Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Profil Puskesmas Sipatana............................................................................1
B. Latar Belakang Pengobatan TB Paru............................................................2
C. Kebijakan Manajemen TB Paru....................................................................4
D. Data Kesehatan Dan Penanggulangan TB Paru Nasional.............................6
E. Tujuan Umum Dan Khusus.........................................................................10
BAB II....................................................................................................................11
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................11
A. Pengertian TB Paru dan Manajemen TB Paru............................................11
B. Penyebab dan Penularan TB Paru...............................................................11
C. Pemeriksaan TB Paru..................................................................................14
D. Pengobatan TB Paru....................................................................................17
E. Pencegahan TB Paru dan Pencegahan Kontak Serumah............................23
BAB III..................................................................................................................25
PEMBAHASAN....................................................................................................25
A. Indikator Program TB Paru.........................................................................25
B. Gambaran Umum TB paru di Puskesmas Sipatana tahun 2017.................26
C. Alur Diagnosis Pasien TB...........................................................................27
BAB IV..................................................................................................................45
KESIMPULAN......................................................................................................45
A. Kesimpulan.................................................................................................45
B. Saran............................................................................................................46
BAB I
PENDAHULUAN
Jarak antara ibu kota kecamatan dengan puskesmas Sipatana adalah 1,5
Km, sedangkan dengan ibu kota Gorontalo adalah 5 Km. Luas wilayah kerja
puskesmas sipatana adalah 494,891 ha/m2 , mencakup pada lima kelurahan dan
satu kecamatan dengan 12 RW dan 27 RT yaitu :
Kecamatan sipatana
1. Kelurahan Tapa
2. Kelurahan Molosipat U
3. Kelurahan Bulotadaa Barat
4. Kelurahan Bulotadaa Timur
5. Kelurahan Tanggikiki
Tabel I.I
Proporsi Penderita TB Paru, Gagal Pengobatan dan Meninggal
Puskesmas Sipatana Tahun 2016
TINJAUAN PUSTAKA
C. Pemeriksaan TB Paru
1. Pemeriksaan dahak
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa dahal Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
1) S (sewaktu) : dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang
berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang terduga pasien
membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari
kedua.
2) P (Pagi) : dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas fasyankes.
3) S (sewaktu) : dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
b. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium
tuberkulosis (M.tb) dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB
pada pasien tertentu, misal:
1) Pasien TB ekstra paru
2) Pasien TB anak
3) Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
BTA negatif.
D. Pengobatan TB Paru
1. Tujuan pengobatan TB adalah:
a. Menyembuhkan pasien dengan memperbaiki produktivitas serta kualitas
hidup
b. Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk
selanjutnya
c. Mencegah terjadinya kekambuhan TB
d. Menurunkan penularan TB
e. Mencegah terjadinya dan penularan TB resisten obat
2. Tahap-tahap Pengobatan TB
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila
pengobatan tahap intensif ini diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien
TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan
pasien mendapat jenis obat lebih sedikit namun dalam jangka waktu yang
lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Jenis dan sifat Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yaitu:
1. Isoniazid (H) bersifat bakterisid,
2. Rifampisin (R) bersifat bakterisid
3. Pirazinamid (Z) bersifat bakterisid
4. Streptomisin (S) bersifat bakterisid
5. Etambutol (E) bersifat bakteriostatik.
Pemberian OAT disesuaikan dengan kondisi pasien dengan aturan
pakai tersendiri. Ada dua kategori paduan OAT di Indonesia, yaitu:
a. kategori I: 2(HRZE)/4(HR)3
Kategori I diberikan untuk pasien baru TB paru BTA positif, pasien TB
paru BTA negatif foto toraks positif, pasien TB ekstra paru.
b. kategori II: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Kategori II diberikan untuk pasien TB BTA positif yang telah diobati
sebelumnya.
Seiring dengan berkembangnya pengetahuan dibidang farmakologi,
saat ini telah dibuat tablet kombinasi OAT yang dikenal dengan OAT “fixed-
dose combination” atau disingkat dengan OAT-FDC (sering disebut FDC
saja). Dengan adanya FDC ini diharapkan kepatuhan pasien TB dalam minum
OAT dapat ditingkatkan sehingga akan meningkatkan kesembuhan pasien.
Jenis-jenis tablet FDC dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1. FDC untuk dewasa
Tablet FDC untuk dewasa terdiri dari:
a. Tablet 4FDC (tahap Intensif)
Tablet 4FDC mengandung 4 macam obat yaitu: 75 mg Isoniasid
(INH), 150 mg Rifampisin, 400 mg Pirazinamid, dan 275 mg
Etambutol. Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam
tahap intensif dan untuk sisipan.
b. Tablet 2FDC (tahap lanjutan)
Tablet 2 FDC mengandung 2 macam obat yaitu: 150 mg Isoniasid
(INH) dan 150 mg Rifampisin. Tablet ini digunakan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu dalam tahap lanjutan.
Baik tablet 4FDC maupun tablet 2FDC pemberiannya disesuaikan
dengan berat badan pasien. Untuk melengkapi paduan obat kategori II tersedia
obat lain yaitu: tablet etambutol @400 mg dan streptomisin injeksi (vial
@750 mg).
Dosis dan aturan pakai FDC disesuaikan dengan berat badan pasien.
Untuk pasien TB dewasa yang masuk dalam kategori I dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
Tabel 2.1
Dosis dan Aturan Pakai FDC Kategori 1 (Tahap Intensif)
Tabel 2.2
Dosis dan Aturan Pakai FDC Kategori 1I (Tahap Lanjutan)
Catatan:
2. FDC untuk anak-anak. Tablet FDC untuk anak-anak terdiri dari tablet 3FDC
dan 2FDC. Kedua jenis tablet diberikan kepada pasien TB anak yang berusia
0 – 14 tahun. Tablet 3FDC mengandung 3 macam obat antara lain: 30 mg
INH, 60 mg Rifampisin, dan 150 mg Pirazinamid. Tablet ini digunakan untuk
pengobatan setiap hari dalam tahap intensif. Tablet 2FDC mengandung 2
macam obat yaitu: 30 mg INH dan 600 mg Rifampisin. Tablet ini digunakan
untuk pengobatan setiap hari dalam tahap lanjutan. Sama halnya dengan
pemberian pada pasien dewasa, pemberian jumlah FDC pada pasien anak juga
disesuaikan dengan berat badan anak.
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan pada pasien TB BTA positif tidak
terjadi konversi maka diberikan OAT sisipan berupa tablet 4FDC setiap hari
selama 28 hari.
Table 2.3
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan tiap hari
PEMBAHASAN
1. Angka Konversi
2. Angka Kesembuhan
3. Angka Keberhasilan Pengobatan
Pasien
Pasien Lama/baru
Lama PJ Program TB
(diobati)
Baru
Poli umum
Dokter
BTA
Lab
(+)
Pemberian
BTA Antibiotik
Dokter selama 3 hari
(-)
BTA (-)
Rujuk RS
RO (+)
Tabel 3.1
Proporsi Penderita TB Paru, Gagal Pengobatan dan Meninggal
Di Puskesmas Sipatana Tahun 2017
Tabel 3.2
Tabel 3.2
Proporsi Penderita TB Paru BTA (+) yang Sembuh dan BTA (-) RO (+)
yang Sembuh
Di Puskesmas Sipatana tahun 2017
120%
100%
80%
60%
40%
20%
0%
2016 2017
Keterangan :
Berdasarkan Grafik diatas dapat disimpulkan hasil angka penemuan kasus
(case detection rate/CDR) Pada tahun 2016 di puskesmas Sipatana sudah
melebihi target, seharusnya target angka penemuan kasus hanya 40 orang,
pada tahun 2017 target yang harus dicapai 43 orang tetapi sampai dengan
bulan november ini baru mencapai 35 orang,
Triwulan I:
Data:
a) Jumlah pasien TB Paru BTA positif yang ditemukan= 13 Jiwa
b) Jumlah Seluruh suspek pada bulan Januari s/d Maret 2017= 125 Jiwa
13
¿ x 100 %
Proporsi Pasien TB 125
BTA positif diantara
¿ 10 %
suspek
Triwulan II
Data:
Triwulan III
Data:
Triwulan IV
Data:
10%
8%
Proporsi pasien TB BTA positif
diantara suspek
6%
4%
2%
0%
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
48
x 100 %=10 %
462
2. Hasil proporsi pasien TB BTA positif diantara suspek di Puskesmas
Sipatana pada bulan Januari-Desember tahun 2016 yakni:
35
x 100 %=10 %
338
Proporsi pasien TB BTA (+) diantara suspek
10%
9%
8%
7%
6%
5%
4%
3%
2%
1%
0%
2016 2017
Keterangan:
Berdasarkan grafik diatas dapat disimpulkan Angka proposi pasien TB BTA
(+) diantara suspek di puskesmas sipatana tahun 2016 dan 2017 berkisar
10% . Dimana angka ini sudah mencapai target nasional yaitu 5 – 15%.
Angka ini sekitar 5 – 15%. Bila angka ini terlalu kecil (<5%) kemungkinan
disebabkan:
a) Penjaringan suspek terlalu longgar, banyak suspek yang dijaring tidak
memenuhi kriteria suspek, atau
b) Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif palsu)
Triwulan I:
Data:
a) Jumlah pasien baru TB Paru BTA Positif = 13 jiwa
b) Jumlah pasien kambuh/gagal pengobatan/kategori 2 = 0 jiwa
c) Jumlah pasien baru TB paru BTA negatif = 4 jiwa
13
Proporsi pasien TB paru ¿ x 100 %
17
BTA positif diantara semua
¿ 76 %
pasien TB paru
tercatat/terobati
Triwulan II
Data:
a) Jumlah pasien baru TB Paru BTA Positif = 11 jiwa
b) Jumlah pasien kambuh/gagal pengobatan/kategori 2 = 0 jiwa
c) Jumlah pasien baru TB paru BTA negatif = 1 jiwa
pasien TB paru
¿ 100%
tercatat/terobati
Triwulan IV
Data:
a) Jumlah pasien baru TB Paru BTA Positif = 5 jiwa
b) Jumlah pasien kambuh= 0 jiwa
c) Jumlah pasien baru TB paru BTA negatif = 1 jiwa
5
Proporsi pasien TB paru BTA ¿ x 100 %
6
positif diantara semua pasien
TB paru tercatat/terobati ¿ 83%
Proporsi pasien TB paru BTA positif
diantara semua pasien TB paru
tercatat/terobati
120%
Proporsi pasien TB paru
100% BTA positif diantara semua
pasien TB paru
80% tercatat/terobati
60%
40%
20%
0%
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
1. Hasil proporsi pasien TB paru BTA positif diantara semua pasien TB paru
tercatat/terobati di Puskesmas Sipatana pada bulan Januari-Desember Tahun
2016 yakni:
48
x 100 %=83 %
58
2. Hasil proporsi pasien TB paru BTA positif diantara semua pasien TB paru
tercatat/terobati di Puskesmas Sipatana pada bulan Januari-November Tahun
2017 yakni:
35
x 100 %=73 %
41
Hasil proporsi pasien TB paru BTA positif
diantara semua pasien TB paru
tercatat/terobati
84%
82%
80%
78%
76%
74%
72%
70%
68%
2016 2017
Keterengan:
Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini jauh lebih
rendah, itu berarti mutu diagnosis rendah, dan kurang memberikan prioritas
untuk menemukan pasien yang menular (pasien BTA positif).
Data:
a) Jumlah pasien TB Paru BTA positif yang dikonversi = 35 Jiwa
b) Jumlah pasien TB Paru BTA positif yang diobati = 35 Jiwa
35
CR ¿ x 100 %
35
CR ¿ 100 %
Berdasarkan hasil tersebut maka cakupan untuk angka konversi yaitu
100% dengan capaian target nasional minimal 80%
Keterangan:
Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%. Bila angka konversi masih
rendah perlu diperhatikan antara lain masalah keteraturan minum obat, tidak
optimalnya fungsi petugas/PMO dan masalah dilaboratorium.
Angka conversi rate tahun 2016 dan tahun 2017 berkisar 97%. Dimana angka
ini sudah mencapai target 80%. semua penderita BTA (+) yang diobati
semuanya dikonversi
Data :
24
Cure Rate ¿ x 100 %
35
Berdasarkan hasil tersebut maka cakupan untuk cure rate yaitu 67%
dengan capaian target nasional minimal 85%
KAngka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Walaupun angka
kesembuhan telah mencapai 85%, tetap perlu diperhatikan hasil pengobatan
lainnya, yaitu berapa pasien dengan hasil pengobatan lengkap, meninggal,
gagal, default, dan pindah.
58
¿ x 100 %=100 %
58
100%
80%
60%
40%
20%
0%
2016 2017
Keterangan :
Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Walaupun angka kesembuhan
telah mencapai 85%, tetap perlu diperhatikan hasil pengobatan lainnya, yaitu
berapa pasien dengan hasil pengobatan lengkap, meninggal, gagal, default,
dan pindah.
Berdasarkan grafik diatas dapat disimpulkan pada tahun 2017 angka
kesembuhan di puskesmas Sipatana sudah mencapai angka 85% sedangkan
pada tahun 2017 angka kesembuhan belum mencapai angka 85% karena data
yang di olah baru sampai bulan november.
6. Angka Keberhasilan Pengobatan TB (Treatment Success Rate)
Angka keberhasilan pengobatan adalah angka yang menunjukkan
persentasi baru TB Paru BTA Positif yang menyelesaikan pengobatan (baik
yang sembuh maupun pengobatan lengkap) diantara pasien baru TB Paru
BTA positif yang tercatat. Dengan demikian angka ini merupakan
penjumlahan dari angka kesembuhan dan angka pengobatan lengkap.
Hasil pengobatan dari pasien baru TB BTA positif yang dapat di
toleransi.
a) Angka kesembuhan dan angka pengobatan lengkap
Angka keberhasilan pengobatan >85%, dengan angka kesembuhan
mendekati 85%
b) Angka pengobatan gagal : harus <2%
c) Angka default: harus <5%
d) Angka kematian: umumnya <2%
e) Angka pindah: umumnya <5%.
Rumus
( 24+1 )
TSR¿ x 100 %
35
TSR¿ 71%
26
x 100 %=71 %
35
100%
80%
60%
40%
20%
0%
2016 2017
Keterangan:
Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%, dengan angka kesembuhan
mendekati 85%. Untuk tahun 2017 angka kesembuhan di puskesmas Sipatana
belum mencapai angka 100% karena data yang di olah baru sampai bulan
november.
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Pada tahun 2015 diperkirakan terdapat 10,4 juta kasus baru tuberkulosis
atau 142 kasus/100.000 populasi, dengan 480.000 kasus multidrug-resistant.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah kasus baru terbanyak kedua di dunia
setelah India. Meskipun jumlah kematian akibat tuberkulosis menurun 22% antara
tahun 2000 dan 2015, tuberkulosis tetap menjadi 10 penyebab kematian tertinggi
di dunia pada tahun 2015 (WHO, Global Tuberculosis Report, 2016).
Laporan WHO (2014), Indonesia berada pada urutan ke-2 Negara dengan
beban TB tertinggi di dunia bersama dengan Tiongkok setelah India. Pravalens
TB di Indonesia mencapai 1 Juta kasus pertahun. Pada tahun 2014 di Indonesia,
Provinsi dengan CNR BTA+ tertinggi yaitu Sulawesi Utara (219), Sulawesi
Tenggara (163) dan Gorontalo (133).
Menurut Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo, 2014 Angka kasus baru TB
Paru BTA positif yang ditemukan di Provinsi Gorontalo Tahun 2014, terbanyak
dikabupaten Gorontalo yaitu sebanyak 620 kasus paling sedikit dikabupaten
Pohuwato sebanyak 124 kasus, rata-rata Provinsi Gorontalo Case Notofication
Rate (CNR) adalah 179 per 100.000 penduduk. Capaian ini meningkat
dibandingkan dengan tahun 2013 dengan CNR mencapai 163 per 100.000
penduduk tahun 2013. Presentase Success Rate (SR) di Provinsi Gorontalo
mencapai 85,3%.
Berdasarkan hasil cakupan program TB Paru di Puskesmas Sipatana
didapatkan angka penemuan kasus proporsi pasien TB BTA positif diantara
Suspek TB di Puskesmas Sipatana pada tahun 2017 pada Triwulan I yaitu 10%,
Triwulan II yaitu 11%, Triwulan III yaitu 11% dan pada Triwulan IV yaitu 8%
dengan capaian target nasional sekitar 5-15%. Proporsi pasien TB paru BTA
positif diantara semua pasien TB paru tercatat/diobati tahun 2017 Triwulan I yaitu
76%, Triwulan II yaitu 96%, Triwulan III yaitu 100% dan Triwulan IV yaitu 83%
dengan capaian target nasional 65%. Angka konversi pada tahun 2017 yaitu 100%
dengan capaian target nasional minimal 80%. Angka Kesembuhan pada tahun
2017 sebesar 67% dengan capaian target nasional minimal 85%. Serta Angka
Keberhasilan Pengobatan pada tahun 2017 yaitu 71% dengan capaian target
nasional minimal 85%.
B. Saran
1. Bagi Puskesmas Sipatana
Pengelolaan Manajemen TB Paru di Puskesmas Sipatana baik dalam
pelayanan dan pengobatan sudah sangat baik, untuk itu diharapkan puskesmas
dapat mengembangkan program TB paru guna untuk memberantas &
membantu pemerintah dalam target Indonesia bebas TB tahun 2050. Dan
perlu adanya penambahan tenaga kesehatan terutama analisis laboratorium di
puskesmas sipatana sehingga pemeriksaan mampu dilakukan secara
maksimal.
2. Bagi Mahasiswa DIV Keperawatan
Diharapkan dapat menguasai konsep Manajemen TB Paru untuk
meningkatkan pengetahuan khususnya dalam Manajemen TB Paru sehingga
dapat menjadi tenaga keperawatan yang profesional .
DAFTAR PUSTAKA
Hutam, Hafid. ”Terapi Fdc (Fixed-Dose Combination) Pada Pasien Tb” bersumber
dari internet https://dokumen.tips/documents/terapi-fdc-pada-
tbcdocx.html(Diakses pada tanggal 06 desember 2017)
Muttaqin. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Gambar 1.
Kegiatan Penyuluhan
Gambar 4.