Anda di halaman 1dari 4

UAS PANCASILA SEMESTER II

“Ujaran Kebencian (hate speech) dan Agama”

Disusun oleh :

Nama : Sadam

NIM : 2001095

KELAS : TPK B
UJARAN KEBENCIAN (HATE SPEECH) DAN AGAMA

Definisi hate speech sendiri adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh
suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada
individu atau kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit,
etnis, gender, cacat, orientasi seksual,kewarganegaraan, agama, dan lain-lain.
Sampai saat ini, belum ada pengertian atau definisi secara hukum mengenai apa
yang disebut Hate speech dan pencemaran nama baik dalam bahasa Indonesia. Dalam
bahasa Inggris, pencemaran nama baik diartikan sebagai sebagai defamation, libel, dan
slander yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah fitnah (defamation),
fitnah lisan (slander), fitnah tertulis (libel). Dalam bahasa Indonesia, belum ada istilah
yang sah untuk membedakan ketiga kata tersebut.
Hampir semua negara di seluruh Dunia mempunyai undang-undang yang
mengatur tentang hate speech. Contohnya adalah Inggris, pada saat munculnya Public
Order Act 1986 menyatakan bahwa suatu perbuatan dikategorikan sebagai tindakan
kriminal adalah ketika seseorang melakukan perbuatan "mengancam, menghina, dan
melecehkan baik dalam perkataan maupun perbuatan" terhadap "warna kulit, ras,
kewarganegaraan, atau etnis". Di Brasil, negara mempunyai konstitusi yang melarang
munculnya atau berkembangnya propaganda negatif terhadap agama, ras, kecurigaan
antarkelas, dll.
 
Di Turki, seseorang akan divonis penjara selama satu sampai tiga tahun apabila
melakukan penghasutan terhadap seseorang yang membuat kebencian dan
permusuhan dalam basis kelas, agama, ras, sekte, atau daerah. Di Jerman, ada hukum
tertentu yang memperbolehkan korban dari pembinasaan untuk melakukan tindak
hukum terhadap siapapun yang manyangkal bahwa pembinasaan itu terjadi. Di
Kanada, Piagam Kanada untuk hak dan kebebasan (Canadian Charter of Rights and
Freedoms) menjamin dalam kebebasan berekspresi namun dengan ketentuan-
ketentuan tertentu agar tidak terjadi penghasutan.

Sementara di Indonesia, R. Susilo menerangkan bahwa yang dimaksud dari


"menghina" adalah "menyerang kehormatan dan nama baik seseorang". Yang terkena
dampak hate speech biasanya merasa malu. Menurutnya, penghinaan terhadap satu
individu ada 6 macam yaitu :
 
1. Menista secara lisan (smaad)
2. Menista dengan surat/tertulis (smaadschrift)
3. Memfitnah (laster)
4. Penghinaan ringan (eenvoudige belediging)
5. Mengadu secara memfitnah (lasterlijke aanklacht)
6. Tuduhan secara memfitnah (lasterlijke verdachtmaking)
Menurut saya pribadi hate speech yang paling marak di masa pandemi ini
melalui internet.internet adalah rumah bagi orang-orang di mana setiap harinya banyak
yang mengakses berbagai social media,orang-orang ini di sebut netizen dimana netizen
selalu benar karena mereka lah yang dapat memberi komentar baik maupun
buruk,tidak sedikit juga mereka memberi komentar buruk dan sebaliknya juga tidak
sedikit juga orang yang berkomentar baik.
Kita adalah manusia dimana selalu merasa benar ketika melihat sesuatu yang
buruk yang bahkan juga kita juga tidak tahu menahu kebenarnya ,kita akan selalu
berkomentar semau kita ,etika dalam dunia online perlu ditegaskan, mengingat dunia
online merupakan hal yang sudah dianggap penting bagi masyarakat dunia. Namun,
semakin banyak pihak yang menyalahgunakan dunia maya untuk menyebarluaskan
hal-hal yang tidak lazim mengenai sesuatu, seperti suku bangsa, agama, dan ras.
Penyebaran berita yang sifatnya fitnah di dunia Internet, misalnya, menjadi hal yang
patut diperhatikan. Internet Service Provider (ISP) biasanya menjadi pihak yang
dianggap bertanggung jawab atas segala isi yang mengandung fitnah.
Berbicara hate speech dan agama pada beberapa waktu lalu berita mengenai
penistaan agama dilakukan Ahok menjadi perbincangan hangat Ahok pada saat itu
ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian yang terkait dengan dugaan penistaan
agama yang menyangkut ucapannya terkait dengan surat yang tertera di dalam kitab
suci Al-Qur’an yaitu surat Al-Maidah 51 pada bulan September lalu di Pulau Seribu.
Menurut Nurdin (2017) pernyataan Ahok berhubungan dengan konteks surat AlMaidah
ayat 51, kemudian menjadi perbincangan masyarakat dan menimbulkan demonstrasi
terbesar pada tanggal 4 november 2016. Melalui media sosial semakin memicu
besarnya tekanan masa yang kontra dengan Ahok. Ucapan kasar atau ungkapan
kebencian banyak terlontar di akun media sosial misalnya ungkapan “tangan raja
Salman kena najis dari tangan Ahok”.
Mulai dari komentar negative dan kata kasar di media sosial membanjiri internet
dan menjadi trending pada waktu itu,pada masa itu tidak ada belas kasih ketikan yang
mampu kita lihat di sosial media mengenai ahok. Kategori ‘kritik negatif’ berisi status
atau komentar yang memiliki konten menyalahkan suatu pihak. Komentar atau status
termasuk kategori ini umumnya berisi ujaran kebencian bahwa mereka yang
mendukung Ahok adalah kafir, atau menyebut orang yang menolak dan membenci
Ahok adalah penyebab dari rusaknya NKRI. Ketegori ini juga termasuk pada status
yang berkata bahwa mereka memilih atau melawan Ahok akan menyesal. Di dalam
kategori ini, ditemukan bahwa sebagian besar postingan masuk dalam kategori ‘kritik
negatif’
Konten kritik negatif sama juga dengan halnya status yang menggunakan
gambar banjir yang mengatakan “setiap bulan kebanjiran, warga Bukit Duri menyesal
gugat Ahok dan mau dipindahkan. Hidayah memang datang belakangan. Kritik negatif
ini biasanya di gunakan untuk menyalahkan suatu pihak tertentu.
Beberapa perndapat yang saya dapat dari berbagai website mengenai kasus
ahok ini ada yang membedakan antara ujaran kebecian dan hate speech.
Direktur Setara Institute, Ismail Hasani, berpendapat konsep penodaan agama
ditujukan untuk melindungi hal yang abstrak. Menurut dia, berbeda dengan penodaan
agama, konsep hate speech dikenal dalam HAM. Konsep itu ditujukan untuk melindungi
hak individu yang sifatnya nyata. Dalam HAM, kebebasan berpikir, beragama dan
berkeyakinan itu fundamental. Misalnya, kasus Lia Eden, walau sudah dijebloskan ke
penjara berulang kali dengan tudingan penodaan agama, keyakinan Lia Eden tidak
berubah.Hate speech tujuannya melindungi identitas individu atas dasar agama, suku,
ras dan lainnya. Menurut Ismail konsep itu lebih terukur ketimbang penodaan agama.
“PNPS No. 1 Tahun 1965 perlu segera direvisi agar sesuai zaman, perkembangan
hukum dan HAM saat ini,”
Ketua Lakpesdam PBNU, Rumadi Ahmad, menyebut aturan hukum yang
mengatur tentang penodaan agama bukan hanya ada di Indonesia tapi juga banyak
negara lain seperti Inggris. Namun, kecenderungan di banyak negara, penerapan pasal
penodaan agama semakin dipersempit dan diperketat. Pasal penodaan agama yang
ada di berbagai negara rata-rata jenisnya sama, ada pasal karet, sehingga ketentuan
itu bisa menyasar siapa saja. “Pasal 156a PNPS No. 1 Tahun 1965 itu penerapannya
lebih cenderung karena adanya desakan massa,”.

Anda mungkin juga menyukai