Anda di halaman 1dari 19

Peralatan Fasilitas Rumah Sakit

Peralatan atau fasilitas rumah sakit terdiri dari sarana, prasarana, dan peralatan
yang sangat kompleks dan saling berkaitan satu sama lain. Sarana adalah semua
kebutuhan yang bentuk fisik bangunan, gedung, dari landscape, jalan, parkir, gedung
rawat jalan, dan sebagainya baik digunakan secara langsung maupun tidak langsung
dalam hal pelayanan pasien atau kegiatan operasional rumah sakit. Bangunan rumah
sakit terdiri dari:

1. Bangunan gedung pasien


2. Bangunan gedung kantor
3. Bangunan gedung parkir
4. Jalan lingkungan
5. Drainase
6. Bangunan pengaman termasuk pagar dan taman
7. Halaman
8. Bangunan-bangunan pendukung lainnya baik sudah ada maupun yang akan
dibangun.

Perkembangan bangunan rumah sakit seiring berjalannya waktu akan berubah


kondisi atau keadaannya. Bangunan yang lama akan dirombak dan direnovasi agar
lebih baik lagi untuk kebutuhan rumah sakit yang mana harus dipertimbangkan di
dalam pembangunan rumah sakit karena keterbatasan lahan yang harus diperhatikan.
Landscape yang bercorak maupun polos juga harus dipertimbangkan sesuai kondisi
lingkungan berkaitan keindahan dan fungsi. Drainase rumah sakit harus
memperhatikan keselamatan kerjanya, jangan sampai membahayakan pengunjung
rumah sakit.

Prasarana adalah fasilitas rumah sakit yang berbentuk fisik terdiri dari alat dan
jaringan. Jaringan atau utility membentuk sistem yang saling terkait. Dalam
pengelolaan sarana arana itu sendiri meliputi sistem electrical, sistem gas medis,
sistem komunikasi, penangkal petir, fire protection dan hydrant, sistem tata udara
(HVAC), sistem Kelola air, dan sistem insulation transformer (IT) untuk mengurangi
rugi-rugi daya. Pada rumah sakit yang besar seperti rumah sakit tipe A atau tipe B
sudah memiliki trafo sendiri karena membutuhkan daya yang besar. Sehingga
membutuhkan sistem sirkuit breaker yang merupakan sistem stabilizer yang bagus.
Perlu diperhatikan bahwa ada pengkodean pada stopkontak. Dalam rumah sakit
penggunaan stopkontak ada tiga yaitu putih, hijau-biru, dan merah. Putih hanya
disuplai dari PLN saja, artinya hanya mendapatkan suplai dari PLN saja. Apabila
listrik dari PLN mati, maka yang berhubungan dengan stopkontak putih juga akan
mati. Dalam hal ini harus diperhitungkan beban apa yang mati berkaitan dengan
backup genset agar memenuhi kebutuhan. Sistem stopkontak yang berwarna biru
disuplai oleh genset pada saat listrik mati. Sistem otomatis dari genset perlu
diperhatikan, waktu yang digunakan untuk genset aktif setelah mati listrik dari PLN
sehingga tidak membahayakan keselamatan dari pasien.

Sistem pemeliharaan genset juga harus diperhitungkan sebagai keselamatan.


Berikutnya adalah stopkontak berwarna merh atau orange adalah stopkontak yang
mensuplai tidak boleh mati atau terputus sedetikpun karena menyangkut keselamatan
dari pasien. Oleh sebab itu yang harus diperhatikan cara mengelola baterai backup.
Pada penggunaan baterai harus memperhatikan nilai cost, dengan melihat jangka
waktu pemakaian baterai antara kurang lebih tiga tahun. Oleh sebab itu perlu
diperhatikan biaya operasionalnya untuk penggantian baterai. Perlu juga
memperhatikan pemeliharaan UPS yang menjadi inti keselamatan kerja rumah sakit
yang terdiri dari apal, alarm bell, fire detector, push button alarm, dan sistem control
agar tidak membahayakan keselamatan pengunjung atau pasien, serta tenaga kerja di
rumah sakit. Disini pasti ada tuntutan karyawan bahwa harus mampu
mengoperasikan sistem keamanan di rumah sakit. Pompa hydrat juga harus
dipelihara sehingga harus dikontrol secara berkala. Setiap minimal enam bulan sekali
harus diuji coba agar masih berfungsi dengan baik kehandalan pompanya. nossle dan
selang juga harus diperhatikan pemeliharaannya agar berfungsi dengan baik.
Terdapat instalasi gas medis yang berbeda tiap rumah sakitnya, ada yang
menggunakan botol gas yang kecil atau liquid. Salah satu gas adalah oksigen,
padahal kebutuhan rumah sakit bukan hanya oksigen saja, ada N2O, CO2, He, udara
tekan juga harus diperhatikan pemeliharaan dan pengukurannya. Udara tekan
dibutuhkan untuk pasien dan untuk bor bedah. Utility juga menyangkut kebutuhan
air yaitu sistem treatmen bagaimana cara mengolah air, bagaimana menjadikan air
baku menjadi layak sampai ke tingkat konsumen. Disini harus diperhatikan audit
energinya, apakah kran dan outlet berfungsi dengan baik. Jangan sampai ada
kebocoran kran, sehingga mengurangi air terbuang percuma. Sehingga pemilihan
bahan baku setiap fasilitas tersebut harus ekonomis. Jangan sampai terjadi kebocoran
kran pada banyak kran air karena dapat mengurangi nilai ekonomisnya. Pada
pengolahan limbah juga harus diperhatikan agar tidak membahayakan seseorang.
Apabila terjadi kegagalan dalam pengolahan limbah maka akan menjadi masalah
besar bagi rumah sakit yang bersangkutan. Limbah cair akan diolah menjadi limbah
padat dan diperhatikan pembuangan limbah padat dan limbah cairnya termasuk
pengolahan limbah medis dan lain lain.

Peralatan medis adalah suatu peralatan yang digunakan langsung untuk


penyembuhan pasien baik untuk terapi, pembedahan, maupun diagnostik yang terdiri
dari:

1. Peralatan radiologi
2. Instrument medik
3. Peralatan elektromedik
4. Peralatan laboratorium
5. Peralatan optik dan mekanik halus
6. Peralatan penunjang operasi
7. Peralatan penunjang perawatan
8. Peralatan penunjang lainnya seperti laundry

Sebagai contoh adalah pada ruang operasi (OK) memiliki banyak aset bernilai
miliaran. Apakah sudah memenuhi standar operasional peralatan (SOP),
pemeliharaan, tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang baik dan benar. Selain itu juga
harus diperhatikan dengan jelas apa saja tindakan yang sudah dilakukan di ruang
operasi dan kapan membuat jadwal pemeliharaan. Kegagalan yang terjadi apabila
pemeliharaan tidak sesuai dengan standar maka dapat menyebabkan kegiatan
operasional ruang tersebut tidak dapat berjalan dengan baik. Apabila kegiatan
operasional suatu ruang tidak berjalan dengan baik maka akan menghilangkan nilai
cost suatu pendapatan ruang tersebut. Apabila rumah sakit tidak dapat beroperasi
dengan baik selama satu hari maka akan mempengaruhi multiplayer effect terhadap
reputasi rumah sakit seperti pelayanan pasien yang tertunda, pendapatan yang hilang,
dan opportunity rumah sakit. Dalam pengelolaan manajemen fasilitas salah satunya
peralatan medis harus diperhatikan. Pastikan semua peralatan di rumah sakit terdaftar
dengan benar.

Contohnya adalah pada ruang bayi, terdapat beberapa bagian yang berperan
dalam penunjang ruangan bayi seperti inkubator bayi, ventilator, syringe pump,
hipohipertermia, infuse pump yang sangat berfungsi dan kebutuhan litrik tidak boleh
terputus sedetikpun. Jika pengelolaan listrik terutama groundingnya tidak baik maka
akan beresiko sangat tinggi. Peralatan life support ini harus diperhatikan
pemeliharaannya dengan baik juga sistem kalibrasinya. Sehingga UPS atau backup
baterai setiap alat sangat dibutuhkan agar tidak terjadi sistem broken atau kerusakan
yang dapat membahayakan bayi di dalam inkubator.

Peralatan non medis adalah fasilitas berbentuk fisik berupa alat guna mendukung
pelayanan kesehatan dan biasanya tidak berfungsi untuk penyembuhan langsung
kepada pasien yang saling berkaitan seperti :

1. Peralatan-peralatan binatu

2. Peralatan dapur

3. Peralatan sterilisator

4. Peralatan pendingin

5. Peralatan incenerator

6. Peralatan kantor

7. Peralatan pengolahan air termasuk lift dan eskalator

Peralatan mebelair adalah semua peralatan mebel baik yang dipakai untuk pasien
maupun dipakai untuk perlengkapan kantor baik yang terbuat dari kayu, logam, karet
atau bahan lainnya yang meliputi:

1. Bed pasien non elektrik

2. Kereta pasien

3. Almari pasien
4. Kereta makanan

5. Kereta sampah

6. Kereta linen

7. Kereta instrumen

8. Meja dan kursi kerja, serta

9. Perlatan penunjang lain yang saling berkaitan.

Fasilitas yang ada di rumah sakit membutuhkan pemeliharaan dengan baik.


Seandainya peralatan yang bernilai miliaran rupiah itu sudah melalui pemeliharaan
dengan baik tetapi sistem linen tidak bagus maka akan gagal sistem kerjanya yang
lain. Sebagai contoh pada ruang perawatan VIP terdapat pasien, bed electric, dan
penunjang, jika ruangan yang mewah itu bocor maka menjadi tidak operasional dan
mengakibatkan kerugian biaya dan opportunity juga termasuk sistem keselamatan
kerja harus memenuhi persyaratan akreditasi.

Tujuan dari pemeliharaan adalah terciptanya kesadaran dari semua pihak


managemen, pihak pengguna, maupun pihak pengelola yang mana dalam hal ini
seorang teknisi elektromedis mengupayakan terwujudnya peralatan yang digunakan
siap pakai, laik kerja, dan aman untuk digunakan. Dengan adanya perencanaan
pemeliharaan, pihak managemen akan mengalokasikan anggaran biaya. Tetapi dari
pihak pengelola tidak mengajukan biaya pemeliharaan maka pihak managemen akan
kesulitan mengalokasikan anggaran tersebut. Sehingga diperlukan kerja sama antara
pihak manajemen dan pihak pengelolanya. Tujuannya adalah sudah teralokasinya
biaya peralatan akan berkesinambungan dilakukan pemeliharaan preventif maupun
kuratif secara berkala. Kemudian setelah terciptanya pemeliharaan fasilitas yang
merata dan terprogram dilengkapi dengan jadwal, maka peralatan-peralatan yang
terbengkalai akibat tidak dilakukannya pemeliharaan tidak akan terjadi lagi. Sasaran
dari program pemeliharaan adalah semua fasilitas yang telah dimiliki oleh rumah
sakit serta bangunan fisik dan lingkungan mendapat perhatian untuk dapat dijaga,
dipelihara, dan dipantau unjuk kerja dan keakurasiannya sehingga dapat mendukung
pelayanan Kesehatan yang berkesinambungan.
Tujuan khususnya adalah fasilitas yang laik pakai, yaitu uji kinerja atau telah
dilakukan kalibrasi untuk menjamin fasilitas berfungsi normal, atau kondisi yang
dapat diterima. Jadi prosesnyanya tidak hanya pemeliharaan, perencanaan, dan
aplikasinya saja tetapi juga harus dilakukan suatu proses kalibrasi sehingga
dinyatakan laik pakai oleh pihak lain, bukan yang melakukan pemeliharaan.
Contohnya dalam hal ini adalah dilakukan oleh BPFK atau badan-badan kalibrasi
swasta yang lainnya. Sasaran programnya adalah semua fasilitas yang ada di rumah
sakit baik medis atau non medis, fisik bangunan maupun lingkungan.

Strategi pemeliharaan megacu pada pemeliharaan untuk menjamin fungsi


secara normal dan dapat diterima. Sebagai contoh adalah peralatan yang lama tidak
sama seperti peralatan yang baru, tetapi dalam segi penggunaan masih laik pakai.
Fasilitasnya itu aman dan bermanfaat optimal. Multiplayer effect dari hal tersebut
adalah peralatan memiliki umur teknis dan ekonomis atau life time lebih Panjang.
Hal tersebut merupakan gambaran apabila dilakukan pemeliharaan dengan baik.

Strategi pemeliharaan terbagi menjadi dua yaitu pemeliharaan terencana dan


pemeliharaan tidak terencana. Pemeliharaan terencana dilakukan dengan kegiatan
inspeksi sehingga kita harus tau peta penyebaran peralatan kesehatan tersebut. Pada
inspeksi terbagi menjadi dua yaitu pemeliharaan yang sifatnya pencegahan dan
pemeliharaan korektif. Pemeliharaan yang bersifat pencegahan terbagi menjadi
pemeliharaan minor seperti pelumasan dan penyetelan oleh operator yang setiap hari
dilakukan serta penggantian komponen yang dilakukan oleh teknisi. Oleh sebab itu
pemeliharaan pencegahan dilakukan sebelum peralatan terjadi kerusakan. Sedangkan
pemeliharaan korektif dilakukan ketika peralatan sudah terjadi kerusakan dan tidak
dapat digunakan. Pemeliharaan korektif terbagi menjadi dua yaitu pemeliharaan yang
bersifat ringan dan berat. Pada pemeliharaan koretif ringan dilakukan ketika terjadi
kerusakan pada alat dan langsung bisa dioperasikan ketika sudah diperbaiki saat itu
juga tanpa penggantian peralatan-peralatan yang berat atau harus dibeli dulu
komponennya sehingga down timenya sangat kecil. Ada juga perbaikan yang
sifatnya overhault seperti peralatan anesthesi, ventilator, pesawat rontgen atau
peralatan sejenisnya yang memerlukan penggantian bagian-bagian tertentu setiap
5000 jam. Ada biaya yang muncul, SOP, perencanaan, dan eksekusinya sehingga ada
down time atau dibutuhkan waktu yang lebih panjang. Hal ini harus disiapkan
sebelum peralatan rusak dan jangan sampai mengajukan perencanaan ini setelah
peralatan rusak karena akan menghambat suatu kinerja alat dan down time lebih
panjang.

Strategi emeliharaan tipe kedua adalah pemeliharaan tidak terencana ada laporan
dari pengguna dan dilakukan pemeliharaan darurat yang sifatnya insidensil. Struktur
organisasi sebuah rumah sakit yang besar terdiri dari direktur utama yang
membawahi jajaran dibawahnya seperti:

1. Direktorat medik dan keperawatan

2. Direktorat SDM dan Pendidikan

3. Direktorat umum dan operasional

4. Direktorat keuangan

IPSRS atau manajer fasilitas berada di bawah direktorat umum dan operasional.
Dari IPSRS akan membuat tata organisasi dengan tujuan memudahkan dalam
pelaksanaan pekerjaan seperti:

1. Penanggung jawab pemeliharaan peralatan medik

2. Penanggung jawab pemeliharaan peralatan non medik

3. Penanggung jawab pemeliharaan yang bersifat utility seperti peralatan listrik,


audio visual, dan komunikasi

4. Penanggung jawab pemeliharaan peralatan air dan steam yang bersifat utility

5. Penanggung jawab ketata usahaan, SDM, logistik sarana dan prasarana yang
terdapat administrasi

6. Penanggung jawab pemeliharaan bangunan dan prasarana lingkungan

Kendala teknis yang ada sering kali ditemui pada keahlian di bidang manajemen
fasilitas sangat langka. Hal tersebut dikarenakan Teknik belajar secara linier yang
berbau keteknisian terus menerus. Padahal disini dibutuhkan tata kelola untuk
menghitung secara accounting, merencanakan, analisis secara teknis, dan analisis
secara ekonomi. Orang-orang yang mengambil bidang secara komprehensif tidak
terlalu banyak. Contohnya sarjana teknik yang melanjutkan Pendidikan S2 juga
teknik sehingga pelajaran accounting cukup lemah dan tidak banyak orang yang mau
belajar disiplin ilmu secara multitalent. Akhirnya dalam berkomunikasi menjadi
lebih lambat.

Tata niaga alat kesehatan juga menjadi kendala, bisa jadi merk tertentu A,
importirnya A, distributornya B, kemudian dalam kurun waktu tertentu distributor
tersebut dicabut kewenangannya dan diganti dengan distributor C sehingga pihak
rumah sakit bingung dengan tata kelolanya. Solusi yang bisa diambil adalah
berpedoman pada teknisi atau vendor maupun importirnya sehingga bila agen
berubah maka harus mengacu pada induk tata kelolanya.

Pada birokrasi dapat menjadi kendala ketika pengalaman pada lapangan meminta
sebuah komponen, birokrasinya minimal sekali dilewati oleh tujuh meja atau
Sembilan meja jika harganya terlalu besar pada saat eksekusi tidak singkat. Untuk
menghindari kendala tersebut diperlukan strategi kepala IPS di dalam pengelolaan
birokrasi. Pengalaman di birokrasi bukan berarti menghambat, tetapi merupakan
sebuah proses yang harus diikuti sehingga dalam mengantisipasinya harus
direncanakan dengan baik dan matang.

Hubungan interpersonal juga bisa menjadi sebuah kendala teknis. Misalnya ada
sub elektromedik atau sub listrik itu tidak bisa berdiri sendiri dalam kegiatan
lapangan karena bisa jadi peralatannya tidak rusak tetapi listriknya mati. Bisa jadi
listriknya bagus, alat medisnya bagus, tetapi AC ruangannya mati. Pada akhrinya jika
hal tersebut terjadi pada ruang operasi, maka kegiatan operasio tidak dapat terjadi.
Dalam hal ini dibutuhkan kerja sama, saling menghargai kompetensi seseorang, dan
tidak bangga terhadap kompetensi yang kita miliki. Tujuannya adalah sasaran
strategi terjadi dan outputnya terukur dengan baik dan benar.

Tertib administrasi juga bisa menjadi kendala teknis pada IPSRS rumah sakit
atau dimanapun. Ketika melakukan penggantian komponen, analisis,atau modifikasi
cepat tetapi tidak terlalu cepat dalam tertib administrasi sehingga pada sangat
dibutuhkan memerlukan pencatatan, analisis, atau penulisan ulang.
Gap teknologi juga menjadi kendala dalam teknis ketika peralatan kesehatan
selalu upgrade setiap waktunya. Sebagai contoh adalah CT scan yang sudah dikuasai
oleh teknisi dan muncul lagi tipe baru dari alat tersebut sehingga pihak teknisi harus
mempelajari lagi alat CT scan tipe baru. Pada umumnya pendidikan elektromedis
adalah basic DIII dan menjadi lemah ketika muncul teknologi terbaru sebuah alat
kesehatan. Oleh sebab itu teknisi elektromedis menjadi lemah dalam pemeliharan
karena membutuhkan waktu yang lama, pihak ketiga, atau perencanaan yang
membutuhkan biaya tidak sedikit.

Beban kerja fasilitas alat terdiri dari beberapa faktor antara lain:

1. Faktor lingkungan

2. Faktor human error misalnya AC atau listrik tidak bagus maka akan merusak
alat, selain itu tidak melakukan tes uji coba pada alat sehingga rentan terjadi
kerusakan atau tidak dapat bekerja dengan optimal.

3. Faktor utilisasi, misalnya pemilihan EKG dinyatakan pada spesifikasinya


kemampuan alat tiap hari 50 pasien, karena pasiennya terlalu banyak maka
penggunaan alat juga terlalu berat. Hal tersebut dapat menjadi faktor
terjadinya kerusakan pada peralatan

4. Faktor usia teknis, apabila usia peralatan sudah tua maka kinerjanya akan
turun, biaya pemeliharaannya akan lebih besar.

Oleh sebab itu teknisi harus memperhitungkan life time peralatan, utility,
pendapatan rumah sakit, biaya operasional, dan biaya pemeliharaan. Umur teknis
suatu fasilitas bisa jadi karena beberapa sebab antara lain:

1. perkembangan teknologi. Alat tidak rusak, tetapi muncul teknologi terbaru


sehingga alat tersebut teknologinya lebih lama dan harus diganti dengan
peralatan dengan teknologi baru.

2. Standar keamanan alat yang kurang bagus. Misalnya umur teknis alat belum
lama tetapi pada saat kalibrasi tidak masuk atau tidak laik pakai sehingga
tidak boleh digunakan.
3. Batas biaya pemeliharaan ketersediaan suku cadang (berdasarkan standar
kelayakan keuangan) terlalu tinggi. Misalnya pada saat alat rusak harganya
satu miliar , harga suku cadang tinggi sedangkan usia peralatan sudah empat
tahun dan biaya perbaikan menghabiskan dana 600 juta sehingga tidak laik
dilakukan perbaikan, tetapi dilakukan kajian jika alat diganti dengan
memperhitungkan perkembangan alat. Hal tersebut memungkinkan pada saat
alat diganti dengan teknologi terbaru lebih baik dari segi komponen atau
teknologinya. Sehingga perlu dikaji dalam penghitungan usia teknis suatu
alat.

4. Kesesuaian dengan ilmu perkembangan kedokteran, contohnya adalah pada


peralatan laboratorium yang masih bagus dan berfungsi baik. Tetapi yag
harus diperhatikan adalah berapa banyak reagen, harga reagen per pasien.
Jika alat bagus tetapi reagen boros, maka tidak akan berarti apa-apa dan
rumah sakit akan rugi sehingga harus disesuaikan dengan kondisi.

Pada pemeliharaan kuratif adalah kegiatan perbaikan yang dilaksanakan


setelah terjadinya penurunan unjuk kerja fasilitas atau perbaikan yang telah
diprogramkan karena akan terjadi keausan atau kerusakan suatu komponen dari
peralatan yang dapat diperkirakan sebelumnya. Tujuan dari pemeliharaan kuratif
adalah memulihkan unjuk kerja fasilitas yang mengalami penurunan degradasi
atau kerusakan sehingga aman, laik pakai, dan tidak beresiko terhadap pasien.

Perbaikan pada alat adalah fungsi dari analisis sehingga teknnisi harus
melihat kebutuhan perbaikan sehingga tidak berpengaruh pada lamanya
perbaikan dan multiplayer effect lain. Contohnya adalah pada alat MRCT 128
yang hasus mengikuti SOP alat tersebut sehingga alat dinyatakan laik dan
kerusakan tidak lebih besar lagi. Ketika fan mati berpotensi menjadi panas maka
harus diganti walaupun masih bagus dan berfungsi dengan baik karena beresiko
terhadap down time yang dilakukan dan kesempatan yang hilang, juga jumlah
pasien yang tertunda pelayanannya. Oleh sebab itu harus menganalisis dengan
baik dalam penggantian komponen alat kesehatan walaupun belum rusak fatal.
Setelah itu juga harus dilakukan kalibrasi atau pengukuran alat.
Kalibrasi / verifikasi / pengukuran alat adalah kegiatan terjadwal maupun
tidak terjadwal berupa pengukuran / peneraan / membandingkan dengan standar
baku bersatuan ukuran. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah agar fasilitas yang
menggunakan satuan ukuran tetap dalam kondisi yang normal dan terjamin
akurasinya. Dalam hal ini yang melakukan pemeliharaan tidak boleh melakukan
kalibrasi kecuali pada saat pengukuran. Hal tersebut dikarenakan ada badan
tersendiri yang melakukan legalitas terhadap kalibrasi peralatan dinyatakan
dengan laik atau tidak laik pakai. Pengembangan yang ada pada rumah sakit
seiring dengan berjalannya waktu dan kebutuhannya maka akan semakin baik.
Kejadian ini akan terus menerus terjadi seiring berkembangnya zaman dan
kebutuhan sehingga tidak hanya menekankan fungsi tetapi juga keindahan.

Inventarisasi peralatan di rumah sakit merupakan hal yang sangat mutlak.


Inventarisasi adalah kegiatan pencatatan fasilitas rumah sakit yang menjadi
tanggung jawab IPSRS. Hal tersebut dikarenakan IPSRS membutuhkan data aktif
yang digunakan untuk mengetahui perencanaan, penyebaran, usia teknis, dan
tingkat teknologi yang dibutuhkan dalam proses perencanaan manajemen
fasilitas, diantaranya meliputi:

1. Jenis peralatan

2. Kondisi peralatan

3. Dan lain-lain

Tujuan dari inventarisasi peralatan adalah :

1. Mengetahui kebutuhan biaya pemeliharaan

2. Waktu pengeluaran biaya yang dibutuhkan sesuai jadwal

3. Program pemeliharaan yang dilakukan swakelola, pihak ketiga, atau


dilakukan kontrak maintenance dengan pihak ketiga tergantung kondisi
dari masing masing rumah sakit.

Diagram Alur Preventive Maintenance


Penjelasan diagram alur dari preventive maintenance dengan domain pada
IPSRS. IPSRS akan membuat jadwal pemeliharaan yang disampaikan kepada user
dengan pelaksanaan sesuai dengan jadwal. Jika pekerjaannya selesai maka akan
dilakukan pengesahan dan penanda tanganan oleh user. Kemudian akan
direkapitulasi oleh IPSRS dan dievaluasi serta dimasukkan dalam file dokumentasi.
Tetapi jika tidak selesai, pada saat alat digunakan untuk pelayanan, maka harus
melaporkan kepada usernya. Jika membutuhkan suku cadang maka dari IPSRS harus
melakukan pembuatan RAB. Jika RAB disetujui maka akan ada tindakan lanjut
berupa surat perintah yang dibagi dua yaitu swakelola atau melalui proses UPPK.
Dari UPPK akan menuju ke pihak ketiga lalu barang datang diterima tim penerima
dan IPSRS. Kemudian dari tim penerima diserahkan pada gudang IPSRS untuk
dilakukan perbaikan sampai proses selesai, pengesahan user, proses rekapitulasi dan
evaluasi untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam file dokumentasi. Akan tetapi jika
RAB tidak disetujui maka harus menyampaikan kepada user sehingga pelanggan
tidak menumpuk.

Diagram Alur Korective Maintenance


Penjelasan diagram alur korective maintenance adalah sebagai berikut:

Laporan kerusakan didistribusikan ke pelayanan masing-masing kemudian


akan dilaksanakan perbaikan sampai selesai. Setelah itu akan disahkan oleh user,
proses rekapitulasi dan didokumentasikan melalui file sebagai evaluasi. Tetapi
apabila pelaksanaan perbaikan tidak selesai, maka aka nada proses RAB yang
disampaikan ke pelanggan bahwa peralatan masih shut down agar proses RAB
diajukan kepada manajemen. Jika dari pihak manajemen disetujui maka akan ada
tindak lanjut, tetapi jika tidak disetujui maka harus melaporkan kepada user atau
pelanggan dari IPSRS. Jika disetujui maka akan keluar Surat Perintah ke UPPK
kemudian diswakelolakan juga diterima oleh unit penerima lalu digudangkan.
Kemudian dilaksanakan perbaikan sampai selesai, setelah itu diproses rekapitulasi
dan didokumentasikan ke dalam bentuk file sebagai proses evaluasi. Jika
dilaksanakan oleh pihak ketiga maka pelaksanaannya dikirim oleh pihak penerima
yang akan dilaporkan kepada pihak user untuk direkapitulasi dan dievaluasi di bagian
fasilitas dalam bentuk dokumentasi file.

Hal-hal yang penting bagi teknisi rumah sakit adalah sebagai berikut:

1. Data inventaris alat

2. Data alat rusak


3. Data alat yang dikalibrasi

4. Data alat KSO (kerja sama operasional) dan MOU dengan pihak ketiga

5. Dokumen Preventive maintenance

6. Dokumen Kurative maintenance

7. Sertifikat pelatihan, sesuai aturan dari akreditasi bahwa yang boleh


melakukan pemeliharaan dan menggunakan peralatan medis harus sudah
dilakukan edukasi sehingga dibutuhkan sertifikat sebagai bukti legalnya.

8. Ijazah, juga SIK dan STR

9. Jadwal yang meliputi:

jadwal preventive maintenance dan kalibrasi yang dilaporkan kepada tim


mutu, manajemen, dan usernya

10. Laporan bulanan dilakukan sebagai evaluasi kerja dari program pemeliharaan

11. Data produksi beserta nilai pre tes dan post tes sebagai pedoman edukasi
kepada pengguna maupun pengelola

12. Data usulan RAB harus lengkap sebagai evaluasi berupa jumlah
pengusulannya, kuantitas, dan hasilnya seperti apa

13. Data-data temuan dan penyelesaiannya

Teknis penelusuran dokumen meliputi:

1. Pemilahan dokumen perinstalasi dan difilter agar mudah dalam pengambilan

2. Urutan alat berdasarkan huruf alfabet agar mudah dalam pengambilan karena
berupa hard copy

3. Memberi tanda bila ada temuan sebelumnya berkaitan dengan jika suatu saat
diminta oleh acesor

4. Membuat file atau folder dalam penyimpanan dokumen serapi dan seindah
mungkin agar pencariannya mudah
5. Membangun tim kerja yang kompak terhadap semua civitas hospitalia karena
team work akan sangat bermanfaat. Apalagi peralatan rumah sakit yang
sangat kompleks membutuhkan disiplin ilmu dari bangunan, AC, listrik, dan
peralatan medis serta sanitasi

6. Buku service dan operasi manual lengkap dan tertata baik hard file maupun
soft file

7. SOP dibukukan dengan rapi sebagai legalitas dalam pengoperasional dan


pemeliharaan alat

8. Dapat dilakukan dengan SIMFAK (Sistem Informasi Manajemen Fasilitas


Alat Kesehatan) sebagai aplikasi untuk memudahkan dalam pemeliharaan
alat

Siklus Pemeliharaan Alat Kesehatan

Upaya Hemat Listrik di Era Pandemi

Perlu diketahui bahwa listrik di rumah sakit tidak sama dengan listrik di tempat
umum sehingga perlu memperhatikan beberapa faktor. Hal tersebut menyangkut
dengan suatu kehandalannya, keselamatan listrik, dan vitalisasi bahwa listrik di
rumah sakit sangat vital karena berhubungan langsung dengan kehidupan manusia.
Energi listrik yang aman diantaranya meliputi:

1. Kapasitas yang cukup, jangan sampai pada saat beroperasional listrik tidak
cukup sehingga harus mati, pelayanan terganggu, dan resiko tinggi terhadap
kegiatan pelayanan rumah sakit yang menyangkut life support atau kehidupan
pasien.

2. Kualitas arus, tegangan dan frekuensi harus baik dan stabil. Kualitas
frekuensi di Indonesia adalah 50 Hz sehingga outputnya harus 50 Hz.

3. Kehandalan dalam penyaluran harus bagus dan tinggi, dalam penyaluran


kabel listrik harus baik, jangan sampai tidak sesuai dengan standar keamanan
PLN dan mencari yang terlalu murah tanpa memperhitungkan kehandalannya
seperti biaya yang terlalu tinggi dengan kualitas kabel yang buruk. Hal
tersebut dapat mengganggu pelayanan rumah sakit menjadi tidak optimal.

4. Berkesinambungan, yaitu sumber harus tetap terjamin kontinuitasnya.

5. Pengamanan dan keselamatan penggunanya harus tetap dijamin dan


terpelihara dengan baik. Sebagai contoh adalah pada panel listrik yag
memiliki banyak baut pengikat. Ketika listrik dipakai terus menerus akan
menimbulkan panas. Baut tersebut semakin lama akan semakin kendor dan
berpotensi menimbulkan kontak yang tidak bagus bahkan menimbulkan
percikan bunga api.

Infrastruktur atau basic desain manajemen daya yang menentukan keberhasilan


suatu sistem tergantung dari:

1. Perencanaan atau desain awal, bagian ini sangat menentukan di dalam


keberhasilan pengamanan suatu daya listrik. Jika terjadi kesalahan dalam
perencanaan maka seterusnya akan semakin berat dalam kesalahan tersebut.
Hal tersebut dikarenakan penambahan atau penggunaan daya listrik akan
bertambah terus sementara dari sisi rumah sakit (teknisi atau user) tidak
memperhitungkan penambahan beban daya listrik yang disiapkan. Bahkan
tidak mempertimbangkan daya keseimbangan antara R,S, dan T yang sangat
berpotensi mengganggu keselamatan listrik di rumah sakit

2. Sistem atau teknologi yang digunakan, pada bagian ini masih banyak
menggunakan sistem manual yang kuno karena pada zaman sekarang sudah
menggunakan smart building dengan penggunaan daya listrik bisa
dimonitoring melalui IOT atau MOT. Sehingga kebutuhan listrik bisa
terkontrol dalam ruang sentral monitoring. Biasanya menggunakan dari skada
yang mana penggunaan listrik di rumah sakit dikontrol oleh ruang kontrol
mana yang boros dan tidak efektif penggunaannya. Selain itu juga dapat
memonitor listrik yang sudah tidak digunakan dengan mematikannya melalui
sentral.

3. Komitmen dalam menjalankan sistem, komitmen harus dilakukan oleh semua


aktivis di rumah sakit yang menggunakan energi listrik.

Ada beberapa kendala yang dihadapi dalam penggunaan listrik misalnya pada
bangunan dan instalasi sudah terpasang beberapa tahun dan belum tentu sesuai
dengan kondisi saat ini, lalu ada teknisi atau karyawan baru yang tidak mempunyai
data-data kelistrikan dan wiring blok bahkan penggunaan daya listriknya tidak tahu
sehingga menjadi kendala dalam operasional bagi karyawan yang mengelola listrik
di rumah sakit. Oleh sebab itu harus memperhatikan cara mengelola sumber daya
listrik di rumah sakit.

Listrik yang ada di rumah sakit tidak sama dengan listrik yang ada di tempat
umum, yaitu tentang kehandalan dan keselamatannya karena ada penempatan yang
digunakan untuk pelayanan terdiri dari peralatan medis dan non medis. Peralatan
medis terdiri dari peralatan dengan resiko tinggi seperti life support yang menopang
kehidupan seseorang atau pasien secara langsung. Jika listrik terganggu maka akan
berpotensi membawa dampak kematian pada pasien tersebut. Kedua adalah
penggunaan listrik dengan resiko menengah dimana listrik bleh mati sebentar sambil
menunggu genset hidup sehingga ada jeda waktu listrik mati tetapi tidak berdampak
langsung dengan keselamatan pasien. Ketiga adalah listrik dengan resiko rendah
yang mana jika terjadi pemadaman listrik tidak berpotensi membahayakan
keselamatan kerja dari pasien dalam pelayanan-pelayanan yang lain.

Contoh sederhana dari penghematan listrik di rumah sakit adalah penghematan


energi. Misalnya suatu ruangan menggunakan AC tetapi pintu dan jendela tetap
terbuka sehingga memberikan efek kompressor akan hidup terus-menerus sementara
suhu tidak akan tercapai. Hal tersebut dikarenakan pintu dan jendela yang terbuka
mengakibatkan suhu tidak akan sesuai dengan yang diinginkan. Kedua, suhu yang
diinginkan adalah 22OC, tetapi dala mengatur suhu dengan remote control diatur
dalam 16OC yang berarti penggunaannya tidak bijak. Hal tersebut dikarenakan
kompressor akan terus mengejar pada posisi 16 OC padahal yang dibutuhkan adalah
22OC. Ketiga, ruangan kosong tetapi AC masih dihidupkan yang menjadikan
penggunaan tidak efektif karena tidak ada aktivitas di dalamnya. Keempat adalah
pemborosan listrik, misalnya lampu taman masih menyala walaupun matahari sudah
terbit. Solusi yang dapat digunakan adalah penggunaan otomatision dengan sensor
cahaya atau timer, bisa juga dimonitoring melalui ruang kontrol bagian mana yang
harus dihidupkan atau dimatikan. Kelima adalah taman air mancur masih menyala
walaupun sudah tengah malam sehingga tidak efisien dalam penggunaannya.
Keenam adalah penggunaan yang sudah tua dan tidak terawat akan berpotensi boros
dalam penggunaan listrik. Ketujuh adalah penggunaan lampu non LED seperti
lampu neon dan mercury yang penggunaan listriknya sangat besar. Solusinya adalah
menggunakan lampu reflektor yang tidak tertutup atau bisa juga dengan sistem
piramid sehingga akan memantulkan cahaya yang lebih besar. Kedelapan adalah
penggunaan pompa air yang sudah tua dan aus (berbunyi akibat adanya gesekan
laher), bahkan seel bocor sehingga daya hisap tidak maksimal sementara penggunaan
listriknya tinggi. Kesembilan adalah pemeliharaan peralatan listrik yang tidak
memperhatikan konsumsi energinya, pembelian barang hanya melihat dari sisi harga
beli yang lebih murah, padahal penggunaan listrik akan terus menerus terjadi selama
alat masih digunakan misalnya pada AC. Penggunaan AC pertama murah tetapi tidak
diperhatikan life time dan penggunaan listriknya. Seorang teknisi harus pandai
menghitung penghematan hal -hal listrik, peralatan medis, dan non medis. Kesepuluh
adalah penggunaan kabel listrik yang tidak standar, jika dibebani daya yang lebih
berat akan panas, berefek tahanan isolasi menurun berakibat arus akan naik dan daya
listrik akan naik, juga berpotensi terjadi kebakaran listrik. Hal tersebut diakibatkan
oleh penggunaan kabel yang terlalu kecil atau murah sehingga pada saat digunakan
menjadi mudah panas, nilai resistansi menurun, impedansi menurun, maka daya dan
arusnya akan naik berakibat biaya listrik yang tinggi. Penggunaan araster atau
sambungan PLN ke rumah sakit juga box panel yang kendor dan berakibat
sambungan listrik tidak stabil, menimbulkan percikan bunga api yang menyebabkan
kebakaran. Selain itu stabilisasi listrik tidak akan bagus dan berpotensi merusak
peralatan yang menggunakan daya listrik. Kesebelas adalah penggunaan MCB yang
tidak standart berakibat fatal, saat terjadi short circuit bimetal tidak akan lepas,
sehingga MCB tidak mati berakibat terjadinya kebakaran karena daya listrik. Hal ini
sering terjadi di lingkungan rumah sakit atau tempat umum lainnya.

Anda mungkin juga menyukai