LOKAL
PENDUKUNG
PEMBANGUNAN
PENDAHULUAN
Pembangunan yang hanya
mengejar pertumbuhan
ekonomi banyak melahirkan
ekses negatif:
Ketimpangan sosial
Akumulasi nilai hedonistik
Ketidakpedulian sosial
Erosi ikatan kekeluargaan
dan kekerabatan
Meluasnya dekadensi moral
LANJUTAN…
Masyarakat menjadi sangat
tergantung pada birokrasi
sentralistik yang memiliki daya
absorbsi sumber daya yang sangat
besar.
PERLU PERUBAHAN
PARADIGMA
PEMBANGUNAN BERWAWASAN BUDAYA
PEMBANGUNAN
BERWAWASAN BUDAYA
(PBB): politik pembangunan
yang mengedepankan
penguatan harkat dan
martabat manusia dalam
proses pembangunan
selalu mencari alternatif
masyarakat baru yang lebih
membebaskan,
mencerahkan, adil, dan
manusiawi
nilai budaya intrinsik
dalam pembangunan
CIRI-CIRI PBB
Bekerja di atas ekologi
manusia.
Tujuannya mencapai realisasi
potensi manusia yang optimal.
Dilakukan melalui
pemberdayaan, menempatkan
masyarakat sbg subjek yang
menentukan tujuan, menguasai
sumber daya, dan mengarahkan
prosesnya.
Melengkapi struktur formal
dengan struktur organisasional
yang informal dan adaptif.
Menghargai tinggi inisiatif
lokal dan self-organizing
system.
LANJUTAN...
Menempatkan sistem
produksi di bawah
kepentingan masyarakat
Melengkapi sumber daya
finansial dan SDM dengan
intellectual, social, and
wisdom capital (kearifan
kultural)
Tujuannya tidak sekadar
kesejahteraan, melainkan
juga realisasi potensi
kemanusiaan yang optimal,
kebebasan, keadilan sosial,
dan kesetiakawanan sosial
MENTALITAS pENDUKUNG PEMBANGUNAN
Menurut KOENTJARANINGRAT,
ada beberapa mentalitas kita yang
dapat mendukung pembangunan:
KECARADEKKANG (KEPINTARAN):
cinta perbuatan bermanfaat dan maslahat;
berusaha mengatasi persoalan; berhati-hati
dalam melaksanakan tugas.
LAMBUSU’ (KEJUJURAN): cermat;
bicara benar; melakukan perbuatan
bermanfaat; bekerja penuh kesungguhan
dan tanggung jawab.
KABARANIANG (KEBERANIAN): berani
menjadi pelopor; bersikap demokratis;
mau menerima kritik, saran; tak gentar
menghadapi lawan, tegas dan konsisten.
KAKALUMANYANGANG (KEKAYAAN):
kreatif; kaya pengetahuan; mahir dan
trampil dalam pekerjaan; tak kekurangan
usaha karena memiliki modal
BALI
Kebudayaan BALI yang dijiwai
agama Hindu mengenal konsep
TRI HITA KARANA (tri = tiga,
hita = sejahtera, karana =
sebab) tiga penyebab
kesejahteraan:
PARHYANGAN (lingkungan
spiritual): ekspresi manusia
sebagai homo religius, mahluk
yang memiliki keyakinan adanya
kekuasaan adikodrati
PAWONGAN (lingkungan sosial):
ekspresi hubungan antarmanusia
sebagai mahluk sosial
PALEMAHAN (lingkungan alam):
ekspresi hubungan manusia
JAWA (1) zaman edan
(r.ng. ranggawarsita)
JAWA (2)
2. Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta Dur Hangkara. Manusia hidup di dunia harus mengusahakan
keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan, serta memberantas sifat angkara murka, serakah, dan
tamak.
5. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan. Jangan gampang sakit hati manakala
musibah menimpa diri! Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu!
.
6. Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman. Jangan mudah heran! Jangan mudah
menyesal! Jangan mudah terkejut! Jangan manja!
.
7. Aja Kethungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman. Jangan terobsesi memperoleh
kedudukan, kebendaan, dan kepuasan duniawi!
.
8. Aja Kuminter Mundhak Keblinger, Aja Cidra Mundhak Cilaka. Jangan merasa paling pandai agar
tidak salah arah! Jangan suka berbuat curang agar tidak celaka!
9. Aja Melik Barang kang Melok, Aja Mangro Mundhak Kendho. Jangan tergiur oleh hal-hal yang
tampak mewah, cantik, dan indah! Jangan berfikir mendua agar tidak kendor.
JAWA (5)
Ajaran HASTHABRATA atau
delapan ajaran kepemimpinan
(diambil dari lakon Wahyu
Makutharama dalam Serat
Pustakarajapurwa), bahwa seorang
pemimpin harus memiliki watak: