Anda di halaman 1dari 2

b.

Pemerintahan VOC di Indonesia

1. Pemerintahan Gubernur Jenderal


Gubernur Jenderal VOC pertama yang bertugas di Indonesia adalah Pieter Both
(1610-1614) dan Ambon (Maluku) dijadikan pusat pemerintahannya. Ambon menjadi
daerah kekuasaan VOC setelah pada tahun 1605 VOC berhasil mengusir Portugis
dari Ambon.
Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen atau J.P.
Coen (1617-1623), VOC berhasil merebut kota Jayakarta dan sejak tanggal 18
Januari 1621 Jayakarta dijadikan pusat pemerintahan VOC yang kemudian
namanya dirubah menjadi Batavia.
Selama VOC menjajah Indonesia, ada 32 Gubernur Jendral yang memerintah.
Namun dalam pelaksanaannya hanya 4 Gubernur Jenderal yang dianggap sebagai
pahlawan VOC, karena mereka berhasil dalam mengembangkan usaha dagang dan
kolonisasi VOC di Indonesia. Keempat Gubernur Jenderal tersebut ialah : Jan
Pieterszoon Coen, Antonio van Diemen, Joan Maetsycker dan Cornelis Speelman.

2. Kebijakan dan kezaliman VOC di Indonesia


Dalam rangka melaksanakan eksploitasi kekayaan alam di Indonesia, VOC
melaksanakan kebijakan-kebijakan sebagai berikut :
a) Merebut pasaran produksi pertanian, biasanya dengan memaksakan monopoli, seperti
monopoli rempah-rempah di Maluku.
b) Tidak ikut aktif secara langsung dalam kegiatan produksi hasil pertanian, tetapi berusaha
dengan mudah memperoleh hasil-hasil pertanian, sekalipun harus dengan paksaan.
c) VOC berusaha menduduki tempat-tempat yang strategis.
d) VOC melakukan campur tangan terhadap kerajaan-kerajaan di Nusantara, terutama
menyangkut usaha pengumpulan hasil bumi dan pelaksanaan monopoli.
e) Lembaga-lembaga pemerintahan tradisional/kerajaan masih tetap dipertahankan dengan
harapan bisa dipengaruhi/dapat diperalat, kalau tidak mau baru diperangi.

Selama berkuasa di Indonesia, Kemaharajaan VOC melakukan “tindakan-


tindakan kezaliman” yang mengakibatkan bangsa Indonesia menderita. Tindakan
kezaliman tersebut dilakukan dengan cara menerapkan hal-hal berikut :
1) Verplichte Laverantie
Yaitu penyerahan wajib hasil bumi dengan harga yg telah ditetapkan oleh VOC, dan
melarang rakyat menjual hasil buminya selain kepada VOC.
2) Contingenten
Yaitu kewajiban bagi rakyat untuk membayar pajak berupa hasil bumi.
3) Ekstirpasi
Yaitu hak VOC untuk menebang atau membakar tanaman rempah- rempah penduduk
agar tidak terjadi over produksi yg dapat menyebabkan harga rempah-rempah
merosot.
4) Pelayaran Hongi (Hongi Tochten)
Yaitu pelayaran dengan perahu kora-kora (perahu perang dengan persenjataan lengkap)
untuk mengawasi pelaksanaan monopoli perdagangan VOC dan menindak tegas bagi
pelanggarnya.
5) Preanger Stelsel
Yaitu mewajibkan penduduk untuk menanam kopi di Priangan, Jawa Barat dan hasilnya
dibeli oleh VOC sesuai harga yang ditetapkan.

3. Kebangkrutan dan Bubarnya VOC


Pada akhir abad ke-18, VOC mengalami kebangkrutan dan akhirnya dibubarkan
pada tanggal 31 Desember 1799. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a) Banyak pegawai VOC yang melakukan tindak korupsi untuk memperkaya diri ketimbang
untuk memajukan VOC.
b) Adanya persaingan dengan kongsi dagang bangsa lain, seperti kongsi dagang Perancis
(Compagnie des Indies) dan kongsi dagang Inggris (East Indian Company).
c) VOC tidak mampu lagi membayar hutang-hutangnya dan tidak mampu lagi membayar
pegawainya yang banyak.
d) Banyaknya biaya yang harus dikeluarkan oleh VOC untuk melaksanakan monopoli
perdagangan dan perluasan wilayah.
e) Sebab khusus :
Digulingkannya Raja Belanda Willem V yang bersifat monarkhi absolut oleh Napoleon
Bonaparte dari Perancis, sehingga pemerintahan Belanda berubah menjadi Republik
Bataaf yang demokratis dan liberal dibawah pengaruh Perancis, dan menganggap
perdagangan harus bebas. Oleh karena itu VOC yang bersifat monopoli dalam
perdagangan harus dibubarkan.

VI. Masa Pemerintahan Republik Bataaf

a. Latar Belakang
Sejak tahun 1795, Kerajaan Belanda dikuasai oleh Napoleon Bonaparte sewaktu terjadi Revolusi
Perancis dan pada tanggal 19 Januari 1795 menjadi Republik Bataaf dibawah Perancis.
Sedangkan jajahan Belanda di Indonesia diperintah oleh : Pieter Gerhardus van Overstraten
(1796–1801), Joannes Siberg (1801–1805) dan Albertus Henricus Wiese (1805-1808).
Ketiga Gubernur Jenderal Belanda tersebut hanya bertugas sebagai penjaga status quo sebagai
akibat dikuasainya negeri Belanda oleh Perancis.

b. Pemerintahan Herman Willem Daendels


Sejak tanggal 23 Juni 1806 Republik Bataaf dibubarkan, kemudian didirikanlah Koninkrijk
Holland (Kerajaan Belanda) dengan rajanya Louis Bonaparte (adik Napoleon
Bonaparte). Louis Bonarpate mengangkat Herman Willem Daendels menjadi Gubernur
Jenderal di Indonesia sejak tanggal 15 Januari 1808.
Herman Willem Daendels adalah tokoh militer yang mendapat pendidikan militer di
Perancis. Ia mengidolakan Napoleon Bonarpate pemimpin Revolusi Perancis. Oleh
karenya dalam memerintah di Indonesia, Daendels meniru gaya pemerintahan Napoleon
yang diktator dan kejam, sehingga di Indonesia Daendels mendapat sebutan “Jenderal
Mas Galak.” Dalam memerintah di Indonesia, Daendels berpandangan bahwa “Dirinya
adalah penguasa Indonesia”, semua raja-raja Indonesia harus mengakui Gubernur
Daendels dan Raja Belanda sebagai junjungannya dan minta perlindungan kepadanya.
Oleh karenanya ia dimusuhi oleh raja-raja Indonesia.

Selama memerintah di Indonesia, Daendels memiliki dua tugas pokok, yaitu :


Pertama : Mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris
Kedua : Mengatur pemerintahan di Indonesia termasuk masalah keuangan

Untuk melaksanakan tugas tersebut, Daendels melakukan kebijakan-kebijakan


sebagai berikut :

1. Bidang militer dan pertahanan :


a) Membangun benteng-benteng pertahanan baru
b) Membangun pangkalan angkatan laut di Anyer, Ujung Kulon dan Surabaya.
c) Membangun jalan raya antara Anyer (Banten) sampai Panarukan (Situbondo) sepanjang
1100 Km yang disebut “Jalan Daendels”, baik bertujuan sebagai lalulintas pertahanan
maupun lalu lintas perekonomian.
d) Membangun pabrik senjata di Gresik dan pabrik meriam di Semarang, serta mendirikan
sekolah militer di Batavia.
e) Menambah jumlah pasukan yang diambil dari orang-orang pribumi, yakni dari 4.000
orang menjadi 18.000 orang.

2. Bidang Pemerintahan :
a) Membatasi secara ketat kekuasaan raja-raja di Nusantara.
b) Membagi Pulau Jawa menjadi 9 daerah prefektur (wilayah yang memiliki otoritas).
Masing-masing prefektur dikepalai oleh seorang prefek/residen.
c) Para bupati dijadikan pegawai pemerintahan kolonial yang digaji dan diberi pangkat
sesuai dengan ketentuan kepegawaian Pemerintahan Belanda.
d) Kerajaan Banten dan Cirebon dihapuskan dan daerahnya dinyatakan sebagai wilayah
kekuasaan pemerintah kolonial.

Anda mungkin juga menyukai