Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PENINGKATAN TEMUAN KASUS TUBERCULOSIS MELALUI


PEMBENTUKAN KELOMPOK PEDULI TB DI UPT BLUD PUSKESMAS
GUNUNGSARI KABUPATEN LOMBOK BARAT

Oleh

Ni Ketut Metri, S.Kep.,Ners

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK BARAT


UPT BLUD PUSKESMAS GUNUNG SARI
TAHUN 2016

20
KATA PENGANTAR

Sehat merupakan karunia Allah SWT yang tidak ternilai harganya. Oleh karena itu semua
orang sudah seharusnya mensyukuri nikmat sehat tersebut dengan cara menjaga, memelihara dan
meningkatkannya.

Dengan berbagai potensi, bakat, kemampuan, keterampilan, semangat dan idealisme,


pemengang program dan para akademisi menjadi harapan baru terwujudnya gaya hidup bersih
dan sehat di semua kalangan masyarakat, untuk bisa mengindetifikasi, mencegah dan
menangangi penularan TB di tengah masyarakat.

Kegiatan ini sebagai salah satu upaya untuk ikut menyadarkan semua elemen masyarakat
akan pentingnya peran mereka untuk ikut berpartisifasi untuk mendukung peningkatan temuan
kasus TB sebagai upaya preventif melakukan pencegahan penyebaran di tengah masyarakat,
serta mempelopori gerakan hidup bersih dan sehat mulai dari diri sendiri, keluarga dan
masyarakat.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu masukan
maupun kritikan konstruktif dari para pembaca sangat penting untuk perbaikan makalah ini.
Besar harapan kami semua pihak mendukung kegiatan ini untuk mewujudkan masyarakat yang
sehat dan berkeadilan.

Mataram, April 2016

Penyusun

20
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
BAB II TUJUAN dan MANFAAT.................................................................. 7
BAB III KERANGKA TEORI ........................................................................ 8
BAB IV METODE PELAKSANAAN ............................................................ 13
BAB V HASIL KEGIATAN ........................................................................... 16
BAB VI KESIMPULAN dan SARAN ……................................................... 20
DFTAR PUSTAKA ......................................................................................... iv
LAMPIRAN

20
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis merupakan penyakit kronis yang kebanyakan masyarakat belum bisa
mengenalnya dengan baik. Penyakit yang juga mempunyai kemampuannya membunuh
masyarakat berusia produktif tersebut pernah ditetapkan WHO sebagai The Global
Emergency (Kedaruratan Global penyakit TB) karena di sebagian besar negara di dunia,
penyakit TB tidak terkendali. Selai itu WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000
kasus Baru TB dengan kematian terbesar karena penyakit TB sekitar 140.000, sedangkan di
Indonesia secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk terdapat 120 penderita TB paru
menyerang sebagian besar kelompok usia produktif, sosial ekonomi lemah dan pendidikan
rendah.
Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu Kabupaten di Indonesia dengan jumlah
kasus TB paru cukup besar yakni 544 kasus TB paru BTA (+) pada tahun 2014. Pada sisi lain
pemerintah Kabupaten Lombok Barat terus berupaya meningkatkan jumlah tenaga kesehatan
dan fasilitas kesehatan setiap tahunnya yang bertujuan untuk meningkatkannya mutu
pelayanan kesehatan, termasuk mengedepankan tindakan promotif dan preventif untuk
mencegah penularan penyakit TB paru. (Dikes Kabupaten Lobar, 2014)
Masih tingginya penularan kasus TB paru saat ini bisa dijadikan barometer sejauh mana
akselerasi program pemerintah dalam bidang kesehatan khususnya dalam pencegahan
penularan penyakit TB, selain itu peningkatan penularan TB tersebut menjadi salah satu
gambaran kondisi sumber daya manusia di dalam suatu masyarakat. Tujuan jangka panjang
penanggulangan TB paru adalah menurunkan angka kesakitan dan penularan sehingga
penyakit TB paru tidak lagi menjadi masalah kesehatan di Indonesia.
Sedangkan tujuan jangka pendek adalah angka kesembuhan mencapai 85% dari
penderita BTA (+) yang ditemukan dan tercapainya penemuan penderita secara bertahap
hingga mencapai 70% serta mencegah timbulnya resistensi kuman TB paru di masyarakat.
Kebijakan Program Penanggulangan TB (P2TB) dalam hal ini penemuan penderita
secara pasif promotif case finding yaitu penjaringan tersangka TB paru dilakukan kepada
masyarakat yang berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan. Hal tersebut dilakukan setelah
diadakan penyuluhan-penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat untuk memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan. namun sampai saat ini
upaya tersebut belum bisa meningkatkan jumlah temuan kasus yang maksimal sesuai dengan
target. Penemuan kasus baru TB paru sangat penting mengingat penderita TB paru dapat
menularkan kepada 10 sampai 15 orang disekelilingnya dalam waktu satu tahun. Penyakit
TB paru tanpa pengobatan setelah 5 tahun, 50% dari penderita akan meninggal, 25% akan

20
sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi dan 25% sebagai kasus kronis yang
tetap menular kepada masyarakat (Yuyun, 2007).
Banyak faktor yang menjadi penyebab masih tingginya kasus Tuberkulosis di tengah
masyarakat yakni kemiskinan dan jurang pemisah yang lebar antara penduduk kaya dan
miskin di negara berkembang seperti; perumahan kumuh, status gizi yang buruk dan
pendapatan yang tidak merata dan kelalaian petugas kesehatan yang tidak mampu
menemukan kasus secara maksimal sehingga terjadi keterlambatan dalam proses
pendiagnosisan dan pengobatan.
Puskesmas merupakan salah satu institusi pelayanan Kesehatan yang merupakan Unit
Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja dan mempunyai kewajiban memberikan pelayanan
kesehatan yang bermutu kepada masyarakat. Mutu pelayanan kesehatan yang baik sangat
dipengaruhi oleh faktor individu, organisasi dan psikologi, kuantitas dan kualitas tenaga
kesehatan termasuk dalam menjalankan fungsi Puskesmas dalam program Kesehatan Dasar
yaitu pemberantasan penyakit menular dalam hal ini penemuan kasus baru TB paru BTA (+).
UPT BLUD Puskesmas Gunungsari Kabupaten Lombok Barat menjadi salah satu
wilayah dengan jumlah kasus TB paru yang masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan
puskesmas-puskesmas lainnya di Kabupaten Lombok Barat, penemuan kasus TB di UPT
BLUD Puskesmas Gunungsari bisa dikatakan masih belum maksimal jika dilihat dari
pencapaian target penemuan kasus setiap tahunnya. Hal tersebut sesuai dengan hasil
penelitian yang penulis pernah lakukan tentang identifikasi faktor resiko dan gejala
tuberculosis paru (TB Paru) pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Gunungsari
Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat yang menunjukkan masih banyak
masyarakat yang mengalami tanda dan gejala TB paru namun tidak dilakukan pemeriksaan di
Puskesmas seperti 41 orang (8,4%) responden yang mengalami batuk terus menerus dan
berdahak, 16 orang (3,3%) responden yang mengalami batuk berdahak campur darah, 33
orang (6,7%) responden yang mengalami sesak nafas dan rasa nyeri pada dada, 51 orang
(10,4%) responden yang mengalami demam lebih dari sebulan, 45 orang (9,2%) responden
yang mengalami badan berkeringat pada malam hari dan lain sebagainya.
Menurut pengamatan penulis masih minimnya jumlah temuan tersebut dikarenakan
minimnya jumlah petugas pelaksana program TB paru di UT BLUD Puskesmas Gunungsari,
meskipun sebelumnya telah dibentuk Kader Penjangkau Lapangan (PL) di setiap desanya,
namun hal tersebut belum menunjukkan temuan kasus baru sebagaimana yang telah
ditargetkan.

20
Tabel 1Temuan kasus TB paru di UPT BLUD Puskesmas Gunungsari Tahun 2013-2014
Tahun Target kasus Pencapaian Prosentase(%)
2012 113 43 35,34
2013 118 55 46,43
2014 116 57 49,14
Sumber : Puskesmas Kecamatan Gunungsari
Dari tabel tersebut dapat dilihat penemuan kasus TB paru (BTA+) di UPT BLUD
Puskesmas Gunungsari setiap tahunnya masih bersifat fluktuatif. Penemuan klien dengan
suspek TB penting untuk dideteksi sedini mungkin sebagai salah satu upaya pencegahan
penyebaran TB kepada masyarakat lainnya.
Tanpa penemuan suspek maka program pemberantasan TB paru dari penemuan sampai
pengobatan akan sulit berhasil. Oleh karena itu penulis berinisiatif untuk membentuk
Kelompok peduli TB paru sebagai perpanjang tanagan Kader Penjangkau Lapangan (PL)
sehingga masyarakat yang beresiko (mempunyai tanda dan gejala TB paru) dapat
teridentifikasi dengan baik.
Pembentukan Kelompok ini akan sangat membantu Kader PL untuk menemukan
masyarakat dengan suspek TB paru. Menurut penulis ide ini akan berhasil apabila jumlah
masyarakat yang peduli TB terus ditingkatkan, begitu juga dengan jumlah Kader PL dan
petugas kesehatan di Puskesmas yang kuantitas dan kualitasnya penting untuk di tingkatkan.
Membentuk masyarakat yang peduli TB membutuhkan gagasan inovasi yang dilakukan
pemegang program di Puskesmas untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam
temuan kasus baru, dengan harapan dapat dilakukannya tindakan promosi dan preventif
untuk mencegah terjadinya penularan kepada masyarakat lain.
Kelompok Peduli TBC merupakan program percepatan penemuan kasus TB yang
berbasis masyarakat (Community Base) menuju penguatan kapasitas masyarakat (Community
Capasity Building) dalam bidang penemuan, pencegahan dan pengobatan melalui sosialisasi,
pelatihan dan dukungan sarana. Selain itu Kelompok Peduli TB merupakan rekayasa sosial
(Social Engineering) dalam bidang pengelolaan (manajemen) penangan kasus TB paru.
Kelompok Peduli TB merupakan program yang berbasis pemberdayaan masyarakat
yang penting untuk dilakukannya penguatan diseluruh wilayah kerja UPT BLUD Puskesmas
Gunungsari, Kelompok ini bukan hanya bertujuan untuk menyadarkan masyarakat pada
keharusan untuk mengenal penyakit TB secara baik dan benar, namun lebih dari itu
kelompok ini diharapkan dapat menjadi ujung tombak penemuan kasus TBC dan sebagai
basis dalam mengubah prilaku masyarakat khususnya dalam pengendalian penyebaran
penyakit TBC. Peran serta masyarakat merupakan salah satu faktor penting untuk
memecahkan masalah kesehatan khususnya yang berkaitan dengan penemuan kasus baru
TBC.

1.2 Permasalahan

20
UPT BLUD Puskesmas Gunungsari merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten
Lombok Barat yang target capaian penemuan kasus TB masih fluktuatif. Pada sisi lain
pemerintah Kabupaten Lombok Barat terus berupaya meningkatkan jumlah tenaga kesehatan
dan fasilitas kesehatan setiap tahunnya yang bertujuan untuk meningkatkannya mutu
pelayanan kesehatan.
Untuk meningkatkan jumlah penemuan kasus TB tersebut maka akan dilakukan
penguatan terhadap pemberdayaan masyarakat yang sebelumnya akan dilakukannya
peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat untuk lebih mengetahui dan
memahami masalah-masalah yang menyebabkan rendahnya cakupan penemuan kasus baru
BTA (+) di UPT BLUD Puskesmas Gunungsari Kabupaten Lombok Barat.
Permasalahan yang diangkat dalam makalah ini adalah minimnya kelompok masyarakat
yang peduli terhadap masih tingginya penyebaran kasus TB paru dengan BTA (+) diwilayah
kerja UPT BLUD Puskesmas Gunungsari, oleh karena itu penyusun mengusulkan kerangka
pemecahan masalah secara operasional sebagai berikut :
Tabel 2. Masalah dan kerangka berfikir pemecahan masalah.

Masalah Pemecahan Masalah


Bagaimana Mengidentifikasi Melakukan visitasi langsung kepada
kelompok masyarakat yang peduli masyarakat sasaran melaui kader
terhadap penemuan, penanganan kesehatan dan tokoh masyarakat
kasus TB paru.? setempat.
Bagaimana mengidentifikasi dan Melakukan evaluasi langsung kepada
meningkatkan pengetahuan kelompok masyarakat dengan
masyarakat tentang penyakit TB menggunakan chekt lis atau alat ukur
paru khususnya tentang penemuan lainnya.
kasus baru di tengah
masyarakat..?
Berapa kelompok yang jumlah kelompok yang dibutuhkan
dibutuhkan dan berapa anggota adalah 7 kelompok sesuai dengan
masing-masing kelompok.? jumlah desa di kecamatan Gunungsari,
setiap kelompok terdiri dari 25 orang
Bagaimana kelompok memahami Melakukan sosialisasi tentang maksud
maksud dan tujuan program..? dan tujuan dan kerangka kerja
program kelompok pedulia TB secara
berkala pada setiap desa

Siapa saja yang akan melakukan Pendampingan akan dilakukan

20
pendapingan terhadap masing- langsung oleh pemegang program di
masing kelompok.? PKM dan pihak akademisi (STIKES
YARSI Mataram)
Siapa yang akan memanage Pemegang program dari PKM akan
kelompok disetiap desa..? langsung sebagai koordinator pusat
yang mengkoordinir tujuh ketua
kelompok atau petugas lapangan (PL)
dan akademisi yang telah dibentuk.
Bagaimana mekanisme kerja dari Sebelum dilakukannya program
kelompok peduli TB tersebut..? petugas PKM akan mempersiapkan
kelompok untuk mengenal TB dengan
baik. Setelah itu masing-masing
anggota akan dibagikan wilayah kerja
oleh PL atau pendamping dari
Akademis yang kemudian akan
dilakukan monitoring secara berkala
tentang temuan kasus tiap anggota.
Bagaimana proses evaluasi Evaluasi akan dilakukan secara
terhadap kegiatan kelompom bertahap pada setiap kelompok di
masyarakat peduli TB teresebut..? setiap desa baik oleh PL atau kalangan
akaemisi yang akan di koordnasikan
langsung oleh petugas dari Puskesmas
atau pemegang program.

1.3 Situasi Ketersediaan Sumber Daya Manusia


Salah satu yang menjadi penyebab rendahnya temuan kasus TB (BTA +) yakni masih
minimnya sumberdaya manusia Puskesmas yang diikuti dengan luasnya wilayah cakupan
program ikut mempengaruhi jumlah temuan. Permasalahan lain yang berhubungan dengan
penemuan kasus oleh petugas kesehatan di UPT BLUD Puskesmas Gunungsari adalah
pengetahuan, jangkauan dan keterampilan yang dimiliki oleh Kader Penjangkau Lapangan
(PL) yang dibentuk sebelumnya belum optimal dan masih minimnya kepedulian masyarakat
yang dengan penyakit TB, hal tersebut terjadi karena banyak kader penjangkau lapangan dan
masyarakat belum mengikuti pelatihan baik di tingkat kabupaten/kota atau Provinsi.

1.4 Permasalahan yang diangkat untuk diselesiakan melalui terobosan


Keterbatasan sumber daya manusia Puskesmas yang masih minim dan belum
maksimalnya peran dan fungsi Kader Penjangkau Lapangan (PL) yang telah dibentuk
20
sebelumnya mengispirasi penulis untuk memberdayakan masyarakat melalui kelompok-
kelompok kecil di seluruh wilayah kerja UPT BLUD Puskesmas Gunungsari secara merata.
Serta pelibatan perguruan tinggi kesehatan yang sudah ber MoU dengan Puskesmas dalam
hal ini STIKES YARSI Mataram. Keterlibatan institusi tersebut penting untuk menjadi
pendamping para kelompok yang di bentuk sekaligus untuk pembelajaran mahasiswa secara
langsung di lapangan.

20
BAB 2
TUJUAN DAN MANFAAT

2.1 Tujuan Kegiatan


1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari program pembentukan kelompok peduli TB adalah
meningkatkan jumlah temuan kasus TB yang terdeteksi sehingga memudahkan untuk
melakukan intervensi sedini mungkin untuk pencegahan penyebaran penularan pada
masyarakat lainnya.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan masyarakat khususnya masyarakat yang beresiko
penyakit TB paru
b. Mengidentifikasi kelompok masyarakat peduli TB paru berdasarkan desa masing
masing yang diakomodir oleh kader penjangkau lapangan yang sudah dibentuk oleh
petugas pemegang program UPT BLUD Pukesmas Gunungari.
c. Mengidentifikasi pengetahuan kelompok peduli TB tentang tanda dan gejala TB paru
yang lazim terjadi di tengah masyarakat.
d. Melakukan sosialisasi yang berkaitan dengan nama kelompok, kegiatan kelompok
dan kerangka kerja masing-masing kelompok.
e. Melaksanakan evaluasi secara berkala hasil kegiatan pada kelompok yang berada
pada setiap dusun di wilayah kerja UPT BLUD Puskesmas Gunungsari.

2.2 Manfaat Kegiatan


1. Meningkatkan temuan kasus TB paru yang baru yang sedang berkembang di tengah
masyarakat.
2. Meningkatkan pengetahuan kelompok masyarakat khususnya kelompok peduli TB yang
terpilih tentang tanda dan gejala klien dengan TB.
3. Penemuan kasus sedini mungkin akan memudahkan petugas dalam melakukan
penanganan dan pencegahan penyebaran TB paru di tengah masyarakat
4. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengenalan dan penanganan klien dengan
TB paru
5. Meningkatkan keterampilan masyarakat kelompok dalam medeteksi klien dengan TB
paru.
6. Terbentuk jaringan yang kuat yang berbasiskan masyarakat untuk memudahkan
penemuan kasus TB paru.

20
BAB 3
KERANGKA TEORI

3.1 KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


a. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan,
memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-
kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan (Sutoro E dalam Cholisin,
2011). Konsep pemberdayaan (masyarakat desa) dapat dipahami juga dengan dua cara
pandang. Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi berdiri
masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyek penerima manfaat (beneficiaries) yang
tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi
sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri.
Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggungjawab negara. Pemberian
layanan publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada
masyarakat tentu merupakan tugas (kewajiban) negara secara given. Masyarakat yang
mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan kapasitas mengembangkan
potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan sumberdayanya sendiri, menyelesaikan
masalah secara mandiri, dan ikut menentukan proses politik di ranah negara. Masyarakat
ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan dan pemerintahan (Sutoro E dalam C,
2011).

b. Pengertian Gerakan Pemberdayaan Masyarakat


Gerakan pemberdayaan masyarakat adalah upaya fasilitasi dan pemberian informasi
guna meningkatkan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam
menemukan, merencanakan, dan memecahkan masalah menggunakan
sumberdaya/potensi yang mereka miliki termasuk partisipasi dan dukungan tokoh
masyarakat serta lembaga swadaya masyarakat (LSM) (Kemenkes, 2014)

c. Tugas Pemberdayaan Masyarakat


Pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan oleh banyak elemen: pemerintah,
perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pers, partai politik, lembaga donor,
aktoraktor masyarakat sipil, atau oleh organisasi masyarakat lokal sendiri. Birokrasi
pemerintah tentu saja sangat strategis karena mempunyai banyak keunggulan dan
kekuatan yang luar biasa ketimbang unsur-unsur lainnya: mempunyai dana, aparat yang
banyak,
kewenangan untuk membuat kerangka legal, kebijakan untuk pemberian layanan publik,
dan lain-lain. Proses pemberdayaan bisa berlangsung lebih kuat, komprehensif dan

20
berkelanjutan bila berbagai unsur tersebut membangun kemitraan dan jaringan yang
didasarkan pada prinsip saling percaya dan menghormati (Sutoro Eko, 2012).
Dalam hal pada setiap desa telah terbentuk KPM, maka kemitraan KPM dan
pemerintahan desa perlu didorong untuk bersama-sama melakukan pemberdayaan
masyarakat. Ketika kemitraan mampu mendorong percepatan kemapanan ekonomi
masyarakat, berfungsi secara efektif pemerintahan desa (sistem politik lokal),
keteladanan pemimpim (elit lokal), dan partisipasi aktif masyarakat.

d. Langkah-Langkah Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat


Diantara Langkah-Langkah Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat adalah sebagai
berikut:
1) Peningkatan pengetahuan masyarakat melalui berbagai kegiatan pembinaan.
2) Menganalisis dan mendesain metode dan teknik kegiatan pemberdaya seperti
pelatihan, pengembangan media komunikasi untuk penyuluh individu, kelompok dan
massa, lomba, sarasehan dan lokakarya.
3) Mengupayakan dukungan pimpinan, program, sektor terkait pada tatanan dalam
bentuk komitmen dan sumber daya.
4) Mengembangkan metoda, teknik dan media yang telah diujicoba.
5) Membuat format penilaian dan menilai hasil kegiatan bersama-sama dengan lintas
program dan lintas sektor pada tatanan terkait.
6) Menyusun laporan serta menyajikannya dalam bentuk tertulis

3.2 KONSEP TB PARU


a. Definisi TB Paru
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat
kuatsehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering
menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia. Insidensi TBC dilaporkan
meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia. Demikian pula
di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah kesehatan,baik dari sisi angka
kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya.
Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan
China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan bahwa Tuberkulosis
(TBC) merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan pada tahun 1986
merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance memperkirakan di
Indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis / TBC baru pertahun dengan 262.000 BTA

20
positif atau insidens rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat
Tuberkulosis / TBC diperkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap tahun.
Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat
ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu
penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang
meninggal akibat TBC di Indonesia. Kenyataan mengenai penyakit TBC di Indonesia begitu
mengkhawatirkan, sehingga kita harus waspada sejak dini & mendapatkan informasi
lengkap tentang penyakit TBC.
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan,miskin,
atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat
juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan
oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia.
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993
menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%.
Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO
pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus
(256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus
baru.

b. Penyebab Penyakit TBC


Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam
sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali
ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang
jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru
kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP). Bakteri Mikobakterium tuberkulosa.
1) Kuman TBC
Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) disebabkan oleh kuman TBC
(Mycobacterium tuberculosis) yang sebagian kuman TBC menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lain. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula
sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.

2) Terjadinya TBC
Infeksi Primer:Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali
dengan kuman TBC. Percikan dahak yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga

20
dapat melewati sistem pertahanan mukosilierbronkus, dan terus berjalan sehingga
sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil
berkembang biak dengan cara membelah diri di paru, yang mengakibatkan
peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar
limfe disekitar hilus paru dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara
terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin
dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari
banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh
(imunitasseluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat
menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian ada beberapa kuman
akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya
tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa
bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC.
Tuberkulosis Pasca Primer: Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi
setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan
tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi buruk. Cirikhas dari tuberkulosis
pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi
pleura.
3) Cara Penularan TBC
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan
pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri
ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembangbiak
menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan
dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening.
Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh
seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan
lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru. Saat
Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera
akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui
serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui
pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan
parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah
yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan fotorontgen.

20
4) Faktor Orang Terkena TBC
a) Daya Tahan Tubuh yang kurang
Kemampuan untuk melawan infeksi adalah kemampuan pertahanan tubuh
untuk mengatasi organisme yang menyerang. Kemampuan tersebut tergantung
pada usia yang terinfeksi. Namun kekebalan tubuh tidak mampu bekerja baik
pada setiap usia. Sistem kekebalan tubuh lemah pada saat kelahiran dan perlahan-
lahan menjadi semakin baik menjelang usia 10 tahun. Hingga usia pubertas
seorang anak kurang mampu mencegah penyebaran melalui darah, sekalipun
lambat laun kemampuan tersebut akan meningkat sejalan dengan usia.
Tinggal berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif Pekerjaan kesehatan
yang merawat Pasien TB. Pasien-pasien dengan dahak yang positif pada hapusan
langsung (TB tampak di bawah mikroskop) jauh lebih menular, karena mereka
memproduksi lebih banyak TB dibandingkan dengan mereka yang hanya positif
positif pada pembiakan. Makin dekat seseorang berada dengan pasien, makin
banyak dosis TB yang mungkin akan dihirupnya.
b) Gizi Buruk
Terdapat bukti sangat jelas bahwa kelaparan atau gizi buruk mengurangi
daya tahan terhadap penyakit ini. Faktor ini sangat penting pada masyarakat
miskin, baik pada orang dewasa maupun pada anak. Kompleks kemiskinan
seluruhnya ini lebih memudahkan TB berkembang menjadi penyakit. Namun
anak dengan status gizi yang baik tampaknya mampu mencegah penyebaran
penyakit tersebut di dalam paru itu sendiri.
c) Orang Berusia Lanjut atau Bayi Pengidap Infeksi HIV/AIDS
Pengaruh infeksi HIV/AIDS mengakibatkan kerusakan luas system daya
tahan tubuh, sehingga jika terjadi infeksi seperti tuberculosis maka yang
bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila
jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TBC akan
meningkat, dengan demikian penularan TBC di masyarakat akan meningkat pula.

20
BAB 4
METODE PELAKSANAAN

4.1 Metode Kegiatan


Program ini terdiri dari empat tahapan kegiatan yakni tahap pertama adalah tahap
mengidentifikasi masalah, tahap kedua adalah sosialiasi dan pelatihan kelompok peduli TB,
tahap ketiga adalah tahap pelaksanaan pemberdayaan dan tahap terakhir adalah tahap
evaluasi dan monitoring. Program ini dilakukan untuk meningkatkan peran masyarakat
dalam meningkatkan jumlah temuan kasus TB paru di wilayah kerja UPT BLUD Puskesmas
Gunungsari dan upaya pencegahan penyebaran penularan TB di tengah masyarakat.
Pelatihan dilakukan terhadap semua anggota kelompok yang tidak mengenal dengan baik
tanda dan gejala TB dan penatalaksanaanya di tengah masyarakat. Pelatihan akan dilakukan
secara berkala di setiap desa sasaran program, dengan tujuan untuk meningkatkan kepedulian
dan pengetahuan masyarakat tentang TB. Upaya ini dilakukan untuk mensosialisasikan TB
sebagai upaya peningkatan jumlah temuan kasus baru, dan sebagai upaya pencegahan
penularan kepada masyarakat.
Program ini merupakan upaya pemberdayaan terhadap masyarakat dalam suatu
kelompok secara mandiri. Program ini terlaksana atas dasar kesulitan pemerintah untuk
mengurangi tingkat Drop out Klien TB (Sub Direktorat TB, 2013). Implementasi program ini
berdasarkan Comunity Base Care Model sebagai dasar pengembangan program
pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu intervensi keperawatan
komunitas yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah temuan kasus TB yang terdeteksi
ditengah masyarakat sebagai awal sebelum dilakukan pencegahan penyebaranya.

4.2 Tahap Kegiatan


Dalam program pembentukan kelompok peduli TB di wilayah kerja UPT BLUD
Puskesmas Gunungsari Kabupaten Lombok Barat akan dilakukan dengan melalui berbagai
tahapan kegiatan, diantara tahapan yang akan dilakukan pemegang program TB, para
akademisi dan masyarakat yakni:
a. Tahap Identifikasi
Tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan
penemuan kasus baru di tengah masyarakat di tujuh desa di wilayah kerja UPT BLUD
Puskesmas Gunungsari. Identifikasi masalah dilakukan secara langsung melakukan
observasi dilapangan atau dengan cara Focus Group Discussion (FGD) di masing-masing
desa. FGD bertujuan untuk mengidentifikasi potensi dan hambatan dalam pelaksanaan
program pembentukan kelompok peduli TB. Setelah FGD selesai, pemegang program di
Puskesmas akan menjelaskan program pembentukan kelompok peduli paru yang akan
dikembangkan. Tahap ini diperlukan untuk membentuk atau menjaring kelompok

20
masyarakat yang peduli terhadap penyakit TB Paru khususnya pada upaya penemuan
kasusnya.
Kelompok ini terdiri dari sekumpulan orang yang tinggal berdasarkan dusun tempat
tinggal masing-masing, yang berbagi masalah, pengalaman dan saling membantu satu
sama lainnya dalam menyelesaikan masalah. Pertemuan selanjutnya dilaksanakn untuk
mempersiapkan pelatihan terhadap kelompok yang telah dibentuk mengenai TB dan cara
pengenalanya termasuk mendiskusikan kegiatan kelompok masing-masing dusun. Tahap
ini diakhiri dengan pembuatan modul dan buku panduan bagi anggota kelompok dan
ketua kelompok. Tahap identifikasi juga dilaksanakan untuk melihat sejauh mana
pengetahuan anggota kelompok tentang TB dan keterampilan anggota kelompok untuk
mengenal dan perawatan TB secara mandiri.
b. Tahap Pelatihan
Pelatihan pada program pembentukan kelompok peduli TB akan memfokuskan
pada penemuan kasus baru TB di tengah masyarakat. Pelatihan tersebut ditujukan untuk
anggota kelompok masing-masing dusun dan pihak akademisi akan diberikan pelatihan
tentang peran dan tanggung jawab sebagai supervisor terhadap kelompok. Materi dan
role play pada pelatihan anggota kelompok peduli TB akan diberikan oleh pihak
akademisi (STIKES YARSI Mataram) yang sekaligus sebagai pendamping atau
supervisor pada masing masing kelompok. Supervisi yang akan dilakukan akan berfokus
pada penemuan kasus baru bukan pengobatan atau pengendalian.
c. Tahap pelaksanaan
Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dalam bentuk kelompok peduli TB akan
dilaksanakan dalam bentuk sosialisasi atau pembagian informasi yang akan dilakukan
oleh para akademisi (STIKES YARSI Mataram) dan petugas puskesmas bersama para
Kader Penjangkau Lapangan (PL) kepada kelompok masyarakat yang peduli terhadap
penyakit TB yang telah dibentuk sebelumnya oleh pemegang program di Puskesmas
berdasarkan dusun masing masing. Informasi yang akan dibagikan yakni informasi
tentang pengertian TB, tanda dan gejala TB, cara penularannya TB paru, cara perawatan
TB Paru, pengobatan TB paru, efek pengobatan TB paru dan khususnya tentang
pentingnya penemuan kasus baru TB paru oleh masyarakat untuk dilakukannya
pengobatan atau pencegahan penyebaran oleh pemegang program di Puskesmas.
Sosialisasi tersebut akan dilakukan secara bertahap pada setiap desa.
d. Evaluasi Dan Monitoring
Evaluasi sangat penting untuk dilaksanakan untuk menilai keefektifan program
dalam meningkatkan jumlah temuan kasus baru TB paru di wilyah kerja UPT BLUD
Puskesmas Gunungsari Kabupaten Lombok Barat. Monitoring akan dilakukan setiap
bulan di masing-masing kelompok untuk mengetahui capaian atau jumlah kasus yang
telah ditemukan. Evaluasi dan monitoring akan dilakukan oleh para akademisi dan

20
petugas pemegang program TB di Puskesmas sebagai supervisor terhadap kelompok
binaan masing-masing. Evaluasi kegiatan kelompok dilakukan selama proses dan akhir
kegiatan program serta pada aspek pencapaian tujuan kegiatan dan juga penyelenggaraan
kegiatan. Evaluasi proses dan hasil (pencapaian tujuan kegiatan pembentukan kelompok
peduli TB) dilakukan dengan wawancara, dan melakukan observasi untuk mengetahui
nilai pengetahuan dan gambaran prilaku anggota kelompok setelah program
dilaksanakan. Evaluasi proses telah dilaksanakan namun, evaluasi akhir kesusksesan
program akan terlihat pada jumlah temuan kasus TB Paru BTA+ oleh kelompok yang
telah dibentuk, apakah sudah mencapai target yang telah ditentukan sebelumnya atau
tidak.

20
BAB 5
HASIL PEMBENTUKAN KELOMPOK PEDULI TB

5.1 Distribusi Kelompok Peduli TB Paru Berdasarkan Desa.


No Desa Nama PL Jumlah Kelompok
1 Kekait Musleh 7
2 Sesela Muhibah 9
3 Jatisela Rini 5
4 Gunungsari Munif 8
5 Tamansari Ernawati 13
6 Guntur Macan Mursid 7
7 Midang Kartini 6
Sumber: Data Primer
5.2 Waktu Pelaksanaan Pembentukan Kelompok
Pembentukan kelompok peduli TB paru pada masing-masing desa di wilayah kerja UPT
BLUD Puskesmas Gunungsari diselenggarakan pada pukul 09.00 - 11.30 pada hari dan
tanggal yang berbeda beda setiap desanya yang berlangsung di aula desa masing-masing.
No Desa Hari Tanggal Fasilitator
1 Kekait Jumat 29/05/2015 Irwan Budiana
2 Sesela Senin 29/06/2015 Irwan Budiana
3 Guntur Macan Selasa 28/07/2015 Dr. IGA Ariawan
4 Midang Kamis 29/08/2015 Syamdarniati
5 Jatisela Selasa 29/09/2015 Dr. IGA Ariawan
6 Tamansari Kamis 29/10/2015 Ni Ketut Metri
7 Gunungsari Kamis 28/11/2015 Ni Ketut Metri
Sumber: Data Primer
Pelaksana Pembentukan kelompok peduli TB dilaksanakan oleh UPT BLUD Puskesmas
Gunungsari . Dalam pelaksanaan kegiatan sebagai nara sumber adalah petugas dari UPT
BLUD Puskesmas Gunungsari dan pendampingan dari STIKES YARSI MATARAM dalam
memberikan materi. Pembentukan kelompok peduli Tb terdiri dari kader kesehatan,
TOGA, TOMA dan dari masyarakat yang peduli kesehatan masyarakat dilingkungannya.

20
5.3 Kerangka Kerja Kelompok

5.4 Kegiatan Lain yang dilakukan dalam pembentukan Kelompok


Dalam kegiatan pembentukan kelompok dilakukan juga kegiatan lain yang mendukung
kinerja anggota kelompok. Diantara kegiatan lainnya adalah:
a. Sosialisasi Penyakit TBC untuk semua anggota kelompok peduli TB
b. Penjaringan kasus TB dengan cara melakukan pengambilan dahak langsung kepada
tersangka TB.
c. Membantu keluarga dalam melakukan pengawasan minum obat bagi penderita yang
sedang menjalani pengobatan
d. Melapor kepada kader PL atau Petugas puskesmas apabila ada tersangka TB yang tidak
mau diperiksa dahaknya.

5.5 Keberhasilan yang diperoleh


Keberhasilan yang diperoleh dari terbentuknya kelompok peduli TB dari tahun 2014
ke tahun 2015 adalah adanya peningkatan capaian indikator kerja dari program TB yang
dapat dilihat pada tabel 1.3 dibawah ini.
Tabel 1.3 Tabel perbandingan angka capaian indikator kerja program TB UPT BLUD
Puskesmas Gunungsari tahun 2014-2015
No Indikator Program Target Sebelum Setelah Trend
Inovasi Inovasi
Tahun 2014 Tahun 2015
1 Proporsi Suspek >50% 52,35 % 67,37 % Naik 15,02 %
2 Proporsi BTA Positif diantara 5-15% 9,34 % 8,15 % -
suspek
3 Proporsi pasien TB paru BTA >65% 72,15 % 84,21 % Naik 12,06 %
Positif diantara semua pasien TB
paru tercatat/diobati
4 Proporsi pasien TB anak diantara <15% 5,68 % 1,27 % Turun 4,41 %
seluruh pasien TB

20
No Indikator Program Target Sebelum Setelah Trend
Inovasi Inovasi
Tahun 2014 Tahun 2015
5 Angka penemuan kasus (Case 70% 49,14 % 54,74 % Naik 5,6 %
Detection Rate = CDR)
6 Angka Notifikasi kasus (Case 158,60 142,38 -
Notification Rate = CNR)
7 Angka Konversi (Conversi Rate) 80% 85,45 % 89,47 % Naik 4.02 %
8 Angka Kesembuhan (Cure Rate) 85% 76,36 % 89,47 % Naik 13,11 %
9 Angka Keberhasilan pengobatan 85% 78,18 % 89,47 % Naik 11,29 %
10 Angka Kesalahan Laboratorium 0-5 0 0 -
11 Angka Keberhasilan rujukan - - - -
12 Angka Default <5% 7,27 % 3,51 % Turun 3,76%

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa adanya peningkatan capaian indikator kerja dari
program TB. Dilihat dari tujuan pembentukan kelompok peduli TB adalah adanya
peningkatan jumlah temuan kasus TB di masyarakat maka indikator kerja yang dapat kita
lihat adalah adanya peningkatan penemuan suspek sebesar 15,02 % dan peningkatan angka
penemuan kasus sebesar 5,6 %.
Disamping itu dengan adanya kelompok peduli TB angka kesembuhan meningkat
sebesar 13,11 % dan angka default menjadi turun sebesar 3,76 %. Hal ini terjadi karena
adanya keterlibatan dari kelompok peduli TB dalam pemantauan pengobatan penderita TB.
Peningkatan angka-angka yang dicapai pada indikator kerja program TB ini yang
menjadi point dari kegiatan inovasi. Disamping itu kegiatan inovasi ini lebih menitik
beratkan pada pemberdayaan masyarakat sehingga dengan adanya kepedulian dari kelompok
masyarakat tentang penyakit TBC maka penularan penyakit TBC di masyarakat dapat
dicegah secara dini.

5.6 Keunggulan dari inovasi


Dengan terbentuknya kelompok peduli TB sangat membantu pemegang program TB
dalam meningkatkan penjaringan kasus TB di masyarakat. Adanya kelompok di masyarakat
yang memiliki pengetahuan dan peduli akan penularan TB paru akan memudahkan
pencegahan penularan dan penyebarannya kepada masyarakat lainnya.
Kelompok Peduli TB merupakan program yang berbasis pemberdayaan masyarakat.
Dimana masyarakat sebagai partisipan yang mandiri mampu mengembangkan potensi-kreasi,
mengontrol lingkungan dan sumberdayanya sendiri serta menyelesaikan masalah secara
mandiri.
Dengan adanya kelompok peduli TB sangat membantu kader PL dan pemegang program
TB dalam menyebarkan informasi tentang penyakit TBC, sehingga mempermudah deteksi
dini kasus TB dan mempercepat penanganan kasus TB.

20
5.7 Kendala dalam pelaksanaan
Setiap kegiatan yang dilakukan tentu tidak akan bejalan sesuai yang diharapkan, pasti
ada kendala yang akan dihadapi dalam proses pelaksanaan kegiatan. Adapun kendala yang
dihadapi selama proses pelaksanaan kegiatan program adalah masih adanya kelompok peduli
TB yang belum dapat diajak bekerjasama oleh kader PL. Masih banyak masyarakat yang
belum mau memeriksakan diri meskipun telah mengalami gejala TB.

5.8 Rencana Tindak Lanjut


a. Kelompok peduli TB akan melakukan penjaringan kasus TB di masing-masing dusun yang
akan di evaluasi PL secara berkala.
b. Kelompok peduli TB dapat memonitor proses pengobatan pada pasien yang sudah
dinyatakan positif TB
c. Kelompok peduli TB dapat mendorong anggota keluarga/ yang kontak langsung penderita
terutama pasien TB untuk melakukan pemeriksaan dahak
d. Kelompok peduli TB di dusun dapat mendorong terbentuknya kelompok peduli TB di setiap
RT.
e. Pembuatan Modul untuk kelompok peduli TB.
f. Pembuatan struktur organisasi kelompok peduli TB di dusun dan disahkan oleh kepala desa
setempat dengan pembuatan SK Kelompok Peduli TB perdusun.

20
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Kegiatan pembentukan kelompok peduli TB ini terdiri dari penyuluhan kesehatan dan
pelatihan kelompok. Penyuluhan yang diberikan adalah penyuluhan tentang definisi
pengertian TB, tanda dan gejala TB, cara penularannya TB paru, cara perawatan TB Paru,
pengobatan TB paru, efek pengobatan TB paru dan khususnya tentang pentingnya penemuan
kasus baru TB paru oleh kelompok untuk dilakukannya pengobatan atau pencegahan
penyebaran oleh pemegang program di Puskesmas. Sosialisasi tersebut akan dilakukan secara
bertahap pada setiap desa.
Disamping itu sosialisasi mengenai peran dan fungsi kelompok dan penyuluhan lainnya
yang diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada kelompok
tentang penemuan kasus TB paru BTA (+) sebagai solusi masalah penyebaran TB paru di
tengah masyarakat sasaran. Pelatihan kelompok atau kader yang dibentuk dilakukan secara
berkelanjutan dan diharapkan akan baik oterbentuk kelompok-kelompok baru di masyarakat.

6.2 Saran
a. Institusi Pelayanan Kesehatan
Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan yang lain yang ada di wilayah Kabupaten Lombok
Barat, pembentukan kelompok peduli TB ini agar menjadi inspirasi untuk dapat
dilaksanakan di Institusi Pelayanan Kesehatan masing-masing, sehingga cakupan
penjaringan kasus TB dapat meningkat.
b. Petugas Kesehatan
Bagi Petugas Kesehatan khususnya programmer TB menjadi bahan masukan yang
mungkin dapat dijadikan contoh untuk digunakan dalam melaksanakan program TB di
tempat tugas masing-masing.
c. Masyarakat
Dengan adanya kegiatan program dalam bentuk pemberdayaan masyarakat tersebut
diharapkan mampu memberikan contoh dan inspirasi kepada masyarakat lainnya. Begitu
juga dengan penguatan peran tokoh agama dan masyarakat untuk terus mendorong semua
masyarakat untuk terus berupaya melakukan pencegahan terhadap penyebaran TB paru.
Dengan demikian kemandirian masyarakat untuk hidup sehat akan dengan mudah dapat
dicapai tanpa mengeluarkan pengeluaran yang cukup besar seperti yang terjadi saat ini.
d. Dinas Kesehatan
Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat dapat menjadi perhatian khususnya
bagian Dalkit PL untuk dapat memasukkan kegiatan pembentukan kelompok TB dalam
menu rencana kegiatan tahunan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, N. 1990. Diagnostik Tuberkulosis Paru dan Penanggulangannya, Universitas


Indonesia,Jakarta

Depkes RI, 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Edisi 2. Jakarta.

Enggram, Barbara. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart. Alih
Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.

Hastono, SP & Sabri, L (2010). Statistik Kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Press.

Kusnindar, 1990. Masalah Penyakit tuberkulosis dan pemberantasannya di Indonesia.


CerminDunia Kedokteran, No. 63 hal. 8 –12.

Nursalam (2013). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi Revisi.
Jakarta: Salemba Medika.

Tjandra Y.A, 1994. Masalah Tuberkulosis Paru dan penanggulangannya, Universitas Indonesia.
Jakarta.

20
LAMPIRAN 1:Rincian Anggaran Biaya Pembentukan Kelompok Peduli TB
No Uraian Jumlah Waktu Nilai satuan Total

1. Transport peserta 50 Org 2 Hr 20.000,- 2.000.000,-


2. Konsumsi 55 Org 2 Hr 6.000,- 660.000,-
3. Transport Narasumber 1 Org 2 Hr 35.000,- 100.000,-
4. Fotocopy Materi 50 org 2.000,- 100.000,-
5. Spanduk 2 Buah 70.000,- 140.000,-

Jumlah Total 3.000.000,-

LAMPIRAN 2; Dokumentasi Pembentukan Kelompok Peduli Tb

20
LAMPIRAN 3: Susunan acara pengabdian masyarakat Pembentukan kader peduli tb di wilayah
kerja pkm. Gunungsari tahun 2016
Hari/Tanggal: Rabu, 17 Februari 2016 di Desa Kekait, dan
Jum’at. 19 Februari Tahun 2016 di Desa Sesele Mulai Pukul: 10.00-11.30
No. Waktu Acara Pembicara Ket.
111
10.00-10.05 Pembukaan Moderator: Ni Pengelola TB
Ketut Metri.,Ners PKM Gunung
Sari
2210.05-10.20 Pemberi Sambutan H. Abdillah. Z Dikes Lobar
3 10.20-10.45 Pemateri dr. Agung PKM
Ariawan
4 10.45-11.15 Session Tanya Jawab
20
5 11.15-11.30 Penutup dan
Pengukuhan perwakilan
Kader Peduli TB

20
LAMPIRAN 4: Jadwal Kegiatan
Pelaksanaan
Kegiatan Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 6
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Survei Lokasi Kegiatan
Persiapan Perizinan
Pembentukan Kelompok
Sosialisasi dan Pelatihan
Pendampingan
Evaluasi Mentoring

20

Anda mungkin juga menyukai