggaran ringan dan hukuman berat
untuk pelanggaran berat. Hukuman ringan yaitu
seperti prmanggilan si pelanggar kemudian diberi
peringatan dan beradu mulut dengan dua atau
lebih warga Baduy. Sedangkan untuk hukuman
berat yaitu mendapat peringatan berat dan

36
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

dimaukan ke dalam rumah tahanan adat selama 40


hari. Beberapa contoh pelanggaran berat yaitu
mengeluarkan darah setetes pun, berzinah dan
berpakaian ala orang kota.
Kepercayaan yang dianut pada
masyarakat Baduy yaitu Arca Domas yang
lokasinya dirahasiakan dan dianggap sakral
kepercayaan ini sama dengan keagamaan
masyarakat sunda secara umum sebelum
masuknya Islam di wilayah sunda. Masyarakat
Baduy sangat percaya bahwa segala sesuatu di
alam ini telah diciptakan oleh Sang Maha Pencipta.
Oleh karenanya, sebagai manusia yang juga
diciptakan, manusia tidak memiliki kepatutan
untuk merusak seperti memotong atau
menyambung. Konsep ini memperkuat
masyarakat Baduy secara umum bahwa mereka
dilahirkan untuk menjaga stabilitas alam agar
tetap seimbang. . Bahasa yang mereka gunakan
adalah Bahasa Sunda dialek Sunda-Banten. Dan
Bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan
orang luar, walaupun mereka tidak mendapatkan
pengetahuan tersebut dari sekolah. Mereka tidak
mengenal budaya tulis, sehingga adat istiadat,
kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang
hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja.

37
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Suku Baduy sangat menjunjung tinggi


kelestarian alam dan adat istiadat yang diwariskan
oleh nenek moyang daerah tersebut dan aturan
dari ketua adat sehingga terdapat banyak
pantangan-pantangan dengan alasan untuk
menjaga kelestarian alam dan tradisi. Larangan-
larangan tersebut antara lain; dilarang
menggunakan transportasi, listrik, alat-alat
elektronik seperti TV, HP, AC, serta larangan
menggunakan sabun, odol dan sejenisnya.
Masyarakat Baduy Dalam juga melaksanakan
puasa Kawalu yang jatuh pada bulan Adapt yang
dilaksanakan selama tiga bulan berturut-turut
sesuai dengan amanah adat. Pada saat
melaksanakan puasa Kawalu orang dari luar
Baduy Dalam dilarang keras memasuki wilayah
mereka.
Ada berbagai kegiatan adat saat
menjalankan puasa Kawalu namun tidak ada
kegiatan lainya. Semua kegiatan difokuskan
kepada prosesi Kawalu. Mereka tidak boleh
membetulkan rumah atau selamatan-selamatan
melainkan mempersiapkan penyambutan seperti
mengumpulkan hasil panen padi dan
menumbuknya menjadi beras untuk datangnya
hari besar bagi masyarakat Baduy yang disebut

38
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Seba, berakhirnya masa Kawalu. Sebagai tanda


kepatuhan/pengakuan kepada penguasa,
masyarakat Baduy secara rutin melaksanakan Seba
ke Kesultanan Banten yaitu melalui upacara seba
yang diadakan selama setahun sekali, berupa
menghantar hasil bumi seperti padi, palawija, dan
buah-buahan kepada Gubernur Banten, melalui
bupati Kabupaten Lebak
Nilai-nilai kearifan lokal masyarakat
Baduy yang sangat sederhana menjadikan mereka
hidup hanya untuk memenuhi kebutuhan
utamanya. Sistem ekonomi Baduy lebih
mengutamakan sistem tertutup, yaitu aktivitas
ekonomi dilakukan hanya untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari dan diproduksi serta
dikonsumsi khusus untuk masyarakat Baduy
sendiri. Mata pencaharian mereka pada umumnya
adalah bertani atau bercocok tanam, adapula yang
bekerja di hutan untuk mencari madu. Bahkan
dalam bertani mereka mengikuti aturan-aturan
yang ada di masyarakat yaitu dengan tidak
menggunakan pupuk kimia.
Mereka menggunakan pupuk buatan
sendiri dari bahan-bahan organik untuk memupuk
tanamanya. Dalam bertani mereka juga menjaga
keselarasan dengan alam, mereka menggunakan

39
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

racikan biopestisida dan rawun pare untuk


menanggulangi hama. Hasil kerja seperti madu
atau kain tenun mereka kemas dengan alat
seadanya dan dijual ke kota. Tidak jarang
ditemukan masyarakat Baduy di Jakarta, Bogor,
Tanggerang dan sekitarnya. Sementara wanita
suku Baduy bekerja di rumah seperti menenun
kain, selendang, sarung, gantungan serta kerajinan
lainya seperti tas dari serat akar-akar pohon.
Wanita Baduy sendiri diwajibkan untuk memiliki
keahlian menenun sebagai bukti bahwa dirinya
sudah cocok untuk dipinang. Kehidupan mereka
yang sangat sederhana membuat mereka tidak
terlalu mementingkan harta. Hal tersebut
sangatlah jarang ditemui dimana sekarang ini
kebanyakan orang hidup untuk uang dan
menganggap uang adalah segalanya.
Ditengah-tengah gempuran modernitas
dan globalisasi saat ini, nilai budaya dasar yang
dimiliki dan diyakininya. Kearifan lokal
masyarakat Baduy memberikan banyak pelajaran
berharga untuk masyarakat yang sudah banyak
sekali termakan oleh modernitas. Oleh karena itu
banyak sekali baik individu atau kelompok yang
berkunjung ke suku Baduy. Wisatawan
berkunjung untuk melihat keindahan alam

40
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

ataupun belajar akan nilai-nilai kearifan lokal yang


ada dimasyarakat Baduy. Hebatnya lagi adalah
kemampuan suku Baduy untuk bisa
mempertahankan kebudayaanya dari kebudayaan-
kebudayaan luar yang masuk melalui para
pengunjung yang datang.

Vero Nanda Dwi Saputri


2201416143
veronanda98@gmail.com
085216492747

41
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Kemeriahan Festival Gunung Slamet di


Purbalingga
(Qurrot Ainy)
Mata air adalah sumber kehidupan yang
perlu kita jaga. Menjaga sumber mata air dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya
yang dilakukan oleh warga Purbalingga yang
berada di Gunung Slamet, tepatnya di Dusun
Kaliurip, Desa Serang, Kecamatan Karangreja.
Untuk menjaga sumber mata air serta melestarikan
lingkungan Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata
Pemuda dan Olahraga (Dinbudparpora)
Purbalingga Drs. Subeno, SE, M.Si. mengemas
prosesi yang dilakukan warga Desa Serang yang
berada di kaki Gunung Slamet dengan rangkaian
Festival Gunung Slamet.
Sebelum prosesi dimulai, ribuan warga
berkumpul di sekitar Mesjid. Para pembawa
londhong (tempat air dari bambu) terdiri dari ibu
– ibu, remaja putri, dan para pemuda akan
didoakan oleh sesepuh setempat. Prosesi
pengambilan air di sumber mata air diawali
dengan Tembang Dhandang Gula yang
menggambarkan kehidupan warga yang hidup
rukun, tenteram dan damai. Salah satu sebab
kehidupan yang bahagia berkat adanya sebuah tuk

42
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

(mata air) di bawah kaki Gunung Slamet yang


diberi nama Sikopyah. Tembang Dhandang Gula
ini berbunyi.
“Kawitane Dusun Serang iki, mapan aning
tlatah karangreja, sengkup poro warga kabeh, sedoyo
sami rukun, nuju Purbalingga kang aji, ugo podho
raharjo, tentrem lan minulyo, katon podo samapto,
ngelstari tuk, suci sikopyah, mugo bagyo lan mulyo.”

Gambar 1. Prosesi pengambilan dari sumber mata


air Sikopyah oleh peserta kirab
Para pembawa londhong berjumlah 777
orang berjalan menuju mata air Sikopyah yang
berjarak sekitar 1,2 kilometer dari dukuh tersebut.
Para pembawa londhong diiringi ratusan warga
lainnya dengan membawa nasi penggel atau
disebut juga dengan nasi trigi, yaitu nasi jagung

43
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

yang disajikan dengan tiga jenis lauk dan sayur


yaitu sayur oseng papaya, tempe goreng, dan ikan
asin. Para warga berjalan tanpa alas kaki melewati
jalan setapak di areal perbukitan yang dipenuhi
dengan tanaman sayuran, prosesi ini memakan
waktu sekitar 1,5 jam.
Setelah air diambil, para pembawa
londhong menuju ke balai desa dan air dalam
londhong akan disemayamkan selama 3 hari di
areal tersebut. Setelah itu dilanjutkan dengan
menikmati makanan yang telah dibawa bersama –
sama. Para wisatawan yang menyaksikan prosesi
ini dapat ikut berbaur menikmati nasi penggel.
Malam harinya dilanjutkan dengan digelarnya
pertunjukan wayang kulit semalam suntuk
bersama dalan Ki Yakud.
Penghormatan kepada Sikopyah sebagai
mata air sumber kehidupan merupakan ritual
tahunan warga. Prosesi ini dilaksanakan setiap
Bulan Sura dalam penanggalan jawa. Ritual ini
bertujuan sebagai wujud penghormatan. Tuk
Sikopyah merupakan sumber mata air utama yang
memberikan penghidupan bagi warga setempat
terutama yang berprofesi sebagai petani sayur
mayur. Air dari Tuk Sikopyah tidak pernah kering,

44
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

sepanjang musim mengaliri desa Serang dan desa–


desa sekitar kaki Gunung Slamet.
Kini kearifan lokal ini kemudian dikemas
sebagai sajian budaya utama dalam Festival
Gunung Slamet. Dengan 777 pembawa londhong
atau bambu berisi air Sikopyah prosesi ini tercatat
dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) kategori
terbanyak dan terunik. Jumlah 777 yang dalam
Bahasa jawa berarti pitungatus pitungpuluh pitu
sendiri memiliki makna. Maknanya yaitu
pertolongan yang merupakan bentuk meminta
pertolongan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar
para pemimpin dan masyarakatnya dapat diberi
kekuatan untuk dapat membangun Purbalingga.
Pada hari kedua, festival dilanjutkan
dengan perang buah tomat di rest area Lembah
Asri Serang. Para pengunjung saling melempar
buah tomat yang merupakan komoditas sayuran
utama di desa itu. Pada siang hari dilanjutkan
dengan pentas seni Kuda Lumping, yang
dilanjutkan dengan parade budaya Sembilan
kabupaten di Jawa Tengah, yakni Purbalingga
sebagai tuan rumah, Banyumas, Banjarnegara,
Kebumen, Cilacap, Tegal, Pemalang, Pekalongan
dan Brebes yang dilaksankan di alun–alun
Purbalingga.

45
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Pada hari ketiga, kegiatan dipusatkan


pada rest area Lembah Asri, Desa Wisata Serang
Karangreja. Kegiatan yang dilaksanakan yaitu
kirab air Sikopyah yang telah disemayamkan
selama tiga hari di Balai Desa Serang serta kirab
hasil bumi, ruwatan agung, rebutan tumpeng, dan
hasil bumi. Puncaknya, rangkaian Festival
Gunung Slamet ditutup dengan acara Jazz
Gunung Slamet. Dengan terlaksananya acara
musik ini telah selesailah rangkaian Festival
Gunung Slamet.
Dengan terlaksananya Festival Gunung
Slamet, kearifan lokal yang telah terlaksana sejak
ribuan tahun yang lalu terlestarikan dan
menjadikan kunjungan wisatawan ke desa Serang
naik hingga 400%. Hal ini memberikan dampak
yang besar pada ekonomi warga dan tentunya
meningkatkan citra Purbalinga sebagai kota
wisata.

Qurrot Ainy
2201416145
Aqurrot@gmail.com
082229145216

46
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Kirab Budaya Tradisi Rebo Wekasan di


Kudus
(Miftachul Jannah)
Kudus mempunyai tradisi kebudayaan
yang masih dilestarikan hingga saat ini, salah
satunya adalah ritual Rebo Wekasan. Rebo
Wekasan berasal dari kata rebo yang dalam bahasa
Jawa memiliki arti hari Rabu dan kata wekasan
yang berarti pungkasan atau akhir. Rebo Wekasan
adalah sebuah tradisi yang dilakukan oleh
sekelompok masyarakat dengan melakukan ritual
berupa doa bersama yang diyakini sebagai
penolak terhadap segala musibah yang akan turun
pada hari itu. Sesuai dengan namanya, ritual ini
dilaksanakan setiap hari Rabu terakhir di bulan
Safar, yaitu bulan kedua dalam kalender Hijriyah.
Tradisi Rebo Wekasan diyakini sebagai
ritual penolak bala. Semua kalangan masyarakat
terlibat dalam kegiatan tahunan ini. Dari anak-
anak hingga orang dewasa, mereka melakukan
segala upaya agar terhindar dari malapetaka. Pada
zaman dahulu, tepatnya pada masa jahiliyah kuno
menganggap bahwa bulan Safar adalah bulan
yang penuh dengan kesialan. Maka dari itu, wajib
untuk melaksanakan kegiatan untuk tolak bala.
Bahkan keyakinan ini masih ada dalam diri

47
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

masyarakat khususnya umat muslim masa kini,


terutama masyarakat Jawa.
Terdapat beberapa referensi yang
menyebutkan asal usul tradisi Rebo Wekasan ini.
Abdul Hamid Quds dalam kitab Kanzun Najah
Wasurur fi Fadhail al-Azminah wa-Shubur
menyebutkan bahwa dalam setiap tahun, Allah
akan menurunkan 320.000 macam musibah, baik
musibah besar maupun kecil ke bumi dalam satu
malam, dan malam itu bertepatan dengan malam
Rabu terakhir pada bulan Safar. Hari di mana
Allah menurunkan bencana itulah diyakini sebagai
hari terberat dalam satu tahun. Maka dari itu,
kepada mereka yang ingin selamat, dianjurkan
untuk melakukan amalan-amalan yang ditujukan
kepada Allah dengan maksud untuk meminta
keselamatan dan agar dijauhkan dari segala
keburukan di malam itu. Amalan-amalan itu
berupa salat sunah dan doa bersama.
Berdasarkan keyakinan itulah,
masyarakat percaya bahwa Safar adalah bulan
yang penuh malapetaka sehingga perlu
diadakannya kegiatan untuk mencegahnya. Hal
itu dilaksanakan dengan cara melakukan ritual-
ritual tolak bala dan meminta keselamatan
sebagaimana yang telah dilakukan oleh generasi-

48
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

generasi sebelum mereka. Begitulah asal mula


tradisi Rebo Wekasan.
Ritual Rebo Wekasan dilaksanakan dalam
beberapa tahap. Terdapat 4 macam tahap: Salat
sunnah, doa tolak bala, meminum air salamun,
dan selamatan.

Salat Sunnah
Salat Sunnah Rebo Wekasan atau juga
disebut dengan salat tolak bala adalah salat yang
dilaksanakan setelah acara pembukaan Rebo
Wekasan. Salat ini dilaksanakan sendiri-sendiri
dan terdiri dari dua rakaat. Setiap rakaat membaca
surat Al-Fatihah satu kali, kemudian dilanjutkan
membaca Surat Al-Kautsar lima belas kali, Surat
Al-ikhlas lima kali, Surat Al-Falaq satu kali, dan
Surat An-Nas satu kali.

Pembacaan Doa Tolak Bala


Doa yang dilafazkan dalam ritual ini
beragam. Namun, pada hakikatnya doa yang
dipanjatkan dalam ritual ini mengandung maksud
yang sama yaitu meminta keselamatan.

49
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Minum air Salamun


Air salamun adalah air yang sudah diberi
ayat-ayat salamah dan kemudian diminum
dengan maksud agar terhindar dari hal-hal buruk
yang akan menimpa mereka. Mereka menuliskan
ayat-ayat salamah atau selamat dan kemudian
tulisan tersebut dicelupkan ke dalam air.
Kemudian, air yang sudah dicelupkan tadi
diminum. Mereka berkeyakinan bahwa barang
siapa yang meminum air tersebut niscaya akan
terhindar dari bala yang diturunkan.

Selamatan
Selamatan dilakukan dengan cara
membagikan nasi kepada saudara, tetangga, dan
orang-orang sekitar. Namun, tidak diwajibkan
untuk membawa nasi. Mereka yang tidak mampu
membawa nasi cukup membawa jajanan atau
minuman. Hal ini dilakukan sebagai bentuk
sedekah, karena diyakini bahwa sedekah adalah
amalan yang dapat menangkal musibah.
Dalam tradisi Rebo Wekasan terdapat
pelajaran bahwa bagaimana seharusnya kita
menjaga dan merawat lingkungan hidup,
khususnya bagaimana cara menjaga kelestarian

50
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

sumber air. Masyarakat yang masih melaksanakan


upacara Rebo Wekasan ini meyakini bahwa air
yang diambil dari sumber air memiliki khasiat
yang luar biasa karena mampu digunakan sebagai
alat untuk menolak bala. Maka dari itu,
masyarakat dituntut wajib untuk menjaga
kelestarian sumber air tersebut, dengan tidak
mengambil air tersebut secara sembarangan.
Terdapat pula nilai kemanusiaan yang
kita temukan dalam ritual ini, yaitu saling
membantu, berbagi, bergotong royong, dan rasa
saling memiliki. Upacara ini melibatkan seluruh
masyarakat sekitar, dari mulai persiapan,
pelaksanaan hingga penutupan, melibatkan
semangat dan antusias masyarakat, terutama
dalam hal gotong royong. Dengan adanya
kebersamaan antar masyarakat, hal ini mampu
untuk mempererat silaturahim antar anggota
masyarakat.

Miftachul Jannah
2201416146
jannahgun@gmail.com
082242181393

51
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Gusjigang Sebagai Kearifan Lokal dan


Keterkaitannya dengan Soft Skill
(Hafizh Arbyan)
Pada zaman pengembangan Islam dahulu
Sunan Kudus menata kembali kota tua Kudus.
Kota tersebut berpusat pada Masjid Al-Aqsha dan
Menara Kudus yang berdekatan dengan pusat

pengajaran ilmu (padepokan) Sunan Kudus yang


sekelilingnya merupakan rumah penduduk. Sunan
Kudus mulai mengajarkan kepada murid -
muridnya dan masyarakat agar berbudi pekerti
yang bagus, rajin/ pandai mengaji dan berdagang.
Ajaran ini betul-betul dianut oleh masyarakat kala
itu, sehingga banyak yang sukses menjadi
saudagar. Kesuksesan tersebut menyebabkan
mereka berlomba-lomba membangun rumah

52
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

rumah yang bertembok tinggi. Hingga saat ini


kawasan tersebut dikenal dengan kawasan elite
Kudus Kulon.
Falsafah Gusjigang adalah falsafah hidup
yang diajarkan oleh Sunan Dja'far Shodiq yang jika
dijabarkan terdiri dari 3 rangkaian kata yaitu 'gus'
bagus, 'ji' ngaji, 'gang' dagang. Falsafah ini
memang sederhana tetapi falsafah tersebut telah
membangun masyarakat Kudus dari berbagai
aspek, terutama adalah aspek religi, ekonomi, dan
sosial budaya. Gusjigang itu sebenarnya tidak
hanya berupa falsafah hidup tetapi juga sebagai
suatu kebudayaan dan juga sebagai sebuah
pendidikan karakter yang telah lama diterapkan
kepada masyarakat Kudus. Gusjigang dapat
diuraikan sebagai berikut.
Gus atau Bagus sebagai soft skill
merupakan singkatan dari bagus yang berarti
bagus akhlak budi pekertinya. Masyarakat Kudus,
khususnya pengikut atau santri santri dari Sunan
Dja'far Shodiq diajarkan bagaimana menjadi
manusia yang berakhlak mulia agar selamat dunia
akhirat. Pengajaran dan penyebaran pembangunan
karakter di masyarakat Kudus memang
berlangsung agak lama karena masyarakat Kudus
pada awalnya mayoritas beragama Hindu dengan

53
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

kepercayaan yang kental yang berupa animisme


dan dinamisme.
Ji atau pintar mengaji sebagai hard skill
disini merupakan singkatan dari mengaji yang
berarti belajar. Belajar yang diajarkan Sunan
Kudus bukan hanya sekedar belajar kitab-kitab
islami, tetapi juga belajar berkehidupan dan
bersosialiasi dengan sesama umat manusia.
Dengan adanya mengaji yang diterapkan kepada
masyarakat Kudus, setiap insan di Kudus akan
menjadi pribadi yang cerdas yang dapat
memajukan Negara Indonesia. Hal ini masih
berada pada masyarakat Kudus sampai saat ini
dengan bukti yaitu sebagian besar generasi muda
yang berada di Kudus menuntut ilmu baik itu
melewati lembaga formal maupun non formal.
Gang disini merupakan singkatan dari
dagang. Dagang merupakan salah satu ajaran
yang diajarkan oleh Sunan Kudus kepada para
pengikutnya untuk dapat bertahan hidup.
Sebenarnya bertahan hidup tidak hanya dapat
dilakukan dengan cara berdagang tetapi juga
dapat dilakukan dengan cara apa saja misalnya
dengan bercocok tanam, berternak, melaut dan
lain-lain.

54
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Gusjigang sebagai sebuah hal yang


muncul dan berkembang di tengah-tengah
bertumbuhnya masyarakat merupakan kearifan
lokal masyarakat di Kabupaten Kudus Provinsi
Jawa Tengah Indonesia. Gusjigang telah hidup
dan berkembang sejak ratusan tahun yang lalu.
Memang belum ada bukti otentik kapan
tepatnya istilah ini muncul. Bagi sebagian besar
masyarakat Kudus istilah ini begitu populer
bahkan hidup dalam sebagian realitas masyarakat
muslim dan kaum sufi di Kudus. Karena
Gusjigang telah hidup, tumbuh dan
berkembang sejak ratusan tahun yang lalu,
secara tidak langsung hal ini akan melekat dan
menjadi perilaku setiap orang. Gusjigang yang
merupakan akronim dari bagus, ngaji dan
dagang ketika kita coba menelusurinya lebih
dalam tidak hanya sebatas tindakan yang bagus
(bagus dalam penampilan), ngaji (membaca al-
Qur’an), dan dagang (melakukan proses
perdagangan)
Istilah bagus, ngaji dan dagang
merupakan konsepsi diri ataupun kemampuan
yang ada dalam diri seseorang yang
diwujudkan dalam perilaku dalam kehidupan
sehari-hari. Apabila hal ini kita kaitkan dengan

55
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

pengertian soft skill yang diungkapkan oleh


Coates. Soft skill merupakan keterampilan intra-
personal yang dimiliki seseorang dalam
mengatur dirinya sendiri seperti: manajemen
waktu, manajemen stress, manajemen peruba-
han, karakter transformasi, berfikir kreatif,
memiliki tujuan acuan yang positif, dan teknik
belajar yang cepat. Sedangkan untuk
kemampuan intra-personal diantaranya adalah:
keterampilan berhubungan atau berinteraksi
dengan lingkungan masyarakat sehingga
mampu menunjukkan kemampuan yang
maksimal, kepemimpinan, kemampuan presentasi
dan berkomunikasi.
Ada tujuh elemen utama soft skill
yang diintisarikan diantaranya adalah
kemampuan berkomunikasi, keterampilan
berfikir dan menyelesaikan masalah, kerja
dalam tim, belajar sepanjang hayat dan
pengelolaan informasi, keterampilan kewira-
usahaan, etika moral dan profesionalisme, dan
keterampilan kepemimpinan.

56
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Ketujuh elemen tersebut memiliki sub-


skill yang berbeda-beda yang dikategorikan
sebagai elemen sub-skill yang harus dimiliki
dan elemen sub-skill yang baik untuk dimiliki.

Hafizh Arbyan
4101416120
hafizharbyan2016@gmail.com
0895 3422 07733

57
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Upacara Nahunan (Pemberian Nama)


dalam Adat Suku Dayak
(Adam Febri Santoso)
Nahunan merupakan upacara ritual yang
berkaitan dengan daur hidup kelahiran yang
tujuannya adalah memberikan nama atau
pemberian nama kepada bayi yang sudah berusia
1 tahun atau lebih.
Prosesi pemberian nama oleh masyarakat
Dayak sebagai sebuah prosesi upacara yang sakral,
karena upacara ini adalah untuk kehidupan anak
ini nanti dalam mengarungi kehidupan dunia
yang penuh dengan iri dan dengki, untuk alasan
tersebut digelarlah upacara ritual Nahunan.
Upacara ini juga mengandung makna
yang sangat mendalam karena baik atau buruknya
tingkah laku seseorang tidak akan lepas dari nama
yang diberikan. Sehingga pemberian nama
tersebut harus berhati-hati dan syarat-syarat sesuai
dengan aturan yang telah ditentukan, karena
dengan nama yang telah diberikan melalui
upacara tersebut seseorang dapat mengenal siapa
dirinya dan memudahkan orang lain mengenal
namanya dan merupakan do’a orang tua terhadap
anaknya, dan sudah saatnya bayi ini keluar

58
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

rumah, untuk menginjakkan kaki ke tanah untuk


memperkenalkan dirinya kepada alam semesta
bahwa tugas berat untuk yang dihadapinya dalam
hidup di dunia.
Upacara Nahunan ini dilaksanakan oleh
bidan kampung atau orang tua yang berpropesi
sebagai bidan, dan oleh seorang Ulama, diikuti
oleh orang tua bayi, dan seluruh keluarga yang
turut memberikan doa kepada bayi itu.
Kelengkapan alat atau sesajen yang disiapkan
adalah : babi, ayam, telur ayam kampung, ketupat,
cucur, apam, nasi ketan, sirih pinang, rokok,
tambak beras, beras tawur, patung, pasak, tanggui
layah/tanggui dare, batu asah. Kemudian
dilengkapi dengan ayunan, tunas kelapa, abu
dalam tempurung kelapa, jala, kalakar rinjing,
ditambah benda-benda pusaka lainnya yaitu:
tombak, garantung, padadahan, lalancang,
mangkok tawur, sangku diiisi beras.
Upacara ini dilaksanakan di dalam rumah
yaitu melaksanakan ritual manawur kepada
leluhur untuk turut serta memberikan doa
keselematan bagi bayi, keluaraga, dan kepada
semua yang hadir, selanjutnya bidan
menggendong bayi keluar rumah menuju ke
pinggir sungai, kalau tempat tinggal jauh dari

59
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

sungai maka dilaksanakan di depan rumah


disiapkan sangku besar untuk memandikan bayi
ini. Setelah selesai melaksanakan upacara
manawur. Bidan menggendong membawa bayi
keluar, dengan menggunakan tanggui layah,
diikuti oleh salah satu keluarga sembari
menaburkan abu dalam bango/ batok kelapa
dengan hakekat supaya menutup mata dari hal-hal
yang tidak baik yang ingin mengganggu upacara
nahunan.
Sesampainya di sungai bidan menabur
jerangau, sikur yang telah diracik pada sebuah
tempurung di dalam tampi beras (nyiru)
kemudian bidan menebas air sungai searah arus
dan berlawan arus sungai memakai parang yang
bermakna Manantilang Nyalung Je Basial dan
melepas Hampatung Pasak berisi sebuah ketupat
ayam dan ketupat sinta dan telur ke dalam sungai.
Dengan maksud supaya roh penguasa sungai
tersebut tidak marah dan mengganggu upacara
nahunan tersebut. Kemudian bidan memandikan
bayi, membersihkan dari segala hal-hal yang tidak
baik, untuk pertama kali bayi tersebut mandi
diluar rumahnya dengan hakekat untuk
selanjutnya ia akan hidup sempurna, sejahtera,

60
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

panjang umur, tidak sakit-sakitan dan bisa


menjadi contoh tauladan bagi yang lainnya.
Kemudian bidan melepas dan membuang
pakaian bayi dan mempersilahkan ayah bayi itu
mencelupkan pangkal pohon sawang tersebut ke
air, kemudian meneteskannya ke atas ubun-ubun
bayi sebanyak tujuh kali, dengan diiringi mantra.
Setelah selesai dimandikan di sungai, bayi dibawa
pulang ke rumah. Setelah sampai di depan rumah
bidan menginjakan kaki bayi ke tanah dan
memegangkan tangan bayi pada pohon sawang,
kayu dan rumput. Kemudian bidan membawa
bayi mendekati tangga rumah dan dari dalam
rumah ada kepala keluarga yang menanyakan
beberapa pertanyaan pada bidan yang kemudian
langsung dijawab oleh bidan untuk bayi dan
menyebutkan nama dari bayi itu.
Pada saat pertanyaan pertama, bidan
melangkah satu langkah untuk melepaskan
pengaruh buruk yang datang atau tidak diketahui
selama perjalanan memandikan bayi. Setelah itu
bidan melangkah maju perlahan-lahan sambil
menjawab satu persatu pertanyaan tersebut.
Selesai tanya jawab, maka kepala keluarga
mempersilahkan bidan yang membawa bayi
masuk ke dalam rumah beserta yang lainnya.

61
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Sesudah itu bidan melepaskan bayi dari


gendongannya dan menginjakan kaki bayi pada
semua peralatan (sesajen) yang telah disediakan
sedemikian rupa di atas tikar. Pada setiap kali
putaran terakhir, bidan memegang tangan si bayi
pada pohon sawang yang tadi dibawa mandi yang
sudah ditempatkan berdiri di tengah-tengah
syarat/ alat upacara. Kegiatan ini dilakukan
selama tujuh kali putaran, bayi memegang pohon
sawang tersebut dengan posisi tangannya
memegang pohon sawang mulai dari bawah ke
atas semakin tinggi. Kemudian setelah bayi
mengelilingi sesajen, bidan menyerahkan bayi
kepada ayahnya dan ayah bayi itu langsung
menyambut anaknya langsung membawa anaknya
ke depan pintu.
Di depan pintu ayah bayi memegang
tangan anaknya pada sisi pintu menghadap ke
arah matahari terbit dan melakukan pakikan tujuh
kali berturut-turut hingga tangan anak untuk
terakhir kalinya tiba disisi pintu bagian atas.
Setelah selesai ayah bayi menyerahkan anaknya
kepada istrinya dan istri menyambut anaknya
dengan beralaskan kain sebanyak tujuh lapis.
Disaat bayi berada dipangkuan ibunya, disitu
bidan mengoleskan darah babi dan ayam di atas

62
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

kepala bayi dan sekaligus mengikatkan lilis


lamiang di tangan bayi tersebut.
Setelah semua rangkaian acara selesai,
pada sore harinya ayah bayi membawa pohon
sawang keluar menuju halaman rumah untuk
langsung ditanam di bagian kanan depan rumah.
Setelah penanaman pohon sawang tersebut ayah
bayi pulang ke rumah dan setelah itu upacara
ritual Nahunan selesai. Dari proses awal sampai
selesainya pelaksanaan upacara Nahunan
mengandung nilai-nilai budaya yang sangat
religious, nilai-nilai spiritual dengan menjujung
tinggi ajaran agama, cita-cita/pengharapan untuk
kehidupan yang lebih baik selanjutnya, nilai
belum bahadat, nilai kebersamaan solidaritas.

Adam Febri Santoso


4101416137
adam.febri137@gmail.com
085777438564

63
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Eksistensi Tradisi Jembul di Desa


Tulakan Kecamatan Donorojo Kabupaten
Jepara
(Ahmad Nurul Ibad)
Di Indonesia kebudayaan atau tradisi
sendiri sangatlah beragam. Semuanya begitu
menarik untuk diteliti, ditelaah atau dipelajari,
namun pada kesempatan kali ini tulisan yang
disajikan akan membahas mengenai salah satu
tradisi di bagian utara pulau Jawa. Tradisi yang
dimaksud adalah tradisi Jembul di Desa Tulakan
Kabupaten Jepara. Jembul Tulakan adalah tradisi
budaya di Desa Tulakan Kecamatan Donorojo
Kabupaten Jepara. Jembul Tulakan adalah arak-
arakan panen hasil bumi di desa Tulakan yang
dilakukan dalam acara sedekah bumi yang di
selengggarakan oleh pemerintah desa Tulakan.
Jembul Tulakan rutin digelar setiap Senin Pahing
bulan Apit penanggalan Jawa, atau bulan
Dzulkaidah penanggalan Hijriyah.
Pada dasarnya jembul Tulakan dilakukan
sebagai rasa syukur pada Tuhan Yang Maha Esa
atas rezeki yang dilimpahkan pada penduduk
Kademangan Tulakan, Ki Demang Barata
mengadakan upacara syukuran yang kemudian

64
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

dikenal dengan sedekah bumi. Arti kata sedekah


bumi adalah sedekah (amal) dari hasil bumi yang
diwujudkan dengan berbagai macam makanan
kecil. Sebagai langkah untuk mengingat laku tapa
brata yang dilakukan oleh Nyai Ratu Kalinyamat
dalam menuntut keadilan atas kematian
suaminya, Sunan Hadirin, yang dibunuh oleh
Arya Panangsang.
Sebelum sedekah bumi pada hari Senin
Pahing, didahului manganan dipunden Nyai Ratu
Kalinyamat, yaitu bekas pertapaan. Pada hari
Jumat Wage sesuai dengan riwayat yang
menyebutkan bahwa kedatangan Ratu Kalinyamat
untuk bertapa adalah Jumat Wage. Sebagai tanda
bukti dan setia murid-murid Ki Demang Barata
yang sudah memimpin pedukuhan, masing-
masing mengantarkan makanan kecil ke rumah Ki
Demang. Makanan kecil tersebut diletakkan dalam
dua buah ancak dan di atas makanan kecil
ditanamkan belahan bambu yang diirat tipis-tipis.
Iratan tipis bambu tersebut melambangkan rambut
jembul dengan diatur sedemikian rupa. Ancak
dari rambut jembul dari iratan bambu tipis
tersebut dinamakan Jembul Tulakan.
Jembul merupakan perlambangan dari
ungkapan yang diucapkan oleh Ratu Kalinyamat

65
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

waktu menjalani pertapaan yaitu Ora pati-pati


wudhar tapaningsun, yen durung keramas getehe
lan keramas keset jembule Aryo Panangsang yang
dapat diartikan tidak akan menyudahi tapa kalau
belum keramas dengan darah dan keset rambut
Aryo Panangsang.
Dalam pelaksanaan upacara Jembul
Tulakan ini, disuguhkan dua macam Jembul.
Jembul yang besar di depan sering disebut Jembul
Lanang, sedangkan jembul kecil berada di
belakang disebut dengan Jembul Wadon. Khusus
Jembul Lanang dihiasi dengan iratan bambu tipis
sedangkan Jembul Wadon tidak. Jembul Lanang di
dalamnya terdapat bermacam-macam makanan
kecil, seperti jadah (gemblong), tape ketan, apem,
dan sebagainya. Sedangkan Jembul Wadon berisi
lauk-pauknya.
Upacara Jembul Tulakan ini dimulai
dengan mencuci kaki petinggi atau sekarang
dikenal dengan kepala desa dengan kembang
setaman. Aktivitas ini dilakukan oleh perangkat
desa, sebagai perlambang bentuk permohonan
agar tercipta kehidupan yang tenteram, bersih dari
malapetaka dan segala kesulitan yang menimpa
penduduk. Di samping itu sekaligus untuk
mengingatkan kepada petinggi agar selalu bersih

66
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

dalam segala tindakan dan langkahnya. Setelah


pencucian kaki petinggi, maka dilakukan
selamatan sebagai lambang permohonan kepada
Tuhan Yang Maha Esa agar Desa Tulakan tetap
selamat sentosa dan hasil bumi pada tahun
mendatang melimpah ruah sehingga kehidupan
penduduk Tulakan menjadi sejahtera, cukup
sandang, pangan dan papan.
Acara mengitari Jembul sebanyak tiga kali
merupakan inti dari proses Jembul Tulakan.
Kegiatan mengitari Jembul dilakukan oleh
petinggi diikuti oleh ledek atau penari tayub dan
para perangkat desa. Prosesi ini dilakukan untuk
menggambarkan kembali suasana pada waktu
Ratu Kalinyamat melakukan pemeriksaan
terhadap para nayoko projo yang datang
menghadap dia sekaligus untuk menyerahkan
hulu bekti yang dibawanya. Suasana ini pada
masa sekarang lebih diartikan sebagai pengingat-
ingat agar para pemimpin desa Tulakan selalu
menyempatkan diri untuk memberikan perhatian
pada staf perangkat desanya dalam menjalankan
tugas sehari-hari.

67
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Dengan pemantauan tersebut akan


tercipta keadaan desa yang aman sentosa. Setelah
dilakukan inti dari upacara Jembul Tulakan, maka
sebagai penutup dilakukan Resikan yaitu kegiatan
membersihkan tempat yang telah dipakai untuk
melakukan upacara. Aktivitas ini dilakukan oleh
warga masyarakat Desa Tulakan secara beramai-
ramai. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk
pengusiran terhadap penyakit-penyakit dan
kejahatan-kejahatan dari Desa Tulakan.
Dengan adanya tradisi Jembul di Desa
Tulakan tersebut dapat diambil sebuah
kesimpulan selain sebagai masih adanya bentuk
upaya masyarakat di Indonesia dalam
melestarikan budayanya, namun juga
mengandung sebuah arti di dalam budaya Jembul
itu sendiri. Yang pertama ialah dengan adanya
tradisi Jembul tersebut menjadikan semakin
eratnya hubungan sosial budaya pada masyarakat
Tulakan (Hablum minan Nas).
Kesimpulan yang kedua yaitu dengan
adanya tradisi Jembul Tulakan tersebut dapat
meningkatkan nilai religius pada masyarakat Desa
Tulakan. Karena tradisi Jembul sendiri juga
bermakna wujud syukur masyarakat atas rezeki

68
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Kuasa


(Hablum minalloh).

Ahmad Nurul Ibad


3401416005
jokotilung@gmail.com
08994692617

69
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Perang Obor Desa Tegal Sambi, Wujud


Salah Satu Kearifan Lokal Kabupaten
Jepara
(Garudo Suryo Buono)
Pada abad XVI Masehi, di Desa Tegal
Sambi ada seorang petani yang sangat kaya raya
dengan sebutan Mbah Kyai Babadan yang
mempunyai banyak binatang peliharaan, terutama
kerbau dan sapi. Untuk menggembalakannya
sendiri jelas tak mungkin, sehingga beliau mencari
dan mendapatkan penggembala dengan sebutan
Ki Gemblong, seorang penggembala yang sangat
tekun dalam memelihara hewan-hewan tersebut.
Setiap pagi dan sore Ki Gemblong selalu
memandikan hewan-hewan gembalaannya di
sungai, sehingga hewan-hewan ternak peliharaan
tersebut tampak gemuk-gemuk dan sehat. Tentu
saja Kyai Babadan merasa senang dan memuji Ki
Gemblong, atas ketekunan dan kepatuhannya
dalam memelihara binatang- binatang tersebut.
Suatu ketika, Ki Gemblong menggembala
di tepi Sungai Kembangan sambil asyik
menyaksikan banyaknya ikan dan udang yang
hidup di sungai tersebut. Tanpa menyianyiakan
waktu ia langsung menangkap ikan dan udang

70
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

tersebut,yang hasil tangkapannya lalu dibakar dan


dimakan di kandang. Setelah itu hampir setiap
hari Ki Gemblong selalu menangkap ikan dan
udang, sehingga ia lupa akan tugasnya sebagai
penggembala. Dan akhirnya kerbau dan sapinya
menjadi kurus-kurus dan akhirnya jatuh sakit,
bahkan mulai ada yang mati.
Keadaan ini menyebabkan Kyai Babadan
menjadi bingung, tidak kurang-kurangnya
dicarikan jamu demi kesembuhan hewan-hewan
peliharaannya itu, tetapi hewan-hewan itu tetap
tidak sembuh. Akhirnya Kyai Babadan
mengetahui penyebab hewan peliharaannya
menjadi kurus dan akhirnya jatuh sakit, hal itu
tidak lain dikarenakan Ki Gemblong tidak lagi
bersedia mengurus binatang peliharaan Kyai
Babadan tersebut.
Ki Gemblong lebih asyik menangkap ikan
dan udang untuk dibakar. Melihat hal tersebut
Kyai Babadan marah besar. Saat ditemui Ki
Gemblong sedang asyik membakar ikan dan
udang hasil tangkapannya tersebut. Kyai Babadan
langsung menghajar Ki Gemblong dengan
menggunakan obor dari pelepah kelapa, melihat
percobaan penyerangan Kyai Babadan membuat
Ki Gemblong tidak tinggal diam, dengan

71
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

mengambil sebuah obor yang sama Ki Gemblong


menyerang Kyai Babadan sehingga terjadilah
Perang Obor yang apinya berserakan kesana
kemari dan sempat membakar tumpukan jerami
yang terdapat di sebelah kandang.
Kobaran api tersebut mengakibatkan sapi
dan kerbau yang berada di kandang lari tunggang-
langgang dan tanpa diduga binatang yang tadinya
sakit akhirnya menjadi sembuh bahkan binatang
tersebut mampu berdiri dengan tegak sambil
memakan rumput di ladang. Kejadian yang tidak
diduga dan sangat dramatis tersebut akhirnya
diterima oleh masyarakat Desa Tegal Sambi
sebagai suatu hal yang penuh mukjizat, bahwa
dengan adanya perang obor segala jenis penyakit
menjadi sembuh.
Sekarang perang obor dipergunakan
untuk sarana sedekah bumi sebagai ungkapan
rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat, hidayah serta taufik Nya
kepada warga Desa Tegal Sambi, dan peristiwa
ini diadakan setiap satu tahun sekali.
Sebelum Melakukan tradisi ataupun
upacara perang obor penduduk Desa Tegal Sambi
selalu melaksanakan upacara selamatan. Upacara
ini bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur

72
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

atas limpahan panen tahun ini dan juga


mengharapkan keberhasilan serta kelancaran
dalam upacara puncak tradisi yakni perang obor
itu sendiri. Upacara dilakukan pada malam hari
dengan acara puncak perang obor. Upacara atau
tradisi perang obor diadakan setiap satu tahun
sekali dan jatuh pada Hari Senin Pahing malam
Selasa Pon di Bulan Besar (Dzullhijah). Adapun
rangkaian pelaksanaannya meliputi sebagai
berikut.

Persiapan Pemberangkatan
sesaji
Pembuatan perlengkapan
Pagelaran
Penggantian sarung
wayang kulit
pusaka
Upacara perang
Ziarah makam leluhur
obor
desa
Penyembuhan
Menyiapkan sesaji
luka

Pengaruh langsung yang dapat kita dan


masyarakat Desa Tegal Sambi rasakan dari tradisi
perang obor Antara lain:

73
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Pelestarian nilai-nilai tradisi yang


hidup dan berkembang di dalam masyarakat
agar tidak punah terkikis oleh budaya modern.
Sebagai pewarisan nilai-nilai luhur yang
terkandung dalam perlambang atau makna
eksplisit yang terkandung dalam pelaksanaan
tradisi perang obor.
Dalam bidang ekonomi, masyarakat akan
mendapatkan keuntungan dengan berjualan
makanan atau membuka tempat parkir kendaraan
bagi para penonton. Nilai –Nilai yang secara tidak
langsung ada dalam tradisi perang obor
Memberikan keyakinan pada
masyarakat pelaku perang obor bahwa ada
kekuatan di luar dirinya yang mengatur jalannya
kehidupan manusia di dunia, yaitu Allah SWT.
Di bidang ekonomi, masyarakat Desa
Tegal Sambi mempunyai keyakinan jika
melaksanakan upacara sedekah bumi maka
keadaan ekonominya akan meningkat.
Di bidang budaya, tradisi ini lebih
memperkaya budaya daerah. Di bidang sosial,
perang Obor akan mempererat ikatan
persaudaraan masyarakat desa.

74
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Informasi didapatkan dari hasil


wawancara bersama Kepala Desa Tegal Sambi
Kabupaten Jepara, Bapak Agus Santoso, S.E pada
tanggal 22 September 2017.
(Sumber: (Dokumentasi Pribadi) foto bersama
Narasumber foto diambil pada tanggal 22
September 2017)

75
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

76
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

(Sumber: Dokumentasi Pemerintah Desa Tegal


Sambi Kabupaten Jepara)

Garudo Suryo Buono


3601417053
garudosuryobuono24@gmail.com
089526584309

77
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Kearifan Lokal Sintren


(Berlian Berma Salsabila)
Sintren merupakan kesenian tradisional
rakyat di pesisir Pulau Jawa bagian utara.
Kesenian rakyat ini populer di kalangan
masyarakat, karena sintren mempunyai
keistimewaan yaitu menari dalam keadaan
kesurupan atau tidak sadar. Perilaku tersebut
terjadi pada sintren merupakan ciri khas dari
kesenian ini. Popularitas kesenian ini mulai dari
Majalengka, Kuningan, Indramayu, Cirebon.
Bahkan sudah berkembang lebih jauh lagi sampai
Serang, Pekalongan, Pemalang, dan Brebes.
Keberadaan sintren menimbulkan
berbagai paradigma tentang asal usul atau sejarah
dan perkembangannya di masyarakat. Muncul
sebuah dugaan di kalangan masyarakat bahwa
kesenian sintren merupakan sisa-sisa peninggalan
masa pra Hindu di pulau Jawa. Ada pula sebuah
dugaan bahwa sintren sudah ada ketika
pendudukan kolonial di pulau Jawa. Bagi
masyarakat pesisir yang sebagian besar mata
pencahariannya dari hasil menangkap udang
maupun hasil laut, pertunjukan sintren
merupakan salah satu hiburan tatkala pulang dari
melaut. Kesenian ini memiliki keunikan, karena

78
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

mengandung unsur-unsur kekuatan yang diluar


nalar manusia biasa atau magis di dalam
pertunjukannya sehingga menjadi daya tarik
utama dan mampu bertahan sampai sekarang ini.
Asal usul kesenian sintren berasal dari cerita cinta
kasih Sulasih dengan Sulandono.
Pada zaman dahulu, Kalisabak dipimpin
oleh seorang penguasa wilayah yang bernama
Raden Bahureksa. Ia tinggal bersama istrinya yang
bernama Roro Rantamsarindan putra semata
wayangnya, yaitu Raden Sulandono. Raden
Sulandono tumbuh menjadi seorang pangeran
yang tampan dan baik budi pekertinya.
Perilakunya yang sopan dan tidak membedakan
teman sepergaulannya, menjadikan ia memiliki
banyak teman. Ia suka bergaul dengan rakyat
biasa, dan berkunjung sampai ke desa-desa.
Sementara itu, disebuah dusun yang menjadi
wilayah Kalisabak, terdapat seorang gadis
bernama Sulasih. Sulasih, gadis cantik yang
berbudi itu menjadi kembang desa kebanggaan
para pemuda.
Suatu hari saat berkunjung ke desa
tersebut, Raden Sulandono bertemu dengan
Sulasih. Raden Sulandono jatuh hati kepada
Sulasih. Cinta mereka pun berlanjut, tanpa

79
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

mempermasalahkan status sosial mereka yang


berbeda. Namun Raden Bahureksa menghalangi
cinta putranya. Ia beranggapan Sulasih tidak cocok
untuk putranya. Walaupun terus dihalangi oleh
ayahnya, hubungan cinta Raden Sulandono dan
Sulasih terus berlanjut. Tak lama kemudian, Raden
Bahureksa meninggal dunia di susul oleh istrinya
yaitu Rara Rantamsari.
Sebenarnya, banyak pemuda yang
terpikat pada kecantikan Sulasih. Suatu hari,
Sulasih disembunyikan oleh para pemuda agar
tidak dapat bertemu lagi dengan Raden
Sulandono. Mengetahui sang pujaan hatinya
disembunyikan, maka terjadi pertarungan antara
Raden Sulandono dengan para pemuda tersebut.
Dan karena masa yang dilawan oleh Raden
Sulandono tidak seimbang, maka Sulandono
kalah. Namun sebelum itu, Raden Sulandono
diselamatkan oleh roh Roro Rantamsari yang
kemudian memerintahkan Raden Sulandono
untuk bertapa dan memberinya sehelai
saputangan dan disarankan agar Sulasih menjadi
penari pada upacara bersih desa yang akan
datang.
Pada malam bulan purnama pada saat
upacara bersih desa dimulai, melalui perantara

80
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Roro Rantamsari, roh bidadari didatangkan agar


menyatu kedalam tubuh Sulasih sehingga ia
mampu menari pada acara tersebut. Roh
Rantamsari kemudian mendatangi Raden
Sulandono yang sedang bertapa agar segera
mendatangi upacara bersih desa. Dalam
kesempatan itu Raden Sulandono melemparkan
saputangan pemberian ibundanya, maka Sulasih
yang sedang menari pingsan. Kesempatan tersebut
tidak disia-siakan oleh Raden Sulandono yang
segera membawa lari Sulasih.
Sejak saat itu, bila suatu desa
menyelenggarakan upacara bersih desa akan
disajikan tarian yang pernah ditarikan Sulasih.
Saat menari, penari seperti tidak sadarkan diri
karena dimasuki roh. Tari ini kemudian disebut
Sintren atau tarian para bidadari.
Kesenian sintren pada masa lampau
bertujuan untuk sarana ritual yang bersifat sakral
sehingga hanya beberapa masyarakat yang bisa
ikut menyaksikan. Selain sebagai sarana ritual,
sintren juga dimanfaatkan sebagai sarana hiburan
bagi masyarakat seperti upacara besar dan
pernikahan. Berbeda dengan masa lampau, yaitu
masa kesenian sebagai sarana pemujaan kepada
roh-roh gaib atau untuk kepentingan ritual,

81
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

perkembangan sintren masa kini sudah mengarah


pada kebutuhan komersial dan menjadi seni
tontonan dikalangan masyarakat. Di Brebes
sendiri kesenian sintren dilakukan pada saat
memperingati Tahun Baru Islam, kesenian tersebut
diadakan satu hari setelah pawai obor yang
dilakukan warga dengan arak-arakan satu
kampung menggunakan baju yang sesuai dengan
syariat islam. Pawai obor sendiri dilakukan untuk
memperingati hari besar umat islam, setiap
RT/RW mempunyai perwakilan atau orang yang
berpartisipasi dalam arak-arakan tersebut.
Biasanya disetiap RT/RW akan
membawa sebuah kekreatifitasan masing-masing,
seperti membawa bedug, tumpeng, dan sebuah
lilin untuk pengganti obor. Walaupun kondisi
kesenian dan tradisi rakyat Brebes sekarang ini
telah di campuri oleh kesenian dan pengaruh
modern, namun kesenian dan tradisi tersebut
masih banyak peminat dan pengamat yang tetap
setia pada kesenian ini dan tetap mempertahankan
tradisi yang sudah diwariskan oleh nenek
moyang.
Saat ini bermunculan grup-grup sintren
yang baru di daerah Brebes, yang membawa
berbagai perubahan tatanan di kesenian sintren itu

82
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

sendiri. Biasanya sintren menggunakan alat musik


seadanya, namun sekarang kesenian ini di
variasikan kedalam bentuk lain seperti dangdut
dengan musik iringan dan musik sholawatan.

Berlian Berma Salsabila


3601417069

83
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Kearifan Lokal Suku Sasak–Lombok


(Danu Bahtiar)
Salah satu kearifan lokal Suku Sasak yaitu
Kawin Culik. Dinamakan Kawin Culik karena
siapa saja yang ingin menikah maka harus
menculik orang yang akan dinikahinya. Artinya,
calon mempelai pria harus menculik sang pujaan
hati yaitu calon mempelai wanita. Setelah proses
penculikan, selanjutnya pihak mempelai pria
melamar kepada orang tua sang mempelai wanita.
Jika penculikan tersebut tidak diketahui oleh pihak
keluarga, maka dipastikan lamaran tersebut akan
diterima.
Kawin Culik ini tentu mempunyai aturan
main yang harus ditaati oleh kedua pihak.
Penculikan dilakukan setelah ada kesepakatan
antara mempelai wanita yang telah memilih sang
pujaan hati dan telah bersedia untuk dinikahi.
Calon pengantin wanita juga memiki syarat
diperbolehkan untuk menikah jika sudah bisa
menenun. Kain tenun merupakan pakaian khas
dari suku Sasak, Lombok.
Berikut ada beberapa sanksi jika
penculikan yang dilakukan oleh calon mempelai
pria gagal, antara lain:

84
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Denda Pati
Denda Pati adalah denda adat yang harus
ditanggung oleh penculik atau keluarga calon
mempelai pria jika penculikan berhasil tetapi
menimbulkan keributan di wilayah desa.
Ngurayang
Ngurayang adalah denda adat yang
dikenakan kepada calon mempelai pria karena
penculikan dilakukan tanpa persetujuan sang
gadis. Sang gadis tidak setuju, namun sang
penculik tetap memaksa. Penculikan ini dapat
dikatakan gagal.
Ngeberayang
Ngeberayang adalah denda adat yang
harus dibayarkan oleh sang penculik atau
keluarganya karena penculikan yang dilakukan
gagal dan menimbulkan keributan. Kegagalan
dikarenakan penculikan digagalkan oleh rival dari
calon mempelai pria yang juga menginginkan
calon mempelai wanita.
Ngabesaken
Ngabesaken adalah denda adat yang
harus dibayarkan oleh sang penculik karena

85
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

penculikan dilakukan pada siang hari kemudian


menimbulkan keributan di wilayah desa.
Denda adat ini harus dibayarkan oleh
keluarga sang penculik kepada desa melalui ketua
kerame yang kemudian diserahkan kepada kepala
adat untuk kegiatan kesejahteraan desa dalam
bentuk uang dengan nominal tertentu dan telah
diatur oleh adat.
Ketika penculikan tersebut berhasil, pada
malam itu juga dilanjutkan dengan acara mangan
merangkat, yaitu upacara adat menyambut
kedatangan sang gadis di rumah calon suaminya.
Upacara mangan merangkat ini seperti upacara
pengenalan untuk sang gadis kepada keluarga
calon suaminya. Acara ini diawali dengan totok
telok yaitu calon mempelai wanita memecahkan
telur bersama dengan sesajen yang telah
disediakan. Totok telok adalah lambang
kesanggupan kedua mempelai untuk hidup
bersama dalam rumah tangga.
Kemudian pada pagi harinya dilanjutkan
dengan kegiatan bertamunya orang tua dari calon
mempelai pria ke rumah calon mempelai wanita
guna menyampaikan bahwa anak perempuannya
telah diculik oleh anak laki-lakinya untuk
dipersunting seagai istri. Peristiwa ini disebut

86
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

dengan masejatik. Kegiatan masejatik ini bertujuan


untuk melanjutkan pembicaraan tentang agenda
pernikahan, hal-hal apa saja yang dibutuhkan
dalam perkawinan. Hal pertama yang harus
diselesaikan dalam pertemuan ini adalah upacara
akad nikah. Pada akad nikah ini orang tua sang
mempelai wanita memberikan kesaksian terhadap
penghulu desa dan para tokoh adat lainnya.
Apabila orangtua mempelai wanita berhalangan
hadir, maka dapat digantikan oleh orang yang
telah dipercaya untuk mewakilinya.
Acara ini akan selesai pada puncak acara
yaitu pada adat perkawinan yang disebut dengan
sorong doe, yaitu kegiatan dimana rumah calon
mempelai wanita akan didatangai oleh rombongan
keluarga calon mempelai pria. Kedatangan
rombongan sorong doe ini disebut dengan
nyongkol. Inti dari acara ini adalah tentang
pengajuan dana yang telah diminta oleh orangtua
sang gadis untuk menyambut para penyongkol
yang disebut dengan kopeng tagih (uang tagihan).
Pernikahan di Desa Sade sangat
sederhana, hanya melibatkan pihak desa saja. Mas
kawin yang harus dibayarkan oleh mempelai laki-
laki juga terbilang sederhana. Jika pernikahan
dilakukan oleh pihak satu desa, maka mas kawin

87
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

tidak mahal. Namun, jika pernikahan dilakukan


dengan desa lain, maka mas kawin yang harus
dibayarkan lebih mahal. Mas kawin di Desa Sade
yaitu dalam bentuk hewan ternak kerbau.
Setelah upacara pernikahan selesai
dilaksakan, kemudian dilanjutkan iring-iringan
kedua mempelai mengelilingi desa. Iring-iringan
ini dilakukan berbondong-bondong oleh keluarga
kedua mempelai dan warga sekitar rumah
mempelai. Acara ini bertujuan untuk
memperkenalkan kepada seluruh warga desa
bahwa telah berlangsung acara pernikahan. Acara
ini juga diiringi oleh kesenian adat suku sasak
yaitu kendang beleq.
Kendang beleq hadir sebagai pelengkap
kebudayaan suku sasak serta telah menjadi salah
satu pengungkap makna-makna luhur
kebudayaan. Nama kesenian kendang beleq
diambil dari salah satu alat musik yang dimainkan
yaitu kendang. Kendang ini berukuran besar yang
dalam bahasa sasak disebut beleq. Maka nama
kesenian ini disebut Kendang Beleq.
Dewasa ini kesenian kesenian kendang
beleq merupakan perkembangan bentuk karena
pengaruh kesenian Bali, yaitu Tawaq-tawaq.
Perubahan bentuk kesenian ini pertama kali terjadi

88
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

sekitar tahun 1800M, ketika Anak Agung Gede


Ngurang Karang Asem memerintah bumi sasak.
Sebelumnya, kesenian kendang beleq
hanya terdiri atas sebuah kendang besar yang
berbentuk bedug, sebuah gong, dan suling.
Kesenian ini sangat berkembang seiring masa
pemerintahan bali di bumi sasak. Akibatnya
banyak alat-alat yang diadobsi dari bumi bali.
Namun, agar tidak menghilangkan nilai-nilai
Islam, para seniman suku sasak tetap
menggunakan kendang besar sebagai bentuk
seperti bedug di masjid. Selain itu, jumlah pemain
pada kesenian Kendang Beleq ditetapkan pada
angka 17 orang. Angka ini detetapkan berdasarkan
implementasi dari jumlah rakaat sholat lima waktu
sabagai nilai keislaman.

Danu Bahtiar
4201417059
masdanubahtiar@gmail.com
082244569381

89
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Tradisi Padusan Menyambut Bulan


Ramadhan
(Shidiq Aminullah)
Umat islam di indonesia biasa melakukan
persiapan ketika menyambut bulan suci Ramadan.
Persiapan tersebut identik dengan proses
penyucian diri, jiwa, serta kegiatan-kegiatan yang
dapat meningkatkan amalan ibadah.
Indonesia sendiri, terdapat ragam
kegiatan yang biasa dilakukan oleh masyarakat
dalam menyambut datangnya bulan Ramadan. Di
Yogyakarta dan Jawa Tengah, misalnya,
masyarakat berduyun-duyun membasuh atau
memandikan diri mereka di sumur atau sumber-
sumber mata air yang ada di sekitarnya. Kegiatan
tersebut dikenal dengan istilah tradisi padusan.
Padusan berasala dari kata dasar adus
yang berarti mandi. Dalam pengertian budaya,
padusan merupakan tradisi masyarakat untuk
membersihkan diri, dengan maksud mensucikan
raga dan jiwa dalam rangka menyambut
datangnya hari ataupun bulan istiewa, seperti
bulan Ramdhan, Hari Idul Fitri, dan Hari Idhul
Adha.

90
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Dalam rangkaian penyambutan Bulan


Suci Ramdhan, umat Islam di Indonesia memiliki
beraneka ragam cara dan tradisi. Terkhususnya
bagi masyarakat Jawa, dalam berbagai kesempatan
para kiai, ulama, dan ustadz sudah mewanti-wanti
dengan wasiat bahwa Rajab adalah bulannya
Allah, Ruwah Sya'ban adalah bulannya Rasul,
sedangkan Ramadan adalah bulannya umat Islam.
Maka tradisi mengajarkan mulai bulan Rajab
itulah ummat Islam harus sudah mempersiapkan
diri akan datangnya bualan yang memiliki malam
yang melebihi kemuliaan seribu bulan.
Tradisi padusan diyakini telah diwariskan
secara turun temurun.Tradisi ini dilakukan
dengan membasuh atau mandi di sumur-sumur
atau sumber mata air,akan tetapi, biasanya
masyarakat melaksanakan tradisi ini beramai-
ramai di sumur atau sumber mata air sekitar.
Tradisi padusan memiliki makna membersihkan
jiwa dan raga seseorang yang akan melakukan
ibadah puasa.
Jika pada bulan rajab diperingati
peristiwa Isra' Mi'raj, maka dibulan Ruwah umat
islam mengamalkan ajaran atau memuliakan dan
berbakti kepada orang tua, terkhusus kepada
orang tua yang telah meninggal dengan cara

91
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

berdoa dan memohonkan ampunan dalam


serangkaian acara sadranan atau nyadran. Hal ini
dimaksudkan agar pada saatnya Bulan Ramadhan
tiba, ummat Islam sudah siap lahir dan batin.
Di sejumlah tempat, padusan memang
masih menyimpan kesakralanya. Namun di
sejumlah tempat lain, terutama diderah perkotaan,
ritual padusan telah hilang maknanya. Masyarakat
lupa bahwa padusan itu bukan sekedar
membasuhi badan atupun mandi menjelang
puasa. Namun lebih kepada pembersihan raga dan
jiwa sehingga benar-benar bersih, suci, dan siap
untuk berpuasa.Tradisi padusan, sudah
kehilangan ruhnya. Apalagi belakangan ini ritual
padusan mulai dijual demi kepentingan
pariwisata. Bahkan banyak temapt-tempat
padusan yang dilengkapi dengan panggung
dangdut. Nilai sakral mulai ditinggalkan, tetapi
lebih mengejar pada jumlah pengunjung. Semakin
banyak orang datang, maka semakin banyak pula
tiket yang terjual. Tradisi padusan yang
sesungguhnya merupakan tahap akhir dari prosesi
pembersihan diri sebelum puasa.
Setiap komunitas masyarakat pasti akan
selalu melahirkan sebuah budaya. Selain sebagai
kebutuhan. Budaya juga merupakan konsekuensi

92
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

sosiologis orang bermasyarakat. Masyarakat


dimanapun di dunia pasti mempunyai budaya
lokal. Bagaimanapun sebuah budaya telah berhasil
dihilangkan orang, maka otomatis di masyarakat
tersebut akan lahir budaya baru, begitu sterusnya.
Kadang-kadang keinginan seseorang untuk
merubah suatu tradisi akan menjadi tidak
bijaksana ketika tidak dibarengi dengan budaya
tandingan, karena sudah tentu akan mendapat
perlawanan dari masyarakat. Dan jika perubahan
cenderung di paksakan, dan seandainya tradisi itu
kemudian berhasil dirapuhkan maka suatu
masyarakat itu relatif akan berganti dengan
budaya lain yang jauh dari kekompakan.

Shidiq Aminullah
4201417075
shidiqaminullah9@gmail.com
081805868688

93
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Rebo Wekasan
(Fatih Almafris)
Rebo Wekasan atau bisa juga disebut
Rebo Pungkasan merupakan salah satu tradisi
masyarakat yang dilaksanakan pada hari Rabu
terakhir di bulan Safar kalender Jawa dengan
tujuan untuk 'tolak bala' (menolak bencana).
Kegiatan yang dilakukan berkisar pada berdoa,
Shalat Sunnah, bersedekah. Selain itu ada juga
kegiatan mencukur beberapa helai rambut dan
membuat bubur merah dan putih yang kemudian
dibagikan kepada tetangga.Di Kabupaten Tegal
tradisi Rebo Wekasan dilaksanakan di dua tempat,
yaitu Kecamatan Suradadi dan Kecamatan
Lebaksiu. Meskipun pada dasarnya mempunyai
tujuan sama, tetapi ritual kegiatan yang
dilaksanakan berbeda.

Rebo Wekasan di Desa Suradadi.


Di Desa Suradadi, yang terletak di jalur
antara Tegal dan Pemalang sekitar 17 kilometer
timur Kota Tegal, tradisi Rebo Wekasan
dilaksanakan dengan cara menyelenggarakan
Haul sebagai momentum mengenang kembali

94
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

para ulama yang telah berjasa menyebarkan Islam


di daerah tersebut.
Haul (hari ulangtahun) di desa Suradadi
dalam rangka Rebo Wekasan, telah dilaksanakan
sejak tahun 1961, tepatnya pada tanggal 13
Agustus (27 Safar 1381 H). Biasanya dilaksanakan
di pemakaman umum sebelah selatan Masjid Jami
Al-Kautsar dari Pasar Suradadi ke arah Selatan.
Pada saat Haul, masyarakat Suradadi dan
sekitarnya akan berkumpul di pemakaman
tersebut dan membacakan doa-doa untuk para
ulama yang telah meninggal. Setiap tahun, acara
Haul tersebut selalu dipenuhi para pengunjung
yang jumlahnya bisa mencapai lebih dari 20.000
orang.

Rebo Wekasan di Lebaksiu.


Lebaksiu adalah salah satu kecamatan
yang ada di kabupaten Tegal dan terletak di jalur
Tegal- Guci. Hingga saat ini belum ada sumber
yang menyebutkan dengan jelas tentang sejarah
dari peringatan Rebo Wekasan di Lebaksiu.
Sehingga cerita Mbah Panggun-lah, tokoh yang
berjasa dalam penyebaran agama Islam di
Lebaksiu, dianggap paling kuat.

95
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Makam Mbah Panggung berada di


puncak Bukit Sitanjung yang terletak diantara
dataran-dataran tinggi di Lebaksiu. Oleh karena
itu, pusat acara Rebo Wekasan di Lebaksiu berada
disekitar bukit tersebut, bahkan hingga mencapai
pinggiran jalan raya.
Rebo Wekasan di Lebaksiu didominasi
dengan kegiatan jual-beli dengan jumlah
pedagang dari berbagai kota yang membuka
lapaknya setengah bulan sebelum pelaksanaan
dengan jumlah pengunjung ribuan. Mulai dari
makanan, baju, sepatu, tas, mainan anak-anak,
aksesoris, diperjualbelikan pada even ini. Motif
pengunjung yang datang tidak hanya sekedar
berkeliling melihat dagangan, atau jalan-jalan
menaiki dan menikmati pemandangan Bukit
Sitanjung, namun juga ada yang sengaja datang
berziarah ke makam Mbah Panggung. Mitos pada
masyarakat Lebaksiu, saat Rebo Wekasan di setiap
tahunnya, akan ada pengunjung yang meninggal
karena dijadikan tumbal.
Terlepas benar atau tidak, sebagian
sebagian masyarakat masih percaya ketika Rebo
Wekasan, bakal ada pengunjung yang meninggal
dengan berbagai penyebab, misalnya hanyut di
sungai, terjatuh, hilang, dan lain-lain. Meskipun

96
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

demikian, Rebo Wekasan tetap menjadi sebuah


event yang ditunggu oleh masyarakat Lebaksiu.

Fatih Almaris
5111417056
082322833449

97
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Tradisi Ater-Ater
(Rachmawan Zaenal Arifin)
Dusun Kauman merupakan salah satu
kampung yang terletak di ujung timur Kabupaten
Temanggung. Wilayah ini termasuk masih dalam
distrik Kecamatan Kaloran yang berbatasan
langsung dengan Kabupaten Semarang. Sebagian
besar masyarakat disini merupakan petani ladang
milik sendiri dan hanya sebagian kecil yang
bekerja pada sektor industri dan perkantoran.
Selain pekerjaannya yang homogen, karakteristik
mereka sebagai masyarakat desa juga tidak lepas
dari agama dan adat istiadat yang hampir sama.
Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk
merupakan masyarakat yang hidup secara genetik,
artinya mereka hidup dan bertempat tinggal
secara turun temurun di daerahini. Hanya ada
beberapa keluarga saja yang merupakan warga
pendatang.
Keadaan ini mendorong mereka untuk
dapat hidup berdampingan dengan rukun dan
damai sebab adanya hubungan personal dan rasa
kekerabatan yang kuat dan mendasar. Salah satu
gejala yang dapat dilihat adalah kegiatan sosial
yang unik dan mungkin tidak ditemui akan
ditemui di masyarakat lain adalah tradsi “ater-

98
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

ater”, yaitu tradisi menghantarkan makanan


untuk tetangga dekat dan sanak saudara ketika
seseorang sedang memiliki hajat atau acara baik
itu acara besar maupun kecil. Contoh : setiap
Kamis atau malam Jumat selepasisya’ di kampung
ini rutin diadakan acara tahlilan untuk
mendo’akan anggota keluarga yang telah lebih
dulu meninggal.
Biasanya acara ini diadakan di tiap- tiap
RT dalam satu kampung, yang dilakukan secara
bergiliran dari satu rumah ke rumah yang lain
setiap minggunya dan biasanya pula hanya diikuti
oleh bapak- bapak saja. Biasanya si empunya
rumah (yang mendapat giliran acara tahlilan) akan
mempersiapkan makanan sebagai wujud ucapan
terima kasih atas kehadiran para tamu atau
masyarakat lazim menyebutnya dengan
“suguhan”.
Selain itu juga sebagai bentuk ungkapan
syukur atas rezeki yang telah diberikan oleh Allah
SWT. Suguhan ini biasanya berbentuk makanan
kecil mulai dari beraneka macam kue tradisional,
kerupuk camilan, dan lain- lain. Sebagai
pelengkap untuk menikmati makanan ini biasanya
disajikan dengan teh manis hangat. Bukan hal ini

99
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

yang akan kita bahas lebih mendalam, akan tetapi


ada hal menarik lain dibaliknya.
Ada satu tradisi yang telah hidup secara
turun temurun dan menjadi kebiasaan masyarakat
disini adalah tradisi “ater- ater” sebagaimana yang
telah disebutkan sebelumnya. Si empunya acara
biasanya akan menyediakan makanan lebih
banyak daripada jumlah yang diperkirakan untuk
disuguhkan dalam acara tahlilan nanti. Hal ini
dimaksudkan untuk menghantarkan makanan
yang akan disajikan dalam acara tahlilan nanti dan
diberikan untuk tetangga dekat dan kerabat atau
saudara dekat yang masih tinggal dalam satu
kampung dengan mereka. Tujuannya tidak lain
agar tetangga atau kerabat mereka dapat ikut
merasakan makanan yang akan disuguhkan nanti.
Secara tidak langsung hal ini juga menjadi
salah satu wujud kehidupan manusia sebagai
mahluk biologis dan sosial yang tidak dapat hidup
tanpa orang lain dan dalam rangka mewujudkan
masyarakat yang rukun. Selain itu hal ini dapat
dijadikan sebagai pembelajaran bagi anak- anak
maupun keturunanmereka untuk dapat hidup
berbagi dan merupakan salah satu wujud
melestarikan budaya yang telah hidup dalam
lingkungan mereka.Tidak ada batasan seberapa

100
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

banyak makanan yang harus diberikan, hanya saja


mereka memperkirakan jumlah makanan yang
diberikan cukup untuk dimakan satu rumah yang
mendapathantaran tersebut. Selain itu juga tidak
ada kewajiban batas waktu untuk mengembali-
kannya, sebab hal semacam ini biasanya akan
dilakukan secara bergantian dari satu warga
kepada warga yang lain yang sama- sama
mendapat hantaran tersebut.
Entah darimana asal muasalnya, akan
tetapi tradisi ini telah ada dan nyata hidup dalam
masyarakat ini secara turun menurun. Memang
tidak ada peraturan maupun hukum yang
mengaturnya, akan tetapi pantang bagi
masyarakat disini umtuk melanggar apa yang
telah diturunkan oleh nenek moyang mereka sejak
zaman dahulu. Biasanya bagi mereka yang
melanggar tidak akan dikenai sanksi hukum
secara tegas, akan tetapi hanya akan mendapat
tekanan moral dari masyarakat sekitar seperti
gunjingan, cemoohan, dan sebagainya.

Rachmawan Zaenal Arifin


5111417077
Rachmawan.z@yahoo.com

101
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Te Aro Neweak Lako (Alam Adalah Aku)


(Khotikah)
Di Papua terdapat kepercayaan te aro
neweak lako (alam adalah aku). Sistem kepercayaan
ini mempercayai Gunung Erstberg dan Grasberg
sebagai kepala mama, tanah dianggap sebagai
bagian dari hidup manusia. Tanah digambarkan
sebagai seorang ibu yang memberikan makanan,
memelihara, mendidik, dan membesarkan dari
bayi hingga lanjut usia sampai akhirnya
meninggal (layaknya peran seorang ibu).
Tanah adalah bagian dari hidup mereka,
karena itu bagi mereka tanah adalah tempat
kediaman roh halus dan arwah para leluhur.
Sehingga ada beberapa lokasi seperti,
gua,gunung,air terjun,dan kuburan yang
dikeramatkan. Mereka yang menganut
kepercayaan ini sangat tidak suka dan selalu
melakukan perlawanan saat ada pihak yang
melakukan eksploitasi tambang di kawasan
tersebut. Apalagi pihak yang melakukan
eksploitasi sampai melakukan pencemaran seperti,
pembuangan tailing ke dalam Sungai Ajkwa,
Agawaghon dan semua anak sungai di sekitarnya
yang menyebabkan kerusakan ekosistem. Di
budaya Amungme mereka menyebut kerusakan

102
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

itu sebagai pencemaran terhadap air susu ibu


(mama).
Budaya te aro neweak lako memiliki
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, seperti
nilai religius dan nilai gotong royong. Nilai
religius berkaitan dengan diri individu yang
memiliki kekuatan sakral dan suci dengan
mempercayai alam sebagai sumber segalanya.
Pemanfaatan sumber daya alam harus dilakukan
dengan sangat berhati-hati. Berdasarkan nilai
religius mereka percaya bahwa Tuhan
menciptakan alam dan seisinya untuk
kesejahteraan seluruh umat manusia. Manusia
sebagai makluk paling sempurna di alam ini
sudah sepatutnya menjaga alam ini.
Melestarikan alam bisa didasari dengan
kepercayaan bahwa Tuhan akan membalas dengan
ganjaran sesuai apa yang telah kita lakukan. Saat
manusia menjaga alamnya, alam juga akan
menjaga manusia. Bumi ini diciptakan oleh Tuhan
dengan sempurna dan lengkap, maka kita sebagai
sesama ciptaan Tuhan harus bisa menjaga dan
melestarikanya,salah satu caranya yaitu tidak
boleh menebang pohon sembarangan karena bisa
menyebabkan hutan menjadi gundul, penebangan
pohon harus dilakukan pada waktu tertentu,

103
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

kemudian dilakukan upacara penebangan pohon


sebagai salah satu adat untuk melestarikan alam.
Sedangkan, nilai gotong royong yang
berarti kerja sama untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Masyarakat yang menganut
kepercayaan budaya te aro neweak lako menggu-
nakan unsur kerja sama di mana semua pekerjaan
dilakukan secara bersama –sama agar cepat
terselesaikan. Banyak hal dari budaya te aro
neweak lako yang bisa menciptakan rasa kesatuan
dan persatuan di lingkungan masyarakat itu
sendiri.
Sejatinya alam juga dijadikan sebagai
tepat perlindungan, karena dari alamlah mereka
mampu bertahan hidup. Jika alam rusak, mereka
akan kesulitan mencari makanan dan juga mereka
akan kesulitan mencari tempat tinggal yang aman
dan tenang. Sistem pengamanan diri dan
lingkungan setiap suku itu berbeda-beda, sangat
bergantung pada kontur bumi yang mereka
pijak, mereka menyesuaikan rasa aman itu dengan
kondisi lingkungan di mana tempat mereka
berada dan kuasai.
Pemilihan lokasi permukiman dan tempat
berlindung sangatlah penting, beberapa suku
seperti suku Asmat masih memegang tradisi

104
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

perang suku. Mereka lebih memilih mendirikan


pemukiman di sepanjang tepian sungai yang lebar
dan dalam,berada di tengah hutan dan rawa yang
luas. Arus yang luas dan lumpur di tepi sungai
adalah tameng mereka untuk musuh yang
bermaksud menyerang.
Nilai-nilai budaya te aro neweak lako ini
dijadikan sebagai ciri khas kepercayaan
masyarakat Papua. Mereka sangat menghargai
alam karena mereka sangat membutuhkan dan
hidup berdampingan dengan alam. Belajar dari
budaya ini kita sebagai masyarakat dan makhluk
Tuhan yang paling sempurna di alam ini
hendaknya ikut serta dalam melestarikan
lingkungan. Budaya ini harus dipertahankan demi
kelangsungan hidup bersama, bukan hanya untuk
masyarakat di Papua tetapi untuk seluruh
masyarakat di Indonesia bahkan seluruh dunia.
Pelestarian alam harus dibangkitkan dan
diwujudkan di semua kalanganoleh setiap kaum
baik yang tua, muda, dan anak-anak.
Budaya te aro neweak lako harus
dipertahankan karena aset kepercayaan ini
dibangun untuk menjaga alam. Pengelolaan dan
pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan
menjadi isu yang penting karena permasalahan

105
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

mengancam kelangsungan hidup manusia dan


makluk hidup lainya. Berbagai upaya telah
dilakukan di seluruh tingkatan mulai dari
pemerintahan pusat sampai daerah. Masyarakat
memiliki hak dan kesempatan yang sama dan
seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam
kegiatan perlindungan dan pengelolaan alam.
Salah satu peran masyarakat adalah
mengembangkan dan menjaga budaya dan
kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Budaya ini harus dikembangkan guna
membentuk pola pikir masyarakat untuk
mempertahankan alam dan juga negeri kita
tercinta ini. Alam adalah aku,berarti aku adalah
alam. Jika, alam sedang sakit, berarti aku sedang
sakit pula. Oleh karena itu, budaya ini sangat baik
untuk ditanamkan di masyarakat Papua dan
bahkan harus ditanamkan di seluruh kalangan
masyarakat Indonesia. Cara agar budaya te aro
neweak lako ini tetap bertahan dan berkembang
bisa dilakukan dengan cara menerapkan sistem
pembelajaran tentang budaya muatan lokal agar
generasi muda pelajar dapat mempelajari dan
tidak melupakan sejarah-sejarah kepercayaan
tersebut, memberdayakan festival budaya agar

106
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

kepercayaan te aro neweak lako tetap dilestarikan


dengan cara mewujudkan media pelestarian
festival budaya agar nilai-nilai budaya tersebut
selalu dikenang.
Pemuda saat ini harus menjadi panutan
untuk mempertahankan dan mengembangkan
kebudayaan bangsa Indonesia. Salah satunya
ialah mempertahankan sistem kepercayaan te aro
neweak lako yang sudah tidak dikenal banyak
oleh masyarakat Indonesia khususnya Papua,
sebagai salah satu kultur kebudayaan yang
memiliki nilai-nilai luhur, maka generasi muda
harus mampu melindungi kebudayaan ini sebagai
aset bangsa.

Khotikah
1201418071
tikakhotikah16@students.unnes.ac.id
0822-2612-3045

107
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Filsafah Hidup Masyarakat Batak:


Hamoraon, Hagabeon, Hasangapon
(Mutiara Calista Yosevine Pasaribu)
Di setiap lingkungan masyarakat ada
sebuah budaya, turun-temurun mengalir
menghiasi ditambah menjadi identitas dari
masayrakat itu sendiri. Contohnya dalam
lingkungan masyarakat batak yang tak asing
dengan 3 filsafahnya yaitu 3H, yaitu Hamuraon,
Hagabeon, dan Hasangapon. 3 filsafah hidup
masyarakat batak ini seringkali digunakaan
menjadi kriteria utama yang ditetapkan pada saat
seorang perempuan mencari pasangan hidup.
Sudah menjadi tradisi dalam masyarakat batak,
turun-temurun memberitahukan kepada anak-
anaknya bahwa keberhasilan atau pencapaian
yang baik bagi orang batak adalah 3H.
Setiap orang tua mendidik anaknya
dengan mengajarkan bahwa hamuraon, hagabeon,
dan hasangapon ini adalah pencapaian yang harus
diraih didalam hidup. Maka 3H ini biasanya
dijadikan kriteria mutlak bagi wanita keturunan
batak untuk mencari pasangan hidupnya.
Arti dari 3 filsafah ini yaitu, Hamuraon
(memiliki banyak harta) yang berarti memiliki

108
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

kekayaan atau memiliki banyak harta,


Hasangapon (sangat dihormati) artinya memiliki
kehormatan atau kemuliaan, bisa diartikan juga
memiliki status sosial yang tinggi, dan terakhir
adalah Hagabeon (kesuburan) yang didefinisikan
memiliki keturunan atau beranak cucu. Ketiga hal
itu sering disingkat menjadi 3 (tolu)-H.
Dalam realisasi pencapaian tujuan,
masyarakat menetapkan 3H sebagai standar
hidupnya dan akan berjuang sekuat tenaga untuk
mencapainya. Memang tidak bisa dipungkiri
ketiga hal ini sangat penting bagi setiap orang,
bukan hanya bagi masyarakat batak saja.Tidak
menutup kemungkinan 3H bukan hanya menjadi
patokan bagi masyarakat batak, melainkan juga
bagi masyarakat luas, karena unsur 3H ini
mengandung nilai-nilai yang memang perlu
dicapai untuk mencapai kesejahteraan didalam
hidup.
Berbagai usaha dilakukan untuk
mencapai 3H tersebut, bekerja keras menuntut
ilmu agar bisa mamora (kaya). Maka masyarakat
batak menjadi seorang petarung, berjuang keras
untuk mencapai hamuraon, dan menjadi kaya
secara finansial dan material. Masyarakat batak
tidak akan segan-segan pergi meninggalkan

109
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

kampung halaman untuk mencari kekayaan


material. Berjuang dengan modal yang ia punya di
tanah perantauan, untuk bisa mencapai pedoman
yang ia yakini tersebut, merantau keseluruh
penjuru dunia pun jadi.
Fakta bahwa 3 filsafat hidup ini masih
dijadikan pedoman hidup terbukti dari nasihat-
nasihat orang tua kepada anaknya terutama untuk
anak laki-laki yang ingin menikah masih
didengungkan. Filsafat ini sendiri mengandung
nilai-nilai luhur dan mulia sebab tujuan yang
sebenarnya, memacu masyarakat batak untuk
lebih bekerja keras, berjuang lebih gigih, menjadi
pribadi lebih baik, dan mempunyai pengharapan
dalam hidup akan masa depan. Ketika seseorang
dapat memenuhi kriteria 3H ini, biasanya mereka
akan disanjung oleh orang-orang di lingkungan
tempat mereka berada maupun oleh kerabat-
kerabat mereka. Maka dari itu, tak sedikit juga
yang menjadikan 3H menjadi salah artian.
Sebuah pencapaian ini seharusnya
digunakan menjadi pedoman hidup agar dapat
menjadi pribadi yang mempunyai masa depan
yang baik, tetapi kebanyakan orang, mereka
bekerja dan berusaha keras untuk mencapai

110
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

filsafah tersebut dengan tujuan untuk pamer dan


menjadi yang teratas diantara yang lain.

Mutiara Calista Yosevine Pasaribu


2311418021
08989994982

111
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Syukuran di Daerah Jawa Tengah


(Yoga Bayu Pamungkas)
Tradisi Syukuran atau Slametan adalah
sebuah budaya atau adat istiadat yang telah ada di
Indonesia dari zaman dahulu kala. Tradisi
slametan ini telah di kenal dan berkembang di
masyarakat luas, khususnya masyarakat didaerah
Jawa Tengah. Budaya atau tradisi ini sudah berada
di pulau jawa sejak ratusan tahun lalu sebelum
islam datang. Slametan adalah suatu acara
syukuran bersama keluarga, saudara, ataupun
dengan tetangga. Secara tradisional acara ini
dimulai dengan doa bersama duduk bersila di atas

tikar, kemudian melingkari atau duduk satu baris


lurus di depan nasi tumpeng. Slametan berasal
bahasa Arab yaitu Salamah dan kata slamet yang

112
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

berarti bahagia dan selamat, kata selamat dapat


dimaknai sebagai keadaan yang terhindar dari
malapetaka atau hal-hal yang tidak diinginkan.
Sumber:
https://upload.wikimedia.org/wikipedia
/commons/2/2f/COLLECTIE_TROPENMUSEU
M_
Upacara slametan juga dapat dikatakan
sebagai salah satu tradisi yang diyakini dan
dianggap dapat menjauhkan kita dari mala petaka.
Di setiap tempat atau daerah pasti nama dan tata
cara slametan berbeda-beda mungkin juga ada
yang sama. Dalam buku Ensiklopedi Kebudayaan
Jawa, kata slametan berarti upacara berbagi arau
sedekah makanan dan doa bersama. Slametan
bertujuan untuk meminta ketentraman dan
keselamatan bagi keluarga yang menyeleng-
garakan upacara slametan tersebut.
Menurut Hildred Geertz slametan ini
dipraktikan oleh dua aliran kaum islam yaitu
kaum Islam Abangan dan kaum Islam Putihan.
Untuk kaum Islam Abangan praktik slametan ini
dapat diterima sepenuhnya, sedangkan kaum
Islam Putih tidak sepenuhnya menerimanya

113
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

asalkan unsur-unsur syirik seperti memohon


kepada dewa dan roh dibuang atau dihilangkan.
Bagi kaum Islam Putihan atau kaum
santri, slametan adalah upacara doa bersama
dengan dipimpin oleh kyai atau modin kemudian
diteruskan dengan makan bersama sekadarnya.
Tujuan dari slametan tersebut bagi kaum santri
adalah untuk mendapatkan keselamatan dan
perlindungan dari Allah SWT. Slametan ini
dilakukan untuk hampir semua kejadian atau
peristiwa termasuk kelahiran seorang anak,
kematian seseorang, pernikahan, pindah rumah,
dan sebagainya.
Slametan memiliki bukti sejarah yang
banyak diyakini oleh masyarakat. Tradisi slametan
adalah tradisi dari agama hindu dan ajaran nenek
moyang. Dalam litab Weda desebut 200 kali
diantaranya kitab Manawa Dharma Sastra Weda
Smerti hal 99, 192, 193, kitab Panca Yadnya hal 26,
Bagawatgita hal 5 no 39. Mengatakan bahwa
upacara slametan adalah upacara untuk
memperingati hari kematian orang jawa hari ke 1,
7, 40, 100, dan 1000. Kitab tersebut juga berisi
berkaitab dengan kelahiran, hajatan pindahan,
pindah rumah, pernikahan, dan lain sebagainya.

114
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Namun lambat laun tradisi slametan ini


adalah akar budaya orang jawa dan ajaran hindu
tersebut. Sekarang identik dengan ajaran islam,
bahkan banyak orang yang mengatakan slametan
adalah milik orang islam. Meskipun ada banyak
perbedaan dan dalil yang kuat antara kedua
agama tersebut yaitu agama islam dan agama
hindu.
Tradisi Slametan sering kali menimbulkan
pertentangan dalam masyarakat Jawa Tengah, ada
banyak yang tidak sepakat tradisi ini dijalankan
oleh orang islam, namun ada juga yang
memperbolehkan. Slametan diadakan oleh umat
islam khusunya orang islam kejawen atau
biasanya disebut dengan islam abangan dan islam
penganut ajaran Wali Songo.
Kegiatan slametan menjadi tradisi hampir
di seluruh daerah Jawa Tengah. Ada yang
menyakini bahwa slametan merupakan kegiatan

115
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

wajib dan jika dilanggar akan mendapatkan


kecelakaan atau ketidakberkahan. Sehingga
slametan bisa diartikan sebagai kegiatan-kegiatan
masyarakat jawa tengah sebagai kegiatan spiritual
dan memohon perlindungan kepada Allah SWT.
Sumber:
http://1.bp.blogspot.com/SiaMlO0zMZ8
/UuCNIIe4SDI/AAAAAAAAACU/5iQHM75xeB
Q/s1600/IMG-20140103-02966.jpg
Didalam Slametan pasti kan ada
makanannya dan makanan itu memiliki berbagai
arti serta makna. Nasi, lauk pauk, dan sayuran ada
banyak artinya dan dijadikan patokan bagi
masyarakat jawa tengah. Pertama adalah nasi,

116
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

bentuk nasi memang sengaja di kerucutkan karena


diharapkan bahwa kehidupan itu semakin tinggi
dan semakin sulit. Kedua ayam utuh atau ayam
ingkung yang merupakan simbol ketenangan hati
karena ayam ingkung ini menjadi simbol
menyembah Tuhan.
Menu lainnya ada ikan asin,
melambangkan bahwa makhluk ini merupakan
makhluk yang lemah dan kecil, jadi kita harus
saling bekerja sama dan menjaga kerukunan.
Tidak hanya ayam, disitu pun ada telur rebus, hal
ini mengungkapkan bahwa kehidupan harus
direncakan terlebih dahulu secara matang.
Didalam makanan slametan juga terdapat berbagai
jenis sayuran. Salah satunya ada kacang panjang,
sayur ini mempunyai makna bahwa manusia
harus mempunyai visi jangka panjang. Untuk
taoge melambangkan krearivitas tanpa batas.
Bahkan cabe juga mempunyai sebuah makna
sebagai sumber penerangan dan teladan.
Jangan lupa dengan salah satu lauk kita
sehari-hari yaitu tahu dan tempe yang
melambangkan kesederhanaan. Tidak lengkap
dalam sebuah slametan mkanannya tidak ada
sayur urap. Sayurain ini dimaknai setiap orang
harus mampu menafkahi keluarganya. Selain

117
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

urapan, sayuran juga dilengkapi bawang merah


dan bawang putih goreng yang melambangkan
bahwa sesuatu harus dipikirkan secara matang.
Ternyata nasi tumpeng slametan ini sangat gurih
dan nikmat, apalagi bila disantap bersama-sama
sembari bercengkrama.

Yoga Bayu Pamungkas


5201418033
yogasumbo@gmail.com
089649041017

118
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Bedhaya Ketawang Tari dari Kasunanan


Surakarta
(Muhammad Iksanudin)
Tari Bedhaya Ketawang atau dalam
Bahasa Jawa disebut Tari Bedhaya Ketawang
adalah sebuah tarian kebesaran yang hanya
dipertunjukkan ketika penobatan serta Tingalan
dalem Jumenengan Sunan Surakarta yaitu upacara
peringatan kenaikan tahta raja. Nama Bedhaya
Ketawang berasal dari kata bedhaya yang berarti
penari wanita di istana. Lalu ketawang artinya
langit, identik dengan sesuatu yang tinggi,
kemuliaan, juga keluhuran. Tari Bedhaya
Ketawang menjadi tarian sakral yang suci karena
menyangkut Ketuhanan, dimana segala sesuatu
tidak akan terjadi tanpa kehendak Tuhan Yang
Maha Esa.
Bedhaya Ketawang merupakan tarian
keraton yang mempunyai kedudukan lebih tinggi
jika dibandingkan dengan tarian keraton yang lain
seperti tari srimpi atau tari edan-edanan. Tarian
pusaka ini sudah ada sejak raja Mataram yang
pertama, yaitu Panembahan Senopati tapi mulai
terbentuk secara nyata pada masa Sultan Agung.

119
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Menurut pada tahun 1920, tarian sakral


ini mengalami perubahan yang cukup berarti,
yakni jika sebelumnya tarian ini hanya boleh
disaksikan oleh raja dan kerabatnya, maka setelah
tahun ini tarian sakral Bedhaya Ketawang lebih
bersifat terbuka karena raja memperbolehkan
orang dari luar keraton untuk turut menyaksikan,
tentunya atas izin pihak keraton. Keraton lebih
bersifat terbuka yang secara otomatis akan
membawa pengaruh terhadap segala sesuatu yang
berada di dalam keraton termasuk tari Bedhaya
Ketawang.
Menurut Haryani (2007:32) sejarahnya
tarian Bedhaya Ketawang ini bermula ketika,
Sultan Agung Hanyakrakusuma yang memerintah
Kesultanan Mataram dari tahun 1613-1645, sedang
melakukan laku ritual semedi atau bertapa. Lalu,
dalam keheningan saat semedi tersebut sang raja
mendengar suara tetembangan atau senandung
dari arah tawang atau langit.
Sultan Agung merasa terkesima dengan
senandung tersebut. Begitu selesai bertapa, Sultan
Agung lalu memanggil empat orang pengiringnya
yaitu Panembahan Purbaya, Kyai Panjang Mas,
Pangeran Karang Gayam II, dan Tumenggung
Alap-Alap. Sultan Agung mengutarakan kesaksian

120
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

batinnya pada mereka berempat. Karena


mendapat ilhami dari pengalaman gaib yang ia
rasakan, Sultan Agung kemudian tarian bernama
Bedhaya Ketawang yang ia ciptanan sendiri.
Setiap tari Bedhaya ketawang akan
diadakan, baik pada saat Tingaladalem
Jumenengan atau latihan, sesaji akan selalu
diberikan kepada Kanjeng Ratu oleh para penari.
Kehidupan keagamaan dikalangan keraton selain
percaya dan menghubungkan sesuatu dengan
Yang Maha Kuasa atau Tuhan, mereka masih
percaya dengan adanya mahluk-mahluk halus
penjelmaan nenek moyang yang sudah meninggal,
adanya roh-roh penjaga (bahureksa), adanya setan,
hantu atau kekuatan kekuatan gaib dalam alam
semesta.
Tari Bedhaya Ketawang yang punya sifat
magis dan religius biasanya diperagakan oleh
kaum putri yang berjumlah 7 atau 9 orang. Penari
Bedhaya Ketawang adalah abdi dalem, yaitu para
penari keputren yang telah dibina sejak umur
kurang lebih 12 tahun, sesudah remaja atau sudah
dianggap mampu untuk menarikan tari bedhaya,
mereka akan diambil untuk dijadikan penari
keraton jika raja berkenan. Kehidupan para penari

121
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

ditanggung oleh keraton. Selanjutnya yaitu suci


secara batiniah.
Kesembilan penari tersebut memiliki
posisi masing-masing dan merupakan suatu
simbol. Penari pertama disebut Batak yang
disimbolkan sebagai pikiran dan jiwa. Penari ke
dua disimbolkan sebagai nafsu atau keinginan hati
yang disebut Endhel Ajeg. Penari ketiga
disimbolkan sebagai tungkai kanan disebut Endhel
Weton. Penari keempat disimbolkan sebagai
lengan kanan yang disebut Apit Ngarep. Lengan
kiri disimbolkan oleh penari kelima disebut Apit
Mburi. Penari keenam menyimbolkan tungkai kiri
yang disebut Apit Meneg. Penari ketujuh
disimbolkan sebagai leher yang disebut Gulu.
Penari kedelapan disebut Dhada yang
menyimbolkan badan. Penari kesembilan
menyimbolkan organ seksual yang disebut Buncit.
Menurut Haryani (2007:32) para penari
lama kelamaan menjadi lebih sedikit dari kerabat
keraton dan dikhawatirkan tidak ada generasi
penerus untuk melestarikan tari Bedhaya
ketawang. Gadis diluar keraton akan memiliki
suatu kebanggaan tersendiri jika memiliki
kemampuan menari dan memperoleh kesempatan
belajar menari di keraton lalu memiliki

122
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

kesempatan untuk menarikan tari Bedhaya


ketawang. Proses belajar menari di keraton dengan
melalui serangkaian kegiatan dengan tujuan
mencari generasi penerus penari Bedhaya
Ketawang melibatkan komponen-komponen yaitu
pelaku, belajar menari, materi dan seleksi.
Penari adalah objek ajar atau orang yang
berpotensi dalam bidang seni tari. Para penari ini
mempunyai latar belakang dan status sosial yang
berbeda. Meskipun demikian kondisi mereka
dianggap nol oleh para pelatih ,dalam arti mereka
belum pernah belajar menari. Hal ini dikarenakan
materi tari yang diberikan khusus jenis tari klasik
terdapat patokan gerak yang harus dilakukan
dengan benar. Untuk mempermudah mengeva-
luasi para penari, pelatih membedakan sebutan
untuk para penari sesuai dengan tahap latihan
yang harus dilalui.
1. Penari Magang. Berjumlah tigapuluh enam
yang semua berdomisili di Surakarta dan
tidak ada yang berkerabat dengan keraton.
2. Penari Anggara Kasih. Berjumlah lima orang
yaitu penari magang yang terpilih dan
mendapat izin menari Bedhaya ketawang
Pada latihan hari Anggara Kasih atau Selasa
Kliwon.

123
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

3. Abdi Dalem Bedhaya. Yaitu penari yang


terpilih menampilakn tari Bedhaya ketawang
pada latihan Anggara Kasih. Abdi Dalem
Bedhaya setiap Jumenengan berjumlah
sembilan penari, tidak menutup kemungkinan
terpilih satu diantara lima penari Anggara
Kasih.
Proses belajar menari dilaksanakan
melalui empat tahap, yaitu pra latihan, latihan
pawiyatan, latihan Anggara Kasih kemudian
latihan menjelang Jumenengan raja. Pra latihan
diawali dengan calon penari yang akan berlatih
melakukan pendekatan dengan pelatih tari atau
penari-penari yang terlebih dulu belajar tari.
Pawiyatan adalah nama untuk latihan
menari di keraton dengan tujuan utamanya
mencari generasi penerus penari Bedhaya
Ketawang sekaligus melestarikan tradisi budaya
keraton khususnya seni tari. Penari yang
melakukan latihan pawiyatan ini disebut penari
magang, Penari magang yang telah lolos seleksi
diijinkan mengikuti latihan Anggara Kasih.

124
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Muhammad Iksanudin
5201418034
iksanapikbgt@gmail.com
082393437232

125
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Upacara Adat Kasada Suku Tengger


Probolinggo
(Yusuf Adinata Kusuma)
Pengertian Upacara Kasada adalah
upacara yang agama Hindu yang dilaksanakan
oleh suku Tengger, tetapi tidak dilakukan oleh
pemeluk agama Hindu yang lain.
Upacara Kasada merupakan suatu ritual
yang bertujuan untuk meminta pengampunan dari
Brahma. Pada upacara ini, masyarakat Suku
Tengger memberikan pengorbanan yang telah
disiapkan kemudian membuang pengorbanannya
ke kawah Gunung Tengger. Pengorbanan yang
dimaksud bisa berupa makanan, uang, dan
pakaian. Pada zaman dahulu ketika belum
mengenal pengorbanan dalam bentuk barang,
dimungkinkan orang Tengger melakukan
pengorbanan dalam bentuk manusia.
Upacara Kasada sudah digelar sejak
zaman kerajaan Majapahit. Suku Tengger diyakini
merupakan keturunan Rara Anteng (putri Raja
Majapahit) dan Jaka Seger (putra Brahmana),
sehingga penggabungan dua nama tersebut
menjadi asal mula nama suku ini.

126
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Asal mula upacara Kasada tidak lepas


dari kehidupan keluarga Rara Anteng dan Jaka
Seger. Setelah menikah bertahun-tahun, mereka
belum dikaruniai anak. Sehingga Rara Anteng
dan Jaka Seger memutuskan bertapa di Gunung
Bromo untuk memohon supaya diberikan
keturunan.
Pada saat pertapaan tersebut, mereka
diberikan pertanda bahwa keinginan mereka
untuk memiliki keturunan akan dikabulkan,
namundengan syarat anak bungsu mereka harus
dikorbankan ke kawah Gunung Bromo. Kemudian
Rara Anteng dan Jaka Seger menyetujui syarat
tersebut dan kemudian mereka dikaruniai 25
orang anak, dengan Kesuma sebagai si bungsu.
Tahun demi tahun telah mereka lalui,
syarat yang mereka janjikan untuk mengorbankan
anak bungsu ke kawah Gunung Bromo pun
ditagih. tetapi mereka tidak tega oleh karena itu
terjadi malapetaka dan membuat bumi gelap
gulita, setelah Kesuma tahu janji yang diucap oleh
kedua orang tuanya, Kesuma si anak bungsu pun
bersedia menjadi korbankan demi menyelamatkan
negeri sehingga dunia tidak terjadi malapetaka
lagi.

127
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Untuk menghormati pengorbanan


tersebut, warga Suku Tengger setiap tahunnya
melakukan Upacara Kasada dengan memberikan
sesaji ke Kawah Bromo. Masyarakat Suku Tengger
dikenal sangat taat kepada adat, sehingga bukan
menjadi hal yang asing bagi mereka jika Upacara
Kasada ini tetap dilestarikan sampai sekarang.
Upacara Kasada membawa banyak
manfaat bagi masyarakat Suku Tengger. Selain
sebagai ajang meminta keselamatan, Upacara
Kasada tersebut juga mampu menarik perhatian
wisatawan untuk datang menyaksikannya
pelaksanaan upacara tersebut.
Ada tiga tempat penting yang digunakan
dalam prosesi perayaan Kasada yaitu rumah
dukun adat, pura Poten Luhur dan
kawah Gunung Bromo. Upacara Kasada ini
biasanya dilaksanakan mulai dari tengah malam
hingga dini hari, untuk melaksanakan perayaan
ini, biasanya
dilakukan
persiapan sejak
pukul 00.00 yang
dimulai dengan
bergerak mulai
dari depan rumah

128
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

dukun adat menuju Pura Luhur Poten yang


diperkirakan sampai disana sekitar pukul 04.00.
Sebelum upacara dilakukan biasanya
dukun pandita terlebih dahulu melakukan
semeninga atau persiapan untuk Upacara Kasada
yang bertujuan memberitahukan para Dewa
bahwa ritual siao dilaksanakan. Ketika sudah
sampai di Pura Luhur Poten, biasanya dukun
pandita melakukan semeninga kembali. Ritual
Kasada dilakukan dengan menempuh perjalanan
dari Pura Luhur Poten menuju kawah Gunung
Bromo.
Ritual Kasada dimaknai berbeda-beda
oleh setiap kalangan. Pemaknaan ritual Kasada
juga tergantung dari sudut pandang
pemaknaannya. Ritual Kasada dimaknai sebagai
peneguhan kosmologi komunitas Tengger,
bahwa Gunung Bromo merupakan pusat dunia.
Hal ini terungkap pada zaman dahulu
pembangunan rumah maupun sanggar
menghadap ke arah Gunung Bromo. Ritual Kasada
dimaknai sebagai identitas komunitas Tengger
sebagai keturunan Majapahit.
Pada zaman sekarang yang
mengikuti upacara Kasada tidak hanya suku
Tengger yang beragama Hindu saja namun juga

129
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

warga Tengger yang beragama Islam maupun


Kristen yang sudah keluar daerah datang dan
berkumpul kembali untuk menyaksikan atau turut
serta melakukan upacara tersebut.

Yusuf Adinata Kusuma


5201418035
yusufadinata04@gmail.com
0895416026635

130
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Tradisi Nyadran Masyarakat Dusun


Deles, Kab. Kendal
(Robi Arila Pasya)
Nyadran berasal dari bahasa Sansekerta,
sraddha yang artinya keyakinan. Secara umum,
Nyadran yaitu tradisi masyarakat Jawa yang
pelaksanaanya dilakukan dengan membersihkan
makam. Kata sadran dalam bahasa Jawa berarti
ruwah sya’ban. Nyadran merupakan salah satu
bentuk alkuturasi Islam dengan kebudayaan Jawa.
Tradisi Nyadran merupakan tradisi yang sudah
dikenal oleh semua masyarakat terutama
masyarakat Jawa. Nyadran adalah perekat
hubungan manusia dengan manusia dan manusia
dengan Tuhan.
Perilaku mengunjungi makam saat
Nyadran cukup penting bagi masyarakat Jawa.
Selain sebagai tradisi membersihkan diri dan
mendekatkan diri pada Tuhan, nyadran juga
sebagai wujud syukur warga atas hasil panen.
Nyadran biasanya juga dilakukan dengan
mengunjungi makam yang dilakukan sebelum
mengadakan salah satu upacara lingkaran hidup
dalam keluarga atau upacara yang berhubungan
dengan hari besar Islam.

131
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Masuknya agama Islam ke Tanah Jawa,


mengakibatkan terjadinya akulturasi budaya Jawa
dan Islam yang masih berlaku sampai sekarang.
Dalam penyebaran agama Islam ke tengah-tengah
masyarakat yang sudah memeluk suatu ajaran
tanpa melalui pemaksaan kehendak, apalagi
pertumpahan darah, akulturasi budaya tersebut
adalah bukti strategi jitu para sunan ‘Wali songo’
terutama Sunan Kalijaga
Cara damai untuk menyebarkan ajaran
agama Islam dipilih oleh Sunan Kalijaga walaupun
Ia terkenal sakti mandraguna. Kedalaman berfikir
dan kematangan ilmunya yang sangat luar biasa
terlihat dari pemilihan strategi tadi. Agar
masyarakat yang sudah lama memeluk salah satu
agama tersebut dapat menerima ajaran agama
Islam secara sukarela, Sunan Kalijaga
memasukkan ajaran Islam melalui upacara-
upacara ritual yang dilaksanakan masyarakat,
termasuk upacara Sraddha.
Upacara Sraddha (Nyadran) dikemas oleh
Sunan Kalijaga dalam nuansa islami yang
dijatuhkan setiap bulan Ruwah sebelum bulan
Puasa. Kegiatan Nyadran bukan lagi untuk
mengenang wafatnya Tribhuwana Tungga Dewi,
tetapi lebih bersifat acara silaturahmi yang diisi

132
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

kegiatan bersih-bersih makam, kenduri dengan


doa-doa islami dan tausyiah.
Ketika Nyadran, biasanya dilakukan
pembersihan makam dan ditaburi bunga (nyekar)
yang kemudian dibacakan doa sambil membakar
dupa. Biasanya, ketika menjelang puasa tepatnya
sehari sebelum puasa Ramadhan merupakan
waktu dimana masyarakat mengadakan tradisi
Nyadran. Namun ada juga masyarakat yang
melakukan tradisi Nyadran di lain waktu.
Di dusun Deles (Desa Kedungboto,
Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal),
tradisi Nyadran terdiri dari beberapa macam dan
pelaksanaannya sebagai berikut :

Kadesa ( Nyadran Desa )


Yaitu sebuah upacara untuk
memperingati hari jadi suatu desa, selain itu
Nyadran ini juga sebagai wujud syukur
masyarakat terhadap Tuhan atas segala nikmat
yang ada di dusun Deles tersebut. Biasanya terdiri
dari beberapa acara seperti arak–arakan,
penampilan pentas seni kebudayaan lokal, dan
pastinya mengadakan doa bersama.

133
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Nyadran Kali
Upacara berupa wujud syukur
masyarakat dusun Deles terhadap nikmat dan
limpahan air yang diberikan Tuhan. Upacara
nyadran ini juga bertujuan untuk berdoa bersama
agar air yang mengalir ke daerah tersebut tetap
lancer dab berkah. Nyadran kali ini dilakukan di
tempat dimana terdapat sumber mata air yang
dapat mengairi suatu daerah, dan waktu
pelaksanaannya itu sekali dalam setahun dengan
acuan hitungan tanggalan Jawa.

https://Kariswisatasemarang.blogspot.co
m/2015/02/festival-nyadran-kali-wisata-desa-
kandri

134
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Ruwahan
Kegiatan nyadran dilakukan dengan
ziarah ke makam-makam leluhur atau orang besar
(para tokoh) yang berpengaruh dalam menyiarkan
agama Islam pada masa lalu. Masyarakat di satu
daerah memiliki lokasi ziarah masing-masing.
Biasanya pada tanggal 15, 20 atau 23 Ruwah atau
Sya’ban merupakan waktu pelaksanaan nyadran.
Pemilihan tanggal nyadran berdasar paham
mudhunan dan munggahan, dan berdasar
kesepakatan masyarakat.

Makna Nyadran dan Pelestariannya Bagi


Masyarakat Deles
Tradisi yang hingga saat ini masih
berlangsung di masyarakat dusun Deles itu
mempunyai makna simbolis, hubungan diri
dengan dengan sesame manusia, dengan leluhur
dan tentu saja dengan Tuhan. Meski penduduk
desa ini telah mengenal peradaban kota dan dunia
modern, tetapi mereka tetap menjaga eksistensi
budaya yang ada. Salah satu buktinya adalah
Nyadran. Nyadran adalah sebuah perayaan yang
dilakukan oleh penduduk, biasanya di desa, setiap
menjelang bulan ramadhan, tetapi kadang ada

135
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

pula yang dilakukan di bulan lain. Jadi, upacara


adat ini sangat berkaitan dengan warisan budaya
Islam.

Robi Arila Pasya


5201418036
robyarila@gmail.com
085218414264

136
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Yaqowiyu Budaya Sebaran Kue Apem di


Klaten
(Wahyu Danang Eko Saputro)
Yaqowiyu (sebaran kue apem) ialah
kearifan lokal yang berada di kecamatan Jatinom,
Kabupaten Klaten yang nantinya kue apem
tersebut akan diperebutkan oleh masyarakat
sekitar. Budaya yoqowiyu merupakan budaya
turun-temurun yang sudah dimulai sejak lama,
lebih tepatnya pada tahun 1600 Masehi. Budaya ini
ialah serangkaian festival yang rutin diadakan
setiap setahun sekali tepatnya pada bulan safar
(bulan pada penanggalan kalender jawa) atau
bulan ke-2 tahun Hijriyah. Asal mula budaya ini
sendiri dahulunya bukan merupakan budaya asli
dari daerah itu melainkan dari seorang ulama
Kerajaan Majapahit dahulu kala.
Alkisah pada tahun 1600 Masehi, Ki
Ageng Gribig adalah ulama pada zaman Kerajan
Majapahit yang konon masih merupakan
keturunan dari Brawijaya V yang merupakan raja
terakhir dari Kerajaan Majapahit, ia juga berperan
sangat penting dalam penyebaran agam islam di
wilayah Klaten dan sekitarnya. Pada tahun 1600
Masehi Ki Ageng Gribig sedang melakukan
perjalanan ke tanah suci Mekkah untuk

137
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

melakukan ibadah naik haji. Selepas pulang dari


tanah suci Mekkah Ki Ageng Gribig membagikan
kue sebagai buah tangan di Jatinom, Klaten.
Karena kue yang ia bagikan tidak mencukupi
maka ia pun meminta sang istri untuk
membuatkan kue tersebut. Nyi Ageng Gribig
membuatkan kue apem untuk murid dan
masyarakat sekitar yang ingin meminta kue apem
tersebut.
Kue apem tersebut merupakan
perwujudan rasa syukur dari Ki Ageng Gribig
selepas pulang dari tanah suci mekkah. Sedangkan
kata kue apem sendiri berasal dari bahasa arab
“affan” yang berarti kata maaf. Tidak hanya
membagikan kue apem, Ki Ageng Gribig juga
melakukan pengajian untuk murid-muridnya dan
masyarakat sekitar. Penamaan yaqowiyu sendiri
bermula dari bacaan terakhir dari pengajian itu
sendiri yang berbunyi “Ya qowiyu Yaa Assis
qowina wal muslimin, Ya qowiyyu warsuqna wal
muslimin”, dengan tujuan untuk memohon
kekuatan terhadap kaum muslimin. Dari situlah
tradisi sebaran apem menjadi budaya yang rutin
dilaksanakan setahun sekali di Jatinom, Klaten.
Nantinya kue apem tersebut akan ditata
membentuk sebuah gunungan. Di kalangan

138
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

masyarakat Jatinom sendiri mengenal 2 jenis


gunungan yakni gunungan wadon (perempuan)
dan gunungan lanang (laki-laki), yang
membedakan kedua gunungan tersebut ialah pada
bentuknya. Gunungan wadon bentuknya lebih
pendek dan bulat, sedangkan gunungan lanang
bentuknya lebih tinggi dan di bagian bawah
terdapat kepala macan putih dan ular. Konon
kedua hewan tersebut merupakan hewan favorit
Ki Ageng Gribig.
Dalam penyusunan gunungan kue apem
pun tidak boleh sembarangan ada aturanya, kue
apem disusun menurun seperti sate 4-2-4-4-3.
Penyusunan tersebut memiliki arti, nilai tersebut
jika dijumlahkan maka berjumlah 17 yang
mewakili jumlah rakaat setiap harinya, sedangkan
angkanya sendiri melambangkan jumlah rakaat
pada masing–masing sholat yakni isya, subuh,
zuhur, ashar, dan magrib.
Dalam susunan itu tidak hanya terdapat
kue apem saja melainkan terdapat hasil bumi
lainya seperti, kacang panjang, tomat, cabai,
wortel, dan lain-lainya yang melambangkan
bahwa masyarakat sekitar hidup dari hasil
pertanian dan merupakan perwujudan rasa
syukur dari masyarakat sekitar akan hasil panen

139
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

yang melimpah. Di atas gunungan lanang dan


wadon terdapat sebuah mustaka (seperti mustaka
di masjid) yang di dalamnya berisi kue apem.
Masyarakat percaya bahwa apabila tiba saatnya
kue apem tersebut disebar, dan ada orang yang
bisa mendapatkan mustika yang berada pada
posisi paling atas gunungan, maka orang yang
mendapatkan mustika tersebut akan mendapatkan
berkah dan keberuntungan yang sangat besar.

(Warga menata kue apam untuk gunungan apam.


|Aloysius Jarot /ANTARA FOTO)
Kue apem dalam gunungan tersebut
nantinya akan diperebutkan oleh pengunjung dan
masyarakat sekitar, tak tanggung-tanggung

140
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

jumlah kue apem dalam setiap gunungan


mencapai ribuan kue. Yang nantinya gunungan
tersebut akan diarak menuju makam Ki Ageng
Gribig selepas sholat jum’at. Pengunjung yang
datang untuk memperebutkan gunungan kue
apem dan hasil bumi lainya, tidak hanya dari
masyarakat sekitar tapi ada juga yang berasal dari
luar kota bahkan luar Pulau Jawa.
Masyarakat yang ikut berebut gunungan
di dominasi oleh orang tua dan mereka
memperebutkan kue apem tersebut dengan
berbagai macam cara ada yang memakai sarung,
payung, tas, bahkan ada yang membawa karung
yang besar dengan tujuan supaya mereka bisa
mendapatkan kue apem yang banyak dikarenakan
mereka percaya bahwa apabila mereka bisa
mendapatkan kue apem yang ada di gunungan
tersebut maka mereka akan mendapatkan berkah
yang banyak.
Mereka rela berdesak-desakan dan panas-
panasan hanya untuk berebut kue apem tersebut.
Padahal dari panitia sendiri setiap tahunya
mengalokasikan 4,5 ton kue apem yang akan
disebar dan diperebutkan oleh para pengunjung.
Sebelum apem disebar, penyelenggara
menghimbau agar ribuan pengunjung tertib dan

141
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

mewaspadai keamanan, tak lupa mengingatkan


makna dari upacara ini.
Dengan adanya acara festival budaya
yaqowiyu tersebut masyarakat bisa lebih
memaknai agama islam dengan budaya. Setelah
acara sebar kue apem selesai biasanya masyarakat
berziarah ke makam Ki Ageng Gribig yang tidak
jauh dari lokasi sebar kue apem tersebut, untuk
sekedar mengingat dan menghormati jasa beliau
dalam menyebarkan agama islam.
Warga sekitar sudah paham betul makna
dan filosofi yang terkandung dalam budaya
yaqowiyu tersebut sehingga warga sudah merasa
hadarbeni tradisi yaqowiyu (terbiasa melakukan
tradisi yaqowiyu). Tanpa disuruh pun warga
sekitar setiap tahunnya sudah tanggap, dan pada
pertengahan bulan sapar mereka pasti
menyumbangkan kue apem secara sukarela.
Hingga kini tradisi yaqowiyu masih
dilaksanakan sebagai bentuk penghormatan pada
Ki Ageng Gribig yang telah berjasa dalam
penyebaran agama islam di wilayah Klaten dan
sekitarnya.

142
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Kesimpulan dari budaya ini adalah untuk


menghargai jasa para ulama terdahulu yang telah
membantu dan berjasa dalam penyebaran agama
islam khususnya daerah klaten dan sekitarnya.

Wahyu Danang Eko Saputro


5201418037
danangsaputra190520@gmail.com
089659644980

143
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Tari Saman(Kesenian Khas Suku Gayo,


Aceh)
(Ihza Risqi Nurfaozi)
Diantara ragamnya seni tari adat di
Indonesia, tari Saman merupakan salah satu dari
sekian banyak tari adat yang tergolong unik.
Keunikan tari Saman tidak hanya nampak dari
pola gerakan para penarinya saja, melainkan juga
pada keharmonisan paduan suara dan lagu yang
mengiringinya. Keunikan ini yang mewujudkan
tari asal Aceh ini menjadi sungguh-sungguh
populer, tidak hanya di dalam negeri melainkan
juga di mancanegara, akhirnya kebudayaan ini
ditetapkan oleh UNESCO sebagai kultur warisan
Indonesia yang berasal dari Aceh. Tarian ini
ditetapkan pada sidang ke-6 komite antar
pemerintah atas perlindungan warisan kultur
tidak benda UNESCO di Bali, tepatnya pada
tanggal 24 November 2011.

144
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Pada sejarahnya tarian Saman hanyalah


permainan rakyat Aceh yang bernama Pok Ane,
kemudian datanglah kebudayaan Islam yang
masuk pada abad ke-14 yang dibawa oleh seorang
ulama bernama Syekh Saman. Sehingga dua kultur
agama Islam dan kebudayaan suku Hayo pun
saling berakulturasi di tanah Gayo. Akibatnya
terjadi perubahan pada kultur tari Pok Ane, mulai

Gambar 1
http://m.brilio.net/amp/news/di-aceh-gayo-
setiap-lelaki-wajib-bisa-tari-saman-tari-
saman-1505279.html

145
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

dari lagu pengiring permainan Pok Ane, gerakan


tepuk tangan serta perubahan tempat duduknya
yang semulanya cuma bersifat sebagai komplemen
sekarang menjadi suatu format lagu dengan syair
yang penuh dengan makna dan mengesakan
Allah. Pada umumnya tari Saman ditampilkan
tanpa menerapkan iring-iringan dari alat musik,
melainkan menerapkan suara dari para penari
Saman serta tepukan tangan mereka yang
dikombinasi dengan memukul bagian dada serta
pangkal paha dan mengempaskan badan ke
berbagai arah sebagai format sinkronisasi gerakan.
Tari Saman lazimnya digelar dikala ada
acara-acara adat atau peristiwa penting
berhubungan dengan kebudayaan setempat. Syair
yang digunakan dalam tarian ini menerapkan
bahasa Gayo itu sendiri. Disamping itu, tarian
Saman juga ditampilkan dikala ada acara perayaan
kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Disisi lain tari Saman juga menjadi media
guna menyampaikan pesan, nasihat, atau dakwah.
Makna dari tari Saman adalah sebagai format
tingginya rasa sopan santun, kebersamaan,

146
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Gambar 2
http://www.medanbisnisdaily.com/news/onlin
e/read/2017/12/02/15751/tari_saman_hibur_
pentas_wonderful_sabang/

pendidikan, kekompakan dan kepahlawanan dari


masyarakat Aceh yang religius. Adanya pesan
dakwah yang terkandung pada tiap-tiap bait
syairnya juga menjadi poin tersendiri. Syair dan
lagu diungkapkan secara bersamaan dan
berkesinambungan, pemain tari Saman terdiri dari

147
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

laki-laki muda yang memakai pakaian adat


setempat.
Pada awalnya tari Saman hanya
dimainkan oleh belasan hingga puluhan laki-laki,
tapi yang pasti jumlahnya seharusnya tetap ganjil.
Ada juga anggapan lain yang mengatakan bahwa
tari Saman dilaksanakan kurang lebih sebanyak
10 orang, dengan 8 orang menjadi penari dan 2
orang menjadi pemberi aba-aba sembari tarik
suara. Semakin berkembangnya zaman, tari Saman
semakin marak dimainkan dengan jumlah penari
lebih dari 10 orang, disamping itu para wanita
yang semulanya tidak diperbolehkan untuk
memainkan tari Saman sekarang diperbolehkan.
Kekompakan dan keseragaman formasi
serta kecermatan waktu merupakan format
kewajiban dalam pergerakan tarian ini, oleh sebab
itu para penari Saman dituntut supaya
mempunyai tingkat konsentrasi yang tinggi serta
latihan yang serius supaya dapat menampakkan
gerakan tari yang sempurna.
Pada umumnya, pergelaran tarian Saman
didampingi oleh seorang pemimpin yang disebut
Syekh. Supaya dapat mengendalikan kekompakan
tari Saman akan dipimpin oleh dua Syekh. Syekh
yaitu yang mengendalikan jalannya irama gerakan

148
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

sekalian sebagai pemandu lagu dan syair dalam


iringan tarian Saman. Gerakan yang dilakukan
dalam tari Saman ini terbagi menjadi 2 faktor
gerakan yaitu gerakan tepukan dada serta gerakan
tepukan tangan. 2 faktor gerakan ini muncul saat
Syekh Saman menyebarkan agama Islam dengan
cara mempelajari tari Melayu kuno, setelah itu
menghadirkan kembali gerakan yang disertai
dengan syair dakwah atau bimbingan Islam guna
mempermudah dakwahnya dalam konteks
kekinian, tarian ritual yang sifatnya religius ini
masih dipakai untuk media penyampaian pesan
dakwah dan bimbingan lewat pertunjukan tari
Saman.
Sebelum tari Saman dilaksanakan ada
pembukaan atau mukaddimah yang akan
dilakukan oleh seorang pemuka agama atau tua
cerdik pintar yang mewakili masyarakat setempat
yang nantinya akan menyampaikan nasihat-
nasihat yang bermanfaat kepada para penonton
tari Saman.
Ihza Risqi Nurfaozi
5201418038
ihza.risqi16@gmail.com
0895391478335

149
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Kesenian Topeng Ireng (Tarian


Tradisional Magelang)
(M . Riyan Toha)

(Sumber: https://budayajawa.id)
Kesenian Topeng Ireng merupakan
kesenian yang berawal mula dari upacara
tradisional yang dikembangkan dan dilestarikan
hingga sampai sekarang masih terjaga kearifanya.
Kesenian ini berawal dari masyarakat Magelang
dan diperkirakan kesenian ini mulai berkembang
pada tahun 1950 di Tuksongo Borobudur,
kemudian kesenian ini terus berkembang dari desa
ke desa hingga hampir setiap desa memiliki
kesenian tersebut dengan ciri khas yang tersendiri

150
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

di setiap desanya.
Bahkan hampir
setiap kecamatan
memiliki 2 hingga
3 group kesenian
tersebut.
Kesenian ini
terbilang
berkembang
cukup pesat
bukan hanya
berkembang di
daerah Magelang
saja. Namun, keseniaan ini berkembang hingga
daerah Temanggung dan sekitarnya. Kesenian ini
banyak digemari karena busananya bagus, gerak
tari dan iringan lagunya mudah di pelajari.
Selain iyu tarian tersebut mengambil tema
untuk syiar agama melalui lagu-lagu syair agamis.
lagu yang digunakan dalam mengiringi tarian
tersebut yaitu lagu yang memang diciptakan
sendiri untuk mengiringi tarian tersebut serta di
selipkan pesan-pesan nasehat sebagai media syiar
melalui tarian tersebut. Dalam perkembanganya
lagu campursari mulai masuk dalam tarian
tersebut sebagai lagu pengiring tari, namun

151
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

terkadang syairnya mulai menyimpang sehingga


perlu diluruskan. Biasanya lagu-lagu yang
digunakan dalam mengiringi tarian topeng ireng
mengandung pesan untuk disampaikan kepada
masyarat.. (Sumber: Shella Ravikasari)
Biasanya pada penampilan tarian topeng
ireng alat yang digunakan yaitu bende, jedor
dodogan dan peluit, dan bisanya dalam
penampilanya setiap kelompok terdiri dari 16-20
orang, termasuk kepala suku dalam tarian
tersebut. Dalam tarian Topeng Ireng sendiri
biasanya terbagi menjadi dua kelompok yaitu
penari dewasa dan anak-anak.
Tarian topeng ireng merupakan kesenian
yang menggambarkan prajurit dalam peperangan
melawan Belanda, prajurit tersebut digambarkan
dengan coretan-coretan hitam di wajahnya untuk
menyempurnakan penyamaran prajurit dihutan,
maka dari situlah nama tarian Topeng Ireng
berasal. Namun, ada presepsi lain yang diutarakan
salah satu masyarakat di desa Lamuk yang
menceritakan bahwa asal mula seni tarian topeng
ireng tersebut berasal dari prajurit yang selalu
menari setiap ada waktu istirahat di medan perang
sebagai hiburan di medan perang dengan masih

152
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

mengenakan pakaian seperti saat berperang


melawan Belanda.
Setelah itu tarian tersebut dibawa oleh
prajurit dan diajarkan kepada masyarakat sekitar
Magelang, dan dengan mudah masyarakat
Magelang menggandrungi tarian tersebut, namun
masyarakat Magelang pada saat itu menambah
kostum yang menarik dengan gabungan bulu
angsa dan bulu ayam sebagai hiasan kepala dan
lonceng-lonceng kecil dikaki yang cukup banyak
sehingga pada setiap gerakan pada tarian tersebut
menimbulkan bunyi yang sangat meriah. Hal
tersebut menjadikan seni tari Topeng Ireng mudah
diterima oleh masyarakat Magelang pada
awalnya. Setelah beberapa tahun tarian tersebut
melekat di kehidupan masyarakat Magelang para
prajurit tersebut hijrah ke Temanggung untuk
menumpas penjajah yang menempati kota tersebut
waktu itu.
Sehingga tarian tersebut juga ada di desa
Lamuk di Kabupaten Temanggung khususnya.
Tidak terlalu jauh berbeda kesenian Topeng Ireng
di Magelang karena tarian tersebut di wariskan
secara turun temurun dari jaman penjajahan
Belanda sampai sekarang terjaga ke aslianya dan
tetap ditampilkan dalam acara tertentu. Selain

153
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

sebagai sarana untuk menjaga kelestarian budaya


jawa tarian topeng ireng sendiri juga mempunyai
tujuan yaitu antara lain : Untuk memupuk rasa
gotong royong di masyarakat yang semakin hari
semakin pudar, mengajarkan kepada tunas tunas
muda akan tradisi jawa, memperlihatkan serta
sebagai sarana hiburan seni-seni jawa kepada
masyarakat.
Nama Topeng Ireng sendiri berasal dari
kata Toto Lempeng Irama Kenceng. Toto artinya
menata, Lempeng berarti lurus, Irama berarti
media dan Kenceng berarti keras. Oleh karena itu,
dalam pertunjuan Topeng Ireng penarinya
berbaris lurus dan di iringi irama keras dan penuh
semangat. Tarian ini sebagai wujud pertunjukan
seni tradisioanal yang memadukan syiar agama
Islam dan ilmu bela diri pencak silat. Tak heran
topeng ireng selalu diiringi dengan musik rancak
dan lagu syair Islami.
Banyak nilai yang terkandung dalam
tarian topeng ireng seperti: yang pertama nilai
sosial yaitu; hiburan, biasanya sebagai hiburan
ringan pelepas lelah untuk menghilangkan
kejenuahan dari rutinits sehari-hari, pengikat
solidaritas yang artinya adalah topeng ireng ini
dapat meningkatkan solidaritas serta silaturahim

154
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

antar pemain dan masyarakat serta


memperkenalkan kesenian topeng ireng pada
mata umum, media interaksi sosial, terwujud dari
adanya hubungan antar anggota kesenian, anggota
kesenian dengan pengurus dan anggota kesenian
dengan warga.
kedua nilai Keagamaan yang melalui
syair syair lagu yang dilantunkan mengandung
nilai nilai dakwah. pada zaman dahulu tarian
tersebut digunakan oleh para sunan selain untuk
hiburan juga sebagai media dakwah, mengajarkan
ajaran agama islam. serta musiknya yang
menggunakan gamelan dan bahasa tembang jawa
yang mengandung nasehat kebaikan hidup dan
penyebaran agama islam.
ketiga, nilai Ekonomi walaupun
keberadaan topeng ireng hanya merupakan
sebuah kesenian dan hiburan belaka, namun di
nalik itu ada hal yang di dapatkan dari pendukung
kesenian tersebut yaitu materi, seperti mendapat
honor dari setiap pentas dan mengajar kelompok
kesenian dari desa lain. sehingga itu juga dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk
berjualan dan pengelolaan lahan parkir oleh
pemuda setempat.

155
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

M . Riyan Toha
5201418039
mukhammadriyantoha@gmail.com
08224381884

156
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Batik Banyumasan
(Yanuar Triwidodo)
Banyumas adalah sebuah kabupaten kecil
di wilayah selatan Jawa Tengah, terletak di sebelah
selatan Gunung Slamet dan terkenal akan ciri khas
gethuk Sokarajanya. Dalam Kehidupan sehari–hari
masyarakat Banyumas terbiasa menggunakan
bahasa Jawa Ngapak, atau yang biasa di kenal
bahasa Panginyongan. Dialeknya seperti layaknya
bahasa Jawa biasa, akan tetapi lebih berat baik
suara dan penyampaiannya. Tak asing juga
banyumas akan sejarah, makanan khas, maupun
budayanya.

157
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Mungkin akan lebih paham lagi dengan


tempat yang bernama Purwokerto dibandingkan
dengan Banyumas yang padahal Purwokerto
merupakan bagian dari Banyumas itu sendiri.
Karena memang pada masa lalu Purwokerto
adalah kota administratif Banyumas yang
didukung pula dengan banyaknya Universitas di
wilayah Purwokerto.
Jika dibandingkan dengan wilayah di
sekitaran Banyumas seperti Cilacap dan
Purbalingga yang memiliki banyak industri,
Banyumas lebih tenang dimana sektor pariwisata
yang menjadi keunggulan Banyumas. Selain
wisatanya, Banyumas memiliki segudang
kerajinan khas Banyumas dan salah satu yang
paling mencolok adalah Batik Banyumasan.
Batik Banyumasan
adalah jenis batik yang
memiliki kedekatan dengan
batik dari daerah lain di
Indonesia, hanya saja Batik
Banyumasan memiliki ciri
khas yaitu di kedua sisi
muka dan belakang
mempunyai kualitas yang
hampir sama. Hal ini

158
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

konon katanya merupakan cerminan dari


masyarakat Banyumas yang memiliki watak
Cablaka, menyampaikan segala hal yang mengacu
pada kesejatian, Blaka berarti jujur dan apa adanya
tentang kesejatian. Maknanya apa yang
disampaikan di depan tidak berbeda dengan apa
yang ada di belakang.
Batik
berasal dari kata
amba se-titik.
Amba yang
berarti gambar,
dan titik yang
berarti titik
yang saling
terhubung.
Batik ada berbagai macam, ada batik tulis, batik
cap, dan batik ciprat.
Batik Banyumasan awalnya berpusat di
daerah Sokaraja, batik ini dibawa oleh pengikut
Pangeran Diponegoro yang telah usai berperang
pada tahun 1830, mereka kebanyakan menetap di
daerah Banyumas. Pengikutnya yang terkenal
waktu itu ialah Najendra, beliaulah yang telah
mengembangkan batik di Sokaraja. Dengan
beralaskan kain mori dengan maksud untuk

159
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

mengingatkan bahwa itu semata hanya titipan


yang di berikan Allah karna apapun pakaian yang
dipakai akan tetap berahir dengan kain mori.
Dalam pewarnaan batik juga menggunakan
pewarna bahan yang alami seperti pohon tom,
pohon mengkudu, yang mengasilkan warna semu
kuning, ada juga yang menghasilkan warna
merah, hijau, biru dan lain sebagainya, yang
menandakan bahwa Banyumas kaya akan
alamnya.
Masa kejayaan Batik Banyumas pernah
terjadi sekitar tahun 1965-an sampai 1970. Corak
khas daerah Banyumas biasanya adalah tumbuhan
dan hewan yang menandakan kekayaan alam
Banyumas dan bentuk kreatifitas yang di tuangkan
dalam bentuk batik. Pola motif non geometris
biasanya dan didominasi warna coklat dan hitam
yang sering di tampilkan dan dipakai sebagai
produk Batik Banyumasan.
Budaya Banyumas yang tanpa basa basi
sekaligus toleran menurun kepada produk
kebudayaannya yaitu Batik Banyumas, dimana
Batik Banyumas dikenal sangat menjunjung tinggi
nilai–nilai kebebasan, penghargaan terhadap
demokrasi, dan kecintaan terhadap kekayaan
alam. Filosofi itulah yang melahirkan berbagai

160
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

macam bentuk karya batik yang di tuangkan


dalam bentuk motif seperti Sakarsurya,
Sidoluhung, Jahe Puger, Cempaka Mulya, Khantil,
Ayam Puger, Madu Bronto, Jahe Srimpang,
Lumbon, Sungai Serayu, Gunungan, Batu
Waljinan, Kawung Jenggot, Pring Sedapur, Babon
Angkrem, Gedang Setundun, dan masih banyak
lagi.

Yanuar Triwidodo
5201418040
yanuaroka@gmail.com
085757827897

161
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Sedekah Bumi (Acara Adat Khas Pulau


Jawa)
(Bayu William I.)

(Sumber: http://beritagresik.com/lifesty 1)
Sedekah Bumi merupakan suatu upacara
adat yang berasal dari tanah Jawa yang identik
dengan pertaniannya dan dilakukan secara turun-
temurun biasanya dilakukan oleh orang yang
berprofesi sebagai petani, nelayan. Acara ini
melambangkan rasa syukur manusia kepada
Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rezeki yang sangat melimpah berupa hasil bumi
seperti hasil panen, hasil ternak, dan hasil

162
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

perkebunan. Sedekah Bumi berarti menyedekahi


bumi atau niat bersedekah untuk kesejahteraan
bumi.
Selain untuk rasa perlambangan rasa
syukur Sedekah Bumi juga bertujuan untuk
menjauhkan diri dari rasa kikir serta mejauhkan
diri dari musibah atau tolak bala. Sedekah Bumi
biasa dilakukan sekali dalam setahun dan
dilaksanakan di hampir di serluruh daerah di
Pulau Jawa. Upacara adat ini sudah dilakukan
nenek moyang Indonesia sejak zaman Hindu
Budha. Pada zaman itu sebelum masuknya Islam
ke Indonesia masih sangat kental dengan ajaran
Hindu Budhanya, upacara adat tersebut dilakukan
sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat yang
diberikan Dewa. Pada saat itu masih menggu-
nakan bacaan-bacaan dan ajaran Hindu-Budha,
karena masuknya islam di Indonesia maka
berubahlah ajaran Sedekah Bumi yang
menggunakan bacaan Hindu-Budha, sekarang
menggunakan ajaran Islam dan mengunakan
bacaan ayat-ayat Al-Quran.
Secara umum tradisi ini dilaksanakan
pada awal bulan muharam/sura yang biasa
disebut hari nahas tahun. Tempat pelaksanaannya
bertempat di halaman masjid, balai desa, jalan,

163
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

tempat terbuka seperti lapangan, atau tempat yang


sudah di sepakati bersama. Sedekah Bumi biasa di
pimpin oleh seseorang yang dituakan atau ketua
adat. Tradisi ini ada sesajen yan di bilang penting.
Yaitu adalah bubur sura, hasil bumi dan kepala
hewan ternak yang akan di kubur ditanah. Bubur
sura sendiri di buat dengan berbagai biji-bijian dan
harus dibuat pada kendi kuali dari tanah.Sedekah
Bumi dibuat beberapa gunungan hasil bumi
seperti kacang tanah, kacang panjang, buah-
buahan, padi, umbi-umbian, atau makanan untuk
di perebutkan warga.
Makanan tersebut yang diperebutkan
dipercaya jika dimakan akan mendapatkan
kesehatan bagi orang yang memakan hasi
gunungan tersebut. Pada acara Sedekah Bumi
tersebut, umumnya tidak banyak peristiwa dan
kegiatan yang dilakukan di dalamnya, pada waktu
acara tersebut biasanya seluruh masyarakat sekitar
merayakan tradisi Sedekah Bumi dengan
membuat tumpeng atau nasi kendil dan
berkumpul menjadi satu. Setelah itu kemudian
masyarakat membawa tumpeng atau nasi kendil
tersebut dan didoakan oleh sesepuh adat setempat
dan dimakan bersama-sama. Pembuatan tumpeng

164
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

dan nasi kendil tersebut menjadi salah satu syarat


pada upacara tradisional tersebut.
Ditanah Jawa sendiri Sedekah Bumi
dilakukan dengan berbagai cara, tetapi pada
intinya sama yaitu menguburkan hasil bumi dan
kepala hewan ternak yang sebelumnya di doakan
dahulu. Disetiap daerah itu berbeda cara seperti
pada daerah-daerah di tanah jawa ini memiliki ciri
khas tersendiri pada daerahnya, misalkan :

(Sumber: http://www.siwoles.com/wisata-di-
jogja/g 1)
Yogyakarta, Sedekah Bumi dilakukan
dengan arak-arakan gunungan hasil bumi dan
kerbau bule di Keraton Yogyakarta. Setelah arak-

165
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

arakan tau kirab adalah acara puncaknya yaitu


rebutan gunungan hasil bumi tersebut.

(Sumber:
http://poskotanews.com/2017/10/24/ini-pe 1)
Berbeda lagi dengan di Indramayu, di
daerah ini Sedekah Bumi dilakukan dengan warga
yang membuat tumpeng lalu pada malam harinya
berkumpul di rumah ketua adat atau tempat
terbuka atau tempat yang sudah disepakati
bersama, setelah berkumpul lalu ketua adat
mendoakan nasi tumpeng tersebut dan
memakannya bersama-sama dengan warga.

166
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

(Sumber:
http://adventuresporttt.blogspot.com/2011)
Di Pati Sedekah Bumi dikemas bersamaan
dengan sedekah laut di Kecamatan Juawana
menjadi ajang kreativitas masyarakatnya untuk
menampilkan gaun unik untuk dipertontonkan
kepada masyarakat. Diantaranya, terdapat gaun
yang menyerupai sayap burung, gaun burung
merak, gaun yang menampilkan tokoh
pewayangan, hingga adat khas papua serta gaun
berbentuk motif bunga. Warga mendesain sendiri
gaun yang dipakai dengan penuh ke kreativitasan
yang tak ada batasnya. Di Pati juga terdapat arak-
arakan, akan tetapi kirap itu hanya diadakan di

167
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

jalan-jalan desa setempat. Namun dapat menaraik


ribuan pengunjung dari berbagai daerah.
Banyak sekali kearifan lokal indonesia
yang berbeda beda. Kita ibaratkan bak pelangi,
pelangi itu indah karena tersusun dari banyak
warna, jika pelangi tersusun hanya dengan satu
atau dua warna maka pelangi itu tidak akan indah.
Jadi jangan biarkan perbedaan menjadi alasan
sebagai pemecah kita tapi jadikanlah perbedaan
sebagai sesuatu yang membuat dunia ini semakin
indah.

Bayu William I.
5201418041
bayuwilliam100@gmail.com
082138966922

168
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Tradisi Sedekah Laut di Pati


(Ridwan Saputro Aji Ayus)

(Sumber:
http://www.murianews.com/2018/07/02/144604
/pesta-syukur-nelayan-juwana-arak-larung-
sesaji.html)
Indonesia adalah negara kepulauan yang
dikenal memiliki budaya dan tradisi yang sangat
banyak. Mayoritas mata pencaharian masyarakat
Indonesia adalah sebagai seorang petani dan
nelayan. Di Indonesia masyarakat sekitar pantai
banyak yang bekerja sebagai seorang nelayan.
Tidak dapat dipungkiri laut menjadi ladang yang
subur bagi nelayan untuk mengeruk segala
sumber daya yang bisa memenuhi kebutuhan

169
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

hidupnya. Banyak yang bisa diambil dari laut,


contohnya adalah ikan, terumbu karang, rumput
laut, dan masih banyak lagi.
Tetapi kurang kita sadari bahwa alam
selalu menyediakan apa yang dibutuhkan manusia
untuk dapat bertahan hidup minimal untuk hari
ini dan esok. Bukan hanya untuk diri kita sendiri,
seolah tidak melupakan manusia alam juga
menyediakan sumber dayanya untuk generasi kita
selanjutnya. Maka dari itu kita harus menjaga
kelestarian alam, karena alam berperan penting
bagi kehidupan manusia.
Sebagai ucapan terimakasih dan rasa
syukur kita terhadap alam yang telah memberikan
segalanya untuk kita, maka manusia mengadakan
suatu acara sebagai ungkapan kebahagiaannya.
Acara-acara tersebut tentu berbeda dari satu
daerah dengan daerah lainnya. Jika seorang petani
mengungkapkan rasa syukurnya dengan
melakukan acara syukuran yang disebut sebagai
sedekah bumi, maka nelayan yang kesehariannya
mencari nafkah di lautan mengadakan acara
syukuran yang disebut sebagai sedekah laut.
Acara yang dilakukan secara terus menerus akan
menjadi suatu kebiasaan bagi masyarakat suatu
daerah. Kebiasaan-kebiasaan inilah yang nantinya

170
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

menjadi cikal bakal tradisi di daerah-daerah yang


ada di Indonesia, khususnya tradisi sedekah laut
ini.
Sedekah laut merupakan suatu ritual
budaya yang dilakukan setahun sekali oleh warga
di pesisir pantai. Salah satu contoh daerah yang
sering mengadakan sedekah laut adalah Desa
Bendar, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati.
Sedekah laut menjadi rutinitas yang wajib
dilaksanakan oleh warga Juwana. Tradisi ini
merupakan suatu bentuk upacara tradisional yang
dilakukan oleh warga setempat dan tamu
undangan yang dipimpin oleh sesepuh daerah
tersebut. Kebudayaan ini merupakan adat istiadat
yang mengatur dan memberi arah kepada
perbuatan dan karya manusia dalam aspek fisik
agar mereka bisa saling menghargai.
Tradisi ini mempunyai makna yaitu
ucapan puji syukur warga terhadap rezeki yang
diberikan Tuhan dan untuk melestarikan warisan
tradisi nenek moyang mereka secara umum dalam
bentuk upacara tradisi sedekah laut. Maksud dan
tujuan dari tradisi sedekah laut ini adalah
memberikan penghormatan dan persembahan
berupa sesaji yang ditunjukkan kepada roh-roh
para leluhur dan penguasa laut yang dianggap

171
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

telah menjaga nelayan dan bumi yang ditempati


ini dalam keadaan aman, tentram, sejahtera, dan
jauh dari persoalan-persoalan dan berbagai macam
bahaya. Selain itu, sedekah laut di Desa Bendar
memiliki tujuan untuk mendidik kaum muda di
desa tersebut dan sekitarnya sehingga mereka
dapat selalu bersyukur, menjunjung tinggi rasa
solidaritas, persatuan, ketulusan, dan
pengorbanan.
Tradisi seperti ini sebenarnya bersumber
dari agama nenek moyang, oleh karena itu
kehidupan orang Jawa senantiasa memperhatikan
nilai-nilai luhur yang telah diwariskan secara
turun temurun oleh nenek moyang mereka.
Disamping itu, tradisi ini membutuhkan
solidaritas sosial dan etos kerja gotong-royong
antar sesama.
Biasanya upacara sedekah laut
dilaksanakan pada bulan Syawal setelah hari
Lebaran. Prosesi upacara ini menggunakan sesaji
antara lain kepala kambing, kepala kerbau beserta
kakinya, replika kapal kecil yang terbuat dari kayu
yang dihiasi dengan janur kuning yang
mempunyai arti sebagai pelindung dari segala
maksud jahat maupun gangguan dari makhluk
halus, kembang tujuh rupa, kendi, kemenyan

172
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

berguna untuk mengusir roh jahat yang akan


mengganggu jalannya upacara adat, nasi tumpeng
sebagai penghormatan kepada arwah para leluhur
yang telah meninggal dunia, pisang ayu dan suruh
ayu mempunyai arti untuk menginginkan
kehidupan yang lebih indah, bahagia, tentram,
dan sejahtera, tebu wulung dan jajanan pasar
sebagai pengharapan.
Pelaksanaan ritual ini dimulai pukul 08.00
WIB sedangkan keberangkatan dimulai dari
lapangan. Upacara tersebut selesai setelah sesaji
yang disediakan ditaruh di kapal replika yang
terbuat dari kayu dan diapungkan menuju lautan
bebas. Setelah upacara tersebut selesai, biasanya
dilanjutkan acara hiburan seperti orkes dangdut,
ketoprak, barongan, dan masih banyak lagi.
Sebagai puncak acara akan digelar pengajian.
Tradisi sedekah laut seperti yang ada di
Desa Bendar, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati
merupakan warisan dari budaya keagamaan
nenek moyang yang wajib untuk dilestarikan
karena tradisi ini memiliki tujuan sebagai rasa
syukur terhadap Tuhan atas nikmat dan rezeki
yang telah diberikan. Selain itu tradisi sedekah
laut memiliki makna budaya yang mewujudkan
dan menumbuhkan rasa solidaritas diantara

173
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

masyarakat. Hal ini terbukti secara bersama-sama


mereka saling gotong royong dalam melakukan
persiapan serta melaksanakan sedekah laut.
Sebagai generasi muda, kita harus senantiasa
menjaga dan melestarikan tradisi dari nenek
moyang agar tradisi yang sudah ada tidak hilang
begitu saja apalagi tradisi ini mengajarkan hal-hal
yang bermanfaat bagi kita.

Ridwan Saputro Aji Ayus


5201418042
ridwansaputraaji@yahoo.com
085240147533

174
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Ngaben (Upacara Pembakaran Mayat di


Bali)
(Ridwan Kurniawan)
Ngaben adalah upacara kremasi atau
pembakaran jenazah yang dilakukan oleh
masyarakat Bali. Upacara adat Ngaben adalah
sebuah ritual yang dilakukan untuk mengirimkan
orang yang telah meninggal (jenazah) pada
kehidupan mendatang. Di dalam upacara ini,
jenazah diletakkan dengan posisi tidur. Dengan
demikian keluarga yang ditinggalkan akan
beranggapan bahwa orang yang meninggal
tersebut sedang tertidur. Dalam upacara ini, tidak
ada tangis sedih karena mereka menganggap
bahwa jenazah hanya tidak ada untuk sementara
waktu dan akan menjalani reinkarnasi atau akan
menemukan peristirahatan terakhir di Moksha.
Moksha yaitu suatu keadaan dimana jiwa sesorang
telah bebas dari reinkarnasi dan roda kematian.
Upacara ngaben ini juga menjadi simbol untuk
mensucikan roh orang yang telah meninggal.
Dalam ajaran agama Hindu, jasad
manusia terdiri dari roh dan fisik. Fisik dibentuk
oleh lima unsur yang dikenal dengan nama Panca
Maha Bhuta. Kelima unsur ini terdiri atas pertiwi
(tanah), teja (api), apah (air), bayu (angin), dan

175
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

akasa (ruang hampa). Lima unsur ini menyatu dan


membentuk fisik, kemudian digerakkan oleh roh.
Jika seseorang meninggal, maka yang mati
sebenarnya hanya jasad kasarnya saja sedangkan
rohnya tidak. Oleh karena itu, untuk mensucikan
roh tersebut, perlu dilakukan upacara Ngaben
untuk memisahkan roh dengan jasad kasarnya.
Secara garis besar ngaben adalah suatu
upacara untuk memproses kembalinya Panca
Mahabhuta di alam besar ini dan mendampingi
Atma (Roh) ke alam Pitra dengan memutuskan
keterikatannya dengan badan duniawi itu. Dengan
memutuskan kecintaan Atma (Roh) dengan
dunianya, roh akan dapat kembali ke alamnya,
yakni alam Pitra. Kemudian yang menjadi tujuan
upacara ngaben adalah supaya ragha sarira
(badan/ Tubuh) bisa kembali terhadap asalnya
dengan cepat, yaitu Panca Maha Bhuta di alam ini
dan Atma bisa selamat berangkat ke alam pitra.
Ngaben adalah upacara yang besar dan
pastinya itu memerlukan anggaran yang tidak
sedikit. Dan bagi mereka yang tidak mampu,
Agama Hindu fleksibel dan pastinya ada
kebijakan-kebijakan tentang kondisi demikian.
Diadakannya ngaben massal dari sisi anggaran
pasti akan lebih mengurangi. Dan dari beberapa

176
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

penelusuran terhadap beberapa lontar di Bali,


ngaben nyatanya tidak rutin besar. Ada beberapa
tipe ngaben yang justru sangat sederhana yaitu
Mitra Yajna, Pranawa dan Swasta.
Pertama, ngaben Mitra Yajna adalah
sebuah upacara pembakaran jenazah seperti yang
ditetapkan menurut ketentuan dalam Yama
Purwana Tattwa. Ciri yang menonjol dari ngaben
ini adalah melakukan upacara ngaben selama
tujuh hari dengan waktu pelaksanaan yang
sembarang (tidak bersandar pada perhitungan hari
baik). Kedua, ngaben Pranawa adalah upacara
pembakaran mayat dimana pada mayat yang telah
dikubur tiga hari sebelum pengabenan diadakan
upacara Ngeplugin. Kemudian tulangnya dipersa-
tukan dalam pemasmian. Ketiga, ngaben Swasta
adalah upacara yang dikhususkan untuk orang
yang meninggal tetapi tidak diketahui
keberadaannya.

Ridwan Kurniawan
5201418043
kurniawanridwan330@gmail.com
081326530276

177
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Kirab Pusaka di Kabupaten Batang


(Busyairi Majid)
Salah satu kegiatan dalam rangkaian
acara hari ulang tahun Kabupaten Batang yang
diperingati setiap tanggal 8 April adalah Kirab
Budaya dan Pusaka Kabupaten Batang. Kirab ini
diikutioleh masyarakat di Kabupaten Batang, para
pejabat pemerintah di lingkungan Pemerintah
Kabupaten Batang, dan berbagai lapisan
masyarakat. Kirab berlangsung meriah,
masyarakat terlihat antusias menyaksikan di
sepanjang rute kirab.
Kirab Pusaka ini diawali dari rumah
Dinas Bupati di Jalan Diponegoro, sekaligus
sebagai tempat upacara pemberangkatan,
kemudian mengambil rute Jalan Ahmad Yani,
Jalan K.H Ahmad Dahlan, Jalan Brigjen Katamso,
Jalan Veteran dan berakhir di Pendopo Kantor
Bupati. Dalam kirab ini diikuti 47 grup mulai dari
kereta kuda beroda, mobil hias, marching band
dan aneka kesenian dari 15 kecamatan yang
berada di wilayah Kabupaten Batang. Pada kirap
tersebut tampak Bupati Batang bersama ke;uarga
menempati kereta berkuda roda empat pada
urutan pertama dan pada urutan kedua adalah
kereta berkuda yang membawa Wakil Bupati,

178
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

berikutnya adalah unsur Forkopimda, para


pemimpin DPRD, kepala Organisasi Perangkat
Daerah (OPD), disusul regu PNS dan pelajar. Juga
tampak terlihat, barisan khusus yang cukup
menyedot perhatian penonton adalah regu
pembawa tombak pusaka “Abirama” yang
merupakan tombak sakti andalan Kabupaten
Batang tempo doeloe.

(Sumber:http://budayajawa.i
d/kirab-pusaka- -batang/)

Aura kesakralan kirab Pusaka dan


Budaya sangat terasa dengan adanya pusaka
Abirawa. Pusaka yang berbentuk tombak dengan

179
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

abirawa panjang sekitar enam meter dikirab


bersama dengan beberapa pusaka pengiring
lainnya, di antaranya pusaka peninggalan Bupati
Batang pertama, Pangeran Kyai Adipati Mandur-
orejo trah Sunan Giri, peninggalan Kyai
Tumenggung Bahurekso-Bupati Kendal, pening-
galan RT Pusponegoro I, peninggalan Pangeran
Diponegoro, peninggalan Bupati RT Notodi-
ningrat, serta tiga buah pusaka peninggalan R.
Adipati Ario Suryoadiningrat-Bupati Batang tahun
1886-1912.
Usai kirab yang berakhir di pendopo,
dilanjutkan upacara yang dipimpin langsung oleh
Bupati Batang H. Bambang Bintoro, SE. Dalam
sambutannya Bupati Batang H.Bambang Bintoro,
SE. mengatakan bahwa Kirab Pusaka dan Budaya
merupakan event tahunan yang memiliki maksud
untuk nguri-uri budaya Jawa sebagai bentuk
untuk melanggengkan budaya nenek moyang
yang merupakan warisan tak ternilai dan kaya
akan nilai filosofi. Kirab ini juga merupakan salah
satu pelaksanaan Surat Keputusan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 yang menegaskan
bahwa setiap kabupaten/kota wajib melaksanakan
kebudayaan yang memiliki nilai-nilai sejarah dan
seni.

180
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Pada kesempatan tersebut Bupati


menyerahkan dua gunungan besar yang berisi
hasil bumi dari Kabupaten Batang kepada Kepala
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kusnadi, SE,
M.Si selaku ketua penyelenggara pada acara kirab
tahunan. Gunungan tersebut selanjutnya diserah-
kan kepada masyarakat, sebagai simbol cinta
bupati kepada rakyatnya. Masyarakat langsung
sontak meyerbu dua gunungan besar yang berisi
hasil bumi sebagai simbol kemakmuran tersebut.
Bupati juga menyerahkan semua hidangan yang
diperuntukan bagi beliau untuk diberikan kepada
masyarakat yang ikut berpartisipasi dan langsung
disambut oleh masyarakat dengan suka cita.Tidak
mau ketinggalan dengan apa yang dilakukan oleh
Bupati, istri Bupati, Ny. Hj. Rini Bambang Bintoro
juga melakukan hal yang sama. Masyarakatpun
tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Praktis
dalam hitungan beberapa detik saja halaman
Pendopo riuh oleh suka cita masyarakat Batang.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata mengatakan bahwa Kirab Pusaka
dan Budaya bertujuan untuk melestarikan budaya
leluhur sebagai agenda pariwisata, sebagai
pembuktian bahwa Kabupaten Batang telah ada
sejak lama, sekitar 500 tahun silam, namun pada

181
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

tahun 1936 sampai dengan 7 April 1968 bergabung


dengan Kabupaten Pekalongan, serta sebagai
prosesi ritual tolak balak.
Pusaka Abirawa merupakan peninggalan
Kanjeng Sunan Sendang atau Kanjeng Sunan
Raden Sayid Nur Rochmat. Kanjeng Sunan
Sendang adalah Aulia/ Wali pada zaman
Kasultanan Demak Bintoro di bawah Sultan
Trenggono. Kanjeng Sunan Sendang berasal dari
Desa Sendangduwur, Kecamatan Paciran
Kabupaten Lamongan Jawa Timur.
Kanjeng Sunan Sendang menimba ilmu
pada Sunan Drajat. Oleh karena itu, setelah Sunan
Drajat meninggal, beliau menggantikan
kedudukannya sebagai Dewan Wali atau Wali
Songo.
Sebelumnya Pusaka Abirawa berada di
Masjid R Nur Rochmat di Paciran Kabupaten
Lamongan. Kemudian berada di Sedayu, Gresik,
dikarenakan ada salah satu keturunannya yang
menjadi Bupati di tempat ini. Dan Pusaka Abirawa
ini menjadi Pusaka Sedayu. Lalu dibawa
keturunan Sayid Nur Rochmat yang berada di
Pasuruan. Setelah itu terus mengikuti keturunan
Sayid Nur Rochmat yang berada di Wiradesa,
Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang.

182
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Trah Sayid Nur Rochmat memiliki pusaka


andalan di Batang Pusaka Abirawa yaitu RT
Suroadiningrat I (Kanjeng Sedo Rawuh), Pangeran
Ario Suroadiningrat II, RT A Djayengrono IV, R
Adipati Ario Puspodiningrat I dan II, R
Tumenggung Notodiningrat, R Adipati Suryo-
adiningrat (Bupati Batang tahun 1886-1912M)

Busyairi Majid
5201418044
busyairimajid06@gmail.com
082314462556

183
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Kearifan Lokal Adat Pernikahan


Pengantin Jawa
(Tiyas Triningrum)
Adat merupakan gagasan kebudayaan
yang teridiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma,
kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang
lazim dilakukan disuatu daerah. Apabila adat ini
tiidak dilaksanakan akan terjadi kerancauan yang
menumbulkan sanksi tidak tertulis oleh
masyarakat terhadap pelaku yang diannggap
menyimpang. Adat tidak akan terlepas dari
kehidupan manusia, seperti halnya adat pengantin
jawa yang melibatkan dua manusia berlawan jenis
(lelaki dan perempuan).

(Sumber:
http://www.bridestory.com>blog>paduan-
rangkaian-prosesi-pernikahan)

184
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Pernikahan adat pengantin jawa


melambangkan pertemuan antara pengantiin
wanita yang cantik dan pengantin pria yang gagah
dalam suatu suasana kerajaan Jawa sehingga
pengantin pria dan pengantin wanita seperti
menjadi raja dan ratu sehari. Biasanya acara
pernikahan ini diadakan di rumah orang tua
pengantin wanita.
Dalam pelaksanaanya adapun
serangkaian acara pernikahan adat jawa yaitu
sebagai berikut, yang pertama adalah Lamaran
Acara ini merupakan pihak orang tua dari
mempelai pria datang ke rumah orang tua
mempelai wanita yang bertujuan untuk melamar.
Jika orang tua dari kedua mempelai sudah
menyetujui lamaran perkawinan. Biasanya orang
tua dari mempelai wanita akan mengurus dan
memepersiapkan pesta pernikahan yang akan
diadakan dirumah orang tua mempelai wanita.
Yang kedua selanjutnya Persiapan
pernikahan: Dalam acara ini segala kebutuhan
untuk pernikahan akan disusun atau disiapkan
segala kebutuhannya. Seperti dalam pernikahan
jawa yang paling dominan mengatur jalannya
upacara pernikahan adalah pemaes/ perias
pengantin yaitu dukun pengantin wanita yang

185
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

menjadi pemimpin dari acara pernikahan, perias/


dukun mengurus dandanan/ riasan dan pakaian
dari pengantin pria juga pengantin wanita yang
bentuknya berbeda selama pesta pernikahan.
Karena upacara pernikahan adalah pertunjukan
yang besar, maka selain pemaes yang memimpin
acara pernikahan, dibentuk pula panitia kecil
terdiri dari teman dekat, keluarga dari kedua
mempelai.
Ketiga adalah Pemasangan Dekorasi,
Biasanya sehari sebelum pesta pernikahan, pintu
gerbang atau depan pintu rumah dari mempelai
wanita akan dipasang tarup (dekorasi tumbuhan),
yang teridiri dari pohon pisang, buah pisang, daun
kelsps, buah kelapa, dan daun beringin. Dari itu
semua yang memiliki arti agara kedua mempelai
selalu bahagia, hidup baik, saling mencintai dan
mengasihi satu sama lain dimanapun mereka
berada.
Selanjutnya yang ke-empat Siraman,
memiliki Makna dari pesta siraman adalah
pembersihan jiwa dan raga dari mempelai. Acara
ini dilakukan dikamar mandi atau taman pada
siang hari biasanya. Berikutnya kelima upacara
Medodareni, dalam upacara ini pengantin wanita
harus tinggal dikamar dari jam enam sore sampai

186
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

tengah malam dan ditemani oleh keluarga atau


kerabat dekat perempuannya. Mereka akan
memberikan saran dan nasehat kepada pengantin
wanita.
Keenam prosesi Srah Srahan dari Kedua
keluarga menyetujui pernikahan, mereka akan
menjadi besan. Keluarga dari pengantin pria
berkunjung ke keluarga dari pengantin wanita
sambil membawa hadiah. Dalam kesempatan ini,
kedua keluarga beramah tamah.
Ketujuh Upacara Ijab Kabul, orang jawa
biasanya bicara soal lahir, menikah dan meninggal
adalah takdir tuhan. Upacara ijab merupakan
syarat yang paling penting dalam mengesahkan
pernikahan. Pada ijab kabul sesuai dengan agama
dari pasangan pengantin. Pada ijab orang tua
pengantin wanita menikahkan anaknya kepada
penganti pria. Dan pengantin pria menerima
nikahnya pengantin wanita yang disertai dengan
penyerahan maskawin bagi pengantin wanita.
Kedelapan Upacara Pinggih, Pertemuan
antara pengantin pria yang tampan dan pengantin
wanita yang cantik di depan rumah yang dihias
dengan tanaman tarub. Pengantin pria diantar
oleh keluarganya, tiba di rumah dari orang tua
pengantin wanita dan berhenti di depan pintu

187
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

gerbang. Pengantin wanita, diantar oleh dua


wanita yang dituakan, berjalan keluar dari kamar
pengantin. Orang tua dan keluarga dekat berjalan
dibelakang.
Berikutnya ke-sembilan Upacara Balang
Sirih, upacara ini dilakukan dengan pasangan
pengantin melempar ikatan kecil daun betel
dengan jeruk di dalamnya bersama dengan
benang putih. Mereka melakukannya dengan
keinginan besar dan kebahagiaan.
Dilanjutkan acara kesepuluh ialah
Upacara Widi Dadi, pengantin laki-laki menginjak
telur dengan kaki kanan setelah itu dicuci oleh
pengantin wanita dengan menggunakan air yang
dicampur dengan bermacam-macam bunga yang
berarti bahwa pengantin laki-laki siap menjadi
ayah srta suami yang bertanggungjawab dan
pengantin wanita akan melayani setia suaminya.
Pada upacara widi dadi terdapat acara pertukaran
cincin sebagai simbol cinta dan dahar kembul.
Kesebelas Upacara Sungkeman, yaitu
Kedua mempelai bersujud kepada kedua orang
tua untuk memohon doa restu dari orang tua
masing-masing. Pertama ke orang tua wanita baru
ke orang tua pengantin laki-laki. Selam sungke-
man berlangsung, pemais- pemais mengambil

188
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

keris dari pengantin laki-laki. Setelah sungkeman


pengantin laki-laki memakai kembali kerisnya.
Acara yang terakhir adalah Pesta
Pernikahan atau resepsi. Acara ini bisa disebut
sebagai penutup upacara pernikahan. Resepsi
adalah pemberian hiburan kepada para tamu
undangan dan jamuan/makanan. Dan ada
serangkaian do’a dari sesepuh mereka.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa adat pernikahan pengantin
jawa memiliki banyak arti dibalik serangkaian
acaranya. Yang menjadi ciri khas dari daerah
tersebut. Supaya masyarakat dapat lebih
mengembangkan adat pernikahan pengantin jawa
sesuai perkembangan zaman tetapi tidak
meninggalkan budaya aslinya.

Tiyas Triningrum
5201418045
tiyasptm@gmail.com
082313958452

189
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Tradisi Selapanan di Masyarakat Jawa


(Danial Fahmi)
Nusantara memang sangat kaya akan
kultur budaya dan kearifan lokalnya. Sudah bukan
menjadi rahasia lagi apabila setiap suku di
Indonesia memiliki kebudayaan serta kearifan
lokal masing-masing. Suku yang besar tentu lebih
dikenal karena tradisi dan kebudayaanya.
Contohnya saja suku Batak yang terkenal dengan
tradisi Mangulosi yaitu tradisi memberikan kain
ulos atau kain tenun khas Batak kepada seseorang
atau juga suku Madura yang terkenal dengan
tradisi karapan sapinya, serta tak ketinggalan suku
Jawa yang memang merupakan suku yang paling
mendominasi persebarannya di tanah air ini.
Karena kita bisa menemukan orang Jawa yang
telah bertebaran di setiap daerah di Indonesia.
Bahkan di negara tertentu juga terdapat
permukiman yang penduduknya merupakan
keturunan dari orang Jawa.
Masyarakat Jawa dikenal dengan acara
selamatannya dalam hal-hal tertentu contohnya
yang sudah banyak dikenal oleh orang-orang
adalah tradisi Sekaten di Yogyakarta, tradisi
Larung Saji di daerah pesisir seperti Blitar, Pacitan
dan Banyuwangi serta tradisi selapanan di

190
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

masyarakat Jawa pada umumnya. Tradisi


selapanan ini ditujukan untuk memohonkan
keselamatan bagi sang bayi. Berbeda dengan
selamatan-selamatan lainnya, selapanan merupa-
kan tradisi masyarakat Jawa yang inti acaranya
adalah memotong rambut dan kuku bayi yang
sudah mencapai umur 35 hari (selapan). Serta
pelaksanaanya sendiri juga disesuaikan dengan
weton (penanggalan Jawa) yaitu Pahing, Pon,
Wage, Kliwon dan Legi dengan mengadakan
kegiatan Kenduri.
Istilah selapan sendiri merupakan hasil
perkalian antara angka 7 (jumlah hari dalam satu
minggu) dengan angka 5 (jumlah weton dalam
penanggalan Jawa). Nah dengan perhitungan ini
juga merupakan kelipatan dari hari kelahiran sang
bayi, misalnya bayi yang lahir pada hari Sabtu
Pahing maka pelaksanaan selamatan selapannya
juga akan jatuh pada Sabtu Pahing. Biasanya pada
acara selamatan selapanan ini juga dibarengkan
dengan aqiqah sang bayi. Kita semua tahu bahwa
aqiqah merupakan ajaran dari agama Islam, yaitu
memotong hewan kambing pada hari ketujuh
setelah kelahiran sang anak, untuk anak laki-laki
adalah 2 ekor kambing, sedangkan anak
perempuan 1 ekor kambing. Nah dari sinilah yang

191
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

menjadikan keunikan tradisi di Nusantara yaitu


terjadi alkulturasi antara tradisi budaya lokal
dengan agama tanpa menimbulkan kesyirikan.
Menurut primbon Jawa dijelaskan
beberapa hal yang harus dipenuhi selama
pelaksanaan selapanan seperti menyimpan
potongan kuku dan rambut sang bayi bersama tali
pusarnya dengan kotoran kelelawar yang suatu
saat dipercaya akan sangat berguna. Selama
pelaksanaan selamatan selapanan banyak terdapat
hal-hal mitos yang juga turut mengiringinya.
Seperti persyaratan-persyaratan yang harus
dipenuhi di tumpeng weton yaitu 7 jenis sayuran.
Jenis sayur-sayuran yang digunakan
dalam selamatan selapanan sudah ditentukan
seperti kacang panjang, kangkung dan 5 jenis
sayuran bebas. Sayuran tersebut juga memiliki
simbol-simbol khusus misalnya kacang panjang
sebagai simbol harapan agar sang bayi panjang
umur, dan sayuran kangkung sebagai simbol
harapan agar hidup sang bayi akan terus tentram.
Semua sayuran itu kemudian direbus dan
dipotong-potong, kecuali kacang panjang dan
kangkung, hal ini karena terdapat suatu alasan
tertentu.

192
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Telur ayam
Telur ayam yang digunakan adalah telur
yang sudah direbus dan dikupas dengan
jumlahnya yang telah ditentukan juga yaitu 7, 11
dan 17 butir.
7 jenis buah-buahan
Jenis buah-buahan yang digunakan disini
bebas namun harus terdapat satu buah yang tidak
boleh ketinggalan yaitu buah pisang raja.
Bumbu urap
Bumbu urap atau gudangan ini dibuat
dengan tidak pedas, hal ini dimaksudkan untuk
membedakan antara acara weton bayi dengan
weton orang dewasa.
Cabai dan bawang merah
Cabai dan bawang akan diletakkan pada
puncak tumpeng weton.
Saringan santan
Saringan santan ini terbuat dari kulit
bambu, dan di dalamnya ada kembang setaman
yaitu mawar merah dan putih, melati, kanthil, dan
bunga kenanga.

193
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

7 jenis bubur
Tak ketinggalan juga bubur khas orang
Jawa yaitu dengan jumlah bubur 7 piring serta
isinya yang juga harus berbeda. Terdapat enam
piring yang berisi bubur gurih (bubur putih)
dengan bubur manis (bubur merah) dan satu buah
piring yang berisikan bubur gurih biasa yaitu
bubur yang ditaburi kelapa parut dan potongan
gula kelapa.
Menurut tradisi, tumpeng weton serta
perlengkapan lainnya harus diletakkan di dalam
kamar dan di atas tempat tidur sang bayi. Setelah
selesai didoakan maka weton tumpeng
diperbolehkan untuk dimakan atau dihidangkan
untuk semua orang yang hadir.
Jumlah serta jenis makanan yang
disajikan dalam selamatan selapanan merupakan
jumlah ganjil, karena angka ganjil dipercaya
merupakan angka yang baik. Kepercayaan
mengenai angka ganjil ini juga ada pada orang
yang akan mengonsumsi selamatan tersebut.
Masyarakat Jawa mempercayai bahwa selamatan
selapanan ini sebaiknya dikonsumsi oleh minimal
7 orang, 11 orang dan 17 orang atau bisa lebih
banyak dari jumlahnya, yang terpenting adalah
jumlah orangnya harus ganjil.

194
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Angka-angka yang disebutkan di atas


ternyata memiliki nilai filosofis tersendiri untuk
masyarakat Jawa. Angka 7 (pitu) yang kepanjang-
annya adalah pitulungan/ pertolongan,
merupakan harapan agar sang bayi beserta
keluarganya mendapatkan pitulungan/
pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa. Angka 11
(sewelas) yang berarti juga kewelasan/kasih
sayang dengan harapan agar sang bayi beserta
keluarganya mendapatkan kasih sayang dari
Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan angka 17
(pitulas) merupakan gabungan antara angka 7 dan
11 yaitu pitulungan dan kewelasan, dengan
harapan agar sang bayi dan juga keluarga yang
melaksanakan selamatan selapanan memperoleh
pertolongan serta kasih sayang dari Tuhan Yang
Maha Esa.

Danial Fahmi
5201418046
fahmipasha123@gmail.com

195
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Reog Ponorogo
(Maulana Ikhsanudin Rizaldi)

(Sumber foto: https://penakecil.com/reog-


ponorogo/)
Reog adalah salah satu kesenian budaya
yang berasal dari Jawa Timur bagian barat laut
dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog
yang sebenarnya. Warok dan Gemblak yang ikut
tampil pada saat pertunjukan Reog Ponorogo
menjadi maskot yang menghiasi gerbang Kota
Ponorogo. Reog adalah salah satu budaya daerah
di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-
hal mistik dan ilmu kebatinan yang cukup kuat.
Ada lima cerita populer yang berkembang
di masyarakat mengenai asal-usul Reog dan
Warok. Cerita yang paling terkenal adalah cerita
tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang

196
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

abdi kerajaan pada masa Kertabhumi, Raja


Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-
15. Ki Ageng Kutu murka karena pengaruh kuat
dari pihak istri Raja Majapahit yang berasal dari
Tiongkok. Dia juga murka kepada rajanya karena
terbukti melakukan korupsi. Dia pun melihat
bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan segera
berakhir.
Ki Ageng Kutu memutuskan untuk
meninggalkan Sang Raja dan mendirikan
perguruan. Dia sendiri yang mengajarkan bela
diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan
kepada anak-anak muda dengan harapan mereka
akan menjadi bibit-bibit pengganti para pejabat
Kerajaan Majapahit. Ki Ageng Kutu sadar
pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan
kerajaan, maka beliau menyampaikan pesan
politisnya melalui pertunjukan Reog Ponorogo
yang tujuannya untuk menyindir Raja
Kerthabumi.
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan
topeng berbentuk kepala singa yang dikenal
sebagai "Singa Barong" dan menjadi simbol untuk
Kertabhumi. Di atas topeng tertancapkan bulu-
bulu merak yang menyerupai kipas raksasa untuk
menyimbolkan pengaruh kuat dari rekan-rekan

197
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

istrinya yang telah mengatur segala gerak-gerik


Raja Kertabhumi.
Kepopuleran Reog Ki Ageng Kutu
akhirnya menyebabkan Kertabhumi mengambil
tindakan dan menyerang perguruan Ki Ageng
Kutu. Pemberontakan oleh Warok dengan cepat
dapat diatasi dan akhirnya perguruan dilarang
untuk melanjutkan pengajaran. Namun murid-
murid Ki Ageng Kutu tetap melanjutkannya secara
sembunyi-sembunyi.
Reog modern biasanya ditampilkan
dalam beberapa acara seperti pernikahan,
khitanan, dan hari-hari besar Nasional. Ada 2
sampai 3 tarian pembuka dalam kesenian Reog
Ponorogo. Tarian pertama diperankan oleh 6
sampai 8 pria gagah berani yang mukanya dipoles
warna merah dan berpakaian serba hitam. Para
penari ini menggambarkan sosok singa yang
pemberani. Tarian kedua biasanya dibawakan oleh
6 sampai 8 gadis yang menaiki kuda lumping.
Tarian ketiga biasanya berupa tarian oleh anak
kecil yang membawakan adegan lucu yang disebut
“Bujang Ganong atau Ganongan”.
Adegan kedua adalah inti dari Reog
modern yang ditampilkan setelah tarian pembuka.
Isi dari adegan inti bergantung pada kondisi di

198
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

mana seni Reog ditampilkan. Apabila


berhubungan dengan pernikahan maka yang
ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk
hajatan khitanan (sunatan), biasanya bercerita
tentang pendekar. Tidak mengikuti skenario yang
tersusun rapi adalah salah satu ciri khas kesenian
Reog Ponorogo. Selalu ada interaksi antara pemain
dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) atau
pemain dan penonton.
Adegan ketiga (adegan terkahir) adalah
Singa Barong. Pelaku yang memerankan singa
barong memakai topeng berbentuk kepala singa
dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung
merak. Berat topeng ini bisa mencapai 50 sampai
60 kilogram. Topeng tersebut dibawakan oleh
penarinya menggunakan gigi. Kemampuan untuk
membawakan topeng ini diperoleh dengan latihan
yang cukup berat dan latihan spiritual seperti
puasa dan bertapa. Tokoh-tokoh dalam seni Reog
Ponorog :
Jathilan adalah tarian prajurit berkuda
yang dilakukan di atas kuda. Tarian ini dibawakan
oleh penari dimana antara penari yang satu
dengan penari yang lainnya saling berpasangan.
Jathilan awalnya diperankan oleh laki-laki dengan
gerakan halus dan cenderung feminim. Sejak

199
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

tahun 1980-an ketika tim kesenian Reog Ponorogo


hendak dikirim ke Jakarta untuk pembukaan PRJ
(Pekan Raya Jakarta), penari Jathilan diganti oleh
para penari putri dengan alasan agar lebih
feminim. Ciri-ciri kesan gerak tari Jathilan pada
kesenian Reog Ponorogo cenderung halus, lincah,
dan genit.
Warok berasal dari kata wewarah, yaitu
orang yang mempunyai tekad suci, memberikan
tuntunan, dan perlindungan tanpa pamrih. Warok
adalah orang yang kaya akan wewarah, artinya
seseorang menjadi Warok karena mampu memberi
petunjuk atau pengajaran kepada orang lain
tentang hidup yang baik. Warok merupakan ciri
khas dan jiwa masyarakat Ponorogo yang telah
mendarah daging sejak dahulu dan telah
diwariskan oleh nenek moyang kepada generasi
penerus.
Bagian-bagian Barongan (dadak merak)
antara lain: kepala harimau yang terbuat dari
kerangka kayu, bambu, atau rotan yang ditutup
dengan kulit harimau. Kerangka dadak merak
terbuat dari bambu dan rotan sebagai tempat
untuk menata bulu merak yang menggambarkan
seekor merak sedang mengembangkan bulunya
dan menggigit untaian manik-manik (tasbih).

200
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Krakap terbuat dari kain beludru


berwarna hitam yang disulam menggunakan
monte. Krakap merupakan aksesoris dan tempat
untuk menuliskan identitas grup Reog. Dadak
merak ini memiliki panjang sekitar 2,25 meter,
lebar sekitar 2,30 meter, dan beratnya mencapai 50
kilogram.
Seorang raja sakti mandraguna yang
memiliki pusaka andalan berupa cemeti adalah
Klono Sewandono. Kyai Pecut Samandiman
adalah nama dari cemeti milik Klono Sewandono.
Pusaka tersebut digunakan untuk melindungi
dirinya. Gerak tari yang lincah menggambarkan
kegagahan Sang Raja.
Bujang Ganong (Ganongan) atau Patih
Pujangga Anom adalah salah satu tokoh yang
enerjik, kocak, sekaligus mempunyai keahlian
dalam bela diri sehingga di setiap penampilannya
selalu ditunggu-tunggu oleh para penonton
khususnya anak-anak.

201
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Sosok seorang Patih Muda yang cekatan,


berkemauan keras, cerdik, jenaka dan sakti adalah
gambaran dari Bujang Ganong.

Maulana Ikhsanudin Rizaldi


5201418047
maulanarizal096@gmail.com
083124314293

202
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Ruwatan Cukur Rambut Gimbal Dieng


(Hidayat Noer Rifki Supriyadi)

(Sumber:
https://suryawibowodua.files.wordpress.com/20
15/04/gimbal2.jpg)
Perkembangan zaman lambat laun telah
mengubah sisi-sisi kehidupan kita, termasuk
dalam kebudayaan. Tetapi, tidak dengan
masyarakat di Dataran Tinggi Dieng yang
memiliki rambut gembel atau gimbal. Fenomena
ini dihubungkan dengan hal-hal spiritual.
Rambut Gimbal atau Gembel merupakan
rambut yang tumbuh lebih dari sehelai dengan

203
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

bentuk menggumpal. Biasanya anak yang akan


tumbuh rambut gimbal atau gembel ini akan
mengalami demam yang tinggi. Sampai saat ini
adanya rambut gembel di Daratan Tinggi Dieng
masih menjadi misteri dan belum ada penelitian
medis mengenai fenomena tersebut.
Ruwat berarti bebas atau terlebas. Untuk
orang Jawa, orang yang diakui memiliki sukerta
harus dilakukan peruwatan agar tidak terkena sial,
malapetaka, dan marabahaya. Sukerta memiliki
maksud yaitu seseorang yang memiliki kelainan
secara turun menurun akan dimangsa Bhtara kala,
seperti anak-anak yang memiliki rambut gimbal
atau gembel sehingga harus melewati proses
peruwatan atau pembersihan terlebih dahulu.
Di sekitar lereng Gunung Sumbing dan
Gunung Sindoro yang subur tentang tradisi
ruwatan ini yakni rambut gembel atau gimbal
sebagai ciri khas dari Kabupaten Wonosobo.
Anak-anak yang memiliki rambut gembel atau
gimbal ini dianggap anak dari sukerta yang
dicadangkan menjadi mangsa Bhatara Kala dan
harus di ruwat atau dibersihkan.
Beberapa versi tentang asal-usul dari
munculnya anak- rambut gembel atau gimbal
seperti di Dieng dan Kabupaten Wonosobo.

204
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Pertama, zaman dulu rambut gembel atau


gimbal dipercaya sebagai titipan Kyai Kolodete.
Kyai Kolodete adalah tokoh yang membuka atau
babad hutan Wonosobo dan Kyai Kolodete juga
berambut gembel atau gimbal. Kyai Kolodete
menyukai dan menyayangi anak-anak kecil.
Saking sayangnya Kyai Kolodete menitipkan
rambut gimbalnya kepada anak-anak di
Kabupaten Wonosobo. Beliau juga menitipkan
pesan bahwa anak-anak yang memiliki rambut
gembel atau gimbal adalah keturunannya dan
pesan beliau jangan sekali disia-siakan karena
anak ini sangatlah istimewa.
Kedua, tentang asal-usul anak rambut
gimbal yaitu Kyai Kolodete. Beliau adalah seorang
pejuang yang memiliki rambut gimbal. Katanya
rambut gembel atau gimbal yang dimiliki Kyai
Kolodete sangat panjang sehingga sampai telapak
kakinya. Dan rambut gimbalnya dianggap
mengganggu saat perang sehingga dititipkan
kepada anak-anak yang disayanginya.
Ketiga, tentang asal mulanya tumbuh
anak rambut gimbal menyebutkan bahwa Kyai
Kolodete memiliki rambut gimbal dar lahir hingga
wafat. Rambut gembel atau gimbal yang dimiliki
mengganggu beliau sehingga ketika akan

205
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

meninggal beliau berpesan kepada anak cucunya


untuk mewarisi rambut gimbalnya. Beliau juga
mewariskan rambut gimbalnya kepada anak dan
cucu-cucunya yang bertinggal disekitar Dataran
Tinggi Dieng. Dan roh beliau menjadi penguasa di
daerah pegunungan tersebut.
Tradisi masyarakat di Dataran Tinggi
Dieng mewajibkan seorang anak yang berambut
gembel atau gimbal dan berumur diatas 7 tahun
harus melakukan ruwatan cukur rambut gembel.
Yang memiliki tujuan “Balak” yang ditimbul-
kannya sirna. Upacara tersebut dapat dilakukan
apabila si anak mengajukan permintaan kepada
orang tuanya, tetapi biasanya ini sulit untuk
dipenuhi. Menurut penduduk sekitar permintaan
dari si anak tersebut harus dipenuhi karena jika
tidak si anak tersebut bisa sakit-sakitan bahkan
berujung musibah.
Ruwatan Cukur Rambut Gimbal atau
Gembel bertujuan untuk mengilangkan rambut
gembel agar si anak memiliki rambut yang normal.
Selain itu, Si anak yang di cukur rambutnya agar
memperoleh keberkahan dan kesehatan. Untuk
melakukan Ruwatan tersebut tokoh spiritual harus
memandikan anak tersebut dengan air keramat di
kawasan Dataran Tinggi Dieng seperti di Goa

206
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Sumur. Dan pada prosesi ruwatan dilengkapi


dengan sesajen berupa tumpeng putih dengan
dihiasi buah-buah yang ditancapkan, jajanan
pasar, 15 jenis minuman dan permintaan Si anak.
Setelah memanjatkan doa, tokoh spiritual
mengasapi kepala Si anak dengan kemenyan,
kemudian barulah memotong rambut gembel
tersebut dengan sebelumnya memasukan cicin
yang dianggap magis ke tiap helai rambut gembel
lalu mencukurnya satu-satu. Rambut yang telah
dicukur lalu dibungkus dengan kain putih dan
dilarung di Telaga Warna Dieng atau ke
sungai.Dan dengan adanya Upacara/ Ruwatan
Rambut Gimbal atau Gembel ini mampu menarik
ribuan wisatawan untuk menyaksikan acara sakral
tersebut.

Hidayat Noer Rifki Supriyadi


5201418048
hidayatnurrifki@gmail.com
081229249312

207
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Kemahiran dan Kerajinan Iket Sunda


(Nazid Abdullah)

(Sumber foto:
komunitasiketbanjarpatroman.blogspot.com/p/bl
og-page_31.html?m=1)

Kebudayaan Indonesia memiliki ciri-ciri


khas Indonesia antara lain bersifat Bhineka
Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu.
Kekayaan budaya yang beraneka ragam itu perlu
dilestarikan dan diwariskan pada generasi
berikutnya agar tercipta kesinambuangan

208
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

kehidupan budaya. Salah satu khsanah


kebudayaan tersebut, di Jawa Barat khususnya
masyarakat Sunda adalah pelindung kepala
dengan sebutan iket yang berfungsi sebagai
kelengkapan berpakaian. Dalam beberapa
peninggalan tertulis dikatakan bahwa iket kepala
bukan semata-mata sebagai penutup kepala, tetapi
juga simbol kebesaran. Pada zaman dahulu, iket
juga bisa mencerminkan kelas-kelas dalam
masyarakat, hingga tampak jelas perbedaan
kedudukan seseorang dalam kehidupan sehari-
harinya.
Orang Sunda menganggap ikat kepala
tidak hanya sebagai pelengkap pakaian semata-
mata, akan tetapi juga penggunaannya sangat erat
dengan tatanan nilai dan tata krama. Sementara itu
masyarakat Indonesia juga mengembangkan
kelengkapan pelindung kepala dengan berbagai
raga bentuk dan coraknya. Betapapun keadaanya,
manusia mengembangkan kelengkapan pelindung
kepala maupun penghias jasmaninya yang dapat
memberikan kenyamanan maupun memenuhi
rasa keindahan tak terkecuali masyarakat Sunda,
dengan segala kepandaiannya menyesuaikan diri
dengan lingkungannya secara aktif.

209
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Hal ini tampak terutama dalam peristiwa-


peristiwa khusus (upacara adat) yang memiliki
aturan-aturan adat. Berangkat dari kenyataan
tersebut lahirlah karya-karya dan kreasi-kreasi
manusia Sunda untuk memenuhi kepentingan
hidupnya. Bermacam raga sudah turun temurun
dari generasi ke generasi selanjutnya. Cara dan
raga tersebut seringkali terpolakan dan dipegang
teguh, sehingga melahirkan ciri-ciri tersendiri dan
telah menjadi milik bersama. Di dalamnya
terkandung nilai-nilai dan norma yang seolah olah
ditetapkan menjadi panutan (pedoman) bersama.
Mengenai raga bentuk iket, masyarakat
Sunda senantiasa dinamis, menyesuaikan diri
dengan berbagai pengaruh dan mengadaptkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Berulang kali
pengaruh ini mengubah tradisi yang sudah turun-
temurun, termasuk didalamnya ragam hias bentuk
iket yang merupakan menifestasi dari rasa
keindahan dan cerminan dari keyakinan yang
berlaku. Oleh karena itu tidak mengherankan jika
kita dapat menemukan beragam bentuk iket pada
masyarakat Jawa Barat “Sunda.”
Masyarakat Jawa Barat “Sunda” saat ini
sedang menghdapai proses perubahan yang
mengarah kepada pembaharuan dalam segala

210
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

bidang termasuk didalamnya tata cara berpakaian.


Oleh karena itu, iket sebagai pelengkap pakaian
orang Sunda juga mengalami perubahan fungsi
sesuai dengan kemajuan kelompok masyarakatnya
yang hidup didaerah berbed-beda.
Permasalahan utama yang ada kini
adalah perkembangan zaman yang terus
berlangsung menimbulkan perubahan nilai dalam
kehidupan masyarakat. Nilai-nilai lama sedikit
demi sedikit mulai tergeser, sehingga apa-apa
yang dianggap baik tempo dulu kemudian
dianggap kolot dan ditingalkan, kemudian diganti
dengan nilai baru. Pada saat itulah terjadi
bentrokan nilai, yakni tatkala nilai lama sudah
mulai di tingalkan sementara nilai baru belum
terwujud secara nyata.
Bila dahulu pakaian, termasuk raga dan
bentuk iket telah dibakukan sedemikian rupa,
sehingga jarang ada orang yang berani
mengubahnya, maka sekarang ini timbul kreasi
atau ragam baru yang menjurus kepada pola yang
dibakukan, baik bentuk dan bahannya.
Permasalahan lain yang tak kalah pentingnya
adalah studi melalui iket dapat mengungkapkan
sistem kehidupan masyarakat Sunda pada masa
lalu, dan menginventariskan “iket” sebagai

211
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

kekayaan budaya Sunda seperti pakaian dan


sebagainya.
Untuk itulah penelitian mengenai raga
dan bentuk iket khususnya yang menyangkut
bahan, bentuk, dan ragam hiasnya, perlu segara
dilaksanakan, mengingat responden yang
dianggap layak masih ada satu dua kalau tidak
dikatakan hilang sama sekali sebelum
perkembangan pada iket terlalu jauh dari tradisi
Sunda yang sesungguhnya. Untuk menghindari
terlalu luasnya cakupan penelitian yang
kemungkinan dapat menyimpang dari tujuan
semula, maka perlu kiranya bahasa penelitian ini
dibatasi. Penelitian ini mencakup arti, perlambang,
dan fungsi iket, tinjauan sejarah dan bentuk-
bentuk iket menurut penggunaannya di Jawa
Barat, terutama di Priangan dan di Cirebon.
Disamping itu, wilayah ini mungkin bisa mewakili
raga dan bentuk iket yang ada di Jawa Barat.
Pilihan ini didasarkan pada pertimbangan
bahwa iket/pelindung kepala khas Sunda dalam
penggunaannya sudah hampir jarang ditemukan
dan bahkan tidak terlihat digunakan dalam
praktik sehari-hari. Penelitan ini bertujuan untuk
mengetahui dan mendapatkan gambaran yang
lengkap dan jelas mengenai raga dan bentuk iket

212
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

atau pelindung kepala yang masih diakui


keberadaannya. Lebih lengkap, tujuan penelitian
ini sebagai berikut:
1. untuk mengetahui bentuk, corak, raga iket;
2. untuk mengetahui pemakaian iket oleh
masyarakat pendukungnya;
3. untuk mengetahui sejauh mana fungsi sosial
iket bagi masyarakat pendukungnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode deskripsi analitik; artinya
penelitian dilakukan semata-mata berdasarkan
kepada fakta yang ada. Data yang terkumpul
diberi interpretasi sesuai kebutuhan.penelitian
diawali dengan studi pustaka untuk mempelajari
konsep-konsep dan teori yang mendukung materi
penelitian. Langakah berikutnya, pengumpulan
data melalui pengamatan dan wawancara
mendalam dept intervieu dengan orang orang
yang dipandang mengetahui tentang
permasalahan yang diteliti.
Nazid Abdullah
5201418049
nazidabdullah09@gmail.com
083149215566

213
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Tingkepan Adat Jawa


(Wirya Adha Salam)
Tingkepan adalah proses ketiga dalam
perwakilan adat jawa setelah selamatan dan
walimah. Upacara tingkepan dalam arti lain
adalah mitoni bersumber dari kata pitu yang
artinya tujuh, sehingga upacara mitoni dilakukan
pada saat usia kehamilan tujuh bulan, dan hanya
dilakukan pada kehamilan pertama. Dalam
melaksanakan upacara tingkepan, wanira yang
hamil tujuh bulan dimandikan menggunakan air
kembang setaman, dibarengi dengan doa-doa
tertentu.
Calon ibu harus sudah mandi pukul 9 s.d.
11, tujuan itu menunjukkan keinginan yang bersih
dan suci. sekira pukul 15.00-16.00, upacara
tingkepan dapat dimulai, menurut yang
dipercayai pada jam-jam itulah bidadari datang
untuk turun mandi. undangan lebih baik harus
tertera lebih awal pukul 14.30. seharusnya dipilih
hari-hari Rabu atau Sabtu yang bertepatan dengan
tanggal 14 atau 15 kalender jawa.
Cara melaksanakan upacara Tingkepan:
Siraman dilakukan oleh orang
tua/sesepuh sebanyak tujuh orang. Bertujuan

214
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

memohon doa restu, agar suci, daun kluwih, daun


alang-alang. Bahan tersebut untuk lambaran
sewaktu siraman. kemudian, selanjutnya
memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain
(sarung) calon ibu oleh suami melalui perut
hingga pecah, hal ini merupakan simbul harapan
agar bayi lahir dengan lancar, tanpa suatu
halangan.
Berganti Nyamping sebanyak tujuh kali
secara bergantian, disertai kain putih. Kain putih
punya arti dasar pakaian pertama, yang
melambangkanmerupakan bayi yang akan
dilahirkan adalah suci, dan dapat berkah dari
Tuhan YME. Dibarengi dengan pertanyaan sudah
“pantas apa belum”, sampai berganti enam kali
dijawab dengan ibu-ibu yang menghadiri “belum
pantas.” Sesampai yang terakhir ke tujuh kali
dengan kain sederhana di jawab “pantes.”
Adakala cara nyamping yang dikenakan
secara urut dan bergantian berjumlah tujuh dan
diakhiri dengan motif yang paling sederhana
sebagai berikut:
Wahyu Tumurun.
Bermakna supaya bayi yang akan lahir
jadi orang yang senantiasa dekat dan

215
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa


dan selalu dapat petunjuk dan perlindungan dari
Nya.
Sido Asih.
Bermakna supaya bayi yang akan lahir
menjadi orang yang selalu di cintai dan dikasihi
oleh sesama serta mempunyai sifat belas kasih.
Sidomukti.
Mempunyai arti supaya bayi yang akan
lahir menjadi orang yang mukti wibawa, yaitu
berbahagia dan disegani dengan kewibawaannya.
Truntum.
Bermakna supaya keluhuran budi
orangtuanya turun (tumaruntum) pada diri bayi
tersebut.
Sidoluhur
Bermakna agar anak menjadi orang yang
sopan dan berbudi pekerti luhur.Mori dikenakan
sebagai busana dasar sebelum berganti-ganti
nyamping, dengan arti bahwa segala tingkah
perilaku calon ibu agar senantiasa dilambari
dengan hati bersih nan suci.Jika suatu hari
keluarga tersebut bahagia sejahtera dengan
berbagai fasilitas atau kekayaan atau memiliki

216
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

kedudukan maka hatinya tetap bersih tidak


sombong atau congkak, serta senantiasa bertakwa
kepada Tuhan YME.
Sesudah itu Berganti Nyamping selesai,
maka diteruskan dengan memutusan Lawe atau
janur kuning yang dilingkarkan di perut calon ibu,
dilakukan calon ayah menggunakan keris Brojol
yang ujungnya diberi rempah kunir, dengan arti
supaya bayi dalam kandungan akan lahir dengan
mudah.
Makanan Selama Acara Syukuran
Tingkepan:
Tujuh Macam Bubur, termasuk bubur
Procot.
Tumpeng Kuat, bermakna agar bayi yang
akan dilahirkan nanti sehat dan kuat, (Tumpeng
dengan Urab-urab tanpa cabe, telur ayam rebus
dan lauk yang dihias).
Dawet, mempunyai tujuan agar
menyegarkan. Makanan Utama.
1. Nasi kuning berbentuk kerucut.
2. Enten-enten, yaitu berupa kelapa yang telah
diparut dicampur dengan gula kelapa
dimasak sampai kering.

217
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

3. Nasi loyang, nasi kuning yang direndam


kedalam air,kemudian dikukus kembali dan
diberi kelapa yang sudah diparut.
Benda-Benda yang Digunakan Selama
Tingkepan
1. Bokor di isi air tujuh mata air, dan kembang
setaman untuk siraman.
2. Batok (tempurung) sebagai gayung siraman
(Ciduk)
3. Boreh untuk digosokan ke badan penganti
sabun.
4. Kendi digunakan untuk memandikan paling
terakhir.
5. Dua handuk kecil untuk mengeringkan badan
setelah siraman.
6. Dua setengah meter kain mori digunakan
setelah selesai siraman.
7. Sebutir telur ayam kampung didalam plastik.
8. Dua cengkir gading yang dilukis Kamajaya
dan Kamaratih atau Arjuna dan Dewi Wara
Sembodro.
9. Busana Nyamping beraneka ragam, dua meter
lawe atau janur kuning

218
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

10. Baju dalam dan nampan untuk wadah kebaya


dan tujuh nyamping, dan stagen diatur rapi.
11. Perlengkapan Kejawen kakung dengan satu
pasang kain truntum. Calon ayah dan ibu
berpakain komplet kejawen, calon ibu dengan
rambut terurai dan tanpa perhiasan.
12. Sesajen
13. Tumpeng Robyong dengan kuluban, telur
ayam rebus, ikan asin yang digoreng.
14. Peyon atau pleret adonan kue/nogosari diberi
warna dibungkus plastik, lalu dikukus.
15. Sepasang Ayam bekakah (Ingkung panggang)
16. Ketupat Lepet (Ketupat dibelah diisi bumbu)
17. Berbagai macam buahan
18. Makanan jajan Pasar dan Pala Pendem (Ubi-
ubian)
19. Arang-arang kembang satu gelas ketan hitam
goring sangan
20. Bubur Putih satu piring
21. Bubur Merah satu Piring
22. Bubur Sengkala satu piring
23. Bubur Procot/ Ketan Procot, ketan dikaru
santan, setelah masak dibungkus
menggunakan daun/janur kuning yang
memanjang tidak boleh dipotong atau
dibiting.
24. Nasi Kuning ditaburi telur dadar, ikan teri
goreng, ayam,rempah

219
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

25. Dawet Ayu (cendol, santan dengan gula jawa)


26. Rujak Manis terdiri dari tujuh macam buah.

Wirya Adha Salam


5201418050
wiryalfc@gmail.com
082325541755

220
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Acara Adat Grebeg Maulid dan Sekaten di


Yogyakarta
(Raksi Pandu Wardhana)
1. Grebeg Maulid
Grebeg atau lebih sering disebut grebeg
adalah acara budaya yang rutin diadakan oleh
Keraton Kesultanan Yogyakarta setiap bulan
rabiul awal penanggalan hijriyah.Seuai namanya
maulid yang berarti hari lahir, acara ini di adakan
untuk memperigati hari lahir Nabi Muahammad
SAW. Dalam rangkaian acara ini arak-arakan tujuh
gunungan besar yang terdiri dari buah–buahan,
serta hasil panen lainya. Hal ini dimaksudkan
sebagai rasa syukur kepada yang maha kuasa atas
kelimpahan hasil bumi yang telah diberikan, serta
bentuk sedekah raja kepada rakyatnya. Tujuh
gunungan tersebut terdiri dari tiga gunungan
kakung (laki–laki), gunungan putri (perempuan),
satu gunungan gepak(pekat), satu gunungan
pawuhan, dan satu gunungan darat (tanah).
Perayaan Grebeg diawali dengan upacara
pemberangkatan dari pergelaran Kerataon
Yogyakarta. Acara biasanya dimulai sekitar
10.00WIB. Setelah acara pembukaan dan doa
selesai,maka iring–iringan pun mulai berjalan

221
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

keluar Keraton. Mula– mula diawali oleh barisan


prajurit tombak abang,kemudian abdi dalem,dan
di sususul gunungan–gunungan besar yang
dibawa oleh berapa orang. Ketujuh gunungan
tersbut diawali oleh 12 bregodo (regu prajurit
Keraton). Gunungan–gunungan tersebut akan
dibagi menuju tiga lokasi yaitu Masji Gede
Kauman, Puro Pakualaman, serta Kantor
Kepatihan.
Setelah gunungan tiba di Masijid Gede
Kauman, Puro Pakalaman , maupun Kepatihan
maka akan di lakukan ritual doa. Hal ini untuk
menunjukan rasa syukur dan kerenahan manusia
di hadapan Yang maha Agung. Segera setelah doa
selesai maka gunungan tersebut aka langsung di
serbu warga untuk mengambil hasil bumi yang
terdapat pada gunungan. Tentu saja acara grebeg
maulu sudah tidak asing lai bagi masyarakat
Yogyakarta upacara adat yang biasanya diadakan
setahun 3 kali.
2. Sekaten
a. Asal-usul
Sekaten juga dikenal di wilayah kota
Madya Yogyakarta dan terdapat pada upacara
adat tersebut atau disebut juga dengan pasar
malam. Pada perayaan sekaten sebelum upacara di

222
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

adakan pasar malam terlebih dahulu dan


waktunya adalah selama satu bulan penuh. Acara
sekaten ini di adakan selama setahun selakali yaitu
pada bulan maulud atau di sebut dengan bulan ke-
tiga pada penanggalan jawa yaitu bulan maulud.
Alun-alun Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
merupakan salah satu tempat sebagai pelaksanaa
acara tersebut.istilah sekaten menurut bebearapa
pandangan masyarakat ada yang berpendapat
bahwa sekaten berasal dari kata sekati yang
artinya adalah nama dari dua perangkat pusaka
keraton berupa gamelan yang disebut kanjeng
Kyai Sekati gamelan ini ditabuh hanya setahun
sekali pada rangkaian acara peringatan maulid
Nabi Agung Muhammad SAW. Ada juga yang
berpendapat bahwa sekaten berasal dari dua kata
yaitu suka dan ati karena masyarakat merasa
senang menyambut acara maulid nabi yang
disertai dengan pasar malam selama satu bulan
penuh.
Sekaten berasal dari kata syahadatini
menurut pendapat lain yaitu syhadataini yang
terdiri dari dua kalimat dalam syhadat islam,
syahadat taukhid yang berarti “saya bersaksi
bahwa tiada tuhan selain Allah” dan syhadat rasul
“Nabi Muhammad adalah utusan Allah”.Acara

223
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

sekaten sering juga disebut sebagai cara untuk


berdakwah melalui seni yaitu gamelan yang
dimaikan. Yang dimana salah satu wali songo
yang bernama Sunan Kali Jaga atau Raden Mas
Syaid berdakwah pada waktu itu agar masyarakat
mengikuti ajaran tauhid salah satu medianya
adalah seni karawitan (gamelan jawa). Cara ini
juga digunakan Sunan Kali Jaga untuk menarik
perhatian masyarakat luas agar datang dan
menikmati pertunjukan pagelaran karawitanya.
Perangkat gamelan yang digunakan olehnya
adalah Gamelan Kyai Sekati pada pagelaran ini
pada sela-sela acara akan dibacakan khutbah dan
pembacaan ayat suci Al_Qur’an semata-mata agar
masyarakat menikmati suasana yang berbeda.
Keyakinan yang muncul pada masyarakat
Yogyakarta dan sekitarnya adalah bahwa yang
mengikuti perayaan Maulid Nabi atau hari
kelahiran Nabi Muhammad SAW yang
mengikutinya akan menambat pahala dari Tuhan
YME Allah SAWdan diprcayai awet muda. Tetapi
ada suatu syarat yang cukup unik yaitu
masyarakat harus mengunyah sirih sambil
merayakan grebeg maulid di halaman Masjid
Agung Yogyakarta terutama pada awal mulanya
perayaan Sekaten.

224
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Kesempatan tersebut dimanfatkan bagi


para penjual untuk mengais rezeki yaitu dengan
berjualan sirih juga nasi gurih beserta hidangan
lauk-pauknya yang tempatnya di kemandungan
Alun-alun Utara atau di depan Masjid Agung
Yogyakarta. Pada acara maulid ini para petani ikut
andil merayakan serta merta untuk meminta pada
yang maha kuasa agar panen yang akan datang
berhasil dan mendapatkan hasil yang melimpah,
untuk memperkuat tekadnya mereka ramai-ramai
membeli oleh-oleh cambuk untuk dibawa pulang.
Persiapan demi persiapan dilaksanakan
yang semuanya ada dua persipan mulai dari
persiapan spiritual dan fisik. Persipan fisik yang
terdiri dari peralatan dan perlengkapan acara
sekaten yaitu: gamelan sekaten, Gendhing Sekaten
dan sejumlah uang logam, bunga kanthil busana
seragam sekaten tidak lupa samir untuk niyaga.
Tidk lupa juga dengan persiapan spiritual yaitu
naskah riwayat Nabi Muhammad SAW.
Gamelan Sekaten adalah benda pusaka
Kraton yang disebut Kanjeng Kyai Sekati dalam
dua rancak, yaitu Kanjeng Kyai Nogowilogo dan
Kanjeng Kyai Guntur Madu. Gamelan Sekaten
tersebut dibuat oleh Sunan Giri yang ahli dalam
kesenian karawitan dan disebut-sebut sebagai

225
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

gamelan dengan laras pelog yang pertama kali


dibuat. Alat pemukulnya dibuat dari tanduk
lembu atau tanduk kerbau dan untuk dapat
menghasilkan bunyi pukulan yang nyaring dan
bening, alat pemukul harus diangkat setinggi dahi
sebelum dipuk pada masing-masing gamelan.
Sebelum dimainkan oleh abdi dalem maka
hendaknya para abdi dalem mensucikan diri
dengan berpuasa dan siram jamas atau disebut
persiapan mental dan batin.
b. Keramaian Sekaten
Sebelum acara tradisional sekaten di
adakanlah pasar malem yang waktunya satu atau
sua minggu sebelum pelaksanaan, pasar tersebut
diadakan di alun-alun utara Yogyakarta. Pada
acara pasar malam terdapat penjual makanan dan
minuman disertai hiburan atraks,atraksi ini dapat
dinikmati oleh halayak ramai agar masyarakat
senang ini disediakan secara gratis itu dalah
antusiaas masyarakat sehingga sangat ramai pada
pasar malam. Tentu lebih ramai pada acara inti.
c. Upacara Sekaten
Acara inti atau sekaten resmi dibuka yaitu
pada tanggal 5 maulud yang ditandai dengan
Gamelan kyai Sekati oleh para abdi dalem Keraton

226
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Ngayogyakarta Hadiningrat. Gamelan tersebut


terdiri dari dua gamelan yaitu Kyai Guntur Madu
dan Kyai Nogowilongo dan di letakan di sisi kiri
dan kananbangsal ponconiti Keben. Lalu
dimainkan mulai setelah shalat isya. Para pemain
gamelan wajib mensucikan diri setelah menjalani
puasa 24 jam gamelan tersebut dimainkan secra
pelan dan halus oleh niaga.

Raksi Pandu Wardhana


5201418051
raksiwardana2001@gmail.com
082242888863

227
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Tradisi Baritan Masyarakat Asem Doyong


Pemalang
(Fahrul Mukhadik)
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
majemuk yang masyarakatnya terdiri dari
beraneka ragam suku bangsa. Mereka umumnya
bekerja sebagai petani dan nelayan yang sangat
mencintai dan menjunjung tinggi tradisinya.
Ketakutan mereka terhadap bencana alam,
kematian, kelaparan, dan hal-hal lainnya yang
mengancam kehidupannya telah menimbulkan
berbagai tradisi yang hingga kini masih tetap
hidup (the living tradition). Salah satu tradisi
tersebut adalah baritan.
Tradisi ini tumbuh dan berkembang
dalam kehidupan masyarakat bermata
pencaharian sebagai petani dan nelayan. Pada
masyarakat petani, tradisi ini sering disebut
dengan istilah sedekah bumi, sedangkan pada
masyarakat nelayan juga disebut sedekah laut.
Walaupun demikian, baritan yang dilakukan baik
oleh masyarakat petani maupun nelayan
mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebagai
ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa yang telah memberikan hasil
bumi/tangkapan ikan yang melimpah. Tetapi,

228
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

pada masyarakat nelayan melaksanakan upacara


baritan tersebutdi laut. Sebagai contohnya
masyarakat nelayan di daerah Pemalang.Sebagai
contohnya masyarakat petani di daerah
Wonosobo.
Dalam tulisan ini,akan dibahas tentang
tradisi Baritan yang ada di Desa Asem Doyong,
Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang. Baritan
adalah salah satu tradisi yang sudah turun-
temurun dilaksanakan warga nelayan di pantai
utara Pemalang sebagai rasa syukur kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa. Tradisi ini biasanya
dilaksanakan pada selasa atau jumat di awal bulan
Sura (Dalam Kalender Jawa) ini merupakan
prosesi melarung sesaji ke tengah laut.
Terdapattiga sesaji lautatau ambeng
berupa kepala kerbaudan jajanan lokal dan
ditempatkan pada perahukecil kemudian
dilarungkan ke tengah laut menggunakan perahu
yang telah dihias dengan bendera dan umbul-
umbul janur kuning.
Sebelum memulai upacara pelarungan,
diadakan tirakatan bersama yang dihadiripara
nelayan, tokoh masyarakat setempatdan para
pejabat terkaitdengan mengambil lokasidi tempat
pelelangan ikan. Untuk Melancarkan kegiatan

229
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

diadakanpembacaan doa dan tahlil,doa selamat


dan yang terpenting tidak menyimpang dari
aturan agama.
Sebelum dibawa ke laut, Panitia baritan
mengundi sesajiuntuk menentukan perahudan
juru mudiyang berhak membawa sesaji ke laut.
Caranya dengan mengambil nomor urut didalam
toples kecildan ditutup kertas kemudian diberi
lubang kecil untukmegeluarkan lintingan kertas
nomor urut tersebut. Usai pengundian juru
mudidan Anak Buah Kapal diharuskan memakai
kaos yang sudah disiapkan oleh panitia.
Selanjutnya membawa sesaji ke laut.
Setiap diadakan upacara ritual Baritan ini,
Selalu ramai dikunjungi oleh warga sekitar Desa
Asem Doyongdan para pengunjung dari desa lain.
Masyarakat datang biasanya diberi kesempatan
oleh para nelayan setempatuntuk menaiki perahu.
Tidak cuma naik, bahkan pengunjung juga diantar
berkeliling menggunakan perahu perahu tersebut.

230
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

(Sumber: http://4.bp.blogspot.com/-
FfRJE_Pn5uM/Un-
gk8ECwhl/AAAAAAAAAzc/IGDHoZdtvLc/s16
00/Baritan_1,jpg)

Analisis:
Apakah tradisi Baritan bisa dipertahankan sampai
generasi yang akan datang ?

231
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Menurut saya tradisi Baritan ini akan


terus berjalan sampai masa mendatang. Alasan
mengapa terus berjalan atauberlangsung karena
masyarakat setempat mempercayai bahwa apabila
tradisi tersebut tidak dilaksanakan, maka akan
terjadi bencana untuk masyarakat setempat.
Kepercayaan semacam itu sudah ditanamkan
kepada generasi mudanya, mau tidak mau
generasi muda terus melaksanakan tradisi tersebut
dengan cara berpartisipasi dalam kegiatannya.
Di lihat dari segi partisipasi oleh pemuda
pemudinya, mereka semua sangat semangat
dalam melaksanakan tradisi tersebut. Dibuktikan
dengan apabila tradisi itu akan berlangsung, para
pemudanya berlomba lomba menghias kapal
kapal yang akan digunakan untuk acara Baritan
dengan hiasan yang sangat istimewa. Biasanya
juga para pemuda daerah setempat mengundang
bintang tamu seperti orkes dangdut yang ternama.
Para pemudanya tidak eman-eman dalam
menyumbangkan uang untuk acara tersebut. Hal
tersebut mampu menarik perhatian masyarakat
desa lain untuk berbondong-bondong
mengunjungi bahkan untuk menyaksikan acara
tradisi tersebut, sehingga tradisi Baritan ini tidak

232
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

cuma dikenal oleh masyarakat setempat


melainkan masyarakat daerah lain.

Fahrul Mukhadik
5201418052
Mukhadikfahrul@gmail.com
087764426435

233
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Tari Selendang Tarian Khas Pemalang


(Rizki Kusuma Fajar)

(Sumber: https://www.plukme.com/post/tari-
selendang-pemalang-bagian-1-dOj5rnm)
Pemalang merupakan sebuah kabupaten
yang terletak di jawa Tengah bagian utara,yang
tepatnya ada diantara Kota Tegal dan Kota
Pekalongan. Pemalang adalah kota berkembang
yang memiliki tarian khas yang bernama Tari
Selendang Pemalang. Tarian ini berasal dari kata
selendang yang dalam bahasa Pemalang yaitu
lendang,yang berartikain yang digunakan untuk
menari, sedangkan Pemalang merupakan
kabupaten yang dimana tarian ini diciptakan.
Sejarah terbentuknya Kabupaten
Pemalang adalah ada beberapa daerah yang

234
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

datang dan hidup di Kabupaten Pemalang. Yang


tidak hanya menetap di Kabupaten Pemalang saja,
banyak para pendatang juga membawa kesenian-
kesenian dari daerahnya masing-masing sehingga
terjadi pencampuran budaya. Oleh karena itu,
ragam dalam tarian ini ialah kombinasi ragam
gerak dari beberapa daerah lain yang diantaranya
ragam gerak Surakarta, Yogyakarta, Banyumas,
dan Sunda.
Tarian ini diciptakan oleh seniman lokal
Drs. Koestoro pada tahun 1985. Kemudian pada
tanggal 17 september 2012, Tari Selendang
diresmikan oleh bupati Pemalang yaitu Bapak
Junaedi sebagai tarian khas Kabupaten Pemalang.
Tema Tarian ini adalah Tari Rakyat, yang berarti
busana yang digunakan sederhana, seadanya dan
tidak terkesan mewah seperti tarian pada
umumnya, karena tarian ini memprioritaskan
menggunakan Selendang sebagai properti. Tari ini
biasanya diperagakan oleh gadis remaja.

235
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

(Sumber: https://m.youtube.com/watch?v=xLP-
5WH4k7w)
Makna dari Selendang sendiri adalah
ketika ujung selendang ditali menjadi simpur
dengan maksud agar orang Pemalang dapat
menyimpan dan menjaga rahasia dengan baik dan
benar. Dalam berbusana, tidak ada busana khusus
untuk para penari. Tetapi, menggunakan kain baik
asal Pemalang dengan maksud memperkenalkan
batik Pemalang kepada masyarakat Indonesia.
Untuk hiasan sanggul menggunakan bunga melati
yang dibuat melengkung membentuk lima
lengkungan yang merupakan lambang dari ke-5
sila dari pancasila yang menjadi dasar ideologi
dan tingkah laku masyarakat Kabupaten
Pemalang dan seluruh Indonesia.

236
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Setiap struktur tari selendang Pemalang


mempunyai suatu nilai keindahann atau estetis
yang terkandung didalam tari Selendang
Pemalang, yang menampilkan gadis remaja yang
aktif, ceria dan dinamis. Fungsi tarian ini adalah
sebagai pertunjukan hiburan, bagi si penari dan
bagi si penonton.kemudian sebagai presentasi
Estetis,Tari Selendang Pemalang menontonkan
nilai-nilai keindahan yang ada disetiap geraknya.

Rizki Kusuma Fajar


5201418053
rizkikusuma.fajar@gmail.com
082322073763

237
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Sekaten Kearifan Lokal di Kota


Yogyakarta
(Muhammad Fauzan Millenio)
Di Kota Yogyakarta terdapat sebuah
upacara adat yang biasa disebut dengan Sekaten.
Sekaten merupakan sebuah upacara adat yang
diadakan setiap tahun di Keraton Yogyakarta.
Pelaksanaan kegiatan upacara adat ini
berlangsung mulai dari tanggal 5 Mulud hingga 12
Mulud dalam penanggalan Jawa. Sebelum upacara
Sekaten dilaksanakan, terlebih dahulu digelar
pasar malam. Pasar malam ini biasa disebut
dengan pasar malam Sekatenan. Pasar malam ini
berlangsung selama 40 hari.
Upacara Sekaten bertujuan untuk
memperingati hari kelahiran (Mulud) Nabi
Muhammad SAW dan sebagai sarana untuk
menyebarkan Agama Islam. Upacara ini memiliki
beberapa kegiatan penting yaitu dimainkannya
gamelan pusaka di halaman Masjid Agung
Keraton Yogyakarta, pembacaan riwayat hidup
Nabi Muhammad SAW, pengajian di serambi
Masjid Agung dan pada puncaknya adalah Grebeg
Mulud dengan mengeluarkan beberapa gunungan
yang nantinya akan diperebutkan oleh
masyarakat.

238
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Asal-usul dari nama Sekaten memiliki


banyak versi dan pendapat yang berbeda-beda,
diantaranya:
1. Sekaten berasal dari kata syahadatain yang
artinya kalimat syahadat yang merupakan
sebuah kalimat yang harus dibaca secara
langsung oleh orang yang akan masuk Islam.
Hal ini dikarenakan pada zaman dahulu
Sekaten digunakan sebagai sarana untuk
menyebarkan agama Islam.
2. Sekaten berasal dari kata Sahutain yang artinya
menghentikan atau menghindarkan diri dari
sifat lacur dan penyeleweng.
3. Sekaten berasal dari kata sakhotain yang
artinya menanamkan dua perkara yaitu
memelihara budi suci/budi luhur dan selalu
patuh kepada Allah SWT.
4. Sekaten berasal dari kata sekati yang artinya
setimbang. Manusia hidup harus bisa
menimbang dan menilai mana hal yang baik
dan mana hal yang buruk dalam kehidupan.
5. Sekaten berasal dari kata sekat yang artinya
batas. Manusia hidup harus bisa membatasi diri
untuk tidak berbuat jahat dan harus tau tentang
batas-batas kebaikan dan kejahatan.
Sejarah dimulainya upacara Sekaten
memiliki hubungan dengan proses penyebaran

239
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

agama Islam di Jawa. Upacara Sekaten merupakan


perpaduan antara unsur seni dan keagamaan.
Pada awalnya salah satu dari Walisongo yaitu
Sunan Kalijaga mengetahui bahwa rakyat
menyukai perayaan dan keramaian yang
kemudian dihubungkan dengan kegiatan upacara-
upacara keagamaan.
Sunan Kalijaga kemudian menggunakan
kesenian karawitan yang biasa dikenal dengan
gamelan Jawa untuk menarik perhatian
masyarakat luas agar datang dan menikmati
pertunjukan karawitan yang diadakannya.
Kesenian karawitan tersebut menggunakan dua
perangkat gamelan Kanjeng Kyai Sekati.
Karawitan diadakan di halaman Masjid Agung
agar masyarakat datang dan mau masuk ke
masjid. Di sela-sela pertunjukan tersebut
dilakukan khotbah dan pembacaan ayat-ayat suci
Al-Quran.
Meskipun membunyikan gamelan Jawa
di halaman masjid merupakan hal yang makruh,
namun demi kelancaran dalam syiar Agama Islam
gagasan dari Sunan Kalijaga tersebut diterima oleh
para Walisongo. Di kalangan masyarakat
Yogyakarta dan sekitarnya memiliki keyakinan
bahwa dengan mengikuti perayaan hari kelahiran

240
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Nabi Muhammad SAW, orang yang bersangkutan


akan mendapatkan pahala dari Yang Maha Agung
dan diberikan anugerah berupa awet muda.
Namun sebagai syaratnya, mereka harus
mengunyah sirih di halaman Masjid Agung
Yogyakarta terutama pada hari pertama
dimulainya diadakan perayaan Sekaten. Hal
tersebut yang menyebabkan selama perayaan
Sekaten berlangsung banyak pedagang yang
menjual sirih lengkap beserta dengan ramuannya.
Bagi para petani, kesempatan ini juga digunakan
untuk memohon agar panen yang akan dihasilkan
kedepannya berhasil tanpa halangan.
Gamelan yang digunakan pada upacara
Sekaten adalah benda pusaka milik keraton yang
disebut Kanjeng Kyai Sekati dan terbagi menjadi
dua rancak yaitu Kanjeng Kyai Nogowilogo dan
Kanjeng Kyai guntur Madu. Gamelan tersebut
dibuat oleh Sunan Giri yang merupakan salah
seorang Walisongo yang memiliki keahlian dalam
kesenian karawitan dan gamelan tersebut diduga
sebagai gamelan dengan laras pelog yang pertama
kali dibuat.
Alat pemukul yang digunakan untuk
memukul gamelan tersebut berasal dari tanduk
lembu atau tanduk kerbau dan agar dapat

241
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

menghasilkan suara yang nyaring dan bening, alat


pemukul tersebut harus diangkat setinggi dahi
baru kemudian dipukulkan ke masing-masing
gamelan. Bagi para pengunjung yang berniat
masuk Agama Islam diwajibkan untuk membaca
dua kalimat syahadat sebagai syarat yang utama.
Agar lebih menarik simpati rakyat, pada
malam menjelang hari kelahiran dari Nabi
Muhammad SAW yang bertepatan pada tanggal
12 Mulud, sultan berkenan untuk mengikuti
upacara keagamaan di Masjid Agung. Sultan
keluar dari keraton diiringi oleh para putra
dengan segenap keluarga keraton. Setelah sholat
Isya, sultan beserta dengan para pengiringnya
duduk di serambi masjid untuk mendengarkan
pembacaan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW
dan kemudian dilanjutkan dengan sholawatan.
Kemudian pada tengah malam sultan dan
para pengiringnya kembali menuju keraton.
Gamelan yang selama seminggu dibunyikan di
halaman Masjid Agung juga dibawa kembali
menuju keraton sekaligus menandakan
berakhirnya perayaan dan upacara peringatan hari
kelahiran Nabi Muhammad SAW. Puncak dari
upacara Sekaten ditandai dengan diadakannya
grebeg mulud. Grebeg mulud diadakan pada

242
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

tanggal 12 Mulud yang bertepatan dengan hari


kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Sebuah gunungan yang tersusun dari
ketan, makanan, buah-buahan dan sayuran akan
dibawa menuju Masjid Agung dengan dikawal
oleh 10 macam kompi prajurit keraton yaitu
Wirabraja, Dhaheng, Patangpuluh, Jagakarya,
Prawiratama, Nyutra, Ketanggung, Mantrijero,
Surakarsa, dan Bugis. Setelah didoakan, gunungan
ini dibagikan pada masyarakat dengan cara
diperebutkan.
Masyarakat rela berebut untuk
mendapatkan isi dari gunungan tersebut karena
mereka percaya bahwa isi dari gunungan tersebut
akan membawa berkah bagi mereka. Bagian dari
gunungan yang dianggap sakral akan dibawa
pulang dan bagi para petani akan ditanam di
sawah/ladang mereka dengan harapan akan
membuat subur dan terbebas dari malapetaka.

Muhammad Fauzan Millenio


8111418204
fauzanmillenio@gmail.com
085600265562

243
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Boyong Grobog Tradisi Gotongroyong


Masyarakat Kabupaten Grobogan
(Nafisa Rizqiya)
Purwodadi merupakan nama salah satu
kecamatan di wilayah Kabupaten Grobogan, Jawa
Tengah, yang saat ini dijadikan sebagai pusat
pemerintahan kabupaten tersebut. Sedangkan
letak Kabupaten Grobogan sendiri berada di
sebelah Timur bagian tengah Provinsi Jawa
Tengah.Perpindahan pusat pemerintahan
Kabupaten Grobogan dari Kecamatan Grobogan
ke Kecamatan Purwodadai ini memiliki sejarah
panjang, yang hingga saat ini menjadi simbol
kegotongroyongan masyarakat kabupaten
tersebut. Untuk tetap melestarikan rasa
kegotongroyongan tersebut, setiap tahun digelar
tradisi kirab adat yang disebut "Boyong Grobog".
Selain untuk melestarikan rasa
kegotongroyongan, kirab "Boyong Grobog" ini
juga sebagai bentuk penghargaan kepada Adipati
Martopuro atau Pangeran Puger yang merupakan
pendiri sekaligus bupati pertama Kabupaten
Grobogan.Dalam prosesi adat "Boyong Grobog"
ini, di sepanjang jalan utama dan pusat
pemerintahan warga memikul gunungan yang
berisi hasil bumi yang diikuti oleh para gadis

244
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

cantik dengan mengenakan pakaian adat Jawa,


Grobogan. Memikul gunungan ini adalah sebagai
simbol kegotongroyongan masyarakat Kabupaten
Grobogan dalam membangun kabupaten tersebut.
Biasanya kirab ini dilakukan dari Grobogan
menuju Purwodadi dengan para partisipan
berjalan kaki. Prosesi adat "Boyong Grobog" ini
juga merupakan salah satu kekayaan budaya
masyarakat Kabupaten Grobogan, yang berpotensi
menjadi

245
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

(Sumber: https://merahputih.com)
Menurut cerita yang beredar di daerah
Grobogan, suatu ketika pasukan Demak di bawah
pimpinan Sunan Ngudung dan Sunan Kudus
menyerbu ke pusat kerajaan Majapahit. Dalam
pertempuran tersebut pasukan Demak memper-
oleh kemenangan gemilang. Runtuhlah kerajaan
Majapahit. Ketika Sunan Ngudung memasuki
Istana, dia menemukan banyak pusaka Majapahit
yang ditinggalkan. Benda-benda itu dikumpulkan
dan dimasukkan ke dalam sebuah grobog,
kemudian dibawa sebagai barang boyongan ke
Demak.
Di dalam perjalanan kembali ke Demak,
grobog tersebut tertinggal di suatu tempat karena
sesuatu sebab, tempat itulah yang kemudian

246
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

disebut Grobogan. Grobog adalah tempat


menyimpan senjata atau barang pusaka, wayang,
perhiasan, dan sebagainya. Peristiwa tersebut
sangat mengesankan hati Sunan Ngudung.
Sebagai kenangan, maka tempat tersebut diberi
nama Grobogan yaitu tempat berupa grobog.
Dijelaskan bahwa grobog adalah sebuah
kotak persegi panjang yang digunakan untuk
menyimpan uang atau barang yang dibuat dari
kayu. Kadang-kadang berbentuk bulat, agar
mudah membawanya dan dengan cepat dapat
diselamatkan apabila ada bahaya mengancam,
misalnya bahaya kebakaran. Tetapi grobog juga
dapat berarti kandang yang berbentuk kotak
untuk mengangkut binatang buas (misalnya:
harimau) hasil tangkapan dari pemburuan.
Grobog tersebut dapat juga digunakan
sebagai alat penangkap harimau. Setelah
mendapatkan status sebagai kota Grobogan, maka
berbagai macam kesenian hingga budaya
tradisional terus bermunculan. Karena peran
Sunan Kudus dan Sunan Ngundung, ajaran Islam
semakin cepat menyebar di daerah Grobogan.Pada
awalnya letak dari Kabupaten Grobogan sendiri
berada di Kecamatan Grobogan bukan di
Purwodadi. Akan tetapi dialihkan oleh Raden

247
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Surokerti Abinarang bersama Soegiri yang


menjadi Bupati legendaris pada saat itu.

Nafisa Rizqiya
8111418176
rizqiya82@gmail.com
08971983181

248
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Tradisi Grebek Besar Demak


(Yuda Prasetya)
Demak merupakan tempat berkumpulnya
pari wali dalam menyebarkan agama islam di
pulau Jawa dengan wali yang menetap di Demak
yaitu Sunan Kalijaga dengan nama aslinya yaitu
Raden Mas Said. Demak sendiri merupakan
pelopor kerajaan islam pertama di Indonesia
dengan raja pertamanya yaitu Raden Patah. Salah
satu peninggalan sejarah para wali yang masih
eksis sampai saat ini yaitu Masjid Agung Demak
yang terletak disebelah barat alun alun Simpang
Enam Demak.
Upaya penyebaran agama islam yang
dilakukan para wali tentu saja tidak mudah karena
masyarakat pada saat itu masih terikat kuat
dengan budaya Hindu-Buddha. Maka dari itu para
wali menggunakan beberapa metode pendekatan
untuk menyebarkan agama islam salah satunya
yaitu dengan akulturasi kebudayaan yang sudah
ada.
Salah satu metode dakwah dengan
kebudayaan yaitu Grebek besar atau rakyat desa
biasa menyebutnya dengan “Besaran”. Grebeg
Besar merupakan upacara tradisional yang

249
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

mempunyai nilai ritual keagamaan bagi warga


masyarakat Kabupaten Demak untuk menyambut
datangnya hari raya Lebaran Haji pada setiap
tanggal 10 Dzulhijah. Pada awalnya grebeg
merupakan acara untuk memperingati hari jadi
Masjid Agung Demak yang dibangun oleh para
wali pada saat itu.
Berbagai cara dilakukan oleh para wali
terutama Sunan Kalijaga dan kelompok yang
sudah masuk islam untuk menarik minat rakyat
demak yang belum islam untuk datang ke masjid
agung demak dengan bebarengan atau grebeg.
Cara yang dilakukan yaitu dengan kesenian antara
lain yaitu dengan kesenian wayang dan gamelan.
Cara yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga ternyata
berhasil, rakyat sangat menyukai wayang dan
gamelan yang nadanya sangat indah. Dengan
adanya wayang tersebut secara tidak langsung
Sunan Kalijaga selaku dalang menuntun para
rakyat untuk membaca kalimat syahadat sehingga
secara otomatis mereka sudah masuk agama islam.
Dahulu kala, Grebeg telah ada sejak 1428
tahun saka, atau 1506 Masehi pada zaman
Majapahit. Dulu para raja secara turun-temurun
melakukan upacara pengorbanan menggunakan
kerbau jantan liar untuk dijadikan sebagai

250
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

sesembahan kepada dewa atau roh para leluhur.


Upacara korban ini merupakan upacara
kenegaraan yang disebut dengan upacara
Rajaweda. Dengan adanya upacara ini diharapkan
dapat memberikan kemakmuran dan keselamatan
kepada rakyat.
Namun, pada zaman pemerintahan
kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah
saat itu kegiatan Rajaweda yang turun temurun
dilakukan oleh para raja Hindu-Buddha
ditiadakan karena bertentangan dengan syariat
islam. Akhirnya, para wali mengambil kebijakan
berupa kegiatan Grebeg dilestarikan sebagai salah
satu cara untuk melakukan pendekatan kepada
rakyat dengan agama sebelum islam dengan
mengubah corak dan tata cara grebeg menurut
islam.
Kata Grebeg berasal dari bahasa Jawa
yaitu Garebeg, Gerbeg, Grebeg, yang berarti suara
angin yang menderu. Kata anggarebeg yang
merupakan bahasa Jawa, memiliki arti mengiringi
raja, pengantin atau pembesar. Grebeg juga bisa
dimaknai digiring, dikepung dan dikumpulkan.
Jadi grebeg bisa berarti dikumpulkan dalam suatu
tempat untuk suatu kepentingan tertentu. Adapun
grebeg yang termasyhur di kabupaten Demak

251
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

yaitu Grebek Besar dengan kata “Besar” diambil


dari bulan besar atau bulan Dzulhijjah dalam
sistem kalender hijriyah. Maka dari itu pengertian
dari Grebeg Besar adalah suatu perkumpulan
manusia pada bulan besar atau bulan Dzulhijah
untuk kepentingan penyebaran islam atau dakwah
islamiyah di masjid Agung Demak. Grebeg Besar
Demak memiliki unsur religi, sebab dalam
kegiatan ini mengandur ajaran norma-norma,
aturan-aturan untuk melakukan upacara.
Adapun tujuan diadakannya kegiatan ini
tentu saja yaitu untuk meminta keselamatan serta
kemakmuran dan yang utama yaitu melakukan
salah satu syariat islam yaitu berkurban pada
bulan besar atau bulan Dzulhijjah. Tata cara atau
proses kegiatan grebeg besa ini yaitu antara lain :
Dimulai dengan bersilaturahmi antara
pihak Kasepuhan Kadilangu dengan Bupati dan
Wakil Bupati Demak, beserta jajaran Muspida
Demak. Bupati Demak bersama rombongan
bersilaturahmi ke Kasepuhan Kadilangu yang
ditempatkan di Pendopo Noto Bratan Kadilangu
Demak. Selanjutnya, sesepuh Kadilangu dan
Keluarga Kesepuhan melakukan silaturahmi ke
Kabupaten Demak yang disambut langsung oleh

252
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Bupati Demak dan silaturahmi di tempatkan di


ruang tamu kadipaten Demak.
Setelah saling bersilaturahmi, Bupati,
Wakil Bupati, DPRD, Muspida Demak dan jajaran
pemerintah Kabupaten Demak menuju ke makam
para leluhur Sultan Bintoro yang berada di
kompleks Masjid Agung Demak untuk berziarah,
dan dilanjutkan berziarah ke makam Sunan
Kalijaga.
Lalu Bupati, Wakil Bupati, DPRD,
Muspida Demak melakukan peresmian
pembukaan Grebeg Besar di lapangan Tembiring.
Disaat malam hari menjelang Idul Adha
dilaksanakan upacara Tumpeng Walisongo yang
mencitrakan jumlah 9 wali (walisongo),
diserahkan langsung oleh Bupati Demak kepada
Takmir Masjid Agung Demak untuk dibagikan
secara langsung kepada pengunjung.
Pada saat tanggal 10 Dzulhijjah
dilaksanakan acara penjamasan Kotang
Ontokusumo yang dimulai setelah selesai Sholat
Idul Adha. Penjamasan dimulai dari Pendopo
Kabupaten Demak dengan melakukan penyerahan
minyak jamas oleh Bupati Demak kepada
Manggala Prajurit yang akan dibawa menuju ke

253
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Kadilangu yang dikawal prajurit patang puluhan


yang berjalan kaki dengan jarak 2 Km. Bupati dan
keluarga beserta para pejabat Pemerintah
kabupaten Demak turut mengantar minyak jamas
dengan menaiki kereta Kencana. Ketika sampai di
Kadilangu, minyak jamas akan diterima oleh
Sesepuh Kadilangu yang selanjutnya digunakan
untuk menjamas Kotang Ontokusumo dan Keris
Kyai Crubuk.
Fungsi daripada Grebeg besar ini ialah
sebagai sarana adat istiadat. Grebeg Besar
merupakan salah satu kesenian sebagai salah satu
media pelembagaan dan religi yang bertujuan
untuk penghormatan dan rasa syukur kepada
Allah SWT yang telah memberikan keselamatan
dan kemakmuran yang luar biasa serta rasa
terimakasih kepada para leluhur terutama
walisanga yang telah menyebarkan agama islam di
tanah jawa.
Grebeg Besar pula dijadikan oleh
masyarakat sebagai sarana hiburan gratis untuk
melepas penat. Karena biasanya 10 hari sebelum
Grebeg Besar di mulai sudah ada pasar malam
yang terletak di lapangan Tembiring, Kota Demak.
Pada saat selesai seluruh rangkaian upacara
Grebeg Besar pula di lapangan Tembiring

254
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

diadakan pesta yang meriah berupa hiburan


dangdut dan di malam hari terdapat kesenian
wayang yang tentu saja akan sangat berguna bagi
rakyat dan perekonomian daerah Demak. Karena
dengan adanya Grebek Besar ini akan
menggerakkan laju perekonomian yang cukup
signifikan karena pada minggu-minggu bulan
besar atau bulan dzulhijjah para masyarakat
banyak menggunakan uangnya untuk
dibelanjakan. Dengan demikian adanya Grebeg
Besar ini merupakan sebuah anugrah Tuhan
karena Grebeg besar ini menjadi sebuah ciri khas
budaya Demak dengan segala keunikannya.

Yuda Prasetya
8111418292
yudaprasetya240400@gmail.com
081564791585

255
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Tradisi Kirab Kebo Bule di Solo


(Olivia Shinta Indriarto)
Solo merupakan salah satu daerah yang
setiap tahunnya selalu memiliki agenda rutin
menggelar perayaan tahun Baru Jawa atau yang
dikenal sebagai malam Sura. Perayaan yang
digelar cukup meriah yakni dikenal dengan istilah
kirab kebo bule. Apa itu kirab kebo bule? Kirab
kebo bule adalah sebuah ritual yang dilakukan
masyarakat Solo untuk merayakan tahun Baru
Jawa atau malam Suro dengan mengarak kerbau
bule atau kerbau albino keliling Kota Solo sesuai
rute yang sudah disepakati. Ritual kirab kerbau
bule biasanya akan dimulai pukul 24.00 WIB dan
akan dipimpin oleh barisan kerbau keturunan
Kyai Slamet atau yang sering disebut dengan
istilah kerbau bule atau kerbau albino.
Pengageng Parentah Keraton Kasunanan
Surakarta Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH)
Dipokusumo mengakatakan bahwa kirab malam 1
sura dilakukan berdasarkan perhitungan kalender
hijriyah dan tahun Saka. Biasanya kerbau bule
akan diarak mulai dari keraton kemudian
melewati Kori Kemandungan, Pegelaran,
Bundaran Gladag, perempatan Bank Indonesia,
Jalan Mayor Kusmanto, Jalan Kapten Mulyadi,

256
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Jalan Veteran, Jalan Yos Sudarso, dan Jalan Slamet


Riyadi kemudian akan kembali lagi ke keraton.
Ritual Kirab Kebo Bule biasanya selalu disaksikan
oleh ribuan warga yang berkumpul di depan
keraton hingga memadati jalur yang akan dilewati
kirab. Sebelum melakukan kebo bule, persiapan
yang dilakukan yaitu dengan melakukan gladi
bersih yag dilakukan oleh pawang kerbau yang
dipilih oleh pihak Keraton.
Kerbau yang akan dikirabkan berjumlah 7
ekor yang terdiri dari 2 kerbau jantan dan 5 kerbau
betina. Tepat dibelakangnya diikuti oleh ratusan
abdi dalem dan kerabat keraton yang mengiring
kerbau dengan menggunakan pakaian adat jawa
yaitu kebaya dan beskap. Peserta kirab juga
membawa beberapa pusaka milik keraton
Kasunanan Surakarta. Dupa dan kemenyan juga
merupakan salah satu hal yang wajib dibawa saat
ritual, tentu saja aroma dari dupa dan kemenyan
itu membuat suasana menjadi lebih sakral dan
ritual terasa sangat kuat. Orang – orang disekitar
sangat berantusias terhadap ritual tersebut dan
mempercayai bahwa kerbau itu merupakan
kerbau keramat. Tidak sedikit orang yang saling
berebut untuk menyentuh tubuh kerbau yang
lewat.

257
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Terkadang orang–orang tersebut ikut


berjalan di belakang kerbau bule dan menunggu
hingga kerbau membuang kotoran. Begitu kerbau
membuang kotoran atau lethong, masyarakat akan
berebut untuk memungut kotoran yang jatuh ke
jalan. Kotoran kerbau bule dipercaya akan
memberikan berkah, keselamatan, dan rejeki yang
berlimpah. Orang–orang disekitar menyebutnya
sebagai tradisi ngalap berkah atau mencari berkah
Kyai Slamet. Kotoran tersebut lalu dibawa pulang
dan digunakan sebagai campuran pupuk. Orang
beranggapan bahwa ketika pupuk yang dicampuri
kotoran kerbau bule akan membuat hasil panen
menjadi melimpah ruah.
Selain dicampur dengan pupuk ada juga
yang membungkus kotoran tersebut lalu
dikeringkan dan diletakan disamping pupuk
untuk mendapatkan hasil panen yang banyak.
Entah mitos atau bukan tetapi masyarakat di
daerah Solo percaya terhadap ritual kirab yang
sudah dilakukan sejak dulu.Keraton Kasunanan
Surakarta memiliki 17 ekor kerbau bule atau
albino yang dipelihara di alun–alun selatan.
Namun kerbau bule yang diikutkan kirab hanya
berjumlah 7 ekor saja. Bagi keluarga keraton

258
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

kerbau memiliki kedekatan yang sangat kuat dan


erat dengan budaya masyarakat jawa.
Bahkan banyak tokoh jawa yang pada
zaman dulu menggunakan nama kerbau atau kebo
sebagai namanya seperti Kebo Kanigara. Kerbau
juga dianggap sebagai sahabat bagi masyarakat
agraris atau pertanian. Hal itu dikarenakan kerbau
sering digunakan masyarakat untuk membajak
sawah dan juga diikatkan pada gerobak untuk
mengangkut berbagai hasil bumi dari sawah ke
pasar dan ke kota. Sebelum prosesi kebo bule
dilakukan juga terdapat beberapa ritual-ritual lain
seperti upacara tolak bala dan memandikan
kerbau. Upacara tolak bala ini bertujuan agar saat
dilaksanakan kirab tidak ada halangan dan
diberikan kelancaran selama prosesi kirab
berlansung. Sedangkan memandikan kerbau
bertujuan agar sebelum dilaksanakannya kirab
kerbau dalam keadaan bersih atau suci.
Kirab pusaka kerbau berawal dari
munculnya kerajaan Mataram Islam pada ritual
wilujengan nagari. Kerbau dianggap sebagai
pusaka simbol keselamatan di kalangan
masyarakat. Pada masa kerajaan mataram kerbau
yang sama–sama dinamai Kyai Slamet dikeluarkan
pada saat keadaan darurat saja, yakni saat terdapat

259
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

wabah penyakit dan bencana alam. Pusaka kerbau


ini diharapkan memberi kekuatan dan keselam-
atan kepada masyarakat. Kerbau dijadikan simbol
penolak bencana karena memiliki kepekaan untuk
mengusir roh jahat dan niat buruk. Dengan ritual
kirab yang dilakukan juga diharapkan agar Tuhan
memberikan keselamatan dan kekuatan. Pada
zaman sekarang tentu ritual semacam ini sulit
dipercaya dan diragukan kebenarannya. Namun
masyarakat daerah Solo meyakini bahwa kirab ini
merupakan suatu simbol agar masyarakat Solo
diberikan keselamatan, keberkahan, dan panen
yang melimpah. Masyarakat meyakini bahwa
tradisi turun temurun yang selalu di lakukan
setiap tahun memiliki keistimewaan dan bentuk
dari rasa syukur atas apa yang telah dimiliki.
Kirab kerbau bule ini juga merupakan salah satu
budaya Indonesia yang cukup terkenal dan harus
dilestarikan keberadaanya.

Olivia Shinta Indriarto


8111418295
Bahasa Indonesia
085875550210

260
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Kesenian Prajuritan di Desa Kadipaten


(Pradita Adila Larasati)
Seni tari Prajuritan merupakan seni tari
khas da-ri Kabupaten Semarang. Diperkirakan
seni tari prajuritan ini muncul sejak abad ke 18.
Seni tari prajuritan ini muncul pada pada saat
Pangeran Samber Nyawa diajak berunding oleh
Belanda bersama sunan PB III di Kota Salatiga.
Dimana Kota Salatiga sekarang menjadi Kota
Madya. Tarian prajuritan ini adalah sebuah tarian
yang menggambarkan gerakan atau ulah para
prajurit dalam berlatih untuk meningkatkan
perang. Jadi tarian ini dipersiapkan ketika suatu
saat akan terjadi peperangan yang ada.
Adanya perundingan ini bertujuan untuk
menghentikan perlawanan rakyat dibawah
pimpinan Pangeran Samber Nyawa. Setalah
adanya perundingan ini munculah adanya
Perjanjian Salatiga. Ketika Pangeran Samber
Nyawa ini berunding, terpilihlah beberapa
prajurit. Para prajurit ini mengadakan sebuah
pertunjukan yang di tonton oleh para warga yaitu
“BEBER” yang diakan di tempat perundingan
tersebut.

261
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Kesibukan-kesibukan yang dialami oleh


para prajurit ini pada saat berlatih menjadikan
tontonan oleh para warga sekitar. Warga sekitar
menjadikan tontonan ini sebagai acara penghibur
di masyarakat setempat. Seni tari prajuritan ini
sangat bagus dan sangat menarik ketika di
pentaskan dalam acara-acara untuk mempert-
ahankan kebudayaan yang ada. Banyak sekali di
daerah-daerah Kabupaten Semarang yang masih
mempertahankan kebudayaaan seni tari prajuritan
ini.
Seni tari prajurian yang paling sering saya
tonton yang ada di desa saya yaitu Desa
Kadipaten, Harjosari, Bawen, Kabupaten
Semarang. Seni tari prajuritan ini masih di
budayakan oleh para warga desa setempat. Karena
para warga dan para petua desa masih memperta-
hankan semua kebudayaan-kebudayaan agar
semua kebudayaan peninggalan tidak luntur
maupun punah. Kesenian prajuritan yang ada di
desa saya sudah saya ketahui sejak kecil. Mungkin
saat saya menginjak bangku Taman Kanak-Kanak
(TK). Saya sangat senang sekali melihat kesenian
tradisional seperti kesenian prajuritan.
Kesenian prajuritan ini biasanya diadakan
satu tahun sekali pada saat merti dusun atau biasa

262
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

dikenal dengan nama kadesa. Kadesa merupakan


hari ulang tahun desa tersebut atau hari jadi desa
tersebut. Dapat di pastikan bawah kegiatan ini
akan sangat meriah. Tidak Cuma adanya kesenian
tari prajuritan saja. Biasanya di lakukan selama
dua hari. Pada malam pertama mertidusun
biasanya para warga berkumpul di perempatan
dan membawa makanan, buah, minuman, dan
masih banyak lagi. Mereka berdoa bersama di
perempatan tersebut dan makan bersama.
Dilakukannya hal ini untuk memperingati
hari jadi dan yang paling penting adalah untuk
mempererat tali persaudaraan yang ada para
warga setempat. Untuk guyup rukan dengan
warga setempat karena dapat dipastikan semua
warga akan berkumpul di perempatan tersebut.
Walaupun mereka merupakan dari beberapa
golongan agama yang berbeda tetapi mereka
mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk
mempererat tali persaudaraan.
Setelah malamnya ada acara untuk
berdoa bersama. Paginya akan diadakan sebuah
kesenian prajuritan. Biasanya para warga
berkumpul di perempatan untuk melakukan
persiapan-persiapan untuk diadakannya kesenian
prajuritan. Sebelum ditampilkannya kesenian ini

263
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

alat-alat ataupun barang-barangnya seperti kuda


lumping (jaranan), pedang, tameng dan lain-lain
terlebih dahulu di mandikan di beberapa tempat
pemandian atau biasa disebut dengan kali yaitu
mata air yang ada di satu kelurahan tersebut.
Biasanya acara pemandian alat-alat ini dilakukan
pada pukul 07.00 WIB. Pemandian ini biasanya
dilakukan oleh para tetua yang ada di desa. Ketika
pemandian ini dilakukan pastinya adanya doa-doa
yang dipanjatkan agar semua berjalan sesuai
dengan yang di harapkan. Setelah dilakukannya
pemandian maka akan di kebalikan lagi ke tempat
yang di lakukannya pertunjukan prajuritan.
Banyak sekali hal yang dipersiapkan
untuk dapat menampilkan seni tari prajuritan ini.
Bukan hanya memandikan barang-barang yang
akan di pertunjukan tetapi masih ada lainnya.
Salah satunya hal terpenting adalah menyediakan
sesaji atau sajen untuk para pemain prajuritan.
Biasanya para ibu-ibu membantu untuk membuat
makanan dan sajen itu. Ibu-ibu berkumpul di
dapur milik orang yang dekat dengan tempat
pertunjukkan dilakukan dan mereka membuat itu
untuk para pemain prajuritan.
Mereka menyiapkan seperti air yang
didalamnya ada bunga mawarnya. Air mawar ini

264
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

digunakan ketika ada pemain yang pada saat


melakukan pertunjukan mengalami kesurupan
lalu air beserta mawarnya ini dimakan. Selain air
mawar ada juga yang paling khas adalah
minumannya. Minumannya adalah air kelapa
muda yang dikasih air gula jawa. Minuman ini
untuk menyegarkan kembali para pemain
prajuritan yang sudah selesai tampil. Semua
kegiatan yang dilakukan ini salah satunya seperti
kesenian tari prajuritan ini supaya orang kenal
akan warisan-warisan budaya dan akan
mempertahankan kebudayaan asli dari desa
setempat.

Pradita Adila Larasatio


8111418311
praditaalarasati@gmail.com
0815759217

265
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Daftar Bacaan

Admin. 2010. Gendang Belq Gendang Semangat


Lombok. Diakses dari
https://lendangnangkatour.blogspot.com/2
010/08/gendang-belq-gendang-semangat-
lombok.html?m=1
Admin. 2010. Iket Sunda Bihari Bandung. Diakses
dari http://bpsnt-
bandung.blogspot.com/2010/01/iket-
sunda-bihari-kamari- dan-
kiwari.html?m=1
Admin. 2013. Tradisi Kasin Culik Suku Sasak.
Diakses dari
https://arsipbudayanusantara.blogspot.co
m/2013/06/tradisi-kasin-culik-
sukusasak.html?m=1
Admin. 2016. Adat Istiadat Kota PatiI. Diakses
dari
http://adventuresporttt.blogspot.com/2016
/12/adat-istiadat-kota-pati.html
Admin. 2017. Arti dan Asal Usul Tradisi Upacara
Ngaben di Bali. Diakses dari
http://cintanegeri.com/makna-dan-asal-
usul-tradisi-upacara-ngaben-di-bali/
Admin. 2017. Ini Penampakan Tumpeng Sedekah
Bumi dan Munjung Buyut Kati Garon.

266
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Admin. 2017. Sedekah Bumi. Diakses dari


https://indramayukab.go.id/sedekah-
bumi/
Admin. 2017. Upacara Adat Dayak. Diakses dari
http://pustakaborneo.id/artikel/upacara-
adat-dayak
Admin. 2017. Upacara Sedekah Bumi Desa
Candrirejo. Diakses dari
https://belajar.kemdikbud.go.id/PetaBuda
ya/Repositorys/sedekah_bumi/
Admin. 2017. Wisata Tradisi. Diakses dari
http://laman.temanggungkab.go.id
Admin. 2018. Tari Selendang Pemalang
#OSKMITB2018. Diakses dari
https://budaya-indonesia.org/Tari-
Selendang-Pemalang
Admin. Upacara Adat & Festival Budaya. Diakses
dari
https://gudeg.net/direktori/345/riwayat-
singkat-perayaan-sekaten.html
Admin Gro 3. 2014. Tradisi Boyong Grobog,
Muasal Perpindahan Pusat Pemerintahan
Kabupaten Grobogan. Diakses dari
https://www.grobogan.go.id.mar 13
Administrator, B. 2018. Asal-Usul Reog Ponorogo
Warisan Budaya Yang Mendunia.Diakses
dari http://ulinulin.com/post/asal-usul-
reog-ponorogo-warisan-budaya-yang-
mendunia#

267
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Ahmad, N. 2013. Perayaan Grebeg Besar Demak


Sebagai Sarana Religi Dalam Komunikasi
Dakwah. At-Tabsyir Stain Kudus, 1(2), 1.
Diakses dari demakkab.go.id
Al-adawi, Musthafa. 2008. Berdoalah Anda Butuh
Allah. Solo: PT Aqwam Media Profetika.
Ambar, B., dan Musman, A. 2011.Batik : Warisan
Adiluhung Nusantara. Yogyakarta. G
Media.
Anggraini, S. 2013. Adat Istiadat Kebudayaan
Suku Dayak. Diakses dari
http://sitianggraini30.blogspot.com/2016/1
1/adat-istiadat-kebudayaan-suku-
dayak_1.html
Anis Djatisunda, Siasa Iket Sunda pada Era
Milenium Tiga, Makalah Diskusi “Ngaguar
Iket Sunda”, di Pendopo Kota Bandung,
Sabtu 5 Agustus 2000.
Anonim. 2011. Kepercayaan Alam adalah Aku.
Diakses dari https://www.google.co.id
Batik Nusantara. 2015.Sejarah Batik Indonesia.
Diakses dari
http://indonesia.gunadarma.ac.id/batik/in
dex.php?option=com_content&view=article
&id=205:sejarah-batik&Itemid=232
Cahyono, A. 2006. Seni Pertunjukan Arak-Arakan
Upacara Tradisional Dugderan di Kota
Semarang. Harmonia Jurnal Pengetahuan
dan Pemikiran Seni. 7.11-9.doi:
10.20422/jpk.v20i1.131

268
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Chyara, A. 2016. Bagaimana Cara Anda Untuk


Menjaga Agar Budaya Indonesia Tetap
Lestari?. Diakses dari
https://www.dictio.id/t/bagaimana-cara-
anda-untuk-menjaga-agar-budaya-
indonesia-tetaplestari/1202
Diakses dari
http://poskotanews.com/2017/10/24/ini-
penampakan-tumpeng-sedekah-bumi-dan-
munjung-buyut-kati-garon/
Dua, S.W. Tradisi. Diakses dari
https://suryawibowodua.wordpress.com/t
radisi/
Fahmi. 2015. Desa Sade, Dimana Kearifan Lokal
Suku Sasak Masih Terjaga!. Diakses dari
https://catperku.com/desa-sade-kearifan-
lokal-suku-sasak
Faithan, F. 2018. Tradisi Upacara Tolak Bala Rebo
Kasan: Sejarah, Makna, dan Fungsi. Skripsi.
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Diunduh dari https://repository.usd.ac.id
Fuadi, A. 2012. Upacara Buka Luwur Makam
Sunan Kudus di Kabupaten Kudus. Diakses
dari
https://media.neliti.com/media/publicatio
ns/191480IDupacarabukaluwurmakamsuna
nkudusdi.pdf
Garna, Y. 1993. Masyarakat Baduy di Banten,
dalam Masyarakat Terasing di

269
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Indonesia.Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama.
Hambali, M. 2016. Bancakan Pada Acara
Selapanan Dalam Tradisi Jawa. Diakses dari
https://www.nyonyamelly.com/blogs/ne
ws/bancakan-pada-acara-selapanan-dalam-
tradisi-jawa
Haryani,tuti. 2007. Skripsi,Pergeseran Makna Tari
Bedhaya Ketawang Di Keraton Surakarta
Hadiningrat dari Tahun 1920-
2005.Universitas Negeri Semarang.
Hidaya, Z.1996.Ensiklopedi suku bangsa di
Indonesia. Jakarta:LP3ES.
Joejo. 2012. Tradisis Selapanan. Diakses dari
http://joejopramudian.blogspot.com/2012/
04/tradisis-selapanan.html?m=1
Kansil. 2002. Pokok Pokok Pengetahuan Hukum
Dagang Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Kasdi, Abdurrahman. 2013. Nu dalam Tantangan
Lokal dan Global.Kudus: Panitia Konferensi
NU Kudus.
Khoirunnisa, C. P. 2014. Selamatan Rebo Wekasan
Menjaga Kelestarian Sumber Air. Diakses
dari https://budaya-indonesia.org/Rebo-
Wekasan
Kisparry. 2017. Tradisi Padusan Menjelang
Ramadan. Diakses dar
https://kissparry.com/2017/05/26/tradisi-
padusan-menjelang-ramadhan/

270
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Latifah, I.B. 2015. Upacara Jembul di Desa Tulakan


Kecamatan Donorojo Kabupaten Jepara
Provinsi Jawa Tengah. [skripsi]. Yogyakarta
(ID). Universitas Islam Negeri Yogyakarta.
Lestari, M. 2017. 6 Ton Apem Diperebutkan
Warga di Tradisi Yaqowiyu. Diakses dari
https://news.detik.com/berita/d-
3713653/6-ton-apem-diperebutkan-warga-
di-tradisi-yaqowiyu
Maharrani, A. 2016. Yaqowiyu, Tradisi Sebar
Apam di Klaten. Diakses dari
https://beritagar.id/artikel/piknik/yaqowi
yu-tradisi-sebar-apam-di-klaten
Makmur, A. 2001. Pamarentahan Baduy di Desa
Kanekes: Perspektif kekerabatan.
Manager, R. 2017. Selapanan, Tradisi Masyarakat
Jawa untuk Bayi Setelah 35 Hari Kelahiran.
Diakses dari
https://www.yourou.id/blog/2017/01/21/
selapanan-tradisi-masyarakat-jawa-untuk-
bayi-setelah-35-hari-kelahiran/
Mihardja, Achdiat K. 1948. Polemik
Kebudayaan.Jakarta: Pustaka Jaya.
Muzaki, Khoirul. (2017). Uniknya Festival
Gunung Slamet, Ada Perang Tomat hingga
Kirab Budaya, Ini Rangkaian Acaranya.
Diakses pada Selasa, 23 Oktober 2018, pukul
16.53, dari
http://jateng.tribunnews.com/2017/09/08/
uniknya-festival-gunung-slamet-ada-

271
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

perang-tomat-hingga-kirab-budaya-ini-
rangkaian-acaranya?page=2.
Nidia. 2014. 5+1 Pesan moral mahabharata.
Kaskus. Diperoleh 20 Oktober 2018, dari
https://www.kaskus.co.id/thread/5381e69
0a1cb1710218b4650/51-pesan-moral-
mahabharata/
Nisa, R. 2013. Asal Mula Sekaten. Diakses dari
https://rizki-
nisa.blogspot.com/2013/06/asal-mula-
sekaten.html
Nurozi, A. 2016. Rebo Wekasan Dalam Ranah
Sosial Keagamaan di Kabupaten Tegal Jawa
Tengah (Analisis Terhadap Ritual Rebo
Wekasan di Desa Sitanjung Lebaksiu). An-
Nuha III. 1: 125-134. Diunduh dari
http://ejournal.staimadiun.ac.id
Octaviani, P. 2017. Tradisi Padusan Menyambut
Bulan Ramadan. Diakses dari
https://www.kompasiana.com/putriocta/5
9398686e3f7bc64664aa3e2/tradisi-padusan-
menyambut-bulan-ramadan
Patricia, P. 2010. Upacara Tradisional Yaqowiyu
Jatinom Klaten. Diakses dari
https://pijarpatricia.wordpress.com/2010/
04/16/upacara-tradisional-yaqowiyu-
jatinom-klaten/
Patricia, P. 2010. Upacara tradisional yaqowiyu
jatinom klaten. Jakarta: wordpress.

272
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Pemerintah Kabupaten Purbalingga. (2014).


Diakses pada Selasa, 23 Oktober 2018, pukul
16.55, dari Festival Gunung Slamet.
https://www.purbalinggakab.go.id/v1/fest
ival-gunung-slamet/.
Permana, C.E. 2001. Kesetaraan Gender dalam
Adat inti Jagat Baduy. Jakarta: Wedatama
Widya Sastra.
Pranata, D. 2017. Asal – Usul Topeng Ireng.
Diakses dari
http://topengirengcdmblogspot.blogspot.co
m/2017/02/asal-usul-topeng-
ireng.html?m=1
Praseto, A. Artikel Ilmiah Sedekah Laut
Pandangan Wetan. Diakses dari
https://www.scribd.com/doc/292261886/
Artikel-Ilmiah-Sedekah-Laut-Pandangan-
Wetan-Agung-Praseto
Prayogo,Y.2014. Batik Banyumasan, Batik Cantik
dari Banyumas. Diakses dari
http://travel.detik.com/read/2014/08/10/
103500/2656932/1025/batik-banyumasan-
batik-cantikdari-bayumas
Priyati, M. 2018. Tradisi Ater – ater Ambeng.
Diakses dari www.plukme.com
Purwati, Eni. 2012. Sedekah Laut Juwana. Diakses
dari
https://plus.google.com/1097086688857104
64357/posts/Eqiq8f5PXPj

273
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Rahayu, S. 2017. Pengertian wayang serta fungsi


dan jenisnya. Seputar Pengertian.
Diperoleh 20 Oktober 2018, Diakses dari
http://seputarpengertian.blogspot.com/201
7/05/pengertian-wayang-serta-
fungsidan-jenisnya.html
Rahmawati, R., Nurhadi, Z,. & Nurhadi, F. 2016.
Makna Simbolik Tradisi Rebo Kasan. Jurnal
Penelitian Komunikasi XX. 1: 61-74.
Rejeki, Sri. “Kirab Pusaka di Kabupaten Batang”.
All About You. Blogspot. 21 Jan 2013. Web.
17 Okto 2018. Diakses dari
http://akeylahainunnisa.blogspot.com/201
3/01/kirab-pusaka-di-kabupaten-
batang.html?m=1
Sejarah Batik di Banyumas. 2012. Diakses dari
http://batikmruyungbanyumas.blogspot.co
m/2012/09/sejarah-batik-di-
banyumas.html
Siwoles. 2012. Grebeg Syawal, Ritual Sedekah
Bumi Keraton Yogyakarta. .Diakses dari
http://www.siwoles.com/wisata-di-
jogja/grebeg-syawal-ritual-sedekah-bumi-
keraton-yogyakarta
SPJ, Suprianto. (2016). Festival Gunung Slamet,
Kearifan Lokal untuk Melestarikan
Lingkungan. Diakses pada Selasa, 23
Oktober, pukul 16.5, dari
http://rri.co.id/purwokerto/post/berita/3
17084/purbalingga/festival_gunung_slamet

274
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

_kearifan_lokal_untuk_melestarikan_lingku
ngan.html.
Sufia, R., Sumarmi, S., & Amirudin, A. 2016.
Kearifan Lokal Dalam Melestarikan
Lingkungan Hidup (Studi Kasus
Masyarakat Adat Desa Kemiren Kecamatan
Glagah Kabupaten Banyuwangi). Jurnal
Pendidikan Teori, Penelitian, dan
Pengembangan I. 4: 726-731.Diunduh dari
http://journal.um.ac.id
The Vision Of Batik. 2008. Diakses dari
http://viabatik.blogspot.com/2008/05/bati
k-banyumas.html
Tim Infoborobudur.2017.Mengungkap Misteri
Topeng Ireng. Diakses dari
http://www.infoborobudur.com/2017/01/
mengungkap-misteri-topeng-
ireng.html?m=1
Tim kamerabudaya.2017.Tari Topeng Ireng Tarian
Tradisinal Dari Magelang Jawa
Tengah.Diakses
darihttps://www.kamerabudaya.com/2017
/10/tari-topeng-ireng-tarian-tradisional-
dari-magelang-jawa-tengah.html?m=1
Umar, Kasirin. “Puluhan Grup Peserta Meriahkan
Kirab Budaya HUT Batang”. Suara
Merdeka. 8 Apr 2018. Web. 18 Okto 2018.
Diakses dari
http://www.suaramerdeka.com/news/bac

275
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

a/30406/puluhan-grup-peserta-meriahkan-
kirab-budaya-hut-batang
Voets, M. 2014. 5 Jenis wayang Indonesia.
Belindomag. Diperoleh 20 Oktober
2018, dari http://belindomag.nl/id/seni-
budaya/5-macam-wayang-indonesia
Wahid, A. 2016. Tradisi Rebo Wekasan. Diakses
dari
http://seputarbudayakudus.blogspot.com/
2016/09/rebo-wekasan.html?m=1
Wanly, T. 2013. Upacara Nahunan. Diakses dari
http://ceritadayak.blogspot.com/2010/03/
upacara-nahunan.html
Widi Hatmoko. 2017. ”Boyong Grobog” Simbol
Kegotongroyongan Warga Kabupaten
Grobogan. Diaksesd dari
https://merahputih.com.mar 03, 07:28
Wikipedia.Sunan Kudus. Diakses tanggal 15
Oktober 2018. Diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Kud
us
Wikipedia. Bedaya Ketawang. Diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Bedaya_ket
awang
Wikipedia. Dugderan. Diakses pada 22.00, 18
Oktober 2018. Diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Dugderan
Wikipedia. Jembul Tulakan. Diakses dari
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Jembul_T
ulakan

276
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Wikipedia. Ngaben. Diakses dari


https://id.wikipedia.org/wiki/Ngaben
Wikipedia. Nyandran Diakses dari
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Nyadran
Wikipedia. Sedekah Bumi. Diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Sedekah_bu
mi
Wikipedia. Sekaten. Diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Sekaten
Wikipedia. Wayang. Diperoleh 20 Oktober 2018,
dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Wayang
William, S. 2018. Mengenal Upacara Adat Ngaben
di Bali. Diakses dari
https://www.pusakapusaka.com/upacara-
adat-ngaben-tradisi-umat-hindu-di-
bali.html
Yusuf, M. 2016. pembinaan moral santri di
pondok pesantrenroudlotul mubtadiin desa
gemiring lor kecamatannalumsari
kabupaten jepara. Skripsi. Universitas
Negeri Semarang.
Zaenal, Mega Purnma. “Mengenal Sejarah Tari
Saman, Tari Asal Aceh yang Mendunia”.
Universitas Abuliyatama. 23 August 2016.
Web.11 Oktober 2018
http://abulyatama.ac.id/?p=5267

277
Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

278

Anda mungkin juga menyukai