Jika desa adalah ibu bumi, sebagai tempat kembali dan berbagi, maka inklusi
adalah salah satu jalan untuk kembali. Setapak jalan untuk menempuh perjalanan
kembali kepada ibu bumi dari belasan jalur yang digagas dan diperbincangkan
dalam Kongres Kebudayaan Desa tempo hari. Disamping inklusi masih ada 18
jalan kebudayaan yang dipetakan, jalan ekonomi, pendidikan, kesehatan,
keamanan dan ketertiban, keluarga, perempuan dan anak, pemuda, tata ruang
desa, kewargaan, masyarakat adat, media, datakrasi, kedaulatan pangan dan
lingkungan hidup, reformasi birokrasi serta akuntabilitas dan prinsip anti korupsi.
Kenapa inklusi social ditempatkan sebagai jalan pertama yang ditata, karena
inklusi harus ditempatkan sebagai perspektif, dia harus mengatasi (beyond)
sekaligus melingkupi segenap jalan kebudayaan diatas, sebagai penghormatan
atas semesta yang sejak awal penciptaannya tidak dalam wujud tunggal tetapi
beragam.
Desa, keluarga, petani gurem, buruh dan kuli bangunan, perempuan, anak haram,
lansia, waria, difable, penghayat kepercayaan adalah Orang Pinggiran. Dan disini,
hari ini kami, Orang Pinggiran, telah berbicara atas nama semesta atas nama
kemanusiaan. Disini dihari ini, kami runcingkan bambu dan pemikiran untuk
meretas jalan perjuangan untuk sebuah tatanan baru yang patut, layak dan
bermartabat bagi manusia dan alam. Jalan lama telah usang, tatanan lama telah
tumbang. Jalan baru harus terus ditempuh, tatanan baru harus terus disepuh.