Peralatan atau fasilitas rumah sakit terdiri dari sarana, prasarana, dan peralatan
yang sangat kompleks dan saling berkaitan satu sama lain. Sarana adalah semua
kebutuhan yang bentuk fisik bangunan, gedung, dari landscape, jalan, parkir, gedung
rawat jalan, dan sebagainya baik digunakan secara langsung maupun tidak langsung
dalam hal pelayanan pasien atau kegiatan operasional rumah sakit. Bangunan rumah
sakit terdiri dari:
Prasarana adalah fasilitas rumah sakit yang berbentuk fisik terdiri dari alat dan
jaringan. Jaringan atau utility membentuk sistem yang saling terkait. Dalam
pengelolaan sarana arana itu sendiri meliputi sistem electrical, sistem gas medis,
sistem komunikasi, penangkal petir, fire protection dan hydrant, sistem tata udara
(HVAC), sistem Kelola air, dan sistem insulation transformer (IT) untuk mengurangi
rugi-rugi daya. Pada rumah sakit yang besar seperti rumah sakit tipe A atau tipe B
sudah memiliki trafo sendiri karena membutuhkan daya yang besar. Sehingga
membutuhkan sistem sirkuit breaker yang merupakan sistem stabilizer yang bagus.
Perlu diperhatikan bahwa ada pengkodean pada stopkontak. Dalam rumah sakit
penggunaan stopkontak ada tiga yaitu putih, hijau-biru, dan merah. Putih hanya
disuplai dari PLN saja, artinya hanya mendapatkan suplai dari PLN saja. Apabila
listrik dari PLN mati, maka yang berhubungan dengan stopkontak putih juga akan
mati. Dalam hal ini harus diperhitungkan beban apa yang mati berkaitan dengan
backup genset agar memenuhi kebutuhan. Sistem stopkontak yang berwarna biru
disuplai oleh genset pada saat listrik mati. Sistem otomatis dari genset perlu
diperhatikan, waktu yang digunakan untuk genset aktif setelah mati listrik dari PLN
sehingga tidak membahayakan keselamatan dari pasien.
1. Peralatan radiologi
2. Instrument medik
3. Peralatan elektromedik
4. Peralatan laboratorium
5. Peralatan optik dan mekanik halus
6. Peralatan penunjang operasi
7. Peralatan penunjang perawatan
8. Peralatan penunjang lainnya seperti laundry
Sebagai contoh adalah pada ruang operasi (OK) memiliki banyak aset bernilai
miliaran. Apakah sudah memenuhi standar operasional peralatan (SOP),
pemeliharaan, tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang baik dan benar. Selain itu juga
harus diperhatikan dengan jelas apa saja tindakan yang sudah dilakukan di ruang
operasi dan kapan membuat jadwal pemeliharaan. Kegagalan yang terjadi apabila
pemeliharaan tidak sesuai dengan standar maka dapat menyebabkan kegiatan
operasional ruang tersebut tidak dapat berjalan dengan baik. Apabila kegiatan
operasional suatu ruang tidak berjalan dengan baik maka akan menghilangkan nilai
cost suatu pendapatan ruang tersebut. Apabila rumah sakit tidak dapat beroperasi
dengan baik selama satu hari maka akan mempengaruhi multiplayer effect terhadap
reputasi rumah sakit seperti pelayanan pasien yang tertunda, pendapatan yang hilang,
dan opportunity rumah sakit. Dalam pengelolaan manajemen fasilitas salah satunya
peralatan medis harus diperhatikan. Pastikan semua peralatan di rumah sakit terdaftar
dengan benar.
Contohnya adalah pada ruang bayi, terdapat beberapa bagian yang berperan
dalam penunjang ruangan bayi seperti inkubator bayi, ventilator, syringe pump,
hipohipertermia, infuse pump yang sangat berfungsi dan kebutuhan litrik tidak boleh
terputus sedetikpun. Jika pengelolaan listrik terutama groundingnya tidak baik maka
akan beresiko sangat tinggi. Peralatan life support ini harus diperhatikan
pemeliharaannya dengan baik juga sistem kalibrasinya. Sehingga UPS atau backup
baterai setiap alat sangat dibutuhkan agar tidak terjadi sistem broken atau kerusakan
yang dapat membahayakan bayi di dalam inkubator.
Peralatan non medis adalah fasilitas berbentuk fisik berupa alat guna mendukung
pelayanan kesehatan dan biasanya tidak berfungsi untuk penyembuhan langsung
kepada pasien yang saling berkaitan seperti :
1. Peralatan-peralatan binatu
2. Peralatan dapur
3. Peralatan sterilisator
4. Peralatan pendingin
5. Peralatan incenerator
6. Peralatan kantor
Peralatan mebelair adalah semua peralatan mebel baik yang dipakai untuk pasien
maupun dipakai untuk perlengkapan kantor baik yang terbuat dari kayu, logam, karet
atau bahan lainnya yang meliputi:
2. Kereta pasien
3. Almari pasien
4. Kereta makanan
5. Kereta sampah
6. Kereta linen
7. Kereta instrumen
Strategi emeliharaan tipe kedua adalah pemeliharaan tidak terencana ada laporan
dari pengguna dan dilakukan pemeliharaan darurat yang sifatnya insidensil. Struktur
organisasi sebuah rumah sakit yang besar terdiri dari direktur utama yang
membawahi jajaran dibawahnya seperti:
4. Direktorat keuangan
IPSRS atau manajer fasilitas berada di bawah direktorat umum dan operasional.
Dari IPSRS akan membuat tata organisasi dengan tujuan memudahkan dalam
pelaksanaan pekerjaan seperti:
4. Penanggung jawab pemeliharaan peralatan air dan steam yang bersifat utility
5. Penanggung jawab ketata usahaan, SDM, logistik sarana dan prasarana yang
terdapat administrasi
Kendala teknis yang ada sering kali ditemui pada keahlian di bidang manajemen
fasilitas sangat langka. Hal tersebut dikarenakan Teknik belajar secara linier yang
berbau keteknisian terus menerus. Padahal disini dibutuhkan tata kelola untuk
menghitung secara accounting, merencanakan, analisis secara teknis, dan analisis
secara ekonomi. Orang-orang yang mengambil bidang secara komprehensif tidak
terlalu banyak. Contohnya sarjana teknik yang melanjutkan Pendidikan S2 juga
teknik sehingga pelajaran accounting cukup lemah dan tidak banyak orang yang mau
belajar disiplin ilmu secara multitalent. Akhirnya dalam berkomunikasi menjadi
lebih lambat.
Tata niaga alat kesehatan juga menjadi kendala, bisa jadi merk tertentu A,
importirnya A, distributornya B, kemudian dalam kurun waktu tertentu distributor
tersebut dicabut kewenangannya dan diganti dengan distributor C sehingga pihak
rumah sakit bingung dengan tata kelolanya. Solusi yang bisa diambil adalah
berpedoman pada teknisi atau vendor maupun importirnya sehingga bila agen
berubah maka harus mengacu pada induk tata kelolanya.
Pada birokrasi dapat menjadi kendala ketika pengalaman pada lapangan meminta
sebuah komponen, birokrasinya minimal sekali dilewati oleh tujuh meja atau
Sembilan meja jika harganya terlalu besar pada saat eksekusi tidak singkat. Untuk
menghindari kendala tersebut diperlukan strategi kepala IPS di dalam pengelolaan
birokrasi. Pengalaman di birokrasi bukan berarti menghambat, tetapi merupakan
sebuah proses yang harus diikuti sehingga dalam mengantisipasinya harus
direncanakan dengan baik dan matang.
Hubungan interpersonal juga bisa menjadi sebuah kendala teknis. Misalnya ada
sub elektromedik atau sub listrik itu tidak bisa berdiri sendiri dalam kegiatan
lapangan karena bisa jadi peralatannya tidak rusak tetapi listriknya mati. Bisa jadi
listriknya bagus, alat medisnya bagus, tetapi AC ruangannya mati. Pada akhrinya jika
hal tersebut terjadi pada ruang operasi, maka kegiatan operasio tidak dapat terjadi.
Dalam hal ini dibutuhkan kerja sama, saling menghargai kompetensi seseorang, dan
tidak bangga terhadap kompetensi yang kita miliki. Tujuannya adalah sasaran
strategi terjadi dan outputnya terukur dengan baik dan benar.
Tertib administrasi juga bisa menjadi kendala teknis pada IPSRS rumah sakit
atau dimanapun. Ketika melakukan penggantian komponen, analisis,atau modifikasi
cepat tetapi tidak terlalu cepat dalam tertib administrasi sehingga pada sangat
dibutuhkan memerlukan pencatatan, analisis, atau penulisan ulang.
Gap teknologi juga menjadi kendala dalam teknis ketika peralatan kesehatan
selalu upgrade setiap waktunya. Sebagai contoh adalah CT scan yang sudah dikuasai
oleh teknisi dan muncul lagi tipe baru dari alat tersebut sehingga pihak teknisi harus
mempelajari lagi alat CT scan tipe baru. Pada umumnya pendidikan elektromedis
adalah basic DIII dan menjadi lemah ketika muncul teknologi terbaru sebuah alat
kesehatan. Oleh sebab itu teknisi elektromedis menjadi lemah dalam pemeliharan
karena membutuhkan waktu yang lama, pihak ketiga, atau perencanaan yang
membutuhkan biaya tidak sedikit.
Beban kerja fasilitas alat terdiri dari beberapa faktor antara lain:
1. Faktor lingkungan
2. Faktor human error misalnya AC atau listrik tidak bagus maka akan merusak
alat, selain itu tidak melakukan tes uji coba pada alat sehingga rentan terjadi
kerusakan atau tidak dapat bekerja dengan optimal.
4. Faktor usia teknis, apabila usia peralatan sudah tua maka kinerjanya akan
turun, biaya pemeliharaannya akan lebih besar.
Oleh sebab itu teknisi harus memperhitungkan life time peralatan, utility,
pendapatan rumah sakit, biaya operasional, dan biaya pemeliharaan. Umur teknis
suatu fasilitas bisa jadi karena beberapa sebab antara lain:
2. Standar keamanan alat yang kurang bagus. Misalnya umur teknis alat belum
lama tetapi pada saat kalibrasi tidak masuk atau tidak laik pakai sehingga
tidak boleh digunakan.
3. Batas biaya pemeliharaan ketersediaan suku cadang (berdasarkan standar
kelayakan keuangan) terlalu tinggi. Misalnya pada saat alat rusak harganya
satu miliar , harga suku cadang tinggi sedangkan usia peralatan sudah empat
tahun dan biaya perbaikan menghabiskan dana 600 juta sehingga tidak laik
dilakukan perbaikan, tetapi dilakukan kajian jika alat diganti dengan
memperhitungkan perkembangan alat. Hal tersebut memungkinkan pada saat
alat diganti dengan teknologi terbaru lebih baik dari segi komponen atau
teknologinya. Sehingga perlu dikaji dalam penghitungan usia teknis suatu
alat.
Perbaikan pada alat adalah fungsi dari analisis sehingga teknnisi harus
melihat kebutuhan perbaikan sehingga tidak berpengaruh pada lamanya
perbaikan dan multiplayer effect lain. Contohnya adalah pada alat MRCT 128
yang hasus mengikuti SOP alat tersebut sehingga alat dinyatakan laik dan
kerusakan tidak lebih besar lagi. Ketika fan mati berpotensi menjadi panas maka
harus diganti walaupun masih bagus dan berfungsi dengan baik karena beresiko
terhadap down time yang dilakukan dan kesempatan yang hilang, juga jumlah
pasien yang tertunda pelayanannya. Oleh sebab itu harus menganalisis dengan
baik dalam penggantian komponen alat kesehatan walaupun belum rusak fatal.
Setelah itu juga harus dilakukan kalibrasi atau pengukuran alat.
Kalibrasi / verifikasi / pengukuran alat adalah kegiatan terjadwal maupun
tidak terjadwal berupa pengukuran / peneraan / membandingkan dengan standar
baku bersatuan ukuran. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah agar fasilitas yang
menggunakan satuan ukuran tetap dalam kondisi yang normal dan terjamin
akurasinya. Dalam hal ini yang melakukan pemeliharaan tidak boleh melakukan
kalibrasi kecuali pada saat pengukuran. Hal tersebut dikarenakan ada badan
tersendiri yang melakukan legalitas terhadap kalibrasi peralatan dinyatakan
dengan laik atau tidak laik pakai. Pengembangan yang ada pada rumah sakit
seiring dengan berjalannya waktu dan kebutuhannya maka akan semakin baik.
Kejadian ini akan terus menerus terjadi seiring berkembangnya zaman dan
kebutuhan sehingga tidak hanya menekankan fungsi tetapi juga keindahan.
1. Jenis peralatan
2. Kondisi peralatan
3. Dan lain-lain
Hal-hal yang penting bagi teknisi rumah sakit adalah sebagai berikut:
4. Data alat KSO (kerja sama operasional) dan MOU dengan pihak ketiga
10. Laporan bulanan dilakukan sebagai evaluasi kerja dari program pemeliharaan
11. Data produksi beserta nilai pre tes dan post tes sebagai pedoman edukasi
kepada pengguna maupun pengelola
12. Data usulan RAB harus lengkap sebagai evaluasi berupa jumlah
pengusulannya, kuantitas, dan hasilnya seperti apa
2. Urutan alat berdasarkan huruf alfabet agar mudah dalam pengambilan karena
berupa hard copy
3. Memberi tanda bila ada temuan sebelumnya berkaitan dengan jika suatu saat
diminta oleh acesor
4. Membuat file atau folder dalam penyimpanan dokumen serapi dan seindah
mungkin agar pencariannya mudah
5. Membangun tim kerja yang kompak terhadap semua civitas hospitalia karena
team work akan sangat bermanfaat. Apalagi peralatan rumah sakit yang
sangat kompleks membutuhkan disiplin ilmu dari bangunan, AC, listrik, dan
peralatan medis serta sanitasi
6. Buku service dan operasi manual lengkap dan tertata baik hard file maupun
soft file
Perlu diketahui bahwa listrik di rumah sakit tidak sama dengan listrik di tempat
umum sehingga perlu memperhatikan beberapa faktor. Hal tersebut menyangkut
dengan suatu kehandalannya, keselamatan listrik, dan vitalisasi bahwa listrik di
rumah sakit sangat vital karena berhubungan langsung dengan kehidupan manusia.
Energi listrik yang aman diantaranya meliputi:
1. Kapasitas yang cukup, jangan sampai pada saat beroperasional listrik tidak
cukup sehingga harus mati, pelayanan terganggu, dan resiko tinggi terhadap
kegiatan pelayanan rumah sakit yang menyangkut life support atau kehidupan
pasien.
2. Kualitas arus, tegangan dan frekuensi harus baik dan stabil. Kualitas
frekuensi di Indonesia adalah 50 Hz sehingga outputnya harus 50 Hz.
2. Sistem atau teknologi yang digunakan, pada bagian ini masih banyak
menggunakan sistem manual yang kuno karena pada zaman sekarang sudah
menggunakan smart building dengan penggunaan daya listrik bisa
dimonitoring melalui IOT atau MOT. Sehingga kebutuhan listrik bisa
terkontrol dalam ruang sentral monitoring. Biasanya menggunakan dari skada
yang mana penggunaan listrik di rumah sakit dikontrol oleh ruang kontrol
mana yang boros dan tidak efektif penggunaannya. Selain itu juga dapat
memonitor listrik yang sudah tidak digunakan dengan mematikannya melalui
sentral.
Ada beberapa kendala yang dihadapi dalam penggunaan listrik misalnya pada
bangunan dan instalasi sudah terpasang beberapa tahun dan belum tentu sesuai
dengan kondisi saat ini, lalu ada teknisi atau karyawan baru yang tidak mempunyai
data-data kelistrikan dan wiring blok bahkan penggunaan daya listriknya tidak tahu
sehingga menjadi kendala dalam operasional bagi karyawan yang mengelola listrik
di rumah sakit. Oleh sebab itu harus memperhatikan cara mengelola sumber daya
listrik di rumah sakit.
Listrik yang ada di rumah sakit tidak sama dengan listrik yang ada di tempat
umum, yaitu tentang kehandalan dan keselamatannya karena ada penempatan yang
digunakan untuk pelayanan terdiri dari peralatan medis dan non medis. Peralatan
medis terdiri dari peralatan dengan resiko tinggi seperti life support yang menopang
kehidupan seseorang atau pasien secara langsung. Jika listrik terganggu maka akan
berpotensi membawa dampak kematian pada pasien tersebut. Kedua adalah
penggunaan listrik dengan resiko menengah dimana listrik bleh mati sebentar sambil
menunggu genset hidup sehingga ada jeda waktu listrik mati tetapi tidak berdampak
langsung dengan keselamatan pasien. Ketiga adalah listrik dengan resiko rendah
yang mana jika terjadi pemadaman listrik tidak berpotensi membahayakan
keselamatan kerja dari pasien dalam pelayanan-pelayanan yang lain.