Anda di halaman 1dari 7

1

sekresi insulin atau resistensi insulin sehingga insulin menjadi tidak effektif

untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Faktor-faktor yang membuat seseorang terkena DM adalah faktor ras

atau etnis, usia, obesitas, kurang gerak badan, keturunan, kehamilan, infeksi,

stress, dan obat obatan (Tandra, 2014), Penelitian lainnya menyebutkan faktor

risiko DM dikelompokkan menjadi dua faktor utama dan satu faktor

pendukung, yaitu yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi sebagai

faktor utama, Faktor yang tidak dapat dimodifikasi adalah ras/suku/etnik,

umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan DM, riwayat melahirkan bayi >4

kg dan riwayat lahir dengan berat badan rendah <2,5 kg sedangkan faktor yang

dapat di modifikasi adalah berat badan lebih (IMT) >25 kg/m2, kurang

aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia (gangguan lemak darah) HDL <35

mg/dl dan atau trigliserida >250 mg/dl, prediabetes, diet yang tidak sehat dan

kebiasaan merokok. (Depkes RI, 2008; Konsensus PERKENI, 2011).

Global status report on Non Communicable Diseases World Health

Organization (WHO) tahun 2010 melaporkan bahwa 60% penyebab kematian

semua umur di dunia adalah karena penyakit tidak menular (PTM). Sebagai

salah satu PTM DM menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian.

Sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat diabetes dan 4% meninggal sebelum

usia 70 tahun .

Menurut statistik dari studi Global Burden of Disease dalam Atlas

Diabetes Melitus jumlah penderita DM di dunia mencapai 382 juta orang pada

tahun 2013 pada usia antara 45-59 tahun diprediksi akan meningkat 55% atau
3

menjadi 592 juta orang pada tahun 2035, 80% diabetes hidup di negara-negara

berpenghasilan rendah dan menengah. Pada penduduk usia 20-79 tahun,

Indonesia menempati urutan ke tujuh dunia dalam sepuluh negara tertinggi

penderita DM dengan penderita 8,5 juta orang (International Diabetes

Federation, 2013). Indonesia menempati peringkat pertama di Asia Tenggara,

dengan prevalensi penderita sebanyak 8.426.000 jiwa di tahun 2000 dan

diproyeksi meningkat 2,5 kali lipat sebanyak 21.257.000 penderita pada tahun

2030 (WHO, dalam Prihaningtyas, 2013). Dari total 242 juta penduduk

Indonesia 7,6 juta hidup dengan Diabetes militus.

Epidemi penyakit tidak menular muncul menjadi penyebab kematian

terbesar di Indonesia, sedangkan epidemi penyakit menular juga belum tuntas,

selain itu semakin banyak pula ditemukan penyakit infeksi baru dan timbulnya

kembali penyakit infeksi yang sudah lama menghilang, Sehingga Indonesia

memiliki beban kesehatan ganda yang berat (PERKENI, 2011). Berdasarkan

hasil Riset Kesehatan Dasar (2013), Prevalensi DM dari hasil wawancara

responden umur ≥15 tahun menurut provinsi di Indonesia juga terjadi

peningkatan dari 1,1% pada tahun 2007 menjadi 2,1% pada tahun 2013 dari 33

propinsi, 31 provinsi menunjukkan kenaikan prevalensi DM yang cukup berarti

dan propinsi Aceh dari 1,7% menjadi 2,6% (Balitbang Kemenkes RI, 2013).

Di Propinsi Bengkulu, Menurut hasil survey yang dilakukan

Kementerian Kesehatan pada tahun 2011, Bengkulu masuk dalam daftar

sembilan besar daerah Indonesia yang penduduknya banyak menderita

penyakit DM. Diperkirakan jumlahnya mencapai 417.600 orang atau sekitar


4

8,7% dari total penduduk di Kabupaten Rejang Lebong, Hasil surveilans

terpadu penyakit berbasis puskesmas untuk kasus baru DM di 10

kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu tahun 2014, penyakit DM menduduki

ranking ke 6 dari 35 jenis penyakit yaitu sebanyak 4.573 penderita (Dinas

Kesehatan Bengkulu, 2014).

Data rekapitulasi penyakit tidak menular berdasarkan Puskesmas di

bagian Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu (SP2TP) Dinas Kesehatan

Kabupaten Rejang Lebong tahun 2016 menyebutkan bahwa angka kunjungan

penyakit DM ke Puskesmas dari tahun ke tahun selalu meningkat. Laporan

Simpus Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong 2016, Diketahui penderita

baru DM bulan Januari sampai dengan Desember 2016 sebanyak 138 orang.

Untuk kunjungan kasus DM bulan Januari sampai dengan Desember 2016

mencapai 922 orang. Data tersebut memberikan gambaran bahwa masalah DM

perlu mendapat perhatian serius dan penanganan yang baik, mengingat

prevalensinya yang tinggi dan juga biaya pengobatan yang meningkat akibat

bertambahnya penderita baru DM setiap bulannya.

Gaya hidup yang aktif dan latihan fisik dapat mencegah berbagai

macam penyakit, membuat hidup lebih bersemangat dan meningkatkan daya

tahan tubuh (Prihaningtyas, 2013). Gaya hidup sangat berperan sebagai

penyebab dan juga dapat berpotensi mencegah DM Tipe II. Perubahan gaya

hidup akibat revolusi industri dan modernisasi mengakibatkan perubahan jenis

dan jumlah pekerjaan yang kita lakukan, Sepeda motor dan mobil mengantikan

aktivitas berjalan kaki, makanan cepat saji menggantikan kegiatan memasak.


5

sebagian besar orang lebih suka menghabiskan waktu dengan duduk di depan

televisi atau komputer daripada melakukan olah raga, kurangnya aktivitas

cenderung menyebabkan resistensi terhadap insulin dan pradiabetes dan

keduanya dapat berkembang menjadi DM Tipe II .

DM Tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku

telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang DM memerlukan

partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Untuk mencapai keberhasilan

perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya

peningkatan motivasi Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju

perubahan perilaku sehat. (PERKENI, 2011). Mengingat bahwa DM akan

memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan

biaya kesehatan yang cukup besar, maka semua pihak, baik masyarakat

maupun pemerintah, sudah seharusnya ikut serta dalam usaha penanggulangan

DM, khususnya dalam upaya pencegahan (PERKENI, 2011).

Berdasarkan uraian diatas Peneliti tertarik untuk melakukan kajian lebih

lanjut tentang pengaruh dari faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti

umur, jenis kelamin, riwayat keluarga DM dan faktor risiko yang dapat

dimodifikasi terutama gaya hidup seperti indek massa tubuh, aktivitas fisik, ,

terhadap kejadian DM Tipe II di Rumah Sakit Umum Daerah Curup, dan

mendapat gambaran terhadap faktor risiko mana yang memengaruhi kasus DM

Tipe II serta faktor risiko mana yang paling berpengaruh terhadap kasus DM

khususnya di RSUD Curup dengan melakukan kajian tentang “Faktor Risiko

yang Berhubungan dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe II di Rumah sakit


6

umum daerah curup Kabupaten Rejang Lebong tahun 2018”. Sehingga hasil

penelitian ini sangat bermamfaat sebagai data dasar penyusunan program

pelayanan kesehatan di Kabupaten Rejang Lebong.

A. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dikaji lebih

lanjut dalam penelitian ini adalah faktor risiko apa saja yang memengaruhi

kasus Diabetes Melitus Tipe II yang terjadi di Rumah sakit umum daerah curup

Kabupaten Rejang Lebong tahun 2018.

B. Tujuan

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor risiko yang berhubungan

dengan kasus penderita Diabetes Melitus Tipe II di Rumah sakit umum Daerah

Curup Kabupaten Rejang Lebong tahun 2018.

C. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara faktor

risiko penyakit dengan kasus penderita Diabetes Melitus Tipe II di Rumah

sakit umum Daerah Curup Kabupaten Rejang Lebong tahun 2018.

D. Manfaat

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini nantinya adalah sebagai

berikut:

1. Bagi Dinas Kesehatan

Sebagai bahan masukan dan informasi berkaitan dengan faktor risiko yang

memengaruhi kasus penderita DM Tipe II sehingga dapat dipergunakan

sebagai bahan pertimbangan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang


7

Lebong dalam penyusunan program kesehatan dan perubahan perilaku

masyarakat khususnya perilaku hidup sehat penderita DM.

2. Bagi RSUD Curup

Dari data hasil penelitian ini diharapkan nantinya mampu memberikan

informasi mengenai faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap

terjadinya peningkatan kasus DM sehingga dapat disebarluaskan kepada

masyarakat sebagai pengetahuan dalam mengendalikan dan upaya

pencegahannya penyakit DM. Program promosi kesehatan dan perilaku

sehat merupakan faktor penting pada kegiatan pelayanan kesehatan. Untuk

mendapatkan hasil pengelolaan DM yang optimal dibutuhkan perubahan

perilaku. Perlu dilakukan edukasi bagi pasien dan keluarga untuk

pengetahuan dan peningkatan motivasi. Hal diharapkan dapat terlaksana

dengan baik melalui dukungan tim penyuluh yang terdiri dari dokter, ahli

diet, perawat, dan tenaga kesehatan lain yang ada di RSUD Curup.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan sebagai informasi awal dalam

melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kasus penderita

DM Tipe II di RSUD Curup Kabupaten Rejang Lebong.

Anda mungkin juga menyukai