Anda di halaman 1dari 3

……………………………………………………………………………………………………………..

……………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………..
Nilai Keterampilan : KD 1
Nilai Tanda Tangan Guru

B. Perebutan Politik Hegemoni Bangsa Eropa

I. Perkembangan Imperialisme Inggris

a. Masuknya Penjajahan Inggris


Sejak tanggal 20 Februari 1811, Jan Willem Janssens diangkat sebagai Gubernur
Jenderal Belanda di Indonesia menggantikan Daendels. Namun pada tanggal 26 Agustus
1811 Pasukan Inggris yang dipimpin Jenderal Sir Samuel Auchmuty menyerang
Batavia. Meskipun pasukan Belanda yang dipimpin Janssens melakukan perlawanan
terhadap Inggris, namun tidak mampu berbuat banyak kecuali menyerah dengan
menandatangani Kapitulasi Tuntang tanggal 16 September 1811. Isinya diantaranya
adalah : Wilayah kekuasaan Belanda di Nusantara (Indonesia) jatuh ke tangan Inggris.
Akibat adanya Kapitulasi Tuntang tersebut Indonesia menjadi jajahan Inggris.

b. Pemerintahan Thomas Stamford Raflles


Pada tanggal 18 September 1811 Gubernur Jenderal Lord Minto di Calcutta, India
mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai penguasa di Indonesia. Tugas Raffles
adalah mengatur pemerintahan dan meningkatkan perdagangan serta keuangan.

Dalam rangka menjalankan pemerintahannya, Raffles berpegang pada tiga prinsip, yaitu sebagai
berikut :
1. Segala bentuk kerja rodi dan penyerahan wajib dihapus, diganti penanaman bebas oleh
rakyat.
2. Peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan para bupati dimasukan
sebagai bagian pemerintah kolonial.
3. Seluruh tanah Indonesia adalah milik pemerintah kolonial, maka rakyat sebagai penggarap
dianggap sebagai penyewa tanah.

Berangkat dari tiga prinsip itu Raffles melakukan beberapa kebijakan untuk
melaksanakan tugasnya di Indonesia, yaitu sebagai berikut :

1. Bidang Politik Pemerintahan :


a) Membagi Pulau Jawa menjadi 16 Karesidenan
b) Bupati dijadikan pegawai negeri dengan mendapat gaji
c) Terlalu ikut campur urusan pemerintahan raja-raja di Jawa dan Sumatera, sehingga
menimbulkan konflik dengan Kesultanan Palembang dan Kesultanan Yokyakarta.
2. Bidang Ekonomi :
a) Penghapusan sistem perdagangan yang bersifat monopoli, diganti sistem perdangan
bebas kecuali garam dan minuman keras.
b) Menghapus Pajak Bumi (Contingenten) dan Penyerahan Wajib (Verplichte Leverantie)
warisan VOC dan diganti Sewa Tanah atau Pajak Tanah (Land Rent).
c) Menghapus kerja rodi dan perbudakan
d) Peletakan desa sebagai unit administrasi penjajahan

3. Bidang Hukum dan Peradilan :


Menerapkan sistem Pengadilan Tunggal, yakni pengadilan beriorientasi pada besar kecilnya
kesalahan dan setiap warga negara (Eropa, Timur Asing dan Pribumi) memiliki kedudukan
sama di depan hukum tanpa membedakan warna kulit.

4. Bidang Ilmu Pengetahuan :


a) Mendirikan Lembaga Ilmu Pengetahuan “Bataviasch Genootschap” di Jakarta
b) Menulis buku “History of Java” atas bantuan Pangeran Notokusumo dari Sumenep.
c) Mengangkut benda purbakala ke India dengan tujuan memperkaya Museum Calcutta,
India. Seperti : “Piagam Airlangga” yang sekarang dikenal sebagai Batu Calcutta.
d) Istrinya yang bernama Olivia Marianne merupakan perintis berdirinya Kebun Raya
Bogor.
e) Menemukan bunga bangkai yang disebut bunga “Raflesia Arnoldi”.

5. Kebijakan Raffles Tentang Land Rent (Sewa Tanah)


Sesuai dengan prinsip Raffles bahwa seluruh tanah Indonesia adalah milik
pemerintah kolonial Inggris, maka rakyat sebagai penggarap dianggap sebagai
penyewa tanah. Oleh karena itu, Raffles menerapkan program Sewa Tanah atau
Pajak Tanah (Land Rent). `

Tujuanya adalah :
a) Memberikan kebebasan menanam dan berusaha kepada para petani melalui pajak
tanah.
b) Mengefektifkan sistem administrasi Eropa yang berarti penduduk pribumi akan
mengenal ide-ide Eropa mengenai kejujuran, ekonomi, dan keadilan.
Untuk menentukan besar kecilnya Sewa Tanah atau Pajak Tanah, maka tanah
petani dibagi menjadi tiga kelas :
 Kelas I : Tanah subur, dikenakan pajak setengah dari hasil bruto
 Kelas II : Tanah setengah subur, dikenakan pajak sepertiga dari hasil bruto
 Kelas III : Tanah tandus, dikenakan pajak dua perlima dari hasil bruto
Pajak atau sewa tanah yang dibayarkan penduduk bersifat perorangan dan
diharapkan berupa uang. Tetapi kalau terpaksa tidak berupa uang dapat juga
dibayar dengan barang lain misalnya beras. Kalau dibayar dengan uang, diserahkan
kepada kepala desa untuk kemudian disetorkan ke kantor residen. Tetapi kalau
dengan beras yang bersangkutan harus mengirimnya ke kantor residen setempat
atas biaya sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi ulah pimpinan setempat
yang sering memotong/mengurangi penyerahan hasil panen itu.
Dalam prakteknya, penerapan pajak tanah atau sewa tanah ternyata
mengalami kegagalan. Faktor penyebabnya adalah :
a) Masyarakat Indonesia pada masa itu belum mengenal perdagangan eksport seperti
India, masyarakat Indonesia masih mengenal sistem pertanian sederhana, dan hanya
digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
b) Masyarakat Indonesia terutama di desa masih terikat dengan feodalisme dan belum
mengenal ekonomi uang, sehingga motivasi masyarakat untuk memperoleh keuntungan
dari produktifitas hasil pertanian belum disadari betul.
c) Pajak tanah yang terlalu tinggi, sehingga banyak tanah yang terlantar tidak di garap, dan
dapat menurunkan produktifitas hasil pertanian.
Setelah Revolusi Perancis selesai, pada tanggal 17 Maret 1824 dilaksanakan
Konvensi London antara Belanda dengan Inggris.
Isinya diantaranya :
1) Belanda menerima kembali semua jajahannya di Hindia Belanda (Indonesia).
2) Inggris memperoleh jajahan Belanda yang ada di India. Sejak tanggal 19 Agustus
1816 secara resmi Indonesia dijajah kembali oleh Belanda.
II. Dominasi Pemerintahan Kolonial Belanda

a. Ekonomi Belanda Pasca Penjajahan Inggris


Setelah Inggris hengkang dari Indonesia, sejak tanggal 19 Agustus 1816 secara resmi
Indonesia menjadi jajahan Belanda kembali. Dalam kurun waktu 1816-1830, terjadi
pertentangan di Parlemen Belanda antara kelompok liberal dengan kelompok konservatif
tentang cara-cara mengatasi kemerosotan ekonomi di negeri Belanda, termasuk di negeri
jajahanya (Indonesia). Pertentangan itu adalah sebagai berikut :

1. Kelompok Konservatif :
Menurutnya sistem ekonomi yang diterapkan VOC tetap dipertahankan, seperti sistem
monopoli dan sistem penyerahan wajib (Verplichte Leverentie) harus diurus langsung oleh
pemerintah.

2. Kelompok Liberal :
Menurutnya sistem ekonomi warisan VOC harus dihapus, perekonomian sepenuhnya harus
diserahkan kepada pihak swasta, sedangkan pihak pemerintah hanya mengawasi dan
memungut pajak.

Dalam prakteknya kedua sistem ekonomi tersebut (konservatif dan liberal)


diterapkan secara bersamaan, pada masa :
1. Pemerintahan Komisaris Jendral (1816 - 1819) yang terdiri dari Cornelis
Theodorus Elout (ketua), Arnold Ardiaan Buyskes (anggota), dan A.G. Philip
Baron Van der Capellen (anggota).
2. Pemerintahan Gubernur Jendral Van Cer Capellen (1819-1824)
3. Pemerintahan Gubernur Jendral Du Bus de Gesignies (1826-1830).
Disatu pihak pemerintah kolonial melakukan eksploitasi kekayaan tanah jajahan
dengan menerapkan penyerahan wajib (Verplichte Leverentie), dilain pihak pemerintah
kolonial memberi kebebasan kepada pengusaha swasta untuk menanamkan modalnya
dalam usaha perkebunan dan pertambangan. Usaha-usaha tersebut ternyata belum
mampu mengeruk keuntungan yang besar untuk mengisi kas Kerajaan Belanda, akhirnya
Pemerintah Kolonial menerapkan kembali sistem politik konservatif dengan
melaksanakan Tanam Paksa (1830 - 1870) dan baru kemudian menerapkan Politik
Ekonomi Liberal sejak tahun 1870.

b. Penerapan Sistem Tanam Paksa (1830-1870)

1. Latar Belakang dan Tujuan


Tanam Paksa berasal dari istilah “Cultuur Stelsel” yaitu cara atau budidaya
pertanian, tetapi karena pelaksanaannya dilakukan secara paksa, maka bangsa
Indonesia mengenal dengan sebutan “Tanam Paksa”. Pemikir dan Pelaksananya
adalah Johanes Van den Bosch. Ia diangkat sebagai gubernur jenderal di
Indonesia sejak tanggal 19 Januari 1830.

Pelaksanaan Tanam Paksa dilatarbelakangi oleh :


a) Banyaknya dana yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah Belanda untuk menghadapi
Inggris sewaktu terjadi Revolusi Prancis.
b) Banyaknya hutang-hutang VOC yang ditanggung oleh pemerintah Belanda.
c) Adanya perang saudara di negeri Belanda (Belgia memisahkan diri) menguras biaya
yang sangat besar
d) Banyaknya peperangan yang terjadi di negeri jajahan terutama Perang Diponegoro yang
membuat kas Belanda terkuras.

Pelaksanaan Tanam Paksa pada dasarnya bertujuan :


a) Untuk memasukkan uang ke kas pemerintah kolonial Belanda sehingga hutang-
hutangnya dapat terbayar dan keperluan pemerintah Belanda termasuk biaya perang
dapat terpenuhi.
b) Jika tujuan pertama tercapai maka sisanya akan digunakan untuk memperbaiki
kehidupan rakyat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai