Anda di halaman 1dari 5

Nama : Wandi Sugih Triyana

NIM : 2221170023

Prodi : Pendidikan Luar Sekolah

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Refleksi Kemerdekaan Sebagai Poros Perubahan Pemuda Millenial

Kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan" pembukaan UUD
1945, Alinea ke-4

Kemerdekaan mempunyai makna penting terhadap kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa


dan bernegara sesuai dengan amanat pembukaan UUD 1945 alinea ke-4. Kemerdekaan adalah
hak segala bangsa, hak semua orang terhadap segala jenis penjajahan, perbudakan serta bentuk
bentuk pelanggaran hak asasi lainnya.

Secara historis, pejuang Indonesia baik pemuda, maupun golongan tua dalam memperoleh
kemerdekaan, mengorbankan kebebasan pribadinya untuk memperoleh kemerdekaan. Perang
fisik, cucuran darah, keringat dan air mata.

Dewasa ini, diera millenial ini, seharus pemuda merefleksikan perjuangan pemuda era dulu
dalam memperoleh kemerdekaan dengan menjadi garda terdepan dalam membangun
peradaban bangsa Indonesia dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ia kuasai, kreatifitas
tinggi serta mempunyai inovasi yang dapat membangun peradaban baru Indonesia kearah yang
lebih baik. Sangat penting bagi pemuda millenial memaknai kemerdekaan Indonesia, sebagai
bahan refleksi, pemuda dapat terus mengobarkan semangat nasionalisme dan patriotisme,
selalu positif dalam mengembangkan minat dan bakat, serta mendedikasikan kemampuan nya
terhadap pembangunan peradaban Indonesia.

 Semangat Nasionalisme dan patriotisme

Pada dasarnya, semangat nasionalisme dan patriotisme merupakan kesadaran suatu warga
negara akan pentingnya ketunggalan bangsa (nation state). Konsep tersebut bersifat idiologis
dan disosialisasikan kepada setiap anggota (warga) negara. Nasionalisme dan wawasan
kebangsaan mengikat warga negara dalam beberapa hal, yakni (a) memiliki kesadaran sebagai
satu bangsa, yang dapat memperkuat rasa kebangsaan, persatuan dan kesatuan, (b) jiwa,
semangat, dan nilai-nilai patriotik, yang berkaitan dengan perasaan cinta tanah air, cinta kepada
tanah tumpah darah, cinta kepada negara dan bangsa, cinta kepada milik budaya bangsa sendiri,
kerelaan untuk membela tanah airnya, (c) jiwa, semangat dan nilai-nilai kreatif dan inovatif,
dan (d) jiwa, semangat, dan nilai-nilai yang mampu membentuk kepribadian, watak dan budi
luhur bangsa.

Sementara patriotisme adalah rasa identitas dan realistis. Kita harus melihat, menerima, dan
mengembangkan watak dan kepribadian bangsa. Dengan melihat bangsa sendiri, kita harus
menerima apa adanya dengan kelebihan dan kekurangannya, menerima dengan lapang.
Kelebihannya dapat kita jadikan kekuatan, dan apa yang menjadi kekurangan dapat kita lihat
sebagai daya yang dapat merusak diri sendiri sehingga perlu diperhatikan. Dengan melihat dan
menerimanya diharapkan kita dapat memiliki sikap rela berkorban tersebut.

 Positif Mengembangkan Minat dan Bakat

Dalam kenyatannya, bakat atau nature sering diartikan sebagai talenta, yakni kemampuan
tertentu yang unik, kecakapan, gift (anugerah) yang dimiliki seseorang. Pengertian ini
mengalami perkembangan signifikan dengan munculnya pengertian menurut Gallup (2001)
bahwa bakat merupakan pola pikir, perasaan dan perilaku yang berulang-ulang dan dapat
meningkatkan produktivitas. Berdasarkan pengertian tersebut, maka bakat itu tidak hanya
menyangkut kecakapan tertentu, tetapi juga berkaitan dengan adanya peran untuk
mengembangkan. Dalam hal ini, minat menjadi faktor penting yang berfungsi sebagai nurture
yang akan membantu pengembangan bakat tersebut. Minat merupakan suatu pemusatan
perhatian secara tidak sengaja yang terlahir dengan penuh kemauan, rasa ketertarikan,
keinginan, dan kesenangan. Ciri umum minat ialah adanya perhatian yang besar, memiliki
harapan yang tinggi, berorientasi pada keberhasilan, mempunyai kebangggaan, kesediaan
untuk berusaha dan mempunyai pertimbangan yang positif. Minat dapat dikatakan sebagai
dorongan kuat bagi seseorang untuk melakukan segala sesuatu dalam mewujudkan pencapaian
tujuan dan cita-cita yang menjadi keinginannya.

Bentuk pengabdian masyarakat juga variatif, tak selalu terpaku pada bakti sosial kilat dengan
sembako seadanya seperti yang dilakukan partai-partai politik menjelang pemilu.
Menyelenggarakan pendidikan gratis atau memberdayakan sumber daya manusia suatu daerah,
bahkan membeli produk lokal juga merupakan salah satu bentuk pengabdian masyarakat. Suatu
gerakan pemberdayaan masyarakat apapun bentuknya adalah bagian dari pengabdian
masyarakat. Banyak contoh pengabdian masyarakat yang muncul dewasa ini dan mayoritas
digagas oleh kaum intelek muda seperti Indonesia Mengajar, Indo Historia, atau LSM-LSM
non-profit dan NGO.

Dengan membentuk masyarakat yang maju maka secara tak langsung akan terbentuk pula
sebuah peradaban yang maju karena sebuah peradaban berawal dari kumpulan masyarakat
yang saling mempengaruhi dan melengkapi. Seandainya ada satu saja masyarakat yang baik
maka kebaikannya akan menular pada masyarakat yang lain dan sampai akhirnya seluruh
masyarakat akan baik juga dari sebuah komunitas kecil kemudian tumbuh menjadi komunitas
yang besar hingga masyarakat yang besar.

Untuk hal itulah mahasiswa ada, mereka harus menjadi pemicu terbentuknya peradaban yang
maju dengan pengabdian melalui pemberdayaan masyarakat sebagai awalannya karena
pengabdian merupakan salah satu Tri Dharma perguruan tinggi dan sudah merupakan
kewajiban bagi kaum akademik untuk memenuhinya. Selain itu, tuntutan akal dan etika juga
akan membuat mahasiswa sadar akan kewajibannya sebagai seorang intelek.

Dari segala sektor yang menunjang pembangunan Indonesia, sektor utama bagi penulis adalah
pendidikan. Sebab Aset terbesar dari suatu negara bukanlah sumber daya alamnya, melainkan
sumber daya manusianya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kemerdekaan yang
sesungguhnya, diperlukan perbaikan kualitas sumber daya manusia Indonesia, terutama dalam
hal pendidikan.

Oleh karenanya, peningkatan mutu pendidikan, pemerataan fasilitas serta kesempatan


pendidikan. Untuk mewujudkan perihal tersebut, harus diperlukan peran dari berbagai pihak.
Baik pemerintah, masyarakat serta pemuda/mahasiswa.

Langkah konkret yang saya ambil dalam rangka refleksi 74 tahun indonesia merdeka, sejauh
ini bersama salah satu organisasi mahasiswa non profit, telah mendirikan sebuah Taman Baca
Masyarakat, memfasilitasi pendidikan nonformal /masyarakat untuk memperoleh pendidikan
selain dari pendidikan formal yang belum mempunyai media pembelajaran yang maksimal.

Idealnya, nasionalisme terbentuk dari interaksi antar elemen di dalam suatu bangsa dan
tanggapan bangsa itu terhadap lingkungan, sejarah, dan cita-citanya. Substansi nasionalisme
Indonesia memiliki dua unsur; Pertama, kesadaran mengenai persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia yang terdiri dari suku, etnik, dan agama. Kedua, kesadaran bersama bangsa
Indonesia dalam

menghapuskan segala bentuk pensubordinasian, penjajahan, dan penindasan dari bumi


Indonesia. b. Pendidikan adalah win win solution untuk menjaga nasionalisme bangsa c.
Generasi muda pada hakikatnya, adalah generasi pemula yang perlu mendapat bimbingan dan
arahan oleh generasi sebelumnya. Jika pemimpin Indonesia tidak mampu memberikan tauladan
kebaikan, maka berdampak hilangnya semangat nasionalisme. Untuk itulah perlu adanya
perbaikan moral pemimpin bangsa. Rakyat harus dicerdaskan dengan tidak lagi memilih
sembarang pemimpin dan harus mau memilah media sebagai tambahan ilmu dan informasi. d.
Kampus-kampus Islam khususnya, perlu kembali membudayakan upacara bendera setiap hari
senin. Aktifitas ini akan menjadi kebiasaan dan kebutuhan jika dijadikan prioritas untuk
kembali menumbuhkan semangat nasionalisme. e. Pemerintah harus mengupayakan,
melahirkan generasi penerus bangsa yang berjiwa nasionalis, religius dan mampu
mengembangkan teknologi. Generasi ini adalah generasi terbaik yang mampu membangun
Indonesia. Semangat nasionalisme pemuda jika diimbangi.
DAFTAR PUSTAKA

Wilson Bangun. Intisari Manajemen. (Bandung: Refika Aditama, 2008) hal 1 20 Soebagio
Admodiwirio, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: PT Arda Dizya Jaya, 2000) hal 5

Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan, (Jogjakarta: AR-Ruzz Media


Groups, 2008) hal 7

JURNAL STUDI PEMUDA • VOL. I NO. 2 SEPTEMBER 2012, Hal: 89

Madjid, Nurcholish (1973) ‘Remaja, Keluarga, & Masyarakat di Kota Besar. Suatu Usaha
Pendahuluan untuk Memahami Persoalan Sekitar ‘‘Generation Gap’’’, Prisma, vol. 2, no. 5, h.
45–51.

www.nasionalisme.com

www.compas.com

www.compasiana.com

https://www.niahidayati.net/mengembangkan-bakat-dan-minat.html, diakses pada tanggal 25


Agustus 2019, pukul 01.24 WIB

Anda mungkin juga menyukai