Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Segala puji bagi allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
mata kuliah “FIQIH MUAMALAH”. Kemudian shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman
hidup yakni Al-Quran dan Al-sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Tugas ini merupakan tugas Mata Kuliah Fiqih Muamalah, Selanjutnya penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ustad Hendra Karunia
Agustine, Lc. selaku dosen Mata Kuliah Fiqih Muamalah,.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan
dalam pengerjaan ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari Bapak Dosen STIS HK

Kuningan, Februari 2018

Penyusun

Program Studi Muamalah Kafalah dan Hiwalah Halaman 1 dari 15


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................1
DAFTAR ISI..........................................................................................................................2
BAB I...................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang....................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................3
1.3 Tujuan................................................................................................................3
BAB II..................................................................................................................................4
PEMBAHASAN....................................................................................................................4
2.1 Pengertian Hiwalah............................................................................................4
2.2  Dasar Hukum Hiwalah........................................................................................4
2.3 Rukun dan Syarat Hiwalah..................................................................................5
2.4   Macam-macam Hiwalah.....................................................................................7
2.5   Beban Muhil  Setelah Hiwalah............................................................................8
2.6   Pengertian dan Hukum Kafalah..........................................................................8
2.7  Dasar Hukum Kafalah.........................................................................................9
2.8   Rukun dan Syarat Kafalah...................................................................................9
2.9   Macam-Macam Kafalah...................................................................................10
BAB III...............................................................................................................................12
PENUTUP..........................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................12
3.2 Saran................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14

Program Studi Muamalah Kafalah dan Hiwalah Halaman 2 dari 15


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan di dunia ini, manusia tidak akan pernah lepas dari manusia yang
lain. Saling membutuhkan dan membantu satu sama lain dalam berbagai aspek
kehidupan. Termasuk dalam kegiatan utang-piutang. Utang piutang merupakan istilah
yang tak asing lagi di telinga kita. Dalam kegiatan ini ada istilah hiwalah, yaitu pemindahan
utang. Namun pemindahan ini ada ketentuan-ketentuan yang harus diketahui bersama.
Begitu pula dengan kafalah atau penjaminan tanggungan yang juga sudah menjadi
kegiatan yang biasa. Akan tetapi, sebagai orang islam tentu harus mengetahui segala
aspek hukum yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena masalah hiwalah
dan kafalah ini cukup urgen. Maka dalam makalah ini akan membahas tentang hiwalah
dan kafalah yang sudah ditentukan dalam ajaran islam yaitu dalam fiqh muamalah. Dimulai
dari pengertian dari hiwalah dan kafalah, dasar-dasar hukumnya hingga berakhirnya akad
dari hiwalah dan kafalah tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1.      Apa pengertian Hiwalah?
2.      Bagaimana dasar-dasar hukum Hiwalah?
3.      Apa rukun dan syarat Hiwalah?
4.      Apa saja macam-macam Hiwalah?
5.      Bagaimana beban muhil setelah Hiwalah?
6.      Apa pengertian Kafalah?
7.      Bagaimana dasar-dasar hukum Kafalah?
8.      Apa rukun dan syarat Kafalah?
9.   Apa saja macam-macam Kafalah?

1.3 Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian Hiwalah dan Kafalah
2.      Untuk mengetahui dasar-dasar hukum Hiwalah dan Kafalah
3.      Untuk mengetahui macam-macam Hiwalah dan Kafalah
4.      Untuk mengetahui beban muhil setelah Hiwalah
Program Studi Muamalah Kafalah dan Hiwalah Halaman 3 dari 15
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hiwalah


Menurut bahasa, yang dimaksud dengan hiwalah  ialah al-intiqal  dan al-
tahwil,  artinya ialah memindahkan atau mengoperkan. Maka Aburrahman Al-
Jaziri, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hiwalah  menurut bahasa ialah :
                                                                         ‫اَلنَّ ْق ُل ِم ْن َم َح ٍّل إِلَى َم َح ِّل‬                
       “Pemindahan dari satu tempat ke tempat yang lain”.
Sedangkan pengertian hiwalah menurut istilah, para ulama berbeda-beda
dalam mendefinisikannya, antara lain sebagai berikut :
1.      Menurut Hanafiyah, yang dimaksud hiwalah   ialah :
‫نَ ْق ُل ْال ُمطَالَبَ ِة ِم ْن ِذ َّم ِة ْال َم ْديُوْ ِن إِلَى ِذ َّم ِة ْال ُم ْلتَز َِم‬
“Memindahkan tagihan dari tanggung jawab yang berutang kepada yang lain yang punya
tanggung jawab kewajiban pula”.
2.      Menurut Taqiyuddin, yang dimaksud dengan hiwalah   ialah :
‫اِ ْنتِقَا ُل ال َّد ْي ِن ِم ْن ِذ َّم ٍة إِلَى ِذ َّم ٍة‬
“Pemindahan utang dari beban seseorang  menjadi beban orang lain”.
3.      Jumhur ulama fiqh mendefinisikannya dengan :
‫ ِم ْن ِذ َّم ٍة إِلَى ِذ َّم ٍة‬ ‫ال َّديْن‬ ‫َضى نَ ْقلﹶ‬
ِ ‫َع ْق ٌد يَ ْقت‬
“Akad yang menghendaki pengalihan utang dari tanggung jawab seseorang kepada
tanggung jawab (orang lain)”
            Pada dasarnya definisi yang dikemukakan oleh ulama hanafiyah dan jumhur ulama
fiqh di atas sekalipun berbeda secara tekstual, tetapi secara         substansial mengandung
pengertian yang sama, yaitu pemindahan hak menuntut utang kepada pihak lain (ketiga)
atas dasar persetujuan dari pihak yang memberi utang.

2.2  Dasar Hukum Hiwalah


1.      Al-Qur’an
Allah Swt berfirman:
ْ ِ‫فَ ْليَ ْكتُبْ بَّ ْينَ ُك ْم َكاتِبٌ ب‬ ُ‫ن ِإلَى أَ َج ٍل ُم َس ّمًى فَا ْكتُبُوْ ه‬0ٍ ‫واإِ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َد ْي‬
‫اال َع ْد ِل‬ ْ ُ‫الَّ ِذ ْينَ َءا َمن‬yg•ƒr'¯»ƒ$

Program Studi Muamalah Kafalah dan Hiwalah Halaman 4 dari 15


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah  tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar”.  (Q.S. Al-Baqarah 2 : 282).
2.      Hadits
ْ ‫ َم‬: ‫صلَّى هّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّم‬
‫ط ُل ال َغنِ ِّي ظُ ْل ٌم فَإ ِ َذا أَ ْتبَ َع أَ َح ُد ُك ْم َعلَى‬ َ ِ ‫ض َي هّللا َع ْنهَ اَ َّن َرسُوْ َل هّللا‬
ِ ‫ع َْن اَبِ ْي هُ َر ْي َرةَ َر‬
‫َملِي ٍء فَ ْليَتَّبِ ْع‬
Artinya: “Menunda (pembayaran utang) oleh orang yang telah mampu membayar itu suatu
penganiayaan. Apabila salah seorang di antara kamu utangnya dilimpahkan kepada orang
yang mampu, hendaklah kamu menerima” . (HR. Bukhari-Muslim).
3.      Ijma’
Para ulama sepakat (ijma) atas kebolehan akad hawalah/hiwalah.  Menurut pengikut
mazhab Hambali, Ibnu Jarir, Abu Tsur dan Az-Zahiriyah, hukumnya wajib
bagi muhal menerima hiwalah  berdasarkan perintah pada hadits tersebut. 
Sedangkan menurut jumhur ulama perintah pada hadist tersebut untuk
menerima hiwalah  hukumnyasunnah, bukan wajib, sebab mungkin saja muhal’alaih sulit
ekonomi atau sulit membayar hutang, maka dalam hal ini ia tidak wajib menerima hawalah.

2.3 Rukun dan Syarat Hiwalah


Menurut ulama Hanafiyah,  rukun hiwalah ada dua, yaitu:
1)      Ijab (pernyataan  melakukan hiwalah) dari pihak pertama (muhil).
2)      Qabul (pernyataan menerima hiwalah) dari pihak kedua (muhal) dan
pihak ketiga (muhal‘alaih).
Sedangkan menurut jumhur ulama yang terdiri dari mazhab Maliki, Hanbali, dan
Syafi’i, rukun hiwalahada lima, yaitu: 
1)      Pihak pertama (muhil) adalah pihak yang berutang dan berpiutang.   Adapun syarat
bagi pihak pertama (muhil):
a.       Cakap dalam melakukan tindakan hukum dalam bentuk akad, yaitu balig dan
berakal. Hiwalah tidak sah jika dilakukan oleh anak-anak meskipun ia sudah mengerti
(mumayyiz), ataupun dilakukan oleh orang yang gila.
b.      Ada pernyataan persetujuan (ridha). 
2)      Pihak kedua  (muhal) adalah pihak yang berpiutang. Adapun syarat bagi pihak kedua
(muhal) yaitu:

Program Studi Muamalah Kafalah dan Hiwalah Halaman 5 dari 15


a.       Cakap dalam melakukan tindakan hukum dalam bentuk akad, yaitu balig dan
berakal, sebagaimana pihak pertama ( muhil)
b.      Kerelaan dari Muhal karena tidak sah jika hal itu dipaksakan.
3)      Pihak ketiga (muhal‘alaih) adalah pihak yang berutang dan berkewajiban membayar
utang kepada muhil.
4)      Utang muhil kepada muhal  (muhal bih  1) dan
utang muhal’alaih kepada muhil  (muhal bih  2). Adapun syarat terhadap utang yang
dialihkan (muhal bih)  adalah:
a.       Yang dialihkan adalah sesuatu yang sudah dalam bentuk utang piutang yang pasti.
Jika yang dialihkan  itu belum merupakan utang piutang yang pasti, misalnya
mengalihkan  utang yang timbul  akibat jual beli  yang masih berada  dalam masa khiyar
(tenggang waktu yang dimiliki pihak penjual  dan pembeli untuk mempertimbangkan 
apakah  akad  jual beli  dilanjutkan  atau dibatalkan), maka hiwalah tidak sah. Ulama
sepakat bahwa persyaratan  ini berlaku  pada utang  pihak pertama kepada pihak kedua.
Mengenai  utang pihak ketiga  kepada pihak pertama, ulama Maliki, Syafi’i dan Hanbali
juga memberlakukan persyaratan ini, tetapi ulama  dari Hanafi tidak memberlakukannya.[7]
b.      Apabila pengalihan utang itu dalam bentuk hiwalah al-muqayyadah, semua ulama
fikih sepakat bahwa baik utang muhil kepada muhal maupun muhal
‘alaih kepada muhil harus sama jumlah dan kualitasnya.
Jika antara kedua utang tersebut terdapat perbedaan jumlah (utang dalam bentuk
uang) atau perbedaan kualitas (utang dalam bentuk barang) maka hiwalah tidak sah.
Tetapi apabila pengalihan itu dalam bentuk hiwalah al-muthlaqah (madzhab Hanafi).
Maka kedua utang tersebut tidak mesti sama, baik jumlah maupun kualitasnya.
a.       Madzhab Syafi’i menambahkan bahwa pembayaran kedua utang tersebut harus
sama pula waktu jatuh temponya. Jika tidak sama, maka hiwalah tidak sah.
5)      Ijab qabul (sighat )
Adanya ash-shighah (‫)الصيعة‬, yaitu dua lafadz akad yang terdiri dari ijab dan qabul dari
kedua belah pihak yang melakukan hawalah.
a.       Lafadz ijab adalah segala lafadz yang mengandung makna memindahkan atau
mentransfer, seperti lafadz : ahaltuka (‫ )احلتك‬atau atba'tuka (‫)أتبعتك‬.

Program Studi Muamalah Kafalah dan Hiwalah Halaman 6 dari 15


b.       Lafadz qabul adalah segala lafadz yang mengandung makna persetujuan atas ijab
sebelumnya. Lafadznya bisa bermacam-macam, seperti : saya setuju, saya terima, saya
rela, dan sebagainya.

2.4   Macam-macam Hiwalah


Dilihat dari pengalihan utang, hiwalah juga dibagi menjadi dua, yaitu:
1)      Hiwalah Haq
Hiwalah haqq (pemindahan hak) terjadi apabila yang dipindahkan itu merupakan hak 
menuntut uang atau dengan kata lain pemindahan piutang.
2)      Hiwalah Dayn
Hawalah ini Hawalah dayn (pemindahan hutang) terjadi jika yang dipindahkan itu
kewajiban       untuk membayar hutang.
Sedangkan ditinjau dari segi objek akad, ada dua jenis hiwalah yang berdasarkan
pada rukun hiwalah yaitu :
1)      Hiwalah Muthlaqoh
Hiwalah mutlaqoh adalah seseorang memindahkan hutang pada yang lain tanpa
memberikan keterangan bahwa orang tersebut harus membayar hutang yang ada
padanya, kemudian orang tersebut menerimanya.
Contoh : Jika A berutang kepada B dan ketika jatuh tempo maka A lalu memindahkan
pembayaran hutang kepada kepada C dan C menerimanya. Sementara C tidak punya
hubungan utang-piutang kepada B. Ini hanya dalam madzhab Hanafi dan Syi’ah
sedangkan jumhur ulama mengklasifikasikan jenis hiwalah ini sebagai kafalah. Dimana
orang lain menanggung hutang orang lain.
2)     Hiwalah Muqoyyadah
Hiwalah ini terjadi jika Muhil mengalihkan hak penagihan Muhal kepada Muhal
‘alaih karena yang terakhir punya utang kepada Muhil. Inilah hawalah yang boleh (jaiz)
berdasarkan kesepakatan para ulama.
Contoh: A berpiutang kepada B sebesar 5 dirham.
Sedangkan B berpiutang kepada C  sebesar 5 dirham. Kemudian B
memindahkan atau mengalihkan haknya untuk menuntut piutangnya yang berada
pada C kepada A sebagai ganti pembayaran utang B kepada A.
Dengan demikian hiwalah al-muqayyadah pada satu sisi merupakan hiwalah al-
haq karena mengalihkan hak menuntut piutangnya dari C ke A (pemindahan hak).
Program Studi Muamalah Kafalah dan Hiwalah Halaman 7 dari 15
Sedangkan pada sisi lain, sekaligus merupakan hiwalah al-dain karena B mengalihkan
kepada A menjadi kewajiban C kepada A (pemindahan utang/kewajiban).

2.5   Beban Muhil  Setelah Hiwalah


Apabila hiwalah  berjalan sah, dengan sendirinya  tanggung jawab muhil  gugur.
Andaikata muhal ‘alaihmengalami kebangkrutan atau membantah hiwalah  atau meninggal
dunia, maka muhal tidak boleh kembali lagi kepada muhil. Hal ini adalah pendapat jumhur
ulama.
Menurut madzhab Maliki, bila muhil  telah menipu muhal, ternyata muhal ‘alaih  orang
kafir yang tidak memiliki sesuatu apapun untuk membayar, maka muhal  boleh kembali lagi
kepada muhil.  Menurut Imam Malik, orang yang meng hiwalahkan utang kepada orang lain,
kemudian muhal ‘alaih mengalami kebagnkrutan atau meniggal dunia ia belum membayar
kewajiban, maka muhal  tidak boleh kembali kepadamuhil.
Abu Hanifah, Syarih, dan Utsman berpendapat bahwa dalam keadaan muhal’
alaih  mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia maka orang yang mengutangkan
(muhal) kembali lagi kepada muhiluntuk menagihnya.

2.6   Pengertian dan Hukum Kafalah


Al-kafalah menurut bahasa artinya, menngabungkan, jaminan, beban, dan
tanggungan. Kafalah juga disebut dengan al-dhaman.
Menurut istilah syara’ sebagaimana didefinisikan oleh para ulama’:
1.      Menurut habsyi Ash-shiddiqi
Artinya: “menggabungkan dhimmah (tanggung jawab) kepada dhimmah yang lain dalam
penagihan”.
2.      Menurut madzhab Syafi’i
Artinya : “ akad yang menetapkan hak pada tanggungan (beban) yang lain atau
menghadirkan zat benda yang dibebankan atau menghadirkan badan oleh orang yang
berhak menghadirkannya”.
3.      Menurut hanafiyah
Artinya: “Menggabungkan dzimah (Tanggungan atau beban) kepada dzimah yang
lain dalampenagihan, dengan jiwa, utang, atau zat benda”.

Program Studi Muamalah Kafalah dan Hiwalah Halaman 8 dari 15


Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kafalah atau dhaman
adalah transaksi yang menggabungkan dua tanggungan (beban) untuk memenuhi
kewajiban baik berupa utang, uang, barang, pekerjaan, maupun badan.

2.7  Dasar Hukum Kafalah


Kafalah merupakan bentuk kegioatan sosial yang disyariatkan oleh al-qur’an dan
hadist. Nash yang dapat dijadikan dasar klafalah yaitu al-qur’an ayat yusuf ayat 72
)72( ‫ير َوأَنَا بِ ِه زَ ِعي ٌم‬ ِ ِ‫ص َوا َع ْال َمل‬
ٍ ‫ك َولِ َم ْن َجا َء بِ ِه ِح ْم ُل بَ ِع‬ ُ ‫قَالُوا نَ ْفقِ ُد‬
Artinya : penyeru penyeru itu berkata: kami kehilangan piala raja, dan barang siapa yang
dapat mengembalikannya akan memmperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan
aku menjamin keberadaannya, (QS:12/72)
Dalam hadist Nabi

Artinya : “ pinjaman hendaknya dikembalikan dan orang yang menjamin wajib untuk
membayar” . (HR.Abu Daud dab Turmudzi)

2.8   Rukun dan Syarat Kafalah


          Ada beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam transaksi kafalah.
1.      Kafiil, yang dimaksudkan adalah orang berkewajiban melakukan tanggungan
(makfuul bihi). Orang yang bertindak sebagai kafiil disyaratkan adalah orang dewasa
(baligh), berakal, berhak penuh untuk bertindak dalam urusan hartanya, dan rela dengan
kafalah. Kafiil idak boleh orang gila dan anak kecil sekalipun ia telah dapat membedakan
sesuatu (tamyiz) . kafiil juga dapat disebut dhamin (orang yang menjamin), zaim
(penanggung jawab), haamil (orang yang menaggung beban) atau qabil (orang yang
menerima)
2.      Ashiil/makful anhu yaitu orang yang berhutang, yaitu orang yang ditanggung. Tidak
disyaratkan baligh, berakal, kehadiran, dan kerelaanya dengan kafalah.
3.      Makful lahu yaitu orang yang memberi utang (berpiutang). Disyaratkan diketahiu dan
dikenal oleh orang yang menjamin hal ini supaya lebih mudah dan displin
4.      Makful bihi yaitu sesuatu yang dii jamin berupa orang atau barang atau pekerjaan
yang wajib di penuhi oleh orang yang keadaanya di tanggung (ashiil/makful anhu).
5.      Lafadz yaitu lafal yang menunjukkan arti menjamin.

Program Studi Muamalah Kafalah dan Hiwalah Halaman 9 dari 15


Dijelaskan oleh sayyid sabiq bahwa kafalah dapat dinyatakan sahdengan
menggunakan lafal sebagai berikut: “aku menjamin si A sekarang”,“aku tanggung atau aku
jamin atau aku tanggulangi atau sebagai penaggung untukmu. Semua ucapan ini dapat
dijadikan sebagai pernyataan kafalah.
Apabila lafadz kafalah telah dinyatakan maka hal itu mengikat pada hutang yang
akan diselesaikan. Artinya : utang tersebut wajib dilunasi oleh kafiil secara kontan atau
kredit. Jika utang itu harus dibayar kontan si kafiil dapat meminta syarat penundaan dalam
jangka waktu tertentu. Hal ini dibenarkan berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu
Majjah dari Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW menanggung 10 dinar yang diwajibkan
membayarnya selama satu bulan, beliau melakukannya.

2.9   Macam-Macam Kafalah


Secara garis besar kafalah dibedakan menjadi dua:
a.       Kafalah dengan jiwa disebut juga jaminan muka. Yaitu keharusan bagi si kafiil untuk
menghadirkan orang yang dia tanggung kepada orang yang ia janjikan tanggungan.
(makful lahu/orang yang berpiutang). Jika persoalannya menyangkut kepada hak manusia
maka orang yang dijamin tidak mesti mengetahui persoalan karna ini menyangkut badan
bukab harta.
Menurut pendapat yang jelas sebagaimana dijelaskan oleh imam Taqiyyudin, sah
hukumnya menangguing badan orang yang wajib menerima hukuman yang menjadi hak
anak adam seperti qishas dan qadzaf.
Jika orang yang ditanggung itu harus menerima hukuman yang menjadi hal Allah
seperti had zina dan had khamar maka kafalah tidak dibenarkan berdasarkan hadist Nabi :
Artinya : “tidak ada kafalah dalam masalah had”. (HR.Baihaqi)
b.       Kafalah harta yaitu kewajiban yang harus dipenuhi oleh kafiil dengan pemenuhan
berupa harta.
Kafalah dengan harta ini terbagi lagi menjadi:
a.       Kafalah bi al-dain
Yaitu kewajiban membayar hutang yang menjadi tanggungan orang lain. Hal ini
didasari oleh hadist Nabi. Qatadah berkata:
Artinya :” wahai Rasulullah sholatkalah dia dan saya yang berkewajiban untuk membayar
hutangnya, lalu Rasulullah menshalatkannya”. (HR. Bukhori).
Disyaratkan dalam utang tersebut sebagai berikut:
Program Studi Muamalah Kafalah dan Hiwalah Halaman 10 dari 15
1.      Hendaknya nilai utang tersebut tetap pada waktu terjadi transaksi jaminan seperti
utang qiradh, upah atau mahar, seperti seseorang berkata “juallah benda ini kepada si A
dan aku berkewajiban menjamin pembayarannya dengan harta sekian. Maka harga
penjualan tersebut jelas.
2.      Barangnya diketahui, menurut Syafi’i dan Ibnu Hazm. Maka tidak sah menjamin
barang yang tidak diketahui karena itu termasuk ghoror. Tetapi menurut Abu Hanifah,
Malik dan Ahmad boleh menjamin sesuatu yang tidak diketahui.

b.      Kafalah dengan menyerahkan materi


Yaitu kewajiban menyerahkan benda tertentu yang ada di tangan orang lain seperti
menyerahkan barang jualan kepada si pembeli, mengembalikan barang yang dighasab
dan sebagainya.
c.       Kafalah dengan aib
Yaitu menjamin barang, dikhawatirkan benda yang akan dijual tersebut terdapat
masalah atau aib dan cacat (bahaya) karena waktu yang terlalu lama atau karena hal-hal
lain. Maka si kafiil bertindak sebagai penjamin bagi si pembeli. Seperti jika tampak bukti
bahwa barang yang dijual adalah milik orang lain bukan milik penjual atau barang itu
sebenarnya barang gadaian yang hendak dijual.

Program Studi Muamalah Kafalah dan Hiwalah Halaman 11 dari 15


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1.      Hiwalah adalah pemindahan hak menuntut utang kepada pihak lain (ketiga) atas
dasar persetujuan dari pihak yang memberi utang. Sedangkan kafalah atau dhaman
adalah transaksi yang menggabungkan dua tanggungan (beban) untuk memenuhi
kewajiban baik berupa utang, uang, barang, pekerjaan, maupun badan.
2.      Rukun Hiwalah ada 5 yaitu: 
a.       Pihak pertama (muhil) adalah pihak yang berutang dan berpiutang.
b.       Pihak kedua  (muhal) adalah pihak yang berpiutang.
c.       Pihak ketiga (muhal‘alaih) adalah pihak yang berutang dan berkewajiban
membayar utang kepadamuhil.
d.      Utang muhil kepada muhal  (muhal bih  1) dan utang muhal’alaih kepada muhil
e.       Ijab qabul (sighat )
3.      Sedangkan rukun Kafalah ada 5 yaitu :
a.       Kafiil adalah orang yang menanggung atau menjamin.
b.      Ashiil/Makful Anhu adalah orang yang berhutang (orang yang ditanggung).
c.       Makful Lahu adalah orang yang berpiutang.
d.      Makful Bihi adalah sesuatu yang dijamin berupa orang atau barang atau
pekerjaan yang wajib dipenuhi oleh orang yang keadaannya ditanggung (Ashiil/Makful
Anhu).
e.       Lafal yaitu lafal yang menunjukkan arti menjamin.
4.      Ada 2 macam Hiwalah yaitu :
a.      Hiwalah Mutlaqah
b.      Hiwalah Muqayyadah
5.      Sedangkan Kafalah ada 3 macam yaitu :
a.      Kafalah Jiwa
b.      Kafalah Harta
c.      Kafalah Aib

Program Studi Muamalah Kafalah dan Hiwalah Halaman 12 dari 15


3.2 Saran
Sebagai penyusun, penulis merasa masih ada kekurangan dalam pembuatan makalah
ini. Oleh karena itu, saya mohon kritik dan saran dari pembaca. Agar penulis dapat
memperbaiki makalah yang selanjutnya.

Program Studi Muamalah Kafalah dan Hiwalah Halaman 13 dari 15


DAFTAR PUSTAKA
Dr. Erwandi Tarmizi, MA, Harta haram Muamalat Kontemporer. Bogor, P.T. Berkat Mulia
Insani

Ghazaly, Abdul Rahman, Ghufron Ihsan, dkk. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana.

http://al-hilmy01.blogspot.co.id/2017/09/makalah-fiqh-muamalah-ijarah-dan-rahn.html

Program Studi Muamalah Kafalah dan Hiwalah Halaman 14 dari 15


MAKALAH FIQIH MUAMALAH

“KAFALAH DAN HIWALAH”


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
Memenuhi tugas kelompok Fiqih Muamalah
Semester II Hukum Ekonomi Syariah
Dosen : Hendra Karunia Agustine, Lc.

Disusun oleh Kelompok II :

Aji Slamet Wahyudi


Dendy Mochamad Fauzan
Muhamad Ramadhan

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAH HUSNUL KHOTIMAH (STIS-HK)


2018
Jl. Raya Maniskidul Desa Maniskidul Kec. Jalaksana Kab. Kuningan, Jawa Barat - 45554
Telp. 0232-613808 Fax.0232-613809, HP.081324001600, 081313123710
Website : www.stishusnulkhotimah.ac.id

Anda mungkin juga menyukai