Anda di halaman 1dari 32

KEARIFAN

LOKAL
PENDUKUNG
PEMBANGUNAN
PENDAHULUAN
Pembangunan yang hanya
mengejar pertumbuhan
ekonomi banyak melahirkan
ekses negatif:

 Ketimpangan sosial
 Akumulasi nilai hedonistik
 Ketidakpedulian sosial
 Erosi ikatan kekeluargaan
dan kekerabatan
 Meluasnya dekadensi moral
LANJUTAN…
Masyarakat menjadi sangat
tergantung pada birokrasi
sentralistik yang memiliki daya
absorbsi sumber daya yang sangat
besar.

Namun kemampuan dan


kepekaannya sangat rendah dalam
menanggapi kebutuhan lokal, dan
secara sistematis telah mematikan
inisiatif masyarakat lokal untuk
memecahkan masalah yang
dihadapi (DAVID KORTEN)
LANJUTAN…
AKIBATNYA: nilai dan
praksis budaya bangsa tergerus
dalam skema pembangunan
yang dibakukan dari atas:
praksis pembangunan seragam
di berbagai masyarakat dan
daerah yang secara kultural
berbeda  menciptakan
distorsi dan inefisiensi, bahkan
disintegrasi di masyarakat.

 PERLU PERUBAHAN
PARADIGMA
PEMBANGUNAN BERWAWASAN BUDAYA

PEMBANGUNAN
BERWAWASAN BUDAYA
(PBB): politik pembangunan
yang mengedepankan
penguatan harkat dan
martabat manusia dalam
proses pembangunan
 selalu mencari alternatif
masyarakat baru yang lebih
membebaskan,
mencerahkan, adil, dan
manusiawi
 nilai budaya intrinsik
dalam pembangunan
CIRI-CIRI PBB
 Bekerja di atas ekologi
manusia.
 Tujuannya mencapai realisasi
potensi manusia yang optimal.
 Dilakukan melalui
pemberdayaan, menempatkan
masyarakat sbg subjek yang
menentukan tujuan, menguasai
sumber daya, dan mengarahkan
prosesnya.
 Melengkapi struktur formal
dengan struktur organisasional
yang informal dan adaptif.
 Menghargai tinggi inisiatif
lokal dan self-organizing
system.
LANJUTAN...
Menempatkan sistem
produksi di bawah
kepentingan masyarakat
Melengkapi sumber daya
finansial dan SDM dengan
intellectual, social, and
wisdom capital (kearifan
kultural)
Tujuannya tidak sekadar
kesejahteraan, melainkan
juga realisasi potensi
kemanusiaan yang optimal,
kebebasan, keadilan sosial,
dan kesetiakawanan sosial
MENTALITAS pENDUKUNG PEMBANGUNAN

Menurut KOENTJARANINGRAT,
ada beberapa mentalitas kita yang
dapat mendukung pembangunan:

 Orientasi nilai ke atasan (paternalistik)


dapat berdampak positif jika
dimanfaatkan dengan tepat: pemimpin
dijadikan teladan yang baik (jujur,
tekun, sederhana,...).
 Tahan menderita.
 Prinsip harus terus ber-ikhtiyar (suku
Jawa).
 Toleran terhadap “pendirian” orang
lain (agama, pilihan politik, …),
terutama di kalangan orang Islam
Jawa.
 Gotong royong  membuat orang
tidak takut menghadapi bencana atau
penderitaan karena yakin ada yang
akan membantu.
Kearifan lokal
AJIP ROSIDI (2011): kearifan lokal merupakan kemampuan
kebudayaan setempat dalam menghadapi pengaruh
kebudayaan asing saat kedua kebudayaan tsb berhubungan.

CECEP EKA PERMANA (2010): kearifan lokal adalah


jawaban kreatif thd situasi geografis-politis, historis, dan
situasional yg bersifat lokal. Kearifan lokal dapat juga
diartikan sbg pandangan hidup dan pengetahuan serta
berbagai strategi kehidupan yg berwujud aktivitas yg
dilakukan masyarakat lokal dlm menjawab berbagai
masalah dlm pemenuhan kebutuhan mereka.
LANJUTAN...
EDI SEDYAWATI (2006): kearifan lokal mrpkn kearifan
dlm kebudayaan tradisional suku-suku bangsa. Kearifan
dlm arti luas tidak hanya berupa norma dan nilai budaya,
melainkan juga segala unsur gagasan, termasuk yg
berimplikasi pada teknologi, penanganan kesehatan, dan
estetika.

NASIWAN, DKK (2012): kearifan lokal adalah


kebijaksanaan atau nilai-nilai luhur yang terkandung dlm
kekayaan budaya lokal seperti tradisi, petatah-petitih, dan
semboyan hidup.
FUNGSI KEARIFAN LOKAL
Fungsi kearifan lokal
terhadap budaya luar
(AYAT, 1986):

 Sebagai filter dan pengendali


thd budaya luar.
 Mengakomodasi unsur-unsur
budaya luar.
 Mengintegrasikan unsur budaya
luar ke dalam budaya asli.
 Memberi arah pada
perkembangan budaya.
DIMENSI KEARIFAN LOKAL
Menurut MITCHELL (2003),
kearifan lokal memiliki
beberapa dimensi:

 Dimensi pengetahuan lokal


 Dimensi nilai lokal
 Dimensi keterampilan lokal
 Dimensi sumber daya lokal
 Dimensi mekanisme
pengambilan keputusan lokal
 Dimensi solidaritas kelompok
lokal
SEKADAR CONTOH…
BATAK MANDAILING
 Tiga nilai utama: hamoraon,
hagabeon, hasangapon
(kekayaan, keturunan,
kehormatan)
 Filosofi hidup holong dan domu
(kasih sayang dan kerukunan)
 Bean ma huta marguluan na
somarlinta (jadikanlah kampung
yang tidak ada pemerasan, riba,
dan korupsi).
 Hubungan kekerabatan
tercermin dalam
konsep dalihan na tolu, terdiri
dari: Mora (pemberi anak gadis),
Kahanggi (kerabat satu marga),
dan Anak Boru (penerima anak
Batak toba
Tiga nilai utama:
Hamoraon, hagabeon,
hasangapon (kekayaan,
keturunan, kehormatan)
Dalihan na tolu: somba
marhula-hula, manat
mardongan tubu, elek
marboru
Batak karo
Tiga nilai utama: sangkep si
telu (ertuah/ mehaga,
sangap, bayak - keturunan,
kehormatan, kekayaan).
Siangkan (tahu sama tahu,
dalam arti koordinatif)
Meteh mela (tahu malu)
MINANGKABAU (1)
FILOSOFI ALAM TAKAMBANG
JADI GURU merupakan tuntunan
hidup orang Minangkabau dalam
berpikir, merasa, dan berperilaku
dalam semua aspek kehidupan:

 ASPEK SOSIAL: Ka lurah samo


manurun, ka bukik samo mandaki
(ke lembah sama menurun, ke bukit
sama mendaki) pentingnya kerja
sama

 ASPEK BUDAYA: Pucuak pauh


sadang tajelo, panjuluak bungo
linggundi, nak jauh silang
sangketo, pahaluih baso jo basi
(pucuk pauh sedang terjela,
petunjuk bunga linggundi, agar
jauh silang sengketa, perhalus budi
MINANGKABAU (2)
 ASPEK POLITIK: Bakati samo barek,
maukua samo panjang, tibo di mato
indiak dipiciangkan, tibo di paruik indak
dikampihkan, tibo di dado indak
dibusungkan (menimbang sama berat,
mengukur sama panjang, tiba di mata
tidak dipejamkan, tiba di perut tidak
dikempiskan, tiba di dada tidak
dibusungkan)  harus adil

 ASPEK EKONOMI: Balabiah ancak-


ancak, bakurang sio-sio, diagak mangko
diagiah, dibaliak mangko dibalah,
bayang-bayang sapanjang badan
(berlebihan berarti ria, kalau kurang sia-
sia, dihitung dulu baru dibagi, dibalik
dulu baru dibelah, bayang-bayang
sepanjang badan)  harus sederhana
secara proporsional
MINANGKABAU (3)
 ASPEK EKOLOGI: Gabak di hulu
tando ka hujan, cewang di langit
tando ka paneh (mendung di hulu
tanda akan hujan, terang di langit
tanda hari akan panas)  kearifan
ekologis

 PRINSIP EFISIENSI DAN


EFEKTIVITAS: Indak tukang nan
membuang kayu, nan bungkuak ka
singka bajak, nan luruih ka tangkai
sapu, satampak ka papan tuai, nan
ketek ka pasak suntiang (tidak
tukang membuang kayu, yang
bengkok untuk singka bajak, yang
lurus untuk tangkai sapu, yang
sebesar telapak tangan untuk papan
tuai, yang kecil untuk pasak sunting)
 tak ada yang terbuang dan sia-sia
MINANGKABAU (4)
 PRINSIP PENELITIAN DAN
PERENCANAAN: dihawai
sahabih raso, dikaruak sahabih
gaung, macancang balandasan,
malompek basitumpu, mangaji
dari alif, babilang dari aso (diraba
sehabis rasa, digaruk sehabis
lobang, mencencang berlandasan,
melompat bersitumpu, mengaji
dari alif, berhitung dari satu)

 ETOS KERJA: kayu hutan bukan


andaleh, elok dibuek ka lamari,
tahan hujan barani bapaneh, baitu
urang mancari rasaki (kayu hutan
bukan andalas, elok dibuat lemari,
tahan hujan berani berpanas,
begitu orang mencari rezeki)
SUNDA (1)
 Filosofi pendidikan:
membentuk manusia yang
cageur, bageur, bener, pinter,
tur singer (sehat, berakhlak
mulia, benar, cerdas, penuh
inisiatif) + akur + jujur 
tujuh mutiara kehidupan
orang Sunda
 Herang caina beunang
laukna (jernih airnya, dapat
ikannya)
 Silih asah, silih asih, silih
asuh
SUNDA (2)
 Kawas gula eujeung peueut, artinya hidup
harus rukun saling menyayangi, tidak
pernah berselisih.
 Ulah marebutkeun balung tanpa eusi,
artinya jangan memperebutkan perkara
yang tidak ada gunanya.
 Ulah ngaliarkeun taleus ateul, artinya
jangan menyebarkan perkara yang dapat
menimbulkan keburukan atau keresahan.
 Ulah nyolok panon buncelik, artinya
jangan berbuat sesuatu di hadapan orang
lain dengan maksud mempermalukan.
 Buruk-buruk papan jati, artinya berapa
pun besar kesalahan saudara atau sahabat,
mereka tetap saudara kita.
SUNDA (3)
 Kudu nyanghulu ka hukum,
nunjang ka nagara, mupakat ka
balarea (harus menjunjung
tinggi hukum, berpijak kepada
ketentuan negara, dan
bermufakat kepada kehendak
rakyat.
 Bengkung ngariung bongkok
ngaronyok (bersama-sama dalam
suka dan duka).
 Nyuhunkeun bobot pangayon
timbang taraju (memohon
pertimbangan dan kebijaksanaan
yang seadil-adilnya).
SULAWESI SELATAN (bone)
 Ajaran kejujuran: ajamuala aju
ripasanre, tania iko pasanrei (jangan
mengambil kayu disandarkan, bukan
kamu yang menyandarkan)  semua
yang bukan milik, usaha, dan karya kita
tidak boleh diambil.

 Ajaran tentang nilai utama pemimpin:


tongeng (berkata benar), amaccangeng
(pintar), manyameng ininnawa (tenang
hati) dan madeceng kalawing ati engkapa
siriqna (baik hati), (memiliki rasa malu).
Ditambah nilai magetteng (taat azas,
konsisten), awaraningeng (keberanian),
maka-makapi (kemampuan), malabopi
(pemurah), sitinajapi (kewajaran),
sipakatau (saling memanusiakan),
maccapi duppai ada (pintar menjawab
kata)
SYARAT KEPEMIMPINAN KARAENG:

 KECARADEKKANG (KEPINTARAN):
cinta perbuatan bermanfaat dan maslahat;
berusaha mengatasi persoalan; berhati-hati
dalam melaksanakan tugas.
 LAMBUSU’ (KEJUJURAN): cermat;
bicara benar; melakukan perbuatan
bermanfaat; bekerja penuh kesungguhan
dan tanggung jawab.
 KABARANIANG (KEBERANIAN): berani
menjadi pelopor; bersikap demokratis;
mau menerima kritik, saran; tak gentar
menghadapi lawan, tegas dan konsisten.
 KAKALUMANYANGANG (KEKAYAAN):
kreatif; kaya pengetahuan; mahir dan
trampil dalam pekerjaan; tak kekurangan
usaha karena memiliki modal
BALI
Kebudayaan BALI yang dijiwai
agama Hindu mengenal konsep
TRI HITA KARANA (tri = tiga,
hita = sejahtera, karana =
sebab)  tiga penyebab
kesejahteraan:

 PARHYANGAN (lingkungan
spiritual): ekspresi manusia
sebagai homo religius, mahluk
yang memiliki keyakinan adanya
kekuasaan adikodrati
 PAWONGAN (lingkungan sosial):
ekspresi hubungan antarmanusia
sebagai mahluk sosial
 PALEMAHAN (lingkungan alam):
ekspresi hubungan manusia
JAWA (1) zaman edan
(r.ng. ranggawarsita)
JAWA (2)

 TEPA SLIRA (mawas diri) untuk


menghindari konflik dengan cara
menggalih, menggabungkan rasio
dan rasa dengan rumus 4N (neng-
ning-nung-nang): neng-meneng
(sebelum berbuat harus tenang,
terang, diam), ning-wening (dengan
meneng jiwa jadi jernih), nung-
anung (dengan jiwa jernih akan
dapat berfikir dengan baik), nang-
menang (hasilnya adalah
kemenangan, tercapai pemecahan
masalah yang efektif dan efisien)
(KI HADJAR DEWANTARA)
JAWA (3)
 DASA PITUTUR
JAWA
(10 Nasihat Sunan Kalijaga)
(4)
1. Urip Iku Urub. Hidup itu Nyala! Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain.

2. Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta Dur Hangkara. Manusia hidup di dunia harus mengusahakan
keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan, serta memberantas sifat angkara murka, serakah, dan
tamak.

3. Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti.



4. Ngluruk tanpa Bala, Menang tanpa Ngasorake, Sekti tanpa Aji-Aji, Sugih tanpa Bandha. Berjuang
tanpa perlu membawa massa; menang tanpa merendahkan; berwibawa tanpa mengandalkan kekuatan,
kekayaan, kekuasaan, keturunan; kaya tanpa didasari kebendaan.

5. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan. Jangan gampang sakit hati manakala
musibah menimpa diri! Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu!
.
6. Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman. Jangan mudah heran! Jangan mudah
menyesal! Jangan mudah terkejut! Jangan manja!
.
7. Aja Kethungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman. Jangan terobsesi memperoleh
kedudukan, kebendaan, dan kepuasan duniawi!
.
8. Aja Kuminter Mundhak Keblinger, Aja Cidra Mundhak Cilaka. Jangan merasa paling pandai agar
tidak salah arah! Jangan suka berbuat curang agar tidak celaka!

9. Aja Melik Barang kang Melok, Aja Mangro Mundhak Kendho. Jangan tergiur oleh hal-hal yang
tampak mewah, cantik, dan indah! Jangan berfikir mendua agar tidak kendor.
JAWA (5)
Ajaran HASTHABRATA atau
delapan ajaran kepemimpinan
(diambil dari lakon Wahyu
Makutharama dalam Serat
Pustakarajapurwa), bahwa seorang
pemimpin harus memiliki watak:

 SURYA (MATAHARI)  dapat


memberikan motivasi, semangat, dan
kehidupan kepada anak buahnya
 CANDRA (BULAN)  dapat
menyenangkan dan memberi terang
di saat gelap (gawe ngguyu wong
cilik)
 KARTIKA (BINTANG)  dapat
menjadi teladan dan panutan bagi
anak buahnya
LANJUTAN…
 MARUTA (ANGIN)  pemimpin
harus teliti dan turun ke lapangan
menyelami kehidupan masyarakat
 HIMA (MENDUNG)  pemimpin
harus berwibawa namun juga harus
dapat mengayomi dan memberikan
kesejukan
 DAHANA (API)  pemimpin harus
adil, disiplin tanpa pandang bulu
(tegas, teges, tega, tegel, lan tegar)
 TIRTA (AIR)  pemimpin harus
punya pandangan luas sehingga
mampu menanggung segala persoalan,
menerima saran, kritik, bahkan
kecaman
 BANTALA (BUMI)  pemimpin
harus jujur, berbudi luhur, dapat
memberikan anugerah

Anda mungkin juga menyukai