Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Emfisema tergabung dalam Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang
merupakan salah satu kelompok penyakit yang menjadi masalah kesehatan di
Indonesia. Pada Survei Kesehatan Rumat Tangga (SKRT) 1986 emfisema
menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10
penyebab kesakitan utama. SKRT DepKes RI menunjukkan angka kematian
karena emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering
kematian di Indonesia. Penyakit emfisema di Indonesia meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok, dan pesatnya
kemajuan industri.
Di negara-negara barat, ilmu pengetahuan dan industri telah maju
dengan mencolok tetapi menimbulkan pula pencemaraan lingkungan dan
polusi. Ditambah lagi dengan masalah merokok yang dapat menyebabklan
penyakit bronkitis kronik dan emfisema. Di Amerika Serikat kurang lebih 2
juta orang menderita Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit
kronis yang dapat menimbulkan gangguan aktifitas. Emfisema terdapat pada
65% laki-laki dan 15% wanita.
Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis paru yang ditandai
dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus
terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Rokok adalah penyebab
utama timbulnya emfisema paru. Biasanya pada pasien perokok berumur 15-
25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran napas
kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada
umur 45-55 tahun terjadi sesak napas, hipoksemia, dan perubahan spirometri.
Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal yang dapat menyebabkan
kegagalan napas dan meninggal dunia.
Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen rokok
tembakau serta menduduki urutan kelima setelah negara dengan konsumsi

Askep Pernafasan I 1
rokok terbanyak di dunia, yaitu China mengkonsumsi 1.643 miliar batang
rokok per tahun, Amerika Serikat 451 miliar batang setahun, Jepang 328
miliar batang setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan Indonesia 215
miliar batang rokok setahun. Kondisi ini memerlukan perhatian semua pihak
khususnya yang peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Atas dasar itulah, kami membahas lebih lanjut mengenai emfisema yang
merupakan salah satu bagian dari PPOK khususnya mengenai Asuhan
Keperawatan pada Klien Emfisema. Sehingga diharapkan perawat mampu
memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien emfisema.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah konsep dasar medik dari emfisema?
2. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan pada klien dengan emfisema?

1.3 Tujuan
a) Tujuan Umum
Untuk pemenuhan tugas Askep Gangguan Sistem Pernapasan I
mengenai Konsep Asuhan Keperawatan pada klien dengan Hemothoraks
Emfisema serta Mahasiswa dapat mengetahui bagaiamana Konsep Asuhan
Keperwatan pada klien dengan Emfisema.
b) Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar medik dari emfisema
meliputi definisi, anatomi dan fisiologi paru-paru dan alveolus,
etiologi emfisema, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik,
komplikasi maupun penatalaksanaan terapi yang diberikan.
2) Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada klien
dengan emfisema dimulai dari pengkajian dan sampai pada evaluasi.

Askep Pernafasan I 2
1.4 Manfaat
a) Untuk Mahasiswa
Makalah ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan tentang
Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emfisema untuk
mahasiswa. Dan dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa apabila
mendapat tugas untuk membuat makalah Askep Gangguan Sistem
Pernapasan I.
b) Untuk Kampus
Makalah ini dapat menjadi tambahan bahan bacaan di perpustakaan.
Dan dapat di gunakan juga sebagai bahan acuan untuk mencari referensi
tentang Askep Gangguan Sistem Pernapasan I mengenai Konsep Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Emfisema.

Askep Pernafasan I 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Medis Emfisema
A. Pengertian Emfisema
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang
ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi
jaringan. Emfisema adalah suatu penyakit paru obstruktif kronis yang
ditandai dengan pernafasan yang pendek yang disebabkan oleh kesulitan
untuk menghembuskan seluruh udara keluar dari paru-paru karena
tekanan udara yang berlebihan dari kantung udara di dalam paru-paru
(alveoli).
Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku
mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun ekspirasi.
Emfisema merupakan morfologik didefisiensikan sebagai abnormal
ruang-ruang paru distal dari bronkiolus terminal dengan destruksi
dindingnya.
Emfisema adalah penyakit obstruksi kronik akibat kurangnya
elastisitas paru dan luas permukaan alveoli.
Terdapat 3 jenis emfisema yang diklasifikasikan berdasarkan
perubahan yang terjadi dalam paru yaitu:
1. Emfisema Panlobulor ( Panacinar )
Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan umunya juga
merusak paru-paru bagian bawah. Tipe ini sering disebut centriacinar
emfisema, sering kali timbul pada perokok. Panacinar timbul pada
orang tua dan pasien dengan defisiensi enzim alfa-antitripsin.
2. Emfisema Sentrilobulor
Merupakan tipe yang sering muncul dan memperlihatkan
kerusakan bronkiolus, biasanya pada daerah paru-paru atas. Inflamasi
merambah sampai bronkiolus tetapi biasanya kantung alveolus tetap
bersisa.

Askep Pernafasan I 4
3. Emfisema Paraseptal
Merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan
isolasi blebs (udara dalam alveoli) sepanjang perifer paru-paru.
Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumothorax
spontan.
B. Anatomi dan Fisiologi
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang
ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada
diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri.
Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paruparu kiri
mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas.
Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekitar
sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-
paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum
(Sherwood, 2001).
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi
menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu
selaput yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu
selaput yang menempel pada rongga dada. Diantara
11 kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura (Guyton,
2007).
Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm.
Pembentukan paru dimulai dari sebuah Groove yang berasal dari
Foregut. Pada Groove terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu
jaringan yang disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal
foregut membagi diri menjadi 2 yaitu esophagus dan trakea. Pada
perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung
bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-
cabangnya. Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu,
sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya
terus meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Alveoli bertambah besar

Askep Pernafasan I 5
sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan
perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai
pertumbuhan somatic berhenti (Evelyn, 2009).

Gambar 1. Anatomi Paru (Tortora, 2012)


Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam
keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding
dada sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada.
Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di
bawah tekanan atmosfer (Guyton, 2007).
Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah
dan atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan
oksigen dan karbondioksida terus berubah 14 sesuai dengan tingkat
aktivitas dan metabolisme seseorang, tapi pernafasan harus tetap dapat
memelihara kandungan oksigen dan karbon dioksida tersebut (West,
2004).

Askep Pernafasan I 6
Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang
menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah
paru-paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung-
gelembung paru-paru (alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir
dimana oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana
darah mengalir. Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru
manusia bersifat elastis. Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan
terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat menetralkan
kecenderungan alveoli untuk mengempis (McArdle, 2006).
Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi
menjadi empat mekanisme dasar, yaitu ventilasi paru, yang berarti masuk
dan keluarnya udara antara alveoli dan atmosfer, difusi dari oksigen dan
karbon dioksida antara alveoli dan darah, transport dari oksigen dan
karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel, pengaturan
ventilasi (Guyton, 2007).
Di dalam paru-paru kita terdapat gelembung-gelembung berisi
udara yang jumlahnya +/- 300 juta buah yang dikenal dengan sebutan
alveolus atau dalam bentuk jamaknya dikenal dengan nama alveoli.
Gelembung-gelembung tersebut memiliki dinding yang tipis yang
mengandung kapiler darah, dan setiap gelembung diselimuti oleh
pembuluh kapiler darah.  Melalui dinding alveolus inilah terjadi
pertukaran gas Oksigen (O2) yang berasal dari udara ke sel-sel darah di
dalam tubuh kita, dan pertukaran karbondioksida (CO 2) dari sel-sel darah
dalam tubuh ke udara bebas. Jadi dengan begitu, alveolus merupakan
kantung yang memiliki dinding yang tipis yang terdapat di ujung saluran
udara terkecil (bronkiolus) yang ada di dalam paru-paru yang di
dalamnya berisi udara.
Sebuah alveolus bisa memiliki diameter yang mencapai 200 hingga
300 mikrometer. Sehingga keberadaan alveolus menjadikan permukaan
paru-paru menjadi semakin luas, dimana luas permukaan paru-paru

Askep Pernafasan I 7
diperkirakan mencapai 160 M2 atau sekitar 100 kali lebih luas dari
permukaan tubuh kita.

Gambar 2. Struktur Alveolus

Alveoli terdiri dari lapisan epitel dan matrik ekstraseluler yang


dikelilingi oleh kapiler. Lapisan epitel tersebut  berperan untuk
memudahkan pengikatan oksigen yang berasal dari udara dalam rongga
alveolus yang dilakukan oleh darah di dalam kapiler-kapiler darah.
Diantara alveoli yang terdapat pada dinding alveolar terdapat pori-pori
yang disebut dengan pori-pori kohn. Alveoli juga mengandung beberapa
serat elastis dan serat kolagen.
Pada saat terjadi proses inhalasi, alveoli akan menjadi penuh
dengan udara. Keberadaan serat elastis yang terdapat dalam alveoli akan
memungkinkan struktur anatomi tersebut untuk meregang. Dengan kata
lain, saat kita sedang bernafas serat elastis tersebut memungkinkan
terjadinya ekspansi dan kontraksi pada dinding alveoli, sedangkan serat
kolagen akan menjadi lebih kaku dan memberikan ketegasan dinding
alveoli.

Askep Pernafasan I 8
Sebuah alveolus terdiri dari 3 sel utama yaitu :
a) Skuamosa alveolar (tipe I) yang merupakan sel-sel pembentuk
struktur alveolar
b) Sel Alveolar besar (tipe II) yang bertugas untuk mensekresikan
surfaktan untuk membantu mengurangi tegangan pada permukaan
air serta membantu proses pemisahan membran sehingga
mempermudah proses pertukaran gas. Sel alveolar besar ini juga
dapat membantu memperbaiki kerusakan yang terjadi pada
endotelium dari alveolus.
c) Sel-sel epitel skuamosa yang bertindak sebagai pembentuk kapiler
yang nantinya kapiler tersebut akan berfungsi dalam difusi gas.
Adapun pembentukan kapiler tersebut mencakup 70% dari daerah
tersebut.
Selain ketiga sel utama di atas, alveolus juga terdiri dari sel-sel
makrofag  yang dapat membantu menghancurkan bakteri maupun
berbagai macam benda asing yang masuk ke dalam tubuh melalui
pernapasan. Sehingga, sel-sel ini memiliki keterkaitan dengan sistem
kekebalan tubuh kita.
Adapun fungsi alveolus adalah :
1. Tempat pertukaran gas
Pada umumnya, alveolus merupakan situs atau tempat
pertukaran gas pada paru-paru sistem pernapasan mamalia, dimana
disetiap dindingnya dilapisi oleh sel-sel tipis datar (skuamosa
alveolar) serta mengandung banyak sekali kapiler. Di sinilah
tempat terjadinya pertukaran gas dalam tubuh. Pertukaran gas yang
dimaksud adalah terdiri dari penyerapan oksigen serta penghapusan
karbondioksida dari dalam tubuh.
Pertukaran gas yang terjadi di paru-paru bersifat difusi pasif,
dimana selama proses pertukaran tersebut berlangsung, sel-sel yang
ada pada organ tersebut tidak memerlukan energi untuk dibakar.
Dan gas-gas yang akan mengalami proses pertukaran bergerak

Askep Pernafasan I 9
melalui gradien konsentrasi, yaitu dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi yang lebih rendah. Hal tersebut menandakan bahwa
kadar oksigen dalam alveolus berada pada konsentrasi yang tinggi.
Untuk selanjutnya, oksigen tersebut akan berdifus ke dalam darah
yang berada di dalam gradien oksigen konsentrasi rendah. Proses
tersebut berlangsung akibat tubuh kita memerlukan oksigen secara
terus menerus. Kondisi serupa juga terjadi pada karbondioksida,
dimana kandungan karbondioksida yang ada dalam darah berada
dalam konsentrasi yang tinggi, sedangkan  kadar karbondioksida
dalam alveoli berada dalam gradien konsentrasi yang rendah.
Adapun mekanisme terjadinya pertukaran gas tersebut adalah
sebagai berikut :
Proses pertukaran gas yaitu oksigen (O2) dan karbondioksida
(CO2) yang terjadi dalam tubuh kita di dalam proses reproduksi
manusia dan sebenarnya dilakukan di bagian alveolus, dimana
mekanisme pertukaran yang berlangsung dalam organ tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Pertukaran Gas dari Alveolus ke Kapiler darah
Proses kerja yang terjadi dalam pertukaran gas dari
alveolus ke kapiler darah adalah sebagai berikut :
1) Oksigen (O2) yang terdapat dalam alveolus melakukan
difusi guna menembus dinding alveolus dan selanjutnya
menembus dinding kapiler darah yang menyelubungi
alveolus.
2) Oksigen masuk ke dalam pembuluh darah, yang
selanjutnya akan melalui proses pengikatan yang
dilakukan oleh hemoglobin (zat warna merah pada
darah) yang terkandung di dalam sel-sel darah merah
yang untuk selanjutnya proses tersebut akan
menghasilkan oksihemoglobin (HbO2).
3) Darah akan mengedarkan oksigen ke seluruh organ tubuh

Askep Pernafasan I 10
4) Di dalam sel-sel tubuh, oksigen akan digunakan dalam
proses oksidasi yaitu dilepaskan kembali sehingga
oksihemoglobin akan berubah menjadi hemoglobin
kembali.
Kadar oksigen yang masuk ke dalam tubuh kita setiap
harinya mencapai 300 liter oksigen. Sebagian besar dari
senyawa tersebut akan diangkut oleh hemoglobin  yang ada
dalam sel darah merah, dan hanya sekitar 2 hingga 3 persen
saja yang dapat terlarut di dalam plasma darah.
b. Pertukaran gas dari kapiler darah ke alveolus
Karbondioksida terjadi sebagai hasil dari proses
pembentukan energi yang dilakukan oleh oksigen yang
masuk ke dalam tubuh, dimana selain energi proses tersebut
juga menghasilkan karbondioksida (CO2).Dalam kondisi
normal, tubuh kita dapat menghasilkan karbondioksida
sekitar 200 cc perharinya, dimana hanya sekitar 4,3 cc saja
yang dapat terlarut dalam tiap liter darah. Hal inilah yang
menyebabkan terbentuknya asam karbonat (H2CO2) yang
menjadikan Ph darah menjadi asam. Untuk menetralkan
kembali keasaman ph tersebut, maka diperlukan ion Na+ dan
ion K+.
Selanjutnya karbondioksida akan dilepaskan kembali
ke paru-paru melalui aliran darah. Di dalam proses ini,
konsentrasi karbondioksida dan asam karbonat akan dapat
teruraikan, dimana asam karbonat akan terurai menjadi air
dan juga karbondioksida kembali. Yang perlu diketahui
adalah, kadar CO2 yang dilepaskan darah kembali ke paru-
paru adalah sekitar 10 persen dan sisanya akan berfungsi
untuk menjaga keasaman ph darah yaitu dalam bentuk
bikarbonat (HCO3-). Adapun alur dari pertukara gas tersebut
adalah :

Askep Pernafasan I 11
1) CO2 yang telah diikat oleh hemoglobin akan dibawa
kembali menuju paru-paru
2) Setibanya di Alveolus yang berada di bronkiolus dalam
paru-paru , CO2 akan menembus dinding pembuluh
darah dan dinding alveolus
3) Dari situ, lalu CO2 akan menuju ke tenggorokan lalu
berlanjut ke lubang hidung untuk mengalami proses
pembuangan.
2. Penyimpan udara dalam tubuh untuk sementara waktu
Fungsi lain dari alveoli adalah sebagai tempat penyimpanan
udara meskipun hanya sementara waktu yang kemudian akan
memungkinkan penyerapan udara berisi oksigen tersebut ke dalam
darah.
Alveolus merupakan struktur anatomi tubuh yang dapat
ditemukan di bronkiolus di dalam paru-paru. Fungsi struktur
anatomi ini bermula ketika kita sedang bernafas atau menghirup
udara melalui rongga bagian bagian hidung. Udara tersebut
nantinya akan melewati alur yang cukup panjang, yaitu harus
melewati berbagai organ dari sistem pernafasan kita seperti saluran
hidung, faring, laring, trakea, bronkus utama, saluran bronkial
kecil, bronkiolus, lalu mencapai alveolus dengan melalui kantung
udara kecil.  Udara berisi oksigen yang masuk kedalam tubuh
nantinya akan diserap oleh darah melalui kapiler yang untuk
selanjutnya akan diedarkan ke seluruh sistem peredaran darah
dalam tubuh.
C. Etiologi
Beberapa hal yang dapat menyebabkan emfisema paru yaitu:
1. Rokok
Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan
pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag
alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus

Askep Pernafasan I 12
bronkus. merokok merupakan penyebab utama emfisema. Akan tetapi
pada sedikit pasien (dalam presentasi kecil) terdapat predisposisi
familiar terhadap emfisema yang yang berkaitan dengan abnormalitas
protein plasma, defisiensi antitripsin-alpha1 yang merupakan suatu
enzim inhibitor. Tanpa enzim inhibitor ini, enzim tertentu akan
menghancurkan jaringan paru. Individu yang secara ganetik sensitive
terhadap faktor-faktor lingkungan (merokok, polusi udara, agen-agen
infeksius, dan alergen) pada waktunya akan mengalami gejala-gejala
obstruktif kronik.
2. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema.
Insiden dan angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih
tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya
asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat
fungsi makrofag alveolar.
3. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih
berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis
akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas,
yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema.
4. Genetik
Belum diketahui jelas apakan faktor keturunan berperan atau
tidak pada emfisema kecuali pada penderita dengan defisiensi enzim
alfa 1 antitripsin. Kerja enzim ini menetralkan enzim proteolitik yang
sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk
jaringan paru, karena itu kerusakan jaringan lebih jauh dapat dicegah.
Defisiensi alfa 1 antitripsin adalah satu kelainan yang diturunkan
secara autosom resesif. Orang yang sering menderita emfisema paru
adalah penderita yang memiliki gen S atau Z. Emfisema paru akan
lebih cepat timbul bila penderita tersebut merokok. Alfa-1 antitripsin.

Askep Pernafasan I 13
Cara yang tepat bagaimana defisiensi antitripsin dapat menimbulkan
emfisema masih belum jelas.
5. Obstruk Saluran Napas
Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau
bronkiolus, sehingga terjadi mekanisme ventil. Udara dapat masuk ke
dalam alveolus pada waktu inspirasi akan tetapi tidak dapat keluar
pada waktu ekspirasi. Etiologinya ialah benda asing di dalam lumen
dengan reaksi lokal, tumor intrabronkial di mediastinum, kongenital.
Pada jenis yang terakhir, obstruksi dapat disebabkan oleh defek
tulang rawan bronkus.
6. InfeksiHipotesis Elastase-Antielastase
Di dalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik
elastase dan antielastase agar tidak terjadi kerusakan jaringan.
Perubahan keseimbangan antara keduanya akan menimbulkan
kerusakan pada jaringan elastis paru. Struktur paru akan berubah dan
timbulah emfisema. Sumber elastase yang penting adalah pankreas,
sel-sel PMN, dan makrofag alveolar (pulmonary alveolar
macrophag-PAM). Rangsangan pada paru antara lain asap rokok dan
infeksi menyebabkan elastase bertambah banyak. Aktivitas sistem
antielastase, yaitu sistem enzim alfa 1-protease-inhibitor terutama
enzim alfa 1-antitripsin menjadi menurun. Akibat yang ditimbulkan
karena tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan antielastase
akan menimbulkan kerusakan jaringan elastis paru dan kemudian
emfisema.
D. Patofisiologi
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai
perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat
menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh paru.
Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari
obstruks sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana
pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pada

Askep Pernafasan I 14
pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang
bertambah di sebelah distal dari alveolus.
Pada Emfisema obstruksi kongenital bagian paru yang paling
sering terkena adalah belahan paru kiri atas. Hal ini diperkirakan oleh
mekanisme katup penghentian. Pada paru-paru sebelah kiri terdapat
tulang rawan yang terdapat di dalam bronkus-bronkus yang cacat
sehingga mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang berlebihan.
Selain itu dapat juga disebabkan stenosis bronkial serta penekanan
dari luar akibat pembuluh darah yang menyimpang. Mekanisme katup
penghentian: Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat
dari obstruksi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus
dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih penimbunan
udara di alveolus menjadi bertambah®sukar dari pemasukannya di
sebelah distal dari paru.
Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas terutama
disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Pada paru-paru normal terjadi
keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru ke laur yaitu
disebabkan tekanan intrapleural dan otot-otot dinding dada dengan
tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.
Bila terpapar iritasi yang mengandung radikal hidroksida (OH -).
Sebagian besar partikel bebas ini akan sampai di alveolus waktu
menghisap rokok. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak
paru. Parenkim paru yang rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya
dinding alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi dari anti elastase pada
saluran napas. Sehingga timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus.
Partikel asap rokok dan polusi udara mengenap pada lapisan mukus yang
melapisi mukosa bronkus. Sehingga menghambat aktivitas silia.
Pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang. Sehingga iritasi pada
sel epitel mukosa meningkat. Hal ini akan lebih merangsang kelenjar
mukosa. Keadaan ini ditambah dengan gangguan aktivitas silia. Bila
oksidasi dan iritasi di saluran nafas terus berlangsung maka terjadi erosi

Askep Pernafasan I 15
epital serta pembentukanjaringan parut. Selain itu terjadi pula metaplasi
squamosa dan pembentukan lapisan squamosa. Hal ini menimbulkan
stenosis dan obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel sehingga
terjadi pelebaran alveolus yang permanen disertai kerusakan dinding
alveoli.
E. Manifestasi Klinik
a. Batuk
b. Sputum putih, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen
c. Sesak sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan
d. Nafas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit
e. Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol,
membungkuk
f. Bibir tampak kebiruan
g. Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
h. Batuk menahun
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran
interkosta dan jantung normal
b. Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV,
penurunan VC dan FEV
G. Komplikasi
a. Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan
b. Daya tahan tubuh kurang sempurna
c. Tingkat kerusakan paru semakin parah
d. Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas
e. Atelaktasis
f. Pneumothoraks
g. Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien

Askep Pernafasan I 16
H. Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas
hidup, untuk memperlambat kemajuan proses penyakit, dan untuk
mengatasi obstruksi jalan nafas untuk menghilangkan hipoksia.
a. Bronkodilator
Digunakan untuk mendilatasi jalan nafas karena preparat ini
melawan baik edema mukosa maupun spasme muskular dan
membantu baik dalam mengurangi obstruksi jalan nafas maupun
dalam memperbaiki pertukaran gas.medikasi ini mencakup agonis
betha-adrenergik (metaproterenol, isoproterenol dan metilxantin
(teofilin, aminofilin), yang menghasilkan dilatasi bronkial melaui
mekanisme yang berbeda. Bronkodilator mungkin diresepkan per oral,
subkutan, intravena, per rektal atau inhalasi. Medikasi inhalasi dapat
diberikan melalui aerosol bertekanan, nebuliser balon-genggam,
nebuliser dorongan-pompa, inhaler dosis terukur, atau IPPB.
b. Terapi Aerosol
Aerosolisasi (proses membagi partikel menjadi serbuk yang
sangat halus) dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali
digunakan untuk membantu dalam bronkodilatasi. Ukuran partikel
dalam kabut aerosol harus cukup kecil untuk memungkinkan medikasi
dideposisikan dalam-dalam di dalam percabangan trakeobronkial.
Aerosol yang dinebuliser menhilangkan bronkospasme, menurunkan
edema mukosa, dan mengencerkan sekresi bronkial. Hal ini
memudahkan proses pembersihan bronkiolus, membantu
mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi.
c. Pengobatan Infeksi
Pasien dengan emfisema sangat rentan terhadap infeksi paru
dan harus diobati pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi. S.
Pneumonia, H. Influenzae, dan Branhamella catarrhalis adalah
organisme yang paling umum pada infeksi tersebut. Terapi
antimikroba dengan tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin,

Askep Pernafasan I 17
atautrimetroprim-sulfametoxazol (bactrim) biasanya diresepkan.
Regimen antimikroba digunakan pada tanda pertama infeksi
pernafasan, seperti dibuktikan dengan sputum purulen, batuk
meningkat, dan demam.
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid menjadi kontroversial dalam pengobatan
emfisema. Kortikosteroid digunakan setelah tindakan lain untuk
melebarkan bronkiolus dan membuang sekresi. Prednison biasa
diresepkan. Dosis disesuaikan untuk menjaga pasien pada dosis yang
terendah mungkin. Efek samping termasuk gangguan gastrointestinal
dan peningkatan nafsu makan. Jangka panjang, mungkin mengalami
ulkus peptikum, osteoporosis, supresi adrenal, miopati steroid, dan
pembentukan katarak.
e. Oksigenasi
Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada
pasien dengan emfisema berat. Hipoksemia berat diatasi dengan
konsentrasi oksigen rendah untuk meningkatkan PaO 2 hingga antara
65 – 85 mmHg. Pada emfisema berat oksigen diberikan sedikitnya 16
jam per hari, dengan 24 jam per hari lebih baik.
I. Pencegahan
Penatalaksanaan utama pada pasien dengan emfisema adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup, memperlambat perkembangan proses
penyakit, dan mengobati obstruksi saluran napas yang berguna untuk
mengatasi hipoksia. Pendekatan terapi mencakup:
a. Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja
napas
b. Mencegah dan mengobati infeksi
c. Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi
paru-paru
d. Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk
memfasilitasi pernapasan

Askep Pernafasan I 18
e. Dukungan psikologis
f. Pendidikan kesehatan pasien dan rehabilitasi
J. Prognosis
Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung
pada umur dan gejala klinis waktu berobat.
Penderita yang berumur kurang dari 50 tahun dengan :
a. Sesak ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan.
b. Sesak sedang, 5 tahun kemudian 42 % penderita akan sesak lebih
berat dan meninggal.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala:
1) Keletihan, kelelahan, malaise
2) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena
sulit bernapas
3) Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi
4) Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau
latihan
Tanda:
1) Keletihan, gelisah, insomnia
2) Kelemahan umum/kehilangan massa otot
b. Sirkulasi
Gejala: pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda:
1) Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi
jantung/takikardia berat, disritmia, distensi vena leher
2) Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung

Askep Pernafasan I 19
3) Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan
diameter AP dada)
4) Warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/sianosis
5) Pucat dapat menunjukkan anemia
c. Makanan/Cairan
Gejala:
1) Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
2) Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan
3) Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat
badan menunjukkan edema (bronkitis)
Tanda:
1) Turgor kulit buruk, edema depende
2) Berkeringat, penuruna berat badan, penurunan massa otot/lemak
subkutan (emfisema)
3) Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali
(bronkitis)
d. Hygiene
Gejala: Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda: Kebersihan, buruk, bau badan
e. Pernafasan
Gejala:
1) Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai
gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja, cuaca
atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan,
ketidakmampuan untuk bernafas (asma)
2) “Lapar udara” kronis
3) Bentuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama
pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap
tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih dan
kuning) dapat banyak sekali (bronkitis kronis)

Askep Pernafasan I 20
4) Episode batuk hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap
dini meskipun dapat terjadi produktif (emfisema)
5) Riwayat pneumonia berulang: terpajan pada polusi kimia/iritan
pernafasan dalam jangka panjang (mis., rokok sigaret) atau
debu/asap (mis., abses, debu atau batu bara, serbuk gergaji)
6) Faktor keluarga dan keturunan, mis., defisiensi alfa-anti tripsin
(emfisema)
7) Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
Tanda:
1) Pernafasan: biasanya cepat, dapat lambat, penggunaan otot
bantu pernapasan
2) Dada: hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, gerakan
diafragma minimal
3) Bunyi nafas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi
(emfisema); menyebar, lembut atau krekels, ronki, mengi
sepanjang area paru.
4) Perkusi: hiperesonan pada area paru
5) Warna: pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku.
f. Keamanan
Gejala:
1) Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor
lingkungan
2) Adanya/berulangnya infeksi
3) Kemerahan/berkeringat (asma)
g. Seksualitas
Gejala: Penurunan libido
h. Interaksi sosial
Gejala: Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung,
ketidak mampuan membaik/penyakit lama.

Askep Pernafasan I 21
Tanda:
1) Ketidakmampuan untuk/membuat mempertahankan suara
pernafasan
2) Keterbatasan mobilitas fisik, kelainan dengan anggota keluarga
lalu
i. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala: Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan
menghentikan merokok, penggunaan alkohol secara teratur,
kegagalan
untuk membaik.

B. Penyimpangan KDM
Faktor predisposisi: merokok, polusi
udara, agen-agen infeksius, alergen, Faktor predisposisi :
lingkungan kerja familial

Inflamasi dan pembengkakan bronkhus,


produksi lendir yang berlebihan, Defisiensi enzim alfa 1-
antitripsin

Kehilangan rekoil elastitas jalan


Penurunan kemampuan napas, kolaps bronkiolus, dan
batuk efektif poenurunan redistribusi udara ke
alveoli

 Ketidakefektifan bersihan jalan


napas Peningktan tahanan jalan napas
 Resiko tinggi infeksi pernapasan aliran masuk dan aliran keluar
udara dari paru-paru

Peningkatan kerja pernapasan, Peningkatan usaha frekuensi


hipoksemia secara reversibel pernapasan, penggunaan otot namtu
pernapasan

Askep Pernafasan I 22
Respon sistemik dan
Gangguan pertukaran gas
psikologis

Keluhan sistemis, mual, intake Keluhan psikososial ,


nutrisi tidak adekuat, melaise, kecemasan, ketidaktahuan
kelemahan, dan keletihan fisik. akan prognosis

 Perubahan pemenuhan nutrisi  Kecemasan


kerang dari kebutuhan  Ketidaktahuan/pemenu
 Gangguan pemenuhan ADL han informasi

C. Diagnosa Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan alveolus.
b. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekret.
c. Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia.
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
f. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakit dan tindakan perawat.

D. Intervensi
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan alveoli.
Tujuan: Setelah beberapa perawatan pola napas pasien kembali
normal dengan kriteria hasil : Frekuensi napas 16-20 x/menit, bunyi
napas bersih tidak ada batuk, tidak ada ketidaknyamanan dada,
frekuensi nadi 60-100 x/menit dan menghilangnya dispnea.

Askep Pernafasan I 23
Intervensi Rasional
Mandiri
- Mengkaji pola napas - Mengetahui terjadinya kelainan
- Tinggikan kepala tempat tidur, pola napas dan menentukan
bantu pasien untuk memilih posisi tindakan yang perlu dilakukan.
yang mudah untuk bernapas. - Pengiriman oksigen dapat
Dorong napas dalam perlahan atau diperbaiki dengan posisi duduk
napas bibir sesuai kebutuhan tinggi dan latihan napas untuk
individu menurunkan kolaps jalan napas,
- Anjurkan pasien tidak banyak dispnea, dan kerja napas.
bicara. - Pengaturan frekuensi napas lebih
- Atur jumlah pembesuk pasien. mudah dikendalikan dalam
- Pakaikan baju yang tipis dan tidak keadaan tidak bicara.
ketat pada pasien. - Memungkinkan pasien tidak
- Awasi tanda vital dan irama terlalu banyak berbicara.
jantung. - Memudahkan pergerakan dada.
- Takikardia, disritmia, dan
perubahan TD dapat
menunjukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.
Kolaborasi
- Berikan oksigen yang dilembabkan - Oksigen akan memperbaiki atau
pada kecepatan aliran yang mencegah memburuknya
dianjurkan biasanya 2 L/menit. hipoksemia.
- Konsultasi kepada dokter jika - Gagal pernapasan akut merupakan
gejala-gejala tersebut menetap atau komplikasi utama yang sering
memburuk. Siapkan pasien untuk menyertai PPOM. Ventilasi
dipindahkan ke UPI dan untuk mekanis sangat diperlukan untuk
pemasangan ventilasi mekanis, jika membantu pernapasan pasien
terjadi gagal napas. sampai pasien dapat bernapas
sendiri.

Askep Pernafasan I 24
b. Infektif bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekret.
Tujuan : Setelah beberapa hari dirawat bersihan jalan napas menjadi
terpelihara dengan kriteria hasil : Sekret berkurang dan suara napas
menjadi bersih.

Intervensi Rasional
Mandiri
- Kaji bunyi napas dan - Mengetahui kelainan yang terjadi
kemampuan pasien dan menentukan tindakan yang
mengeluarkan sekret. perlu dilakukan.
- Lakukan postural drainase - Menggunakan gaya gravitasi untuk
dengan perkusi dan vibrasi. membantu membangkitkan sekresi
- Ajarkan pasien untuk melakukan sehingga sekret dapat lebih mudah
teknik batuk efektif. dibatukkan atau dihisap.
- Tingkatkan masukan cairan - Teknik ini akan membantu
hingga 3 L/hari sesuai toleransi memperbaiki ventilasi udara dan
jantung. Berikan air hangat. untuk mengeluarkan sekret secara
efektif.
- Hidrasi membantu mengurangi
kekentalan sekret dan
mempermudah pengeluaran.
Penggunaan cairan hangat dapat
menurunkan spasme bronkus.

Kolaborasi
- Memberikan obat expectoran. - Obat expectoran akan membantu
- Memberikan nebulizer. menurunkan kekentalan sekret
- Melakukan suction sehingga sekret lebih mudah untuk
dikeluarkan.
- Obat expectoran dapat diberikan
dalam nebulizer.

Askep Pernafasan I 25
- Dilakukan bila produksi sekret
terlalu banyak dan sulit untuk
dikeluarkan.

c. Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan: Masukan makanan dan cairan menjadi adekuat dengan
kriteria hasil : napsu makan baik dan berat badan kembali normal.
Intervensi Rasional
Mandiri
- Pantau : Masukan dan keluaran tiap - Untuk mengidentifikasi adanya
8 jam. kemajuan atau penyimpangan dari
- Jumlah makanan yang dikonsumsi tujuan yang diharapkan.
setiap kali makan. - Makanan hangat dapat
- Timbang berat badan pasien setiap membangkitkan napsu makan.
seminggu. - Makan dengan porsi sedikit dapat
- Berikan makan dalam keadaan mengurangi resiko sesat pada saat
hangat. pasien makan dan resiko mual
- Berikan makan sedikit tapi sering. - Bau-bauan dan pemandangan yang
- Menciptakan suasana yang tidak menyenangkan selama waktu
menyenangkan, lingkungan yang makan dapat menyebabkan
bebas bau selama waktu pasien anoreksia (tidak nafsu makan)
makan.

Kolaborasi :
- Berikan obat penambah napsu - Membantu meningkatkan napsu
makan makan pasien.
- Merujuk pasien ke ahli diet untuk - Ahli diet merupakan spesialisasi
membantu merencanakan makanan yang dapat membantu pasien
yang akan dikonsumsi, jika setiap dalam merencanakan makanan
porsi makanan yang dikonsumsi dengan nutrisi sesuai dengan

Askep Pernafasan I 26
selalu kurang dari 30%. kebutuhan usia, sakitnya dan
- Memberikan terapi intravena sesuai pembentukan tubuh.
dengan anjuran dan melakukan - Untuk mengatasi masalah dehidrasi
tindakan perawatan serta karena pasien sering mengurangi
pencegahan. Memberikan masukan cairan akibat mengalami
dorongan kepada pasien untuk sesak napas,
minum minimal 3 liter per hari,
jika tanpa infus.

d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.


Tujuan : Perbaikan dalam toleransi aktifitas dengan kriteria hasil
pasien dapat melakukan aktivitasnya secara mandiri tanpa keluhan
sesak.
Intervensi Rasional
- Kaji kemampuan aktivitas yang - Pemakaian energi berlebihan dapat
bisa dilakukan sendiri dan yang dicegah dengan mengatur aktivitas
tidak bisa dilakukan sendiri oleh dan memberikan jarak waktu yang
pasien. cukup untuk pulih diantara waktu
- Libatkan keluarga dalam aktivitas.
memfasilitasi pasien untuk - Keluarga dapat membantu pasien
aktivitas yang tidak bisa dilakukan secara mandiri dalam perawatan di
sendiri oleh pasien. rumah.
- Mempertahankan terapi oksigen - Oksigen tambahan meningkatkan
tambahan sesuai kebutuhan. kadar oksigen yang bersirkulasi
- Memberi dukungan emosional dan dan memperbaiki toleransi
semangat. aktivitas.
- Memberi dukungan pasien dalam - Rasa takut terhadap kesulitan
menegakkan regimen (penuntun) bernapas dapat menghambat
latihan teratur dengan peningkatan aktivitas.
menggunakan treadmil dan - Otot-otot yang mengalami
exercycle, berjalan atau latihan kontaminasi membutuhkan lebih

Askep Pernafasan I 27
lainnya yang sesuai, seperti banyak tambahan oksigen dan
berjalan perlahan. beban tambahan pada paru-paru.
- Setelah aktivitas, kaji respons Melalui latihan yang teratur,
abnormal untuk peningkatan bertahap, kelompok otot ini
aktivitas. menjadi lebih terkondisi dan pasien
dapat melakukan lebih banyak
kegiatan tanpa mengalami napas
pendek. Latihan yang bertahap
memutus siklus yang melemahkan
ini.
- Intoleransi aktivitas dapat dikaji
dengan mengevaluasi jantung,
sirkulasi, dan status pernapasan.

e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.


Tujuan : Klien dapat beristirahat dengan cukup.
Intervensi Rasional
- Kaji penyebab tidak nyenyak tidur. - Mengetahui kondisi pasien dan
- Bimbing pasien untuk melakukan tindakan apa yang perlu dilakukan
relaksasi - Tekhnik relaksasi dapat
- Berikan penghangat(seperti balsem melemaskan otot-otot yang terasa
atau obat gosok) dan lakukan nyeri.
massase - Teknik massase dapat merangsang
- Bimbing pasien untuk melakukan otot dan memperlancar peredaran
teknik distraksi. darah.
- Libatkan keluarga dalam - Teknik distraksi dapat membantu
memfasilitasi pasien untuk pasien mengalihkan perhatiannya
aktivitas yang tidak dapat terhadaap rasa nyeri.
dilakukan sendiri oleh pasien - Mengurangi kegiatan pasien yang
dapat meningkatka rasa nyerinya.

Askep Pernafasan I 28
f. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakit dan tindakan perawat.
Tujuan: Hilangnya rasa takut/kecemasan pasien berkaitan dengan
meningkatnya pengetahuan dan pemahaman pasien mengenai
penyakitnya dan rencana tindakan yang diberikan perawat dengan
kriteria hasil klien tidak lagi merasa gelisah dan ekspresi wajah rileks.

Intervensi Rasional
- Memberikan pemahaman tentang - Setiap informasi yang
penyakit emfisema: diberikan, akan dirasakan
- Gangguan-gangguan yang terjadi pada pasien membantu
saluran pernapasan berhubungan mengurangi kecemasan.
dengan penyakit emfisema - Membantu kemampuan
- Penanggulangan yang dilakukan untuk pasien dalam mengatasi
mengatasi gangguan masalahnya dengan
- Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus meninggatkan lingkungan
dipatuhi untuk mengurangi atau yang nyaman dan
meniadakan gangguan-gangguan. mendukung.
- Memberikan kesemapatan kepada - Mengurangi kecemasan
pasien dan orang terdekatnya untuk keluarga, sehingga keluarga
mengekspresikan perasaan dan dapat bekerja sama dengan
harapannya. perawat dalam tindakan
- Libatkan keluarga dalam memahami perawatan.
tentang penyakit emfisema

E. Evaluasi
1. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres
pernapasan
2. Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ jelas.
3. Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan
dan/atau mempertahankan berat yang tepat.

Askep Pernafasan I 29
4. Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri.
5. Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan ikut serta dalam
program rehabilisasi paru dan nyeri.
6. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program
pengobatan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Emfisema merupakan akibat kurangnya elastisitas paru dan kerusakan
pada alveoli, dimana alveoli menjadi mengembang dan kaku walaupun
setelah ekspirasi. Emfisema disebabkan oleh : polusi udara, merokok, genetik
dan infeksi saluran pernapasan. Tanda- tanda penyakit emfisema pada

Askep Pernafasan I 30
awalnya tidak mudah untuk diketahuai tetapi setelah 30- 40 tahun gejala
semakin berat. Gejala yang terlihat yaitu : Batuk, berat badan menurun,
tekanan darah meningkat, kelemahan, napas terengah- engah, dan lain- lain.
Penatalaksanaan medis emfisema dengan pemberian obat, terapi oksigen,
latihan fisik, rehabilitasi, fisioterapi, dan penatalaksanaan umum.
Masalah keperawatan yang timbul pada emfisema adalah ketidak
efektifan jalan napas,gangguan pertukaran gas, gangguan pemenuhan nutrisi,
resiko infeksi, dan ketidaktahuan/pemenuhan informasi. Sebelum mendapat-
kan masalah keperawatan, perawat melakukan tindakan pengkajian. Setelah
melakukan pengkajian, perawat menganalisa data yang didapat dari
pengkajian tersebut, kemudian didapatkan masalah keperawatan dan tindakan
yang akan dilakukan dalam melakukan perawatan. Setelah melakukan
tindakan, perawat harus melakukan tindakan akhir yaitu evaluasi. Evaluasi
penting dilakukan untuk memantau tingkat keberhasilan tindakan dan
mencegah terjadinya kesalahan yang disebabkan karena ketidaktahuan
tindakan yang dilakukan.
3.2 Saran
Kami menyadari makalah ini kurang sempurna dan banyak
kesalahannya, untuk menyempurnakan makalah ini kami sangat berharap
bantuan dari semua pihak, terutama pembaca untuk menyempurnakan
makalah ini. Untuk pembaca kami sarankan untuk mencari referensi yang
lainnya, karena referensi yang kami dapatkan masuh sangat terbatas. Atas
saran dan kritik yang membangun tersempurnanya makalah kami ini, kami
ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

1. Soemantri ES, Uyainah A. Bronkitis kronik dan emfisema paru.


Dalam: Suyono S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 3.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001. Hal : 827-881

Askep Pernafasan I 31
2. Patel PR. Saluran pernapasan. Dalam : Safitri A, editor. Lecture
notes radiology. Edisi ke dua.Jakarta : Erlangga; 2005. Hal : 44-45,
48-49
3. Robinson SL, Kumar V , editors. Sistem pernapasan: buku ajar
patologi II. Edisi 4. Jakara : ECG;1995. Hal : 551-520
4. Seputar kedokteran dan linux : Emfisema. [Online]. 2007 [Cited
2013 Juni].Available
from:URL;http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/emphysema.html
5. Wilson LM. Gangguan sistem pernapasan. Dalam : Price SA,
Wilson LM, editors. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit edisi 6 volume 2. Jakarta: EGC; 2006. Hal : 736-749, 783-
899
6. Ekayuda Iwan. Radiologi Diagnostik edisi II. Jakarta; 2005. Hal :
108-112
7. Baughman,D.C& Hackley,J.C.2000. Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC

Askep Pernafasan I 32

Anda mungkin juga menyukai