i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat mengerjakan makalah yang berjudul
“Sistem Pemberian Warisan Adat Masyarakat Desa Sinar Resmi pada Anak
Mereka” dengan baik.
Makalah ini telah diselesaikan berkat kerjasama dari berbagai pihak khusunya
dosen mata kuliah Hukum Adat, yang memberikan berbagai bantuan, arahan, dan
masukan. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih. Meski demikian
penulis menyadari masih banyak kekuranga dan kekeliruan di dalam penilisan makalah
ini. Penullis secara terbuka menerima kritik dan saran yang positif.
Demikian kata pengantar ini disampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi masyarakat umum dan untuk penulis sendiri khususnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...............................................................................................................i
KATA PENGANTAR .............................................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian ..............................................................................................3
1.5 Metode Penelitian ................................................................................................4
1.6 Sistematika Penulisan ..........................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................6
2.1 Hukum Adat ........................................................................................................6
2.2 Masyarakat Hukum Adat.....................................................................................7
2.3 Harta Warisan ......................................................................................................9
2.4 Hukum Waris Adat .............................................................................................10
2.5 Sistem Pewarisan Masyarakat Hukum Adat........................................................12
BAB III PEMBAHASAN .......................................................................................13
3.1 Kehidupan Masyarakat Desa Sinar Resmi ..........................................................13
3.2 Subjek Waris Masyarakat Desa Sinar Resmi ......................................................15
3.3 Objek Waris Masyarakat Desa Sinar Resmi .......................................................17
BAB IV ANALISIS .................................................................................................18
4.1 Pelaksanaan Pembagian Waris Kepada Anak Oleh Masyarakat Desa
Sinar Resmi ........................................................................................................18
4.2 Penyelesaian Sengketa Waris Oleh Masyarakat Desa Sinar Resmi ...................20
BAB V PENUTUP....................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum adat dewasa ini semakin terkikis oleh perkembangan zaman yang
semakin modern dan kelompok masyarakat yang semakin banyak, terjadi pula
penggabungan antar kelompok masyarakat yang satu dangan yang lain, dikarenakan
pertalian perkawinan dan kerja sama, maka secara berangsur terbentuklah hukum
adat. Hukum dalam pikiran masyarakat adat adalah pemahaman individual dan
personal terhadap hukum, maka dalam masyarakat hukum adat adalah jiwanya,
karena tidak mungkin masyarakat adat hidup tanpa adanya hukum. 1
Hidup manusia setiap saat dikuasi oleh hukum, hukum mencampuri urusan
manusia sebelum ia lahir dan sampai ia meninggal dunia. Sejak lahir manusia
merupakan pendukung hak, segala benda yang mengelilingi kita adalah hak
pergaulan hidup manusia terjadi dari pada hubungan yang jumlahnya tak terhingga
antara manusia dengan manusia, hubungan yang langsung dari asal usul, pertalian
darah, perkawinan, tempat tinggal, kebangsaan, perdagangan, sewa menyewa
semua hubungan tersebut diatur oleh hukum (rechtsbetrekkingen). Jadi hukum
tidak hanya menjelma di ruang pengadilan tetapi selalu menjelma di dalam
pergaulan hidup dan tindakan-tindakan manusia. 2
1
[1] Dominikus Rato, Hukum Perkawinan dan Waris Adat, Surabaya, Laksbang Justitia, 2011, hlm. 3
[2] L.J. Van Apeldorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Pradnya Paramita, 2004, hlm. 6.
an hak atas seseorang setelah ia meninggal dunia kepada ahli warisnya. Belum
adanya hukum nasional yang mengatur kewarisan secara khusus menyebabkan
penduduk dapat menggunakan hukum sendiri-sendiri dalam penentuan pembagian
warisan.
Hukum sangat erat kaitannya dengan keadilan. Bahkan ada pendapat bahwa
hukum harus digabungkan dengan keadilan agar benar-benar berarti sebagai
hukum, karena memang tujuan hukum itu adalah tercapainya rasa keadilan kepada
masyarakat. 3 Sesuai dengan tujuan hukum di atas, hukum adat sejatinya menjamin
rasa ketertiban dan keadilan dari masing-masing pihak yang menganutnya.
2
[3] M. Agus Santoso, Hukum, Moral, & Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum (Jakarta:
Prenandamedia Group, 2012), hlm. 91
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini ada
beberapa masalah yang dirumuskan yaitu :
3
1.5 METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yang bersifat
kualitatif. Adapun ciri dari metode kualitatif adalah data yang disajikan berupa
gambaran kata-kata, pendapat, ungkapan, gagasam, norma, atau aturan-aturan dari
4
fenomena yang diteliti. Untuk memperjelas jalannya penelitian ini, maka ada 2
bentuk metode penelitian yang diuraikan sebagai berikut :
Langkah awal dalam penelitian ini adalah mengumpulkan sumber data. Sumber
data dalam penelitian ini dibedakan menjadi data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh penulis secara langsung dari sumbernya seperti wawancara
dengan tokoh adat yang terkait langsung dengan penelitian ini. Dalam hal ini
adalah toko adat Desa Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi,
Provinsi Jawa Barat. Data sekunder adalah sumber tulisan orang lain seperti
literature hukum yang terkait dengan kewarisan, jurnal, artikel ilmiah, serta
media online lainnya.
4
[4] Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 3
1. Bab I Pendahuluan
Memuat tinjauan pustaka mengenai hukum adat, masyarakat hukum adat, harta
warisan, hukum waris adat, dan sistem pewarisan masyarakat hukum adat.
4. Bab IV Analisa
5. Bab V Pentup
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hukum adat Indonesia yang normatif pada umumnya menujukan corak yang
tradisional, keagamaan, kebersamaan, konkret dan visual, terbuka dan sederhana
dapat berubah dan menyesuaikan, tidak dikondifikasi, musyawarah dan mufakat. 5
a. Tradisional
Hukum adat itu pada umumnya bercorak tradisional, artinya bersifat turun
temurun, dari zaman nenek moyang sampai ke anak cucu sekarang keadaannya
masih tetap berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan.
b. Keagamaan
Hukum adat itu pada umumnya bersifat keagamaan, artinya perilaku atau
kaidah-kaidah hukumnya berkaitan dengan kepercayaan terhadap yang ghaib
dan atau berdasarkan pada ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa.
c. Kebersamaan
Hukum adat mempunyai corak yang bersifat kebersamaan yang artinya ia lebih
mengutamakan kepentingan bersama dimana kepentingan pribadi itu diliputi
oleh kepentingan bersama. Satu untuk semua dan semua untuk satu hubungan
hukum antara anggota masyarakat yang satu dan yang lain didasarkan oleh
kebersamaan, kekeluargaan, tolong-menolong dan gotong royong.
Corak hukum adat adalah konkret artinya jelas, nyata, berwujud, dan arti visual
dapat dilihat, tampak, tidak tersembunyi. Jadi sifat hubungan hukum yang
berlaku dalam hukum adat itu terang dan tunai, tidak samar-samar dapat dilihat
dan didengar orang lain.
[5] Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Maju Mundur, Bandung, 2014, hlm.
33-38.
6
e. Terbuka dan sederhana
Corak hukum adat terbuka artinya dapat menerima masukan unsur-unsur yang
datang dari luar, asal tidak bertentangan dengan hukum adat sendiri. Corak dan
sifatnya yang sederhana bersahaja dan tidak rumit mudah dimengerti dan
dilaksanakan berdasarkan saling percaya.
Hukum adat dapat berubah sesuai dengan keadaan, waktu, dan tempat. Karena di
masa sekarang hukum adat banyak yang sudah disesuaikan dengan perkebangan
zaman.
g. Tidak dikondifikasikan
Hukum adat kebanyakan tidak tertulis, walapun ada juga yang dicatat dalam
aksara daerah, bahkan ada yang dibukukan dengan cara yang tidak sistematis
namun hanya sekedar sebagai pedoman bukan mutlak harus di laksanakan,
kecuali yang bersifat perintah Tuhan.
[6] Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia Edisi Revisi, Maju Mandar, Bandung,
2014,hlm105
7
Secara teoritis pembentukan masyarakat hukum adat disebabkan adanya faktor
ikatan yang mengikat masing-masing anggota masyarakat hukum adat tersebut.
Faktor ikatan yang membentuk masyarakat hukum adat secara teoritis adalah
faktor genealogis (keturunan) dan faktor teritorial (wilayah). 7
[7] Dewi Wulansari, Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar, PT Refika Aditama, Bandung, 2012, hlm.
25.
8
2. Masyarakat Matrilineal, susunan masyarakat ditarik dari garis keturunan ibu,
contohnya di Minangkabau, Semendo Kerinci dan suku kecil di Timor.
Masyarakat ini tidak mudah dikenal walapun ada nama-nama keturunan
sukunya, tetapi jarang di gunakan secara umum.
Harta warisan adalah semua harta benda yang ditinggalkan oleh seorang yang
meninggal dunia, baik harta benda itu sudah dibagi atau belum terbagi. Pengertian
dibagi pada umumnya berarti bahwa harta warisan itu terbagi-bagi pemilikanya
kepada para ahli waris dan suatu pemilikan atas harta warisan tidak berarti
pemilikan mutlak perseorangan. 8
1. Harta Asal
Semua harta kekayaan yang dikuasai dan dimiliki pewaris sejak mula pertama,
baik berupa harta peninggalan ataupun harta bawaan yang dibawa masuk
kedalam perkawinan dan kemungkinan bertambah selama perkawinan sampai
akhir hayatnya. Dengan disebut harta barang asal atau harta asal maka ia
dibedakan dari harta pencaharian yaitu harta yang didapat oleh pewaris bersama
istri atau suami almarhum selama didalam ikatan perkawinan sampai saat
putusnya perkawinan karena kematian atau karena perceraiaan.
2. Harta Pemberian
Harta pemberian adalah termasuk juga harta warisan yang asalnya bukan di
dapat kerena jerih payah bekerja sendiri, melainkan karena hubungan cinta kasih
balas
9
[8] Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 8
budi atau jasa atau karena suatu tujuan. Pemberian dapat dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang kepada seseorang atau kepada suami istri
bersama atau keluarga.
3. Harta Pencaharian
Harta pencaharian pada umumnya dimaksudkan semua harta yang didapat suami
istri bersama selama dalam ikatan perkawinan.
4. Hak-Hak Kebendaan
Hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang
bagaimana harta peninggalan atau harta warisan diteruskan atau dibagi dari pewaris
kepada para waris dan dari generasi ke generasi berikutnya. 9
Harta warisan adat terdiri dari harta yang tidak dapat dibagi bagikan
penguasaan dan pemilikannya kepada para waris dan ada yang dapat dibagikan.
Harta yang tidak terbagi adalah milik bersama para waris, ia tidak boleh dimiliki
secara perseorangan, tetapi ia dapat dipakai dan dinikmati. 10
10
[9] [10] Dominikus Rato, Hukum Perkawinan dan Waris Adat, Surabaya, Laksbang Justitia, 2011, hlm,
203
Hukum waris sangat erat kaitanya dengan ruang lingkup kehidupan manusia,
sebab setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan
kematian. Akibat hukum yang selanjutnya timbul, dengan terjadinya peristiwa
hukum kematian seseorang. Diantaranya ialah masalah bagaimana pengurusan dan
kelanjutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia
tersebut.
Pemberian suatu harta dari pewaris kepada ahli waris sesudah meninggal
dunianya merupakan proses yang sangat universal dalam setiap hukum adat yang
ada di dalam masyarakat adat di Indonesia. Akan tetapi, pemberian harta warisan
sebelum si pewaris meninggal dunia (semasa hidupnya) merupakan suatu hal yang
tidak biasa dalam hukum waris pada umumnya, namun hal tersebut dalam hukum
adat merupakan penerapan dari suatu asas atau prinsip pewarisan, yaitu : “Menurut
Hukum Adat, harta warisan itu meliputi semua harta benda yang pernah dimiliki
oleh si peninggal harta atau pewaris semasa hidupnya. Jadi, dalam hal ini tidaklah
hanya terbatas pada harta yang dimiliki pada saat si pewaris meninggal”. 11
Hukum warisan menurut hukum waris adat tidak merupakan kesatuan yang
dapat dinilai harganya, tetapi merupakan kesatuan yang tidak terbagi atau dapat
terbagi menurut jenis macamnya dan kepentingan para warisnya. Harta waris adat
terdiri dari harta yang tidak dapat dibagi-bagikan penguasaanya dan pemilikanya
kepada para waris dan ada yang dapat di bagikan, harta yang tidak terbagi adalah
harta milik bersama para ahli waris ia tidak boleh dimiliki secara perseorangan,
tetapi ia dapat dipakai dan dinikmati. Hukum waris adat ini tidak mengenal istilah
legitime portie (bagian mutlak), dimana untuk para ahli waris telah ditentukan hak-
hak waris atas bagian tertentu dari harta warisan.
11
[11] Datuk Usman, Diktat Hukum Adat, Bina Sarana Balai Penmas SU, Medan, 1988, Hlm. 145
Sistem kewarisan adat yang berbeda antara satu suku dengan suku lainnya
merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa yang tak ternilai dan patut
dipertahankan sebagai bagian dari sistem kebudayaan nasional. Ketaatan suatu suku
untuk tetap menjujung tinggi sistem kewarisan adat merupakan suatu nilai-nilai
luhur yang dapat membendung pengaruh budaya luar.
Sistem kewarisan mayorat sama dengan juga sistem kewarisan kolektif, namun
dengan cara yang lebih khusus yaitu dengan cara meneruskan dan mengalihkan
hak penguasaan atas harta warisan yang tidak terbagi itu untuk dilimpahkan
kepada anak tertua tersebut berkedudukan sebagai penerus tanggung jawab
orang tua yang telah meninggal. Anak tertua diberi kewajiban untuk mengurus
dan memelihara adik-adiknya yang belum dewasa dengan memanfaatkan hasil
harta warisan penerus dari orang tua sampai mereka dewasa dan berpencarian
sendiri.
Sistem pewarisan adalah sistem waris yang mengalihkan harta warisan kepada
ahli waris kerabat sebagai kesatuan yang terbagi-bagi. Harta warisan biasanya
berupa benda tidak bergerak seperti tanah, sawah, kebun, ladang, rumah atau
bangunan lainnya. Setiap ahli waris kerabat berhak untuk mengusahakan,
menggunakan atau pun memperoleh hasil dari harta warisan kolektif tersebut.
Pemanfaatan harta warisan kolektif diatur bersama atas dasar musyawarah dan
mufakat.
12
dialihkan kepada pihak lain. sistem pewarisan individual (perseorangan) terdapat
pada kelompok masyarakat Parental.
BAB III
PEMBAHASAN
Menurut hasil wawancara, Desa Sinar Resmi awalnya merupakan bagian dari
Desa Cikaret, dengan pemimpin awal yaitu Ama Rusdi. Selama terjadi konflik
nasional dan politik antara tahun 1960 – 1971, membuat masyarakat desa setempat
bingung dan menolak. Konflik tersebut diantaranya adanya G30SPKI pada tahun
1965, serta adanya seruan pemerintah kepada masyarakat untuk berpindah haluan
ke partai Golongan Karya.
Pada tahun 1977, akhirnya Desa Sirna Resmi didirikan. Desa Sinar Resmi
terdiri dari2 kata yaitu sinar dan resmi. Kata “Sinar” berarti muncul, dan “Resmi”
berarti sah. Nama desa ini dicetuskan oleh Abah Ardjo dan Gubernur Jawa Barat,
Sholihin, yang saat itu menjabat. Dalam mencetuskan nama Desa Sinar Resmi,
sebelumnya dilakukan dulu ritual berupa selamatan dan makan bersama di rumah
kepala adat. Peresmian Desa Sinar Resmi ditandai dengan menanam pohon
beringin pada keesokan harinya setelah selamatan di malam hari.
Masyarakat adat Desa Sinar Resmi tidak pernah terlepas dari filosofi-filosofi
hidup dan berbagai aturan adat yang sudah menjadi satu jiwa pada diri masyarakat
kasepuhan sendiri. Rumahtangga masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi pada
dasarnya bergantung pada sumberdaya alam sebagai sumber nafkah, yakni melalui
kegiatan pertanian. Kegiatan pertanian yang dilakukan oleh rumahtangga
13
masyarakat kasepuhan dengan sistem pertanian tradisional khususnya tanaman
padi.
Hasil panen padi masyarakat Desa Sinar Resmi dikumpulkan ke lumbung atau
yang biasa disebut Leuit Sijimat. Padi dari warga desa tersebut digunakan untuk
kepentingan warga juga. Bagi mereka yang kekurangan padi dapat meminjam padi
dan mengembalikan sesuai dengan jumlah yang dipinjam. Untuk menampung hasil
panen tersebut, aturannya setiap rumah memiliki satu leuit. Di lumbung itu stok
pangan keluarga tersebut disimpan. Setelah panen hasilnya pun tidak
diperjualbelikan, melainkan hanya untuk dikonsumsi masyarakat setempat.
14
kerja sama di antara warga Kasepuhan diatur menurut adat, kerja sama tersebut
berlaku pada pekerjaan pertanian ataupun kehidupan sehari-hari berbentuk imbalan
berupa uang melainkan dibayar dengan tenaga pula seperti sitem gotong royong,
sedangkan kerja sama dengan warga non Kasepuhan bisa dengan imbalan uang atau
bagi hasil.
Ketaatan pada negara dan adat tercermin dalam kearifan lokal; “Nyang hulu ka
hukum nyanghunjar ka nagara”(menjunjung tinggi hukum dan mematuhi perintah
atau aturan negara). Prinsip tersebut tercermin dari pemakaian ikat kepala bagi
kaum laki-laki. Ikat kepala menggunakan kain segi empat melambangkan empat
arah mata angin, yaitu timur, barat, selatan dan utara. Kemudian dilipat menjadi
bentuk segitiga melambangkan tiga hukum (adat, negara dan agama).
Semua anak laki-laki dan perempuan yang sah berhak mewarisi seluruh harta
kekayaan, baik harta pencarian maupun harta pusaka. Jumlah harta kekayaan
pewaris dibagi sama diantara para ahli waris. Menurut hasil wawancara, untuk
anak bungsu mendapat bagian lebih banyak.
b. Anak angkat
Anak angkat merupakan ahli waris yang kedudukannya sama seperti halnya
anak sah namun, anak angkat ini hanya menjadi ahli waris terhadap harta
15
pencarian atau harta bersama orang tua angkatnya. Sedangkan untuk harta
pusaka, anak angkat tidak berhak.
c. Ayah dan ibu serta saudara-saudara sekandung si pewaris. Apabila anak laki-laki
yang sah maupun anak angkat tidak ada, maka yang menjadi ahli waris adalah
ayah dan ibu serta saudara-saudara kandung si pewaris yang mewarisi bersama-
sama.
d. Keluarga terdekat dalam derajat yang tidak tentu. Apabila anak laki-laki yang
sah, anak angkat, maupun saudara-saudara sekandung pewaris dan ayah-ibu
pewaris tidak ada, maka yang tampil sebagai ahli waris adalah keluarga terdekat
dalam derajat yang tidak tertentu.
Hak untuk mengisi atau menggantikan kedudukan seseorang ahli waris terlebih
dahulu meninggal dunia dari pada orang yang meninggalkan warisan, ada pada
keturunan dalam garis menurun. Dengan demikian, hak untuk mewarisi dalam
masyarakat Hukum Adat tentang tidak pantas menjadi ahli waris tidak dianut secara
tegas. Perbedaan agama pun tidak menghilangkan hak seseorang untuk menjadi ahli
waris.
3. Melakukan perbuatan tidak baik, menjatuhkan nama baik pewaris, atau nama
kerabat pewaris karena perbuatan tercela
16
4. Murtad dari agama atau berpindah dari agama dan keceprcayaan dan sebagainya
Pada umumnya objek dalam hukum waris adat Desa Sinar Resmi sama halnya
dengan objek hukum waris adat lainnya yaitu harta warisan. Harta warisan adalah
harta benda yang dimiliki oleh si pewaris yang diteruskan semasa hidupnya atau
yang ditinggalkan oleh pewaris yang sudah meninggal dunia dan diteruskan dalam
keadaan tidak terbagi-bagi.
Harta peninggalan pada masyarakat Angkola Barat dapat berupa tanah, ternak,
sawah, kebun, perhiasan, rumah, kenderaan dan lain-lain.
17
BAB IV
ANALISIS
Alasan yang mendasari adalah pembagian warisan dengan hukum adat sudah
dilakukan secara turun-temurun dan membudaya sampai sekarang di Desa Sinar
Resmi serta diyakini lebih mencerminkan rasa keadilan serta dilakukan melalui
kesepakatan antar ahli waris sehingga tercipta kerukunan antar ahli waris.
Para ahli waris telah menyadari bahwa apa yang telah di ajarkan oleh nenek
moyang dan para leluhur terdahulu harus diikuti, tanpa mencari sebab-sebab
mengapa demikian dalam hal pembagian harta warisan. Karena apabila melanggar
ketentuan-ketentuan yang telah berlaku secara turun-temurun yang telah di
ajarkan oleh nenek moyang atau para leluhur terdahulu dalam keyakinan merekan
adalah berdosa.
Selain berpedoman kepada hal tersebut, ada alasan lain yang sangat
fundamental bagi masyarakat sekitar yaitu mereka berpedoman bahwa Tuhan itu
Maha Kaya. Alasan inilah yang menjadi keyakinan bahwa berapapun jumlah
bagian warisan yang di terimanya adalah hal yang sedikit dibandingkan dengan
kekayaan Tuhan yang tidak ada batasnya, alasan ini sangat menandakan bahwa
keimanan dan ketaqwaan masyarakat Desa Sinar Resmi.
18
orang tua berdasarkan hukum adat, dimana harta warisan atau harta peninggalan
orang tua harus di jaga dengan sebaik-baiknya.
Dimana harta warisan atau harta peninggalan orang tua tidak boleh
dipergunakan atau dijual untuk kepentingan yang tidak perlu, harta warisan boleh
di pergunakan asalkan untuk keperluan-keperluan yang dari ahli waris yang
mendesak, penggunaan harta warisan oleh para ahli waris atau salah satu dari ahli
waris juga di putuskan melalui musyawarah mufakat. Oleh karena itu, dalam
segala sesuatu yang berkaitan atau berhubungan dengan penggunaan harta warisan
harus dengan musyawarah terlebih dahulu.
19
Proses pembagian warisan pada masyarakat Desa Sinar Resmi dilakukan
dengan dua cara, yaitu pembagian warisan sebelum pewarisnya meninggal dunia
dan pembagian warisan setelah pewaris meninggal dunia. Sistem pembagian
warisan yang dilakukan ketika pewaris masih hidup yaitu dengan cara hibah
wasiat. Orang tua menghibahkan hartanya melalui surat wasiat kepada anak-
anaknya ketika masih hidup. Pembagian harta warisan sebelum pewaris
meninggal dunia waktu pelaksanaanya tergantung dari inisiatif pewaris Harta
tersebut menjadi pemilik si anak tersebut secara mutlak. Mengenai harta sisa
dalam pembagian warisan yang dilakukan sebelum pewaris meninggal dunia,
harta sisa tersebut akan dibagi rata kepada semua ahli waris. Untuk pembagian
waris setelah pewaris meninggal bersifat terbuka dan bermula apabila salah satu
orang tuanya meninggal dunia. Pembagian harta warisan dilakukan di hadapan
seluruh ahli waris dengan cara musyawarah.
Peran saksi dalam proses pembagian harta warisan bertindak pasif yakni
hanya menyasikan dan mengesahkan hasil pembagian harta warisan. Saksi tidak
ikut menentukan pembagian harta yang akan diwariskan, kecuali apabila dimintai
pendapat saksi akan memberikan pendapat sesuai proses yang biasa dipakai
masyarakat Desa sugihan. Dalam proses pembagian warisan. Saksi yang
didatangkan masih mempunyai hubungan kerabat dari keluarga pewaris atau
tokoh adat setempat.
Sama halnya dengan pembagian harta waris, penyelesaian sengketa waris oleh
masyarakat Desa Sinar Resmi menggunakan musyawarah dan dihadiri oleh ahli
waris. Biasanya musyawarah berjalan dengan lancar tapi tidak menutup
kemungkinan juga terjadi ketidak cocokan antara para ahli waris mengenai
pembagian harta warisan yang di tinggalkan oleh pewaris.
Apabila telah terjadi permasalah maka hal yang paling pertama sekali di
lakukan oleh para ahli waris adalah memanggil sesepuh desa tersebut atau kepala
20
adat dengan tujuan bisa memberikan usulan atau pendapat bagaimana baiknya
masalah tentang pembagian harta warisan tersebut.
Apabila tidak menemui titik terang atau masih terjadi permasalahan maka
langkah selanjutnya adalah para ahli waris mengajukan gugatan ke pengadilan, dan
kemudian pengadilan yang berhak memutuskan dan menetapkan sebaik-baik dan
seadil-adilnya tentang pembagain harta warisan tersebut, supaya tidak ada pihak
yang merasa dirugikan atau merasa tidak adil.
Dalam hal ini putusan hakim bersifat final dan konkrit, jadi apapun keputusan
pengadilan nantinya harus dilaksanakan oleh para ahli waris karena mereka telah
setuju untuk menyerahkan masalah pembagian warisan tersebut kepada pengadilan,
untuk mendapatkan putusan hakim yang seadil-adilnya dalam pembagian harta
warisan tersebut.
21
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dari hasil penelitian dan pembahasan dari bab sebelumnya,
maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Pembagian waris adat di Desa Sinar Resmi tidak membedakan antara anak laki-
laki dan anak perempuan. Semua ahli waris dianggap mempunyai hak yang
sama atas harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris, kecuali untuk anak
bungsu diberi bagian yang lebih banyak.
5.2 SARAN
1. Tokoh Adat, agar tetap berpegang kepada pedoaman hukum adat dalam
menyelesaikan permasalahan khusunya sengketa adat dalam pembagian waris.
2. Menjaga dan melestariakan serta mengikuti aturan adat yang berlaku, agar tidak
terkikis dengan perkembangan zaman.
22
DAFTAR PUSTAKA
Apeldorn, L.J. Van. 2004. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta. Pradnya Paramita
Hadikusuma, Hilman. 2003. Hukum Waris Adat. Bandung. PT Citra Aditya Bakti
Hadikusuma, Hilman. 2014. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Bandung. Maju
Mundur
Hermanto. 2012. Filosofi Hidup Sebagai Basis Kearifan Lokal (Studi Pada Kesatuan
Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul). Universitas Pendidikan Indonesia
Rato, Dominikus. 2011. Hukum Perkawinan dan Waris Adat. Surabaya. Laksbang
Justitia
Santoso, M. Agus. 2012. Hukum, Moral, & Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum.
Jakarta. Prenandamedia Group
Setiadi, Wahyu. 2014. Pembagian Harta Warisan Pada Masyarakat Muslim Desa
Sugihan Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang . Universitas Negeri
Semarang
Usman, Datuk. 1988. Diktat Hukum Adat. Medan. Bina Sarana Balai Penmas SU
Wulansari, Dewi. 2012. Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar. Bandung. PT Refika
Aditama
23
24